BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bit berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan Afrika Utara dengan
penyebaran ke arah timur hingga wilayah barat India dan kearah barat sampai
Kepulauan Kanari dan pantai barat Eropa yang meliputi Kepulauan Inggris dan
Denmark. Bit merah (Beta vulgaris) merupakan tanaman tunggang tumbuh menjadi
umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggal ( pangkal umbi) dan
berwarna kemerahan. Umbi ini berbentuk bulat atau menyerupai gasing. Akan
tetapi, ada pula umbi bit berbentuk lonjong. Ujung umbi bit terdapat akar.
Bunganya tersusun dalam rankaian bunga yang bertangkai panjang banyak.
Tanaman ini sulit berbunga di Indonesia, bit banyak digemari karena rasanya enak,
sedikit manis dan lunak. Bit merah ( Beta vulgaris ) merupakan sumber vitamin C,
2
selain itu, bit juga banyak mengandung vitamin B dan sedikit vitamin A sehingga
baik untuk kesehatan tubuh. Oleh karena Bit Merah ( Beta vulgaris ) kaya akan
karbohidrat sebangi sumber energi serta besi yang membantu darah mengangkut
oksigen ke otak. Bit berwarna merah karena mengandung gabungan warna unggu
betasianin dan pigmen kuning betasianin, bit pun dianjurkan dimakan dalam jumlah
yang banyak bagi penderita darah rendah. Betakaroten dan bersifat antioksidan
tinggi. Bit merah yang tumbuh di indonesia merupakan spesies persilangan dari
Beta vurgaris var, maritime ( bit laut) dengan Beta patula. Bit merah memiliki
famili Chenopodiaceae, genus Beta, dan spesies Beta Vulgaris L
2.3 Kosmetika
Kosmetik berasal dari bahasa Yunani yaitu kosmein yang berarti berhias.
Dahulu bahan-bahan yang dipakai untuk usaha mempercantik diri berasaral dari
bahan-bahan yang alami. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari alam
tetapi juga sintetis yang bermaksud untuk meningkatkan kecantikan
(Wasitaatmadja, 1997). Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan
untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau
3
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (Permenkes,
2010).
kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, coklat,
merah bata, coklat tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya,
penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks (Tranggono dan
Latifah, 2007)
D. Pigmen-Pigmen Sintetis
Dewasa ini, besi oksida sintetis dan oker sintetis sering menggantikan zat
warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara
lain kuning, coklat sampai merah, dan macam-macam violet. Pigmen sintetis
putih seperti zinc oxide dan titanium oxide termasuk dalam kelompok zat
pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu
peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat
kosmetik dan farmasi lainnya. Sejumlah senyawa cobalt digunakan sebagai
pigmen sintetis warna biru, khususnya warna cobalt dan ultramarine. Cobalt
hijau adalah pigmen hijau yang kebiru-biruan (Tranggono dan Latifah, 2007).
E. Lakes Alam dan Sintetis
Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut
air di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya
sedemikian rupa (biasanya dengan reaksi kimia) sehingga produk akhirnya
menjadi bahan pewarna yang hampir tidak larut dalam air, minyak, atau pelarut
lain. Kebanyakan lakes dewasa ini dibuat dari zat warna sintetis, kecuali
Florentine lake yang diperoleh dari presipitasi carmine dan brasilin (zat warna
dari sayuran) di dalam aluminum hidroksida. Lakes yang dibuat dari zat-zat
warna asal coal-tar merupakan zat pewarna terpenting di dalam bedak, lipstik,
dan make-up warna lainnya (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4 Bibir
Bibir terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Di sebelah
luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
Otot orbikularis oris untuk menutup bibir; levator anguli oris untuk mengangkat,
dan depresor anguli oris untuk menekan ujung mulut (Pearce, 2006). Pada bibir,
stratum corneum sangat tipis dan dermis tidak mengandung kelenjar keringat
maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah pecah terutama
5
jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah
alami untuk bibir (Tranggono, dan Latifah, 2007).
Karena ketipisan stratum corneum inilah, bibir menunjukkan sifat lebih peka
dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu, hendaknya berhati-hati dalam
memilih bahan yang digunakan untuk sediaan pewarna bibir, terutama dalam hal
memilih lemak, pigmen dan pengawet yang digunakan untuk maksud pembuatan
sediaan itu (Depkes RI, 1985).
Kulit bibir mengandung lebih sedikit melanosit (sel yang memproduksi pigmen
melanin, yang memberikan kulit warna). Karena itu, pembuluh darah muncul
melalui kulit bibir, yang memberikan warna merah bibir. Dengan warna kulit lebih
gelap efek ini kurang menonjol, seperti dalam kasus ini kulit bibir mengandung
lebih banyak melanin sehingga secara visual lebih gelap (Draelos, 2010).
Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat
(stick) yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak. Fungsinya adalah untuk
memberikan warna bibir menjadi merah semerah delima, yang dianggap akan
memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).
Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari lilin, minyak,
lemak dan zat warna (Tranggono dan Latifah, 2007).
A. Lilin
Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan
menjaganya tetap padat walau keadaan hangat. Lilin yang biasa digunakan
antara lain carnauba wax, paraffin wax, ozokerite, beeswax, candellila wax,
spermaceti dan ceresine (Tranggono dan Latifah, 2007).
B. Minyak
Minyak yang digunakan dalam sediaan lipstik harus memberikan
kelembutan, kilauan dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna.
Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak, tetrahydrofufuryl
alkohol, isopropyl myristate, butyl stearat dan paraffin oil (Tranggono dan
Latifah, 2007).
C. Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi
untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut,
meningkatkan kekuatan lipstik, mengikat antara fase minyak dan fase lilin dan
dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik. Lemak padat yang
biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin dan
minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (Tranggono dan Latifah, 2007).
D. Zat warna
Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan
pigmen. Stanining dye merupakan zat warna yang larut atau terdipersi dalam
basisnya, sedangkan pigmen adalah zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi
dalam basisnya (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4.3 Zat Tambahan dalam Sediaan Lipstik
Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula
lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara menutupi
kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak
menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam
7
formula lipstik. Zat tambahan yang biasa digunakan dalam sediaan lipstik antara
lain :
A. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain
yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHA, BHT dan vitamin E adalah
antioksidan yang paling sering digunakan. Antioksidan yang digunakan harus
memenuhi syarat (Wasitaatmadja, 1997):
2. Tidak berwarna
3. Tidak toksik
B. Pengawet
Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan lipstik
sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi ketika
lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada
permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena
itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering
digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben (Tranggono dan Latifah,
2007).
C. Parfum
Parfum digunakan untuk memeberikan bau yang menyenangkan, menutupi
bau dari lemak yang digunakan sebagai basis dan dapat menutupi bau yang
mungkin timbul selama penyimpanan dan penggunaan lipstik (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2.5 Betasianin
Sifat ini berarti bahwa pigmen betasianin dan antosianin tidak pernah dijumpai
bersamasama pada satu tanaman. Oleh karena itu pigmen betasianin sangat
signifikan dalam penentuan taksonomi tanaman tingkat tinggi. Betasianin adalah
salah satu pewarna alami penting yang banyak digunakan dalam sistem pangan.
Walaupun pigmen betasianin telah digunakan untuk pewarna alami sejak dahulu oleh
masyarakat, tetapi pengembangannya tidak secepat antosianin. Hal ini karena
keterbatasan tanaman yang mengandung pigmen betasianin. Sampai saat ini pigmen
betasianin yang telah diproduksi dalam skala besar hanya berasal dari Beta
vulgarisL. sedangkan dari sumber tanaman yang lain, seperti Amaranthus dan
Celosia masih aktif dieksplorasi untuk diteliti. Betasianin dari akar bit (Beta
vulgarisL.) telah diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang
tinggi sehingga mewakili kelas baru yaitu dietary cationizedantioxidant (Sari, et al
2016).
Betasianin dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam bentuk ekstrat, akan
tetapi penggunaan pelarut air dalam proses pemekatan dengan panas dapat
mengakibatkan kerusakan karena titik didih air cukup tinggi (100oC) sedangkan
stabilitas betasianin semakin menurun pada pemanasan suhu 70 dan 80oC (Havlikova
et al., 1983).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari
jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui
prosedur yang telah ditetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi
sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan
polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al., 2011).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara,
yaitu cara panas dan cara dingin (DepKes RI, 1995).
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara
pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang
sempurna (Anonim, 2000). Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa
yang termolabil (Tiwari et al., 2011).
b. Perkolasi
perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses
perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman, tahap
perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara
terus menerus samp.i diperoleh ekstrak (perkolat). Ini adalah prosedur yang
paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan
tincture dan ekstrak cairan (Tiwari et al., 2011).
a. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (DepKes RI, 2000).
b. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (DepKes RI, 2000).
c. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15
menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur
penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur yang digunakan (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit)
(DepKes RI, 2000).
10
d. Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur. Metode ini
digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang
stabil terhadap panas dengan cara direbus dalam air selama 15 menit (Tiwari
et al., 2011).
e. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur lebih
tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-30oC). Ini adalah jenis ekstraksi
maserasi di mana suhu sedang digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et
al., 2011).
2.7 Komposisi Bahan Lipstik
2.7.1 Cera alba
Cera alba dibuat dengan cara memutihkan malam yang diperoleh dari
sarang lebah Apis mellifera L. atau spesies Apis lain. Cera alba berupa zat padat
berwarna bening atau putih kekuningan dan memiliki bau khas lemah. Cera alba
praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) dingin dan larut
dalam kloroform, eter hangat, minyak lemak dan minyak atsiri. Cera alba memiliki
titik lebur antara 62o- 64oC. Ketika cera alba dipanaskan di atas 150oC, terjadi
proses esterifikasi yang ditandai dengan penurunan bilangan asam. Cera alba
inkompatibel dengan agen pengoksidasi (Rowe et al., 2009). Cera alba dalam
formulasi ini sebagai agen pemberi struktur batang.
Carnauba wax diperoleh dari tunas daun dan daun kelapa carnauba Brasil,
Copernicia cerifera. Daun kemudian dikeringkan dan diparut, dan lilin ini
dihilangkan dengan penambahan air panas. Carnauba wax berupa serpihan
berbentuk tidak teratur berwarna kuning pucat. Memiliki karakteristik bau hambar
dan praktis tidak ada rasa. Hal ini menyebabkan bebas dari tengik. Titik lebur
carnauba wax tinggi yaitu 85oC. Carnauba wax larut dalam kloroform hangat dan
toluena hangat, sedikit larut dalam etanol (95%) mendidih, dan praktis tidak larut
dalam air (Rowe et al., 2009). Carnauba wax dalam formulasi ini agen pemberi
struktur batang dan meningkatkan titik lebur sediaan lipstik.
11
Adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari
bulu domba Ovis aries (Fam Bovidae). Adeps lanae berbentuk liat, lekat, berwarna
kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya dan bau khas lemah. Adeps
lanae melebur pada suhu antara 36o-42oC. Adeps lanae praktis tidak larut dalam
air, agak sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform dan eter
(Rowe et al., 2009). Adeps lanae dalam penelitian ini digunakan sebagai agen
pembentuk lapisan film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.
12
BAB III
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain bit merah yang diperoleh dari Garut,
Jawa Barat, akuades, asam sitrat, minyak jarak, cera alba, vaselin flavum, adeps
lanae, carnauba wax, butil hidroksi toluen (BHT), propil paraben, H2SO4 2 N,
pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, etanol, serbuk Mg, HCl, H2SO4 pekat, asam
asetat anhidrat, FeCl3 1%, dan H2SO4 encer.
Mula-mula bit merah dilakukan sortasi basah, agar bagian yang tidak
digunakan tidak terbawa. Setelah itu dilakukan pencucian dengan menggunakan air
yang mengalir hingga bersih sampai getah atau kotoran yang menempel pada
bagian ubi jalar ungu benar-benar bersih. Bit merah yang telah dicuci bersih diangin
anginkan agar siap diproses tahap selanjutnya.
pada suhu -40oC dan dihitung persen rendemen dengan rumus (Risnawati, 2012).
Dimasukan lebih kurang 1 gram ekstrak, dan ditimbang dalam wadah yang
telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam, dan timbang. Lakukan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara jarak
penimbangan bertururt-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 2000).
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas
kedalam krus, kemudian diaduk, dan disaring melalui kertas saring bebas abu.
Kertas saring beserta sisa penyaringan dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrate
15
dimasukan ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu
total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b tidak lebih dari
0,025 % (DepKes RI, 2008)
Uji fitokimia dilakukan secara kualitatif pada ekstrak bit merah untuk
mengetahui adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan steroid dengan cara
sebagai berikut :
Adeps lanae 12 12 12
Propil paraben 0,1 0,1 0,1
BHT 0,02 0,02 0,02
Keterangan :
Lebur cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil paraben, BHT dan
ekstrak bit merah di atas hot plate. Setelah melebur, campuran digerus hingga
homogen (M1). Lebur adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat (M2). Campurkan
M2 ke dalam M1 dan kemudian digerus hingga homogen (M3). Lebur M3 di atas
hot plate dan setelah melebur segera dimasukkan ke dalam cetakan lipstik. Diamkan
10 menit sampai lipstik mengeras. Keluarkan lipstik dari cetakan dan dimasukkan
ke dalam wadah lipstik.
Pengujian ini meliputi pemeriksaan warna, bentuk, dan bau sediaan yang
dihasilkan (Anvisa, 2005).
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit
punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan
perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang
baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit
dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang
dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan
(Keithler, 1956).
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch
Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Uji tempel
terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan
dengan luas tertentu. tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang
19
terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama tiga hari berturut-turut untuk
sediaan yang paling tinggi konsentrasi pewarna dari ekstrak biji coklatnya, yaitu
konsentrasi 18%, reaksi yang terjadi diamati. Reaksi iritasi positif ditandai oleh
adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam
yang diberi perlakuan. Adanya kulit merah diberi tanda (+), gatal-gatal (++),
bengkak (+++), dan yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (0).
Kriteria panelis uji iritasi sesuai dengan (Ditjen POM, 1985).
Pengujian dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu tinggi (40 oC)
dan suhu kamar (25oC) selama 1 bulan, dan dilakukan pengamatan setiap 1 minggu
sekali terhadap adanya perubahan warna, bentuk dan bau (Anvisa, 2005).