Anda di halaman 1dari 15

Manusia dan Linghmgan Vol. VIIL No.

1, Apnl 2001, hal I5-29


Pusat Penelitian Linglamgm Hidup
Un iv e rsi tas Gadjah Mada
Yognkarta, Indonesia

DAMPAK PEIVIBUANGAN LIMBAH TERIIADAP PERUBAHAN KUALITAS


OSEANOGRAFI BIOFISIK-KIMIA DAN PRODUKSI IKAN TERI
(Stolephorus spp.) DI PERAIRAN LAUT TELUK AMBON
(The Impact of Wastes Disposal on the Biophysical-chemical Characteristics Changes
and Teri Fish (Stolephorus spp.) hoduction in the Ambon Bay Marine)

Latif Sahubawa
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk: (l) mengidentifikasi karakteristik limbah hasil aktivitas
manusia di pesisir teluk yang berpenganrh potensial terhadap pemrrunan sifat oseanografi
biofisik-kimia perairan Laut Teluk Ambon; (2) mengwaluasi perubahan sifat oseanografi
biofisik-kimia perairan dalam kaitannya dengan penyimpangan persyaratan peruntukan sebagai
tempat budi daya perikanan; dan (3) mengevaluasi pengaruh penyimpangan persyaratan
peruntukan badan air laut terhadap potensi dan densitas ikan pelagis kecil, serta produksi ikan teri
pada musim Timur dan Barat.
Sampel penelitian terdiri atas air laut, ikan teri, dan kerang. Teknik pengambilan sampel
ialah dengan pengacakan dan tanpa pengacakan. Teknik pengambilan data berupa suwei, analisis
laboratorium, wawancara, dan kuesioner. Metode analisis data Kurva Normal, Kuadrat Terkecil,
Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dan Berblok dengan Uji-F, Koefisien Nilai Nutrisi
(KNN), Produksi Surplus, Hidroakustik, dan Sedimentasi Utermohl.
Berdasarkan hasil analisis statistik, umumnya variabel penelitian tidak berpenganrh terhadap
perubahan parameter oseanografi biofisik-kimia perairan Teluk Ambon, kecuali bahwa lokasi
sampling berpengaruh terhadap nilai kecerahan pada tingkat signifikansi 95%. Kisaran
nilai parameter oseanografi biofisik-kimia perairan laut ialah temperatur 23,7 - 28,7"C; TSS
-
2,005 12,436 mg/^; salinitas 24,00 - 35,50 mill; kecerahan 2,5 - 9,0 meter; pH 6,5 - 8,6;
oksigen terlarut 2,09 - 6,88 mgA; BODs l0 - 50 mg/l; COD 22,5 - 150,8 mgll; POo3- 0,22 - 3,29
pdl, NQ-0.02 -2,94 pgll; NO|0,21- 15,40 pen;He0,001- 0,065 mil; KNN 0,27 -0/8 grlcm;
fitoplankton red-tede spesies Alexandrium affrne dengan jumlah 60,0 x 105 sel/liter menimbulkan
perubahan warna perairan menj adi merah-kecoklatan.
Produksi ikan teri pada musim Timur 191,5 ton (59,5Yo) dan musim Barat 130,2 ton (40,57o).
Populasi maksimum telur dan larva ikan teri adalah 4.090 telur/SO mt pada musim
Timur dan 396 ekor/5O m2 pada musim Barat di wilayah Ambang Galala-Rumahtiga. Potensi
ikan pelagis kecil pada musim Timur 63.968,76 tor/tahun, Peralihan 56.311,55 ton/tahun,
dan Barat 60.244,35 ton/tahun atau 3,86Vo dari total potensi ikan pelagis kecil perairan
Maluku (1.564,000 ton/tahun). Densitas ikan pelagis kecit pab musim Timur 34,62 kdmt,
Peralihan 29,83 k/m', dan Barat 32,33 kg/^t. Tingkat eksploitasi sumber daya ikan pelagis
kecil perairan Teluk Ambon yaitu 30olo ("status sedang berkembang").

