Anda di halaman 1dari 19

1.

BIOPROSES DALAM INDUSTRI


1.1 Pengertian Bioproses dalam Industri
Bioproses atau bioteknologi sebagai ilmu antar disiplin merupakan
penerapan teknologi organisme hayati dan penyusun subselularnya untuk industri
pengolahan dan jasa serta pengelolaan lingkungan. Dari hasil penelitian di
laboratorium ke penerapan dalam skala industri diperlukan pemahaman prinsip-
prinsip kinetika proses. Pemahaman ini sangat diperlukan untuk menentukan dan
mengevaluasi pertumbuhan, laju reaksi enzim, penggunaan substrat , peolehan
produk, produktivitas enzim atau sel yang semuanya digunakan untuk menentukan
kinerja bioproses.
1.2 Bioproses dalam Industri Pangan

Menurut Winarno dkk. (1980), industri pangan mencakup kegiatan mulai


dari bagian produksi bahan mentah, bagian pengolahan dan bagian distribusi.

a. Produksi bahan mentah meliputi kegiatan yang berhubungan dengan teknologi


pertanian, mulai dari pembibitan dan penanaman, pemeliharaan selama
penanaman, pemanenan atau pemotongan, penyimpanan, penanganan dan
pengepakan, serta distribusi bahan mentah untuk proses selanjutnya.

b. Bagian pengolahan meliputi kegiatan yang berhubungan dengan proses


pembuatan suatu bahan dari bahan mentah atau bahan asal serta kegiatan-kegiatan
penanganan dan pengawetan bahan pangan tersebut.

c. Bagian distribusi meliputi kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan,


pengangkutan dan penjualan .

Ketiga bagian ini merupakan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan satu sama
lain. Mulai dari penanganan bahan mentah sejak dipanen sampai ke tangan
konsumen merupakan bagian dari Teknologi Hasil Pertanian.

Industri pangan merupakan suatu kegiatan yang sangat luas. Di dalam kegiatan
industri pangan , tidak hanya produksi, pengolahan dan distribusi yang terlibat di
dalamnya, tetapi juga banyak melibatkan kegiatan lain di luar Teknologi Hasil
Pertanian, antara lain industri pengepakan, industri zat-zat kimia yang membuat zat
pengawet, zat pewarna, dll.
Industri pangan menghasilkan berbagai produk pangan olahan dalam bentuk
makanan tradisional maupun modern. Produksi pangan olahan ini ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Berdasarkan skala dan pola
pertumbuhannya, industri pangan dikelompokkan menjadi : industri pangan besar,
menengah dan kecil, industri katering, restoran dan hotel, serta industri makanan
jajanan atau rumah tangga (Wirakartakusumah, 1994).

1.2 Produk Produk Bioproses dalam Industri


1. Agroindustri
Penerapan bioproses di agroindustri antara lain diawali dengan
pendayagunaan fermentasi mikrobial untuk memproduksi bir, minuman anggur,
dan pangan terfermentasi. Perkembangan fermentasi bioproses terjadi sebagai
suaru tradisi yang lebih merupakan seni daripada teknologi, sampai beberapa
dasawarsa terakhir. Pemahaman yang semakin baik terhadap proses mikrobial
mengarah kepada pengendalian kebusukan bahan pangan, peningkatan keadaan
dan kemampuan produksi dalam fermentasi serta penerapan dalam produksi
komoditas baru seperti protein sel tunggal (PST), penyedap masakan, gula cair, dan
koleokimia. Meskipun sulit memperkirakan dengan tepat dampak perkembangan
bioproses di agroindustri tetapi secara umum menunjukan keenderungan yang
saling terkait.

1. metode tradisional dalam pengolahan pangan misalnya secara perlahan akan


digantikan oleh bioreaktor yang berisi sel-sel hewan, tanaman, atau mikroba.
2. berkembangnya teknik rekayasa genetika mendukung pemilihan teknologi ini
agar dapat digunakan dalam proses industri secara komersial. Contohnya yaitu
asam sitrat yang digunakan sebagai bahan tambahan kimiawi pada pangan,
sekarang diproduksi besar-besaran menggunakan proses mikrobial, sebagai
pengganti proses ekstrasi jeruk. Teknologi yang relatif baru dan mempunyai prospek
yang baik adalah penerapan bioproses (enzim atau mikroba) untuk menghasilkan
oleokimia dari minyak nabati.

2. Produk khamir roti (bakers yeast)


Meskipun berbagai teknologi proses telah berkembang dan diterapkan
dalam pembuatan roti, tetapi penggunaan khamir masih meruapakn pilihan utama
yang paling banyak dipakai. Jenis khamir yang paling banyak digunakan adalah
Saccharomyces receviceae secara komersial khamir roti telah diproduksi tahun 1846
dengan ditemukan proses wina oleh Moutner menggunakan bahan dasar malt dan
jagung. Dari 100 kg bahan baku dapat diperoleh 12 kg khamir roti dan 28 kg alkohol.
Perkembangan IPTEK dan proses wina tersebut telah mengahasilkan konversi 100%
dari bahan baku.

Selain dari tepung dan biji-bijian khamir roti dapat dibuat dari tetes
sulpiteliquor etanol dan metanol. Penggunaan etanol sebagai substrat dapat
dihasilkan antara 50-74 kg khamir per 100 kg etanol (Oura, 1972). Dewasa ini,
khamir roti dihasilkan terutama dari tetes tebu yaitu unsur haranya diperkaya
dengan penambahan berbagai sumber nitrogen (amonia atau garam-garam
amonium), sumber fosfor (amunium fosfat atau dalam bentuk superfosfat), dan
juga penambahan sumber vitamin.

3. Gula dan Hidrolisa Pati


Diantara jenis pati yang diproduksi secara besar-besaran yaitu jagung,
tapioka, dam sagu. Hidrolisa terhadap bahan pangan ini telah dilakukan oleh
negara-negara maju. Sebagian besar (60%) produk pati diperdagangkan sebagai gula
yaitu sirup malt, glukosa, dan fruktosa. Lebih dari 90% produksi gula ini ditujukan
untuk bahan pemanis, dan beberapa di antaranya untuk tujuan khusus. Biasanya
ada produk yang disebut sebagai sirup glukosa yang digunakan untuk pemanis pada
industri pangan (permen, selai, dan pengalengan buah-buahan).

4. Produk berprotein
Pemanfaatan biomassa mikrobial sebagai protein secara komersial dimulai
sejak perang dunia I di Jerman dengan memproduksi khamir Torula. Kecemasan
akan kekurangan pangan dan mal nutrisi di dunia pada tahun 1970-an telah
meningkatkan perhatiaan pada PST (protein sel tunggal). Bahan-bahan mikrobial
sangat tinggi nilainya, terutama kandungan protein yang merupakan sebagian besar
dari bobot kering sel hampir semua spesies. Penggunaan protein mikrobial untuk
memenuhi kebutuhan dunia sudah menjadi bahan diskusi dan topik penelitian sejak
beberaapa dasawarsa yang lalu. Pemanfaatan protein mikrobial dapat dilakukan
secara tidak langsung, yaitu sebagai komponen protein dalam pakan ternak
sehingga mengurangi kebutuhan pemakaian bahan-bahan lain seperti kedelai dan
tepung ikan. Protein ini juga dapat digunakan secara langsung sebagai campuran
pangan. Istilah protein sel tunggal (PST) digunakan untuk membedakan bahwa
protein ini berasal dari organisme bersel tunggal atau banyak, tetapi sederhana.
Biasanya jenis algalah yang sering digunakan sebagai sumber PST seperti pada genus
Chlorella, Scenedus, dan Spirulina.

5. Produk susu
Produk fermentasi utama yang dihasilkan dari peternakan adalah susu.
Fermentasi susu umumnya disebabkan oleh bakteri Streptococci dan Lactobacilli.
Bakteri ini merombak laktosa menjadi asam laktat. Reaksi-reaksi lain yang
membedakan produk-produk fermentasi susu. Produk-produk ini meliputi mentega-
susu, krim asam, yogurt, dan keju.
5.1 Pembuatan keju
Dalam pembuatan keju, pembentukan gumpalan dengan kasein pada titik
isolistrik (pH 4,6) oleh asam laktat sangat penting. Untuk keju swiss, fermentasi
asam propionat sangat penting dalam pembentukan perisa khas. Kekhasan perisa
mentega susu, susu-asam, dan minyak keju ditentukan oleh fermentasi asam sitrat.
Perisa dihasilkan dari suatu kesetimbangan (perbandingan) diasetil asam propionat
dan asetat serta senyawa terkait lainnya. Keju merupakan produk-produk segar atau
produk-produk dengan tingkat kematangan yang beragam dan dibuat dari
gumpalan susu. Berdasarkan cara dan proses pembuatan serta cirinya, keju dapat
dibedakan menjadi keju segar, keju segar berbentuk granula, harzev cheese,
emmental (swiss) cheese, dll.

5.2 Whey
Whey adalah hasil samping pembuatan keju. Pada masa lampau, whey
dianggap sebagai limbah industri. Perkembangan akhir-akhir ini whey telah
dimanfaatkan untuk bahan pemanis yang digunakan dalam industri kembang gula,
es krim, dan produk konveksi lainnya.

5.3 Yogurt
Yogurt merupakan salah satu dari produksi fermentasi susu (sapi, kambing,
dan domba). Yogurt padat adalah satu produk susu berwarna putih dengan
permukaan halus seperti porselin. Yogurt mempunyai sifat konsistensi gel padat
seperti krim, dapat dipotong, dan tidak menghasilkan whey. Yogurt juga mempunyai
bau asam laktat segar dengan rasa khas, menyenangkan, kental, dan sedikit asin.
Yogurt dihasilkan dari susu panas dengan tingkat lemak yang beragam, krim, atau
dari bahan padatan yang dibentuk dengan menggunakan bakteri asam laktat,
tergantung pada karakteristik hasil yang diinginkan. Sebagai produk yang siap
dikonsumsi, yogurt umumnya mengandung sejumlah besar bakteri yogurt yang
masih hidup. Pembuatan yogurt umumnya menggunakan bakteri Streptococcus
thermophillus dan Lactobacilus bulgaricus.

5.4 Mentega
Dari segi pembuatannya, mentega merupakan produk yang paling
sederhana dalam kelompoknya. Krim susu dipekatkan dari 30-32% menjadi
30-40% sesuai dengan komposisi produk akhir yang diinginkan. Pengadukan
krim ini merubah emulsi minyak dalam air menjadi tipe air dalam minyak.
Biakan mentega terseleksi dapat digunakan untuk membentuk perisa dan
mempertahankan mutu. Perbaikan perisa dihasilkan dari
pengembangbiakan khusus spesies bakteri yang dipilih berdasarkan
kemampuannya membentuk senyawa perisa yang diinginkan. Biakan yang
pertama kali digunakan adalah Streptococcus lactis dan sebangsanya.
Kemudian, biakan campuran S. Lactis yaitu Leuconostoc citrovorum dan
L.dextrainicum.

5.5 Susu mentega berkultur


Susu mentega merupakan produk susu asam yang bernilai tinggi yang
diperoleh dari hasil samping pembuatan mentega asam. Selain itu, juga dapat
diperoleh dari bagian-bagian pengasaman whey krim-manis yang tertinggal setelah
pemisahan mentega krim manis.

Susu mentega atau susu mentega berkultur (cultured butter milk) disiapkan
dengan mengasamkan susu mentega asli, atau lebih umum , susu skim dengan
suatu biakan starter S. Cremonis dan bakteri aroma (L. citrovorum atau L.
dextranicum). Kedua tipe mikroba ini sangat penting untuk menghasilkan kekhasan
perisa dan aroma mentega, tetapi Streptococci jauh lebih berperan. Fungsi
Streptococci laktat dalam starter adalah untuk menghasilkan asam laktat yang
diperlukan dalam pembentukan citarasa asin yang diinginkan, pembentukan curd,
dan menurunkan pH sampai titik tertentu sehingga bakteri aroma menghasilkan
asam mudah menguap yang maksimum.

5.6 Krim asam berkultur dan kefir

Produk ini dibuat dengan cara mirip dengan pembuatan susu mentega
berkultur. Susu diinokulasi dengan 0,5-1% starter mentega dan diinokulasi sehingga
keasaman mencapai 0,6%. Kandungan lemak krim diatur menjadi 10% atau 20-25%.
Kemudian, dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 18-20C dengan 2-4% biakan
berkrim. Setelah sekitar 9 jam, pH mencapai 4,9-5,1. selanjutnya, produk
didinginkan hingga 40C, dipak, dan disimpan di tempat yang dingin. Sedangkan kefir
pertama kali ditemukan dari susu sapi, susu kambing, dan susu domba. Biasanya
kefir banyak di produksi di rusia. Kefir memang tidak sepopuler yogurt. Kefir
mengandung 0,8-1% asam laktat, 0,3-0,8% etanol, dan karbondioksida. Alkohol dan
karbondioksida bersama-sama dengan sejumlah kecil biasetil, asetaldehida, dan
aseton berperan nyata terhadap karakteristik rasa penyegar. Biakan kefir atau biji
kefir (kefir grains) yang juga disebut sebagai Juwawut Nabi oleh orang islam
adalah rumpun kacang kapri yang putih kekuningan sebear walnut (sejenis kacang)
dan menyerupai bunga kol. Bahan ini mengandung sedikit sekali polisakarida
terlarut, tetapi banyak mengandung polisakarida kefiran dan kasein peenggumpal
asam yang berisi simbiosis mikroflora. Selain khamir fermentasi laktosa, seperti
Saccharomyces kefir dan Candida kefir (5-10% biakan), juga terdapat Lactobacilli
homo dan letero-fermentative (misalnya L.kefir), Streptococci asam laktat mesofilik,
serta Leuconostoc. Campuran kefir yang digunakan tergantung proses, iklim, atau
susu yang digunakan.
2. Pembuatan Produk dalam Industri Pangan
2.1 Proses Pembuatan Keju

Diagram alir pembuatan keju


Pasteurisasi

Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya menjalani perlakuan
pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi.

Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari sebulan
sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap dipasteurisasi.

Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan lebih
dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di kebanyakan negara.

Susu yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana asli, beberapa tipe keju
ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi 40C, agar tidak mempengaruhi rasa, aroma,
dan pengeluaran whey. Susu yang diperuntukkan untuk keju tipe ini biasanya berasal dari
peternakan pilihan dengan inspeksi ternak secara rutin oleh dokter hewan.

Walaupun keju terbuat dari susu yang tidak terpasteurisasi diyakini memiliki rasa dan aroma
lebih baik, kebanyakan produser (kecuali pembuat keju tipe ekstra keras) mempasteurisasi
susu, karena kualitas susu yang tidak dipasteurisasi jarang dapat dipercaya sehingga mereka
tidak mau mengambil risiko untuk tidak mempasteurisasinya.

Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju,
misalnya coliforms, yang bisa membuat blowing (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa
tidak enak. Pateurisasi reguler pada 72 73C selama 15 20 detik paling sering dilakukan.

Meskipun demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming microorganism) yang


dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan dapat menyebabkan masalah serius
selama proses pematangan. Salah satu contohnya adalah Clostridium tyrobutyricum, yang
membentuk asam butirat dan volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi
asam laktat. Gas ini menghancurkan tekstur keju sepenuhnya (blowing), selain itu asam
butirat juga tidak enak rasanya.

Perlakuan panas yang lebih sering akan mengurangi risiko seperti tersebut di atas, tetapi
juga akan merusak sifat-sifat umum keju yang terbuat dari susu, sehingga digunakan cara
lain untuk mengurangi bakteri tahan panas.

Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju sebelum
produksi. Hal ini untuk mencegah blowing dan perkembangan rasa tidak enak yang
disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium
tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3),
tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2) juga digunakan.
Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia telah banyak dikritik, maka cara
mekanis untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang tidak diinginkan telah diadopsi,
terutama di negara-negara dimana penggunaan inhibitor kimia dilarang.

Biakan Biang
Biakan biang merupakan faktor penting dalam pembuatan keju; biakan ini memiliki
beberapa peran.

Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:

biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 C

biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 C

Biakan yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran (mixed-strain),
dimana dua atau lebih turunan bakteri mesophilic dan thermophilic berada dalam simbiosis
mutualisme yang saling menguntungkan. Biakan ini tidak hanya memproduksi asam laktat
tetapi juga komponen aroma dan CO2. Karbondioksida sangat penting untuk menciptakan
rongga-rongga di tipe keju butiran dan tipe mata bundar (round-eyed) . Contohnya keju
Gouda, Manchego dan Tilsiter dari biakan mesophilic dan Emmenthal dan Gruyre dari
biakan thermophilic .

Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama digunakan ketika obyek dipakai untuk
mengembangkan asam dan berkontribusi terhadap degradasi protein, misalnya pada keju
Cheddar dan tipe keju yang sejenis.

Tiga sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju yaitu:

kemampuan memproduksi asam laktat

kemampuan memecah protein dan, jika memungkinkan,

kemampuan memproduksi karbondioksida

Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih

Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian dalam
keju. Perkembangan asam menurunkan pH yang penting untuk membantu sineresis
(kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey).

Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang mempengaruhi konsistensi keju
dan membantu meningkatkan kekerasan dadih.

Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah menekan bakteri
yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang membutuhkan laktosa atau tidak
bisa mentolerir asam laktat.

Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju (kecuali pada keju tipe
lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi asam laktat merupakan proses yang relatif
cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar, fermentasi harus lengkap sebelum keju
dipres, dan pada tipe lain dalam seminggu.

Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih disertai dengan
produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biakan turunan
campuran dengan kemampuan mengembangkan CO2 sangat penting untuk produksi keju
dengan tekstur lubang-lubang bundar atau seperti bentuk mata yang tidak beraturan. Gas
yang berkembang awalnya terlarut dalam fase moisture keju; ketika larutan menjadi jenuh,
gas dilepaskan dan membentuk mata-mata. Proses pematangan pada keju keras dan semi-
keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan dari bakteri
dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan dekomposisi protein.

Penambahan lain sebelum pembuatan dadih

Kalsium Klorida (CaCl2 )

Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus.
Hal ini menyebabkan hilangnya fines (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk
selama pembuatan keju.

5-20 gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk mencapai waktu koagulasi
yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang cukup. Kelebihan penambahan
kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras sehingga sulit untuk dipotong.

Untuk produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah diijinkan, disodium fosfat (Na2PO4),
biasanya 10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam susu sebelum kalsium klorida
ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas koagulum karena pembentukan koloid
kalsium fosfat (Ca3(PO4)2), yang akan memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak
susu yang terperangkap dalam dadih.

Karbondioksida (CO2)

Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju.
Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu, tetapi kebanyakan hilang dalam
pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan buatan berarti menurunkan pH susu; pH
asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal ini kemudian akan menghasilkan waktu
koagulasi yang lebih singkat. Efek ini bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi
yang sama dengan jumlah rennet yang lebih sedikit.

Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)

Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia)
dan/atau bakteri coliform.

Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi bakteri jenis
ini, tetapi dosisnya harus ditentukan secara akurat dengan merujuk pada komposisi susu,
proses yang digunakan untuk keju jenis ini, dan lain-lain; karena saltpetre yang terlalu
banyak juga akan menghambat pertumbuhan biang. Overdosis saltpetre bisa
mempengaruhi pematangan keju atau bahkan menghentikan proses pematangan.

Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan lapisan-lapisan
kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang diijinkan sekitar 30
gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade terakhir ini, penggunaan saltpetre
dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran, dan juga dilarang di beberapa negara.

Bahan-bahan pewarna

Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak susu dan melalui variasi
musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana , pewarna anatto alami, digunakan
untuk mengoreksi variasi musiman di negara-negara dimana pewarnaan diperbolehkan.

Klorofil hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada keju blueveined, untuk
mendapatkan warna pucat yang kontras dengan birunya biakan mikroorganisme di keju.

Rennet

Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana susunya
digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan keju tergantung
pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis.

Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya
dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga
pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7).

Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan terjadi
dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu. Ada beberapa teori tentang
mekanisme prosesnya, dan bahkan saat ini hal tersebut tidak dimengerti secara
menyeluruh. Bagaimanapun juga, hal ini jelas bahwa proses berjalan dalam beberapa
tahapan; secara umum dibedakan sebagai berikut:

transformasi kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet

pengendapan parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada

Keseluruhan proses ditentukan oleh suhu, keasaman, kandungan kalsium susu, dan juga
oleh faktor-faktor lain. Suhu optimum untuk rennet sekitar 40 C, tetapi dalam praktik
biasanya digunakan suhu yang lebih rendah untuk menghindari kekerasan yang berlebihan
pada gumpalan.

Rennet diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan dipasarkan dalam bentuk
larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000, yang berarti bahwa satu bagian rennet
bisa mengentalkan 10000 15000 bagian susu dalam 40 menit pada 35 C . Rennet dari
bovine (termasuk keluarga sapi) dan babi juga digunakan, sering dikombinasikan dengan
rennet anak sapi (50:50, 30:70, dll). Rennet dalam bentuk bubuk biasanya 10 kali kekuatan
rennet cair.

Pengganti rennet hewan

Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan pengganti rennet hewan.
Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel karena penolakan para vegetarian untuk
menerima keju yang dibuat dengan rennet hewan. Di dunia Muslim, penggunaan rennet
babi sudah jelas hukumnya, dimana merupakan alasan penting yang lebih jauh untuk
menemukan pengganti yang sesuai. Ketertarikan produk pengganti telah tumbuh lebih luas
pada tahun-tahun terakhir karena keterbatasan rennet hewan yang berkualitas bagus.

Ada dua tipe utama pengganti bahan pengental:

enzim penggumpal dari tanaman

enzim penggumpal dari mikroorganisme

Penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan penggumpalan pada umumnya baik


dengan persiapan yang dibuat dari enzim tanaman. Satu kelemahan adalah bahwa keju
sering mengembangkan rasa pahit selama penyimpanan.

Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan yang
diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA telah digunakan
belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik identik dengan rennet anak
sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan satu maksud untuk menjamin
persetujuan/penerimaan.

Contoh sebuah tong keju konvensional pada tahapan-tahapan yang berbeda :

A : selama pengadukan

B : selama pemotongan
C : selama pengeringan whey

D : selama pengepresan/penekanan

Sumber :

Dairy Processing Handbook , Tetrapak Swedia

Pemotongan gumpalan

Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30 menit. Sebelum


gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk menentukan whey
penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan susu dan
kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa
dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat
diamati. Pemotongan dengan hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan
ukuran 3-15 mm, tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah
kandungan air dalam keju yang dihasilkan.

Pra-pengadukan

Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan mekanik,
itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi cukup cepat, untuk
menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih di dasar tong menyebabkan
pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada mekanisme
pengadukkan, dimana pasti sangat kuat. Dadih keju rendah lemak cenderung kuat untuk
tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya harus lebih sering daripada
pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak. Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi
tekstur keju, juga menyebabkan hilangnya kasein dalam whey.

Pra-pengeringan whey

Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam, diinginkan untuk membersihkan
granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga panas bisa disuplai dengan penambahan
langsung air panas ke dalam campuran dadih dan whey, yang juga dapat merendahkan
kandungan laktosa. Beberapa produser juga mengeringkan whey untuk mengurangi
konsumsi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk
setiap tipe keju, sangat penting bahwa jumlah whey yang sama biasanya 35%, kadang-
kadang sebanyak 50% volume batch dikeringkan setiap saat.

Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran

Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan
pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh panas, sehingga
digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas juga
mendukung pemadatan dadih disertai dengan pengeluaran whey (sineresis).
Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.

Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam
campuran dadih/whey.

Dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.

Waktu dan suhu untuk pemanasan ditentukan oleh metode pemanasan dan tipe keju.
Pemanasan sampai suhu diatas 40 C, kadang-kadang disebut pemasakan, biasanya
dilakukan dalam dua tahap. Pada 37 38C aktivitas bakteri asam laktat mesophilic
terhambat, dan pemanasan terhenti untuk mengecek keasaman, setelah itu pemanasan
berlanjut sampai suhu akhir yang diinginkan. Diatas 44 C bakteri mesophilic ternon-aktifkan
secara keseluruhan, dan mereka mati pada suhu 52 C antara 10 dan 20 menit.

Pemanasan melebihi 44 C biasanya disebut dengan scalding (pembakaran). Beberapa tipe


keju, seperti Emmenthal, Gruyre, Parmesan dan Grana, dibakar pada suhu setinggi 50 56
C. Hanya bakteri pemroduksi asam laktat yang paling tahan panas yang bertahan pada suhu
ini. Salah satunya adalah Propionibacterium freudenreichii ssp. shermanii , yang sangat
penting dalam pembentukan karakter keju Emmenthal.

Pengadukan akhir

Sensitifitas granule dadih menurun selama proses pemanasan dan pengadukan. Lebih
banyak whey diteteskan dari granule selama periode pengadukan akhir. Hal ini terutama
karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan, juga karena efek mekanis
pengadukan.

Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan dan kandungan air
dalam keju.

Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih

Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan telah tercapai dan dicek
oleh produser sisa whey dibersihkan dari dadih dengan berbagai cara, tergantung pada
tipe keju.

Keju dengan tekstur granular

Salah satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong keju; hal ini digunakan
terutama dengan membuka tong keju secara manual. Setelah pengeringan whey, dadih
disekop kedalam cetakan. Keju yang dihasilkan memperoleh tekstur dengan lubang-
lubang/mata tidak beraturan, juga disebut tekstur granular, gambar 14.12. Lubang-lubang
tersebut terutama terbentuk karena gas karbondioksida yang biasanya berkembang dengan
biakan biang LD (Lactococcus lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis).
Jika granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan dan dipress, maka mereka
tidak menyatu secara lengkap; banyak kantong-kantong udara kecil berada pada bagian
dalam keju. Karbondioksida yang terbentuk dan dikeluarkan selama periode pematangan
mengisi dan memperbesar kantong-kantong ini secara bertahap. Lubang yang terbentuk
dengan cara ini berbentuk tak beraturan.

Whey juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey melewati sebuah
saringan yang bergetar atau berputar, dimana granule-granule terpisah dari whey dan
disalurkan langsung ke dalam cetakan. Keju yang dihasilkan memiliki tekstur granular.

Keju bermata bundar

Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang disebutkan di atas juga digunakan dalam
produksi keju bermata bundar, tetapi prosedurnya agak berbeda.

Menurut metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal, dadih dikumpulkan
dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan kemudian ditransfer ke cetakan besar di
atas kombinasi meja pengeringan dan pengepresan. Hal ini menghindarkan kontak dadih
pada udara sebelum pengumpulan dan pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk
mendapatkan tekstur yang tepat pada tipe keju yang dimaksud.

Penelitian tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar telah menunjukkan bahwa


ketika granule dadih dikumpulkan di bawah permukaan whey, dadih mengandung rongga-
rongga mikroskopis. Bakteri biang mengumpul di rongga-rongga kecil yang terisi whey ini.
Gas terbentuk ketika mereka mulai tumbuh, awalnya larut dalam cairan, tetapi karena
pertumbuhan bakteri berlanjut, terjadi penjenuhan lokal yang menghasilkan formasi lubang-
lubang kecil. Selanjutnya, setelah produksi gas telah berhenti karena kekurangan substrat,
difusi menjadi proses yang paling penting. Hal ini memperbesar beberapa lubang yang telah
relatif besar, sementara lubang-lubang yang paling kecil menghilang. Pembesaran lubang-
lubang yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih kecil merupakan salah satu
konsekuensi hukum tegangan permukaan, yang menyatakan bahwa diperlukan tekanan gas
lebih sedikit untuk memperbesar sebuah lubang besar daripada lubang kecil.

Keju bertekstur tertutup

Tipe keju bertekstur tertutup, dimana Cheddar merupakan contohnya, biasanya dibuat
dengan biakan biang yang mengandung bakteri yang tidak menghasilkan gas biasanya
bakteri pemroduksi asam laktat strain tunggal seperti Lactococcus cremonis dan
Lactococcus lactis.

Teknik proses spesifik bisa juga menghasilkan pembentukan rongga-rongga yang disebut
lubang-lubang mekanik. Jika lubang-lubang dalam keju granular atau bermata bundar
memiliki penampakan yang mengkilat, lubang-lubang mekanik memiliki permukaan bagian
dalam yang kasar.

Ketika keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 0.22% asam laktat (sekitar 2 jam setelah
perennetan), whey dikeringkan dan dadih dikenai suatu bentuk penanganan khusus yang
disebut chedarring. Setelah semua whey telah dibersihkan, dadih dibiarkan untuk
pengasaman lanjutan dan penutupan. Selama periode ini, biasanya 2 2.5 jam, dadih
dibentuk dalam blok-blok yang dibolak-balik dan ditumpuk.

Perlakuan akhir dadih

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas telah dibersihkan,
dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara lain:

ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)

pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai
untuk ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau

dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-


kepingan yang bisa diasinkan kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe
Pasta Filata , ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.

Penekanan (Pengepresan)

Setelah dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir, dengan
tujuan empat sekaligus :

untuk membantu pengeluaran whey akhir

untuk memberikan tekstur

untuk membentuk keju

untuk memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang

Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan disesuaikan terhadap setiap jenis keju.
Pengepresan seharusnya perlahan-lahan pada mulanya, karena tekanan tinggi yang awal
dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong di
badan keju.

Pengasinan/Penggaraman

Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai bumbu. Tetapi
garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan
proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam ke dalam
dadih menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan
efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan
pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar.
Dengan beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 2%. Blue cheese dan
varian white pickled cheese (Feta, Domiati), pada umumnya memiliki kandungan garam 3
7%.

Pertukaran kalsium dengan sodium dalam paracaseinate yang merupakan hasil dari
penggaraman juga memiliki pengaruh positif pada konsistensi keju, yaitu keju menjadi
semakin halus/lembut. Secara umum, dadih yang dikenai garam pada pH 5.3 5.6 selama 5
6 jam setelah penambahan biakan utama, menyebabkan susu tidak mengandung zat-zat
penghambat bakteri.

Pengasinan kering

Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun mekanik. Garam dituangkan
secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang mengandung jumlah yang cukup,
disebarkan secara merata diatas dadih setelah semua whey dibersihkan. Untuk distribusi
yang lengkap, dadih diaduk selama 5 10 menit.

Ada berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih secara mekanik. Salah
satunya sama dengan yang digunakan untuk dosis garam pada kepingan-kepingan ( chips )
cheddar selama tahap akhir proses melalui mesin cheddaring yang berkelanjutan.

Pengasinan dengan air garam

Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari yang cukup
sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun demikian, sistem yang paling
biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air garam.
Kontainer seharusnya ditempatkan dalam sebuah ruangan dingin dengan suhu sekitar 12
14 C.

Sistem pengasinan dengan air garam pada industri

Sumber : Dairy Processing Handbook, Tetrapak Swedia

Kandungan garam pada tipe keju yang berbeda

% garam

Cottage cheese 0.25 1.0

Emmenthal 0.4 1.2

Gouda 1.5 2.2

Cheddar 1.75 1.95

Limburger 2.5 3.5

Feta 3.5 7.0


Gorgonzola 3.5 5.5

Blue cheeses lain 3.5 7.0

Pematangan dan penyimpanan keju

Pematangan

Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar, melalui serangkaian proses
mikrobiologi, biokimia dan karakter fisik.

Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein dan lemak menjadi suatu siklus
pematangan yang sangat bervariasi antara keju keras, sedang, dan halus/lembut. Perbedaan
yang signifikan bahkan terjadi di dalam masing-masing grup ini.

Dekomposisi laktosa

Teknik-teknik yang telah ditemukan untuk membuat jenis-jenis keju yang berbeda selalu
ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan pertumbuhan dan aktifitas bakteri asam
laktat. Dengan cara ini ada kemungkinan untuk mempengaruhi secara simultan baik level
maupun kecepatan fermentasi laktosa. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses
pembuatan Cheddar, laktosa terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis
keju yang lain, fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga
kebanyakan dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang terakhir,
selama minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama penyimpanan.

Asam laktat yang diproduksi dinetralisir sampai dalam jumlah yang besar di keju dengan
komponen buffering dari susu, dimana kebanyakan yang telah termasuk dalam gumpalan.
Asam laktat kemudian hadir dalam bentuk laktat pada keju yang telah lengkap. Pada tahap
selanjutnya, laktat memberi substrat yang cocok untuk bakteri asam propionat yang
merupakan bagian penting flora mikrobiologi dari Emmenthal, Gruyre dan tipe-tipe keju
sejenis.

Disamping asam propionat dan asam asetat, terbentuk karbondioksida dengan jumlah yang
signifikan, dimana merupakan penyebab langsung pembentukan mata bundar yang besar
pada tipe keju yang disebutkan di atas.

Laktat juga bisa dipecah oleh bakteri asam butirat, jika kondisinya sebaliknya tidak bagus
untuk fermentasi ini, dimana terbentuk hidrogen sebagai tambahan asam lemak dan
karbondioksida yang volatil tertentu. Fermentasi ini timbul pada tahap akhir, dan hidrogen
dapat menyebabkan keju menjadi rusak.

Fermentasi laktosa disebabkan oleh adanya enzim laktase dalam bakteri asam laktat.

Dekomposisi protein

Pematangan keju, terutama keju keras, dicirikan pertama dan terutama oleh dekomposisi
protein. Level dekomposisi protein mempengaruhi kualitas keju sampai tingkat yang
signifikan, kebanyakan mengenai konsistensi dan rasa. Dekomposisi protein dihasilkan oleh
sistem enzim dari

rennet

mikroorganisme

plasmin, suatu enzim pengurai protein

Satu-satunya efek rennet adalah untuk memecah molekul parakasein menjadi polipeptida.
Pemecahan pertama oleh rennet membuat kemungkinan dekomposisi kasein yang lebih
cepat melalui aksi enzim-enzim bakteri daripada jika enzym-enzym ini harus memecah
molekul kasein secara langsung. Pada keju dengan suhu masak yang tinggi, keju yang
dibakar seperti Emmenthal dan Parmesan, aktifitas plasmin memainkan peranan pada
pemecahan pertama.

Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger, dua proses pematangan
saling terjadi secara paralel, yaitu proses pemasakan normal pada rennet keju keras dan
proses pemasakan pada hapusan (bakteri) yang terbentuk di permukaan. Pada proses yang
disebutkan terakhir, dekomposisi protein berproses lebih jauh sampai akhirnya ammonia
diproduksi sebagai hasil aksi proteolitik yang kuat dari hapusan bakteri.

Penyimpanan

Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang penting untuk
mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi
spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di
dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.

Tipe-tipe keju yang berbeda membutuhkan suhu dan RH yang berbeda dalam ruang
penyimpanan. Kondisi iklim merupakan hal yang sangat penting untuk laju pematangan,
berat susut, pembentukan kulit dan perkembangan permukaan flora (di Tilsiter, Romadur
dan yang lain) dengan kata lain untuk karakter total keju.

Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras, bisa diberi pelapisan
emulsi plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup dengan plastik film atau
kantong plastik yang dapat menyusut.

Keju-keju golongan Cheddar sering dimatangkan pada suhu rendah, 4-8 C, dan RH lebih
rendah dari 80%, karena mereka biasanya dibungkus dalam plastik film atau kantong dan
dikemas dalam karton atau kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa
bervariasi dari beberapa bulan sampai 8 10 bulan untuk memuaskan kegemaran
konsumen yang beragam.

Keju-keju seperti Emmenthal mungkin perlu disimpan dalan ruang keju hijau pada suhu 8
12 C selama 3 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang pemfermentasi pada
suhu 22 25 C selama 6 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa bulan
dalam ruang pematangan pada suhu 8 12 C. Kelembaban relatif untuk semua ruangan
biasanya 85 90%.

Tipe-tipe keju dengan perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) Tilsiter, Havarti dan


yang lain biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 16 C
dan RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran smear
dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah terbentuk, keju biasanya
dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 C dan RH 90% selama 2 3 minggu lagi.

Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis, bisa disimpan pertama kali untuk beberapa
minggu di ruang keju hijau pada 10 12 C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan
periode pematangan sekitar 3 4 minggu pada 12 18C dan RH 75 80%. Akhirnya keju
dipindah ke ruang penyimpanan pada sekitar 10 12 C dan RH sekitar 75%, dimana
karakteristik akhir terbentuk.

Angka-angka yang diberikan untuk suhu dan kelembaban relatif, RH, merupakan perkiraan
dan bervariasi untuk macam-macam keju yang berbeda dalam grup yang sama.

Anda mungkin juga menyukai