Anda di halaman 1dari 28

FITOKIMIA II

METODE ISOLASI POLIFENOL

Lusi Indriani, M.Farm, Apt

Senyawa Fenolik atau Polifenol


sekelompok metabolit sekunder yang
mempunyai cincin aromatik terikat satu atau
lebih substituen gugus hidroksil (OH) yang
berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan
fenil propanoid.
Kelompok senyawa fenolik/polifenol :
Fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tannin,
dan flavonoid.
Dalam tanaman berada dalam bentuk glikosida
atau esternya.

Golongan senyawa fenolik sederhana


antara lain meliputi guaiakol, vanilli dan
kresol.

Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air


karena umumnya berikatan dengan gula sebagai
glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola
sel.
Bagi tanaman, senyawa fenol berperan sbg:
(misalnya lignin sebagai bahan pembangun
dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga).
Senyawa fenolik sangat penting untuk
pertumbuhan dan reproduksi tanaman, di mana
diproduksi sebagai respon untuk
mempertahankan tanaman dari serangan
patogen.

Pada industri makanan dan minuman,


senyawa fenolik berperan dalam memberikan
aroma yang khas pada produk makanandan
minuman, sebagai zat pewarna makanan dan
minuman, dan sebagai antioksidan.
Pada industri farmasi, senyawa ini
banyak digunakan sebagai antibakteri,
antijamur, antioksidan, sedatif, antikanker dan
lain-lain.
Senyawa ini juga banyak digunakan
sebagai insektisida dan fungisida.

Namun, kemampuannya membentuk


kompleks dengan protein melalui ikatan
tunggal dapat mengganggu dalam penelitian.
Selain itu, fenol sendiri sangat peka terhadap
oksidasi enzim dan mungkin hilang pada
proses isolasi akibat kerja enzim fenolase
yang terdapat dalam tumbuhan.

Senyawa fenol dan asam fenolat lebih baik


dibahas bersama karena biasanya, pada
analisa tumbuhan, mereka diidentifikasi
bersama.
Senyawa asam fenolat ada hubungannya
dengan lignin terikat sebagai ester atau
terdapat pada daun di dalam fraksi yang
tidak larut dalam etanol, atau mungkin
terdapat di dalam fraksi yang larut dalam
etanol, yaitu sebagai glikosida sederhana.

Fenil propanoid adalah senyawa fenol alam


yang mempunyai cincin-cincin aromatik
dengan rantai samping terdiri atas tiga
atom karbon.
Secara biosintesis senyawa ini turunan
asam amino protein aromatik, yakni
fenilalanina dan fenil propanoid, dapat
mengandung satu sisi C6 C3 atau lebih.

Struktur Fenil propanoid

Yang paling tersebar luas adalah asam


hidroksisinamat, suatu senyawa yang penting,
bukan saja sebagai bangunan dasar lignin
tetapi juga sebagai pertahanan terhadap
penyakit.
Yang termasuk fenil propanoid
hidroksikumarin, fenil propena, dan lignan.
Empat macam asam hidroksisinamat terdapat
umum dalam tumbuhan adalah asam fenolat,
sinapat, kafeat, dan p-kumarat.

Pada prinsipnya,sifat-sifat kimia dari semua


senyawa fenol adalah sama, tetapi dari segi
biogenetik senyawa-senyawa ini dapat dibedakan
atas dua jenis utama:
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat
atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat
malonat.
Namun ditemukan pula senyawa fenol yang
berasal dari kombinasi kedua antara jalur
biosintesa ini, antara lain ialah senyawa flavonoid.

Sejumlah besar senyawa aromatik alam dapat


dianggap turunan fenilpropan, karena
mempunyai cicin benzene yang terikat pada
rantai 3 karbon.
Kelompok senyawa ini berasal dari shikimat.
Senyawa-senyawa fenol ditemukan dalam
berbagai organisme,mulai dari
mikroorganisme sampai pada tumbuhan
tinggi dan hewan.
Kapang merupakan sumber yang kaya
akan senyawa fenol yang berasal dari jalur
shikimat.

Beberapa jenis senyawa yang termasuk


fenilpropanoid ialah turunan asam
sinamat,turunan alifenol,turunan
propilfenol,turunan kumarin.
Turunan sinamat : asam sinamat, asam
kafeat
Turunan kumarin : kumarin, umbeliferon
Turunan alifenol : Cavicol, eugenol, miristin
Turunan propilfenol : anitol, isoeugenol

JALUR SHIKIMAT
Jalur shikimat untuk biosintesa
fenilpropanoid ditemukan pertama kali
dalam mikroorganisme seperti
bakteri,kapang dan ragi.
Asam shikimat sendiri pertama kali
ditemukan pada tahun 1885 dari
tumbuhan IIIicium religiosum,yang dalam
bahasa jepang disebubut shikiminoki,dan
kemudian ditemukan pula dalam banyak
tumbuhan.

Metode standar yang digunakan dalam


penentuan kandungan polifenol atau Total
Phenolic Content (TPC) adalah FolinCiocalteu dengan asam galat sebagai
senyawa standarnya.

Uji Fitokimia Polifenol


Sebanyak 4 gram sampel segar dirajang halus dan
dididihkan dengan 25 ml etanol selama lebih kurang
25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian
pearut diuapkan sampai kering.
Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform lalu
ditambahkan air suling, biarkan sampai terbentuk dua
lapisan, yakni lapisan kloroform dan lapisan air.
Beberapa tetes dalam tabung reaksi ditambahkan besi
(III) klorida 1% dalam air dan etanol warna hijau,
merah, ungu, biru atau hitam yang kuat (hijau sampai
ungu) menandakan positif mengandung fenolik.
Ekstraksi senyawa fenol tumbuhan dengan etanol
mendidih biasanya mencegah terjadinya oksidasi
enzim.

Skema Uji Fitokimia

Metode Ekstraksi Polifenol


Metode ekstraksi yang sering digunakan
adalah maserasi dan refluks
Hasil penelitian metode refluks lebih
optimal.
Pelarut : heksana, metanol

ISOLASI SENYAWA FENOLAT DARI FRAKSI


ETIL ASETAT KULIT BATANG TUMBUHAN
GANDARIA

Fraksi etil asetat kulit batang tumbuhan


Gandaria pemilihan eluen melalui krom
atogra lapis tipis (KLT) kromatogra
kolom gravitasi.

Fraksi etil asetat sebanyak 0,9 gram


dilakukan kromatogra kolom gravitasi
menggunakan silika gel G 60 (35-70 mesh)
sebagai fase diam.
Sampel disiapkan secara preabsorbsi dengan
0,9 gr silika gel G 60 (35-70 mesh).
Sampel dielusi menggunakan eluen etil asetat
dan metanol dengan komposisi sebagai
berikut: etil asetat: metanol; 9,5 : 0,5 sampai
etil asetat : metanol ;4:6.

Hasil KLT yang menunjukan pola noda yang


sama dikelompokkan menjadi satu fraksi.
Pemisahan ini menghasilkan 3 fraksi yaitu F1F3.
Berdasarkan pola noda dari kromatogram
KLT yang diperoleh maka noda pada F3 dan
F2 yang akan dipisahkan lebih lanjut.
Pemisahan selanjutnya dilakukan terhadap
fraksi F2. Fraksi F2 sebanyak 29,1 mg
dipisahkan dengan kromatografi kolom
gravitasi menggunakan fase diam silika gel G
60 (35-70 mesh).

Sampel disiapkan secara preabsorbsi


menggunakan silika gel G 60 (35-70 mesh)
sebanyak 29,1 mg, kemudian dielusi menggunakan
eluen etil asetat dengan komposisi 100%, eluat
ditampung didalam vial-vial yang masing-masing
berisi 50 ml.
Vial-vial yang memberikan pola noda yang sama
dikelompokan kedalam satu fraksi . Pemisahan ini
menghasilkan 4 fraksi yaitu F2.1 - F2.4.
Berdasarkan pola noda pada KLT maka noda
utama yang dipisahkan adalah noda pada F2.4.

Fraksi F2.4 sebanyak 19,7 mg dipreabsorbsi,


kemudian dipisahkan dengan kromatografi
kolom gravitasi dengan menggunakan silika
gel G 60 (35-70 mesh) sebagai fase diam,
kemudian dielusi dengan menggunakan etil
asetat 100 %.
Eluat ditampung di dalam vial-vial. Pemisahan
dengan kromatografi kolom gravitasi ini
menghasilkan 4 fraksi yaitu F2.4.1 F2.4.4.

Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dilakukan


dengan menggunakan KLT dengan berbagai
eluen, KLT dua dimensi serta pengukuran
titik leleh.
Identifikasi hasil senyawa hasil isolasi
dilakukan dengan uji fitokimia,
spektrofotometer UV dan IR.
Pemurnian dilakukan dengan cara pencucian
dengan menggunakan eluen yang sesuai.
Pemurnian dilakukan dengan cara pencucian
kristal menggunakan eluen etil asetat : aseton
(9:1) pada masing - masing fraksi.

Uji kemurnian dilakukan dengan


kromatogra lapis tipis (KLT) menggunakan
eluen yang berbeda yaitu etil asetat : aseton
(9:1 dan 7:3) dan etil asetat : metanol (8:2)
dengan harga Rf 0,5; 0,75; dan 0,7.
Hasil KLT menunjukan noda tunggal pada
lampu UV dan berwarna kuning setelah
diberi pereaksi penampak noda serium sulfat
pada plat KLT.

Spektrum UV dari kristal dalam pelarut etil asetat


memberikan serapan maksimum (nm) (absorbansi) :
289 (0,989).
Adanya absorbsi pada panjang gelombang 289 nm
mengindikasikan bahwa senyawa hasil isolasi ini
mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi yang lazimnya
merupakan cincin aromatis, dimana muncul pada
panjang gelombang yang lebih panjang dengan
kenaikan intensitas yang besar (200-400 nm).
Hasil uji KLT dua dimensi terhadap kristal FE dengan
eluen etilasetat metanol 8:2 dan etilasetat aseton 9:1
dengan penampak noda lampu UV.
Hasil uji KLT dua dimensi terhadap kristal FE dengan
pereksi penampak noda serium sulfat.

Adanya sistem aromatis ini dikuatkan oleh spektrum


IR yang menunjukan adanya serapan karakteristik
aromatik pada bilangan gelombang 1465-1519 cm1.
Hasil pengukuran spektroskopi IR memperlihatkan
adanya serapan karakteristik pada daerah bilangan
gelombang (cm1).
Identifikasi senyawa hasil isolasi dengan spektrometer
IR menunjukan adanya serapan pada bilangan
gelombang 3417 cm1 dengan satu puncak serapan
agak melebar dengan intensitas yang kuat yang
mengindikasikan adanya gugus hidroksil.
Gugus hidroksil ini merupakan OH terikat (dapat
berikatan hidrogen).

Adanya gugus hidroksil diperkuat dengan


munculnya ulur C-O alkohol pada daerah 11651033 cm1.
Serapan gugus karbonil terlihat pada bilangan
gelombang 1643 cm1 sedangkan untuk sistem
aromatis dengan serapan pada bilangan gelombang
1465-1519 cm1.
Munculnya serapan pada bilangan gelombang 2931
cm1 berasal dari vibrasi ulur C-H alifatik yang
didukung dengan vibrasi tekuk C-H alifatik pada
bilangan gelombang 1381-1288 cm1.

Anda mungkin juga menyukai