Kata kunci: limbah, meteorologi, biofisik-kimia, fitoplankton, ikan pelagis kecil, ikan teri,
dan musim.

l5
Latif Sahubawa

Abstract

The research objective:s are: (t)to identifu the characteristics of wastes -from human
activities that cquse reduced biophysical-chemical oceanography characterislisc of Ambon
Bay marine; (2) to evaluate the reduced biophysical-chemical oceanography characteristics of
Ambon Bay marine in relation to assignment requirements for fish aquaculture; and (3) to
evaluate the ffict of assignment requirements fulfllment on the abundance and density of small
pelagic fish, and teri f ,sh production during Eastern and Western monsoons.
Research samples consisted of sea water, teri f;sh, and mollusca. Sample collection methods
were simple random and nonrandom sampling, Data were analysed by using Normal Curve, Least
Square, Factorial and Block Completely Randomized Design with F-test, Nutritional Value
Coelficient NVC), Surplus Production, Hydroacoustic and Utermohl Sedimentation Method.s.
The results of the statistical analyses show that in general, the variables did not affect the
biophysical-chimical oceanographic parameters of the Ambon Boy marine waters. The values
range of the biophysical-chemical oceanography parameters of Amhon Bav marine are:
temperature 23.7 - 28.TC, TSS 2.005 - 12.436 mg/I, salinity 24.00 - 32.66 ppt, clearance 2.5 - 9.0
meters, pH 6.5 - 8.6, solved oxygen 2.09 - 6.88 mg/l, BOD; 10.0 - 50.0 mg/l, COD 22.5 - 150.8
mg/l, POat-0.22 - 3.29 1tg1t, NO2'0.22 - 2.94 1tg/1, I{O3- 0.21 - 15.40 pg/t, Hg in the water body
0.001- 0.065 mg/l and mollusca meat 0.1/,5 - 0.741 mg/I, and hydrocarbons 0.011 - 2.540 mg/l,
NVC 0.27 - 0.78 gram/cm, red-tide phytoplankton of the Alexandrium ffine species that have 60.0
x tf cells/liter, changes the water body color into the brownish-red.
The production of teri fsh during the Eastern monsoon was 191.5 tons (59.5%) and the
We,stern monsoon 1i0.2 tons (40.5%o). The abundance of small pelagic fish on the Eastern
monsoon was 6i,968.76 tons/year, the Transition monsoon 56,311.55 tons/year, and the Western
monsoon 60,244.35 tons/year, respectively, or 3.85% of small pelagic fsh resources total on
Moluccas waters (1,564,000 tons/year). The density of small pelagic fish on the Eastern monsoon
was 34.62 kg/m3, the Transition monsoon 29.83 kg/m3, and the Western monsoon 32.33 kg/m3.
The exploitation rate of ,small pelagic fsh resources in the Ambon Bay marine was 3}ok (still in
the developing status).

Key words: wastes, meteorologt, biophysical-chemical, phytoplankton, small pelagic f;sh, teri f sh,
and monsoon

I. LATAR BELAKANG pesisir dan laut adalah salah satu daerah yang
langsung dan banyak mendapat beban pen-
Dikatakan oleh Harrison (1997) bahwa cemaran.
pencemaran perairan pesisir Indonesia se- Perairan Teluk Ambon terdiri atas Teluk
bagian besar bersumber dari aktivitas manu- Ambon Dalam (TAD), luasnya +ll.497,5
sia di darat, terutama kegiatan penggunaan km2 dengan kedalaman maksimum 4l meter;
lahan yang menimbulkan siltasi dan endapan Teluk Ambon Luar OAL) luas +120.723,8
partikel pasir/lumpur, limbah cair industri, air km2 dengan kedalaman lebih dari 100 meter;
panas, dan hidrokarbon. Menteri Negara yang dipisahkan Ambang Galala-Rumahtiga,
Lingkungan Hidup RI. ( 1996), mengatakan kedalaman l2 meter dengan lebar 0,5 km dan
bahwa di Indonesia dewasa ini te{adi pe- panjang 1,0 km. Peningkatan urbanisasi dan
ningkatan pembangunan fisik yang semraut persebaran penduduk yang semakin terpusat
di kawasan pesisir, dan merusak lingkungan kota Ambon, serta peningkatan aktivitas
fisik perairan pesisir, pemusnahan sumber- manusia terutama di wilayah dataran tinggi,
daya hayati laut, serta pencemaran perairan. menimbulkan kerusakan sumberdaya pesisir
Pillay (1992) mengatakan bahwa perairan seperti hutan mangrove; lamun; terumbu

t6
Dampak Pembuangan Limbah

karang; habitat ikan; siltasi; pengendapan Pada tahun 70-an, peraian Teluk Ambon
lumpur/pasir; dan penumnan kualitas perair- adalah pusat penangkapan ikan umpan
an. potensial untuk penangkapan ikan tuna dan
Di wilayah pesisir Teluk Ambon, aktivi- cakalang, kemudian pada tahun 80-an di-
tas pemanfaatan sumberdaya pesisir selama kembangkan menjadi budidaya perikanan
15 tahun terakhir ini meningkat drastis tanpa keramba apung. FAO (1984) melaporkan
diikuti tindakan konservasi. Menteri Negara bahwa sejak tahun 1970 sampai 80-an, per-
Lingkungan Hidup dalam laporan akhir airan Teluk Ambon mensuplai lebih kurang
evaluasi kondisi lingkungan pesisir Indonesia 90% ikan umpan untuk kegiatan penangkap-
tahun 1996, menyatakan risiko kehilangan/ an ikan tuna dan cakalang di perairan
kerusakan sumberdaya pesisir di 6 daerah N{aluku. Angka produksi ini kemudian cen-
prioritas (termasuk Teluk Ambon) bila di- derung menurun karena semakin meningkat
hitung secara ekonomi lingkungan mencapai pencemaran dan aktivitas manusia di pesisir
$ US 2,9 mihar. Parameter lingkungan yang teluk (Sumadhiharga, 1996) Selama 15 tahun
dijadikan gambaran dampak perubahan terakhir, terjadi penurunan produksi ikan
kualitas pesisir Teluk Ambon yaitu tataguna umpan (t 40 - 50%) yang ditandai dengan
lahan, kualitas air, endapan lumpur/pasir, semakin menghilangnya populasi ikan teri,
siltasi, dan potensi sumberdaya ikan pelagis serta jenis ikan umpan lainnya.
kecil (Nontji, 1996) Melihat kenyataan tersebut, perlu dilaku-
Berdasarkan hasil pengamatan indeks kan penelitian terhadap berbagai aspek ling-
vegetasi Pulau Ambon terutapma wilayah kungan dalam upaya pengelolaan kawasan
pesisir Teluk Ambon selama tahun 1985 pesisir dan laut Teluk Ambon secara telpadu
sampai 1993 dengan citra satelit Landsat-5, dan berkelanjutan. Hasil penelitian ini, di-
ternyata dai 23.864 ha lahan yang teramati, harapkan dapat dipakai sebagai acuan peren-
2.094 ha lahan vegetasi terkonversi menjadi canzuul dan pengembangan kawasan pesisir
415 ha lahan terbuka dan 1.679 ha lahan Teluk Ambon sebagai pusat penelitian kelau-
kritis (Wothuysen dkk, 1996). Lahan atas an di bidang: Marine and Coastal Environ-
dikonversi menjadi kawasan permukiman mental Management Area; Coral Reef Reha-
dan perkantoran, serta lahan reklamasi se- bilitation and Management Area; andMarine
bagai kawasan ekonomi dan perdagangan BiodiversiQ Area (Bappeda Propinsi Maluku,
terpadu, industri, perkantoran, hotel, pelabuh- lee6).
an laut dan armada perikanan, serta terminal
transit BBM (Sahubawa, 1997).
Pengurangan lahan vegetasi tertutup II. TINJAUAN PUSTAKA
secara tems menerus, tanpa diikuti usaha
pengelolaan akan menimbulkan pencemaran Kualitas fisik (warna, kecerahan, dan ke-
siltasi dan endapan lumpur/pasir di perairan keruhan) perairan laut Teluk Ambon sangat
Teluk Ambon dalam skala besar, yang ditentukan oleh aktivitas manusia di kawas-
puncaknya terjadi pada musim hujan (musim an pesisir, terutama aktivitas penggunaan
Timur). Dampak lain yang terjadi di daerah lahan atas, reklamasi pantai, serta pem-
hilir, yaitu akumulasi limbah organik hasil buangan limbah domestik dan industri. Jenis
aktivitas manusia serta material biodeposit limbah yang sangat berpengaruh terhadap
hasil kegiatan budidaya keramba apung kecerahan dan kekeruhan perairan yaitu
sebagai sumber fosfat, nitrat dan amoniak, partikel pasir/lumpur tersuspensi dan ter-
akan menambah beban pencemaran serta endapkan yang terbawa limpasan air
pengayaan perairan (eutrofikasi). Selain permukaan pada saat musim hujan (musim
limbah organik, juga terdapat limbah hidro- Timur).
karbon dari kapal tanker, terminal transit Sutomo dan Yusuf (1985); LON-LIPI
BBM, transportasi laut, dok kapal, industri (1979) melaporkan bahwa temperatur rata-
PLTD, pelabuhan laut, dan runoff dari rata perairan permukaan Teluk Ambon pada
kawasan perkotaan (Sahubawa, 1997). musim Barat yaitu 25,4 - 30,30oC; Suma-

t7
Latif Sahubawa

hiharga (1992) 29, 5oC, dan pada musim penting yakni BOD. Peningkatan kadar BOD
Timur 26,10"C. Wryki (1961) dan Parkins diikuti peningkatan COD, yaitu 1,5 - 2 kali
(1974), menyatakan salinitas perairan laut kadar BOD (APHA, AWWA, WPCF, 1980).
berkisar antara 32,0 - 34,0 ppt. Tarigan Kadar fosfat dan nitrat perairan mening-
(1987), salinitas perairan Teluk Ambon kat sejalan dengan pertambahan kedalaman
sangat dipengaruhi keadaan. musim. Pada dan ke arah pantai. Fosfat dan Nitrat ber-
musim Timur, salinitas perairan menurun sumber dari limbah domestik dan industri,
karena berlangsung curah hujan dengan areal pertanian, dan hasil dekomposisi
intensitas tinggi, tetapi pada saat upwelling di organisme, sangat penting untuk pertumbuh-
Laut Banda salinitas cenderung meningkat an fitoplankton. Peningkatan fosfat dan nitrat
karena terjadi masukan massa air berkadar dapat menimbulkan kesuburan perairan
garam tinggi ke wilayah teluk. berlebihan, dan mampu merangsang pertum-
Hawkes (1989), kekeruhan menghambat buhan fitoplankton secara massal (blooning)
proses fotosintesis tumbuhan air, aktivitas (Hutagalung dan Rozak, 1997).
makan dan pertumbuhan ikan. Kecerahan Secara alamiah, kadar logam berat dalam
perairan Teluk Ambon dipengaruhi keadaan air laut relatif rendah yaitu antara l0-5 - l0-2
musim, di mana pada musim Timur kecerah- mgll. Pada kondisi ini logam berat sangat
an perairan relatif rendah karena siltasi dan dibutuhkan organisme akuatik untuk proses
pengendapan lumpur/pasir hasil aktivitas pertumbuhan (Phillips, 1980), namun dalam
penggunaan lahan di darat. Pada musim Barat kadar yang relatif tinggi bersifat racun (US
kecerahan perairan mencapai nilai tertinggi, EPA, 1973). Merkuri (Hg) merupakan unsur
tetapi sering ditemui nilai kecerahan terendah kimia paling beracun, lebih kurang 90yo
yang berindikasi positif yaitu terjadi ke- dalam perairan dirombak oleh mikro-organ-
limpahan fitoplankton di lapisan perairan isme menjadi senyawa alkil merkuri yang
permukaan (Sumadhiharga, I 996). sangat toksik. Fardiaz (1992), mengatakan
Tingkat keasaman (pH) perairan laut bahwa batas maksimum Hg yang diperboleh-
relatif konstan yaitu 7,6 - 8,3, dan pH badan kan dalam air laut menurut FDA dan WHO
air yang tercemar sangat berfluktuasi terga- masing-masing 0,0005 mgA dan 0,0001 mg/I.
tung dari jenis limbah yang dibuang (Pescod, US EPA, (1973) menetapkan kadar maksi-
1993). Nilai pH perairan dipengaruhi proses mum batas keamanan biota laut terhadap
fotosintesis, temperatur, dan kandungan ion keracunan Hg yaitu 0,1 pgll. Edward (1988),
terlarut. Perubahan sedikit pH perairan akan melaporkan kandungan logam berat (Hg)
mengganggu kehidupan biota aquatik. Di- dalam badan air dan sedimen perairan Teluk
laporkan Edward (1988), pH perairan Teluk Ambon melampaui ambang batas kehidupan
Ambon relatif konstan tetapi dipengaruhi biota laut, serta akumulasi t{g dalam otak
keadaan musim, yakni pada musim Timur ikan mencapai 0,023 mgll
6,8 - 7,3 dan musim Barat 6,9 - 7,8. Lapisan minyak di permukaan perairan
Oksigen terlarut dalam badan air diguna- dapat menghambat penetrasi sinar matahari
kan ikan untuk proses respirasi dan mikro- dan oksigen terlarut sehingga mempengaruhi
organisme untuk penguraian limbah. Kemati- proses fotosintesis fitoplankton dan kematian
an massal ikan dalam perairan lebih massal ikan. Komponen hidrokarbon seperti.
disebabkan kekurangan oksigen dibanding- naftalen, benzen, toluen. dan xilen bersifat
kan senyawa pencemar (Asean Institute of racun terhadap ikan (Fardraz, 1992). Tarigan
Technology, 1979; Fardiaz, 1992). Huta- (1990) mengatakan konsentrasi hidrokarbon
galung dan Rozak (1997) mengatakan bahwa pada lokasi Terimal Transit BBM Waiame
penurunan oksigen badan air belum tentu Teluk Ambon telah melewati ambang batas
disebabkan masukan limbah organik, tetapi Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut yaitu
karena lapisan minyak di permukaan dan 25,9 mgll.
kenaikan temperatur. Untuk memastikan Kemelimpahan plankton adalah indikasi
bahrva penurunan oksigen terlarut disebabkan meningkatnya produktivitas perairan. Me-
limbah organik, dianalisis parameter kimia nurut Sutomo (1980), kelimpahan plankton

l8
Dampak Pembuangan Limbah

ditemui pada perairan pantai dekat muara dan status pengelolaan sumberdaya ikan
sungai karena melimpahnya zat hara. Pada pelagis kecil.
musim Timur, kemelimpahan plankton me-
ningkat akibat masukan massa air dari darat
melalui limpasan air permukaan pada musim IV. HASIL PENELITIAN
hujan serta dari Laut Banda saat upwelling
(Anderson dan Sapulette, 1982). Stirn (1992) l. Karakteristik (ienis dan jumlah)
mengatakan bahwa untuk menduga tingkat Limbah
pencemaran suatu perairan akibat pengayaan Sumber utama penghasil limbah padat di
zat hara (enrichment), digunakan indikator darat yaitu: permukiman 137 .160,00 mt /
red-tid fitoplankton dan akumulasi logam tahun, pasar 116.254,29 m3/tahun, pertokoan/
berat di dalam biota bentos. restoran/hotel 47.545,71 m3/tahun, fasilitas
Lee et al. (1978) mengatakan evaluasi umum 5.708,57 m'/tahun, saluran air
kualitas lingkungan perairan lebih teliti 3.008,57 m'/tahun, dan sapuan jalan 2.633,14
jika dipakai biota uji (kerang) sebagai bio- m'/tahun. Berdasarkan hasil analisis statistik
indikator. Makrobentos dipakai untuk men- data berkala (time series'1, volume timbulan
duga penyimpangan ekologi perairan, dan limbah tahun 1990 - 1996 semakin mening-
sebagai petunjuk pencemaran perairan yang kat yaitu: 302.868 m'/tahun ; 306.252 m'/
akurat dibanding pengujian secara fisik-kimia tahun, 309.3 l2 m3/tahun; 3 I 2.156 m'/tahun;
(Hynes, 1974). Kandungan Hg pada otak, 3 15.396 m'/tahun; 3 I 8.240 m'/tahun; dan
insang, dan isi perut ikan hasil tangkapan di 321.948 m'/tahun, dengan persentase peng-
perairan Teluk Ambon yaitu 0,028 mg/I. angkutan cenderung menurun yakni: 96,85Yo;
Menurut Hutagalung (1989, 1994), kadar Hg 96,530/o; 95,8 I o/o; 95,04%o; 94,48o/o; 94,J4%o;
air laut 0,016 mg/l; fitoplankton 0,200 mg/l; dan 95,19o/'. Sistem pengelolaan limbah ter-
zooplankton 0,380 mg/l; dan kerang hrlau diri atas: pewadahan, pengumpulan, peng-
1,850 mg/l di perairan Teluk Jakarta. angkutan, dan pengolahan dengan teknik
"sanitary landfill".
Volume timbulan sampah semakin ber-
III. MATERI DAN METODE tambah karena meningkatnya jumlah, aktivi-
PENELITIAN tas, serta kebutuhan penduduk terhadap ba-
han pangan. sandang, dan papan, yang dalam
'Sampel penelitian terdiri atas: air laut prosesnya menghasilkan banyak limbah.
ikan teri, dan kerang. Teknik pengambilan Persentase pengangkutan limbah cenderung
sampel dilakukan secara probabilitas dan menurun karena sangat terbatas jenis dan
non-probabilitas. Jenis data penelitian terdiri jumlah peralatan pengelolaan limbah. I{al ini
atas data primer dan sekurrder yang dikum- dibuktikan dengan rendahnya nilai efektivitas
pulkan dengan cara survei, analisis labo- peralatan pengelolaan limbah (hanya 59%
ratoris, wawancara, dan kuesioner. Analisis dari nilai optimal 100%), yang dibuktikan
data dilakukan dengan metode: Kurva dengan rendahnya jangkauan wilayah operasi
normal, Kuadrat terkecil, Rancangan Acak pengangkutan limbah yaitu 35% dari total
Lengkap (RAL) faktorial dan berblok dengan luas kawasan permukiman Kotamadya
Uji-F, Koefisien nilai nutrisi (morfometri), Ambon, serta rendahnya upah buruh harian
Produksi surplus, Hidroakustik, serta Se- lepas sebesar Rp 4.000loranglhari. Di bebera-
dimentasi utermohl. Parameter penelitian pa kota besar seperti Jakarta Surabaya, dan
yaitu: karalcteristik limbah; kondisi meteo- Medan upah buruh harian lepas telah men-
rologi; sifat oseanografi biofisik-kimia capai Rp 8.000 I oranglhan.
(temperatur, TSS, salinitas, kecerahan, pH, Berdasarkan hasil survei dari 145 sampel
oksigen terlarut, BODs, COD, PO+'-, NOz', Rumah Tangga yang diambil dari 3 lokasi
NO.r-, Hg. hidrokarbon. koefisien nilai nutrisi yang berbeda di wilayah Kota Ambon,
ikan teri. produksi ikan teri; red-tide dan ternyata total jumlah limbah cair domestik
kelimpahan fitoplankton; potensi. densitas, yang dibuang penduduk ke dalam perairan

l9
Latif Sahubawa

Teluk Ambon yaitu 407.353,9 m'/bulan saja dapat dipastikan bahwa jumlah air
(rata-rata: 56,0 liter/orang/hari), yang terdiri buangan dan limbah padat yang masuk dalam
atas: air mandi 40,3 liter/orang/hari dan air perairan pada musim hujan sangat besar. Hal
cucian pakaian, alat dapur, dan lauk-pauk ini dibuktikan dengan: siltasi (kekeruhan)
25,6 literl orang/hari. Jenis dan jumlah limbah yang menutupi sebagian besar perairan,
cair industri yang masuk ke dalam laut yaitu: endapan lumpur/pasir di muara sungai dan
industri PLTD, hotel, surimi ikan beku; dasar perairan, muatan suspensi, dan tumpuk-
rumah saki1, dan lain-lain lebih kurang an sampah terapung.
14.381,4 m'/bulan. Jadi total limbah caii Limbah yang dibuang ke dalam perairan
yang masuk ke dalam perairln Laut Teluk laut lebih bersifat penyubur perairan, bukan
Ambon yaitu 421 .735,3 m'/bulan. Total sebagai bahan pencemar karena umumnya
limbah padat yang masuk ke dalam laut yaitu bersifat organik muda terurai. Apabila jumlatr
l0,l toru/bulan (rata-rata: A,7 kglorangl hari), Iimbah yang masuk melampaui kemampuan
yang terdiri atas: sisa hasil pertanian, kertas, badan air memurnikan diri (swa-pentahiran),
karton, plastik, dan kain (tekstil). Diperkira- dapat terjadi eutro-fikasi yang pada akhirnya
kan lebih kurang 90% aktivitas industri menimbulkan red-tide fitoplankton. Feno-
termasuk kegiatan penduduk yang berlokasi mena red+ide teryadi di Teluk Ambon Dalam
di tepi pantai dan aliran sungai membuang yang ditimbulkan oleh jenis fitoplankton
limbah langsung ke dalam badan air. Sumber Alaexandrium affine dengan jumlah sel 60,0
utama penghasil limbah berasal dari kawasan x 106 sel/liter. ienis limia{r i*g berdampak
permukiman, pasar, pertokoan, dan tempat negatif terhadap kualitas perairan dan potensi
penginapan. ikan pelagis kecil yaitu: siltasi, partikel
Dibandingkan dengan Standar Nasional, padatan tersuspensi, endapan lumpur dan
jumlah limbah cair domestik yang dihasilkan pasir, serta hidrokarbon.
setiap orang per hari di daerah perkotaan
Kotamadya Ambon tergolong kecil. Dikata-
kan oleh Junaedi (1999) bahwa Standar 2. Parameter Meteorologi
Nasional kebutuhan air rumah tangga di Nilai parameter meteorologi wilayah
Indonesia untuk pedesaan 60 liter/orang/hari Teluk Ambon tahun 1997 cenderung rendah
dan perkotaan 100 liter/orang/hari. Kebutuh- dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (tahun
an air rumah tangga tergantung dari tingkat 1995, 1996) Oabel l). Berdasarkan Tabel l,
penghasilan, semakin tinggr penghasilan keadaan meteorologi tahun 1997 mengalami
semakin banyak air yang dibutuhkan. Hal ini penyimpangan karena rendahnya curah
menunjukkan bahwa tingkat pendapatan pen- hujan, kelembaban nisbi rata-rata, serta
duduk Kotamadya Ambon masih tergolong peningkatan persentase penyinaran matahari,
rendah. Sebagai contoh, kebutuhan air rumah biasanya diikuti peningkatan temperatur dan
tangga di Daerah Istimewa Yogyakarta men- tekanan udara serta kecepatan angln (kondisi
capai 150 liter/orang/hari (melewati Standar cuaca normal), namun pada tahun 1997
Nasional). Menurut uNDPAilorld Bank/ te{adi sebaliknya. Pada kondisi curah hujan
Bappenas (1995), jumlah limbah padat yang rendah dan prosentase penyinaran matahari
dihasilkan setiap orang per hari di Jakarta tittggi, ternyata temperatur udara dan perairan
tahun 1995 0,8 kg dan tahun 2000 1,0 kg, (permukaan) lebih rendah dibandingkan
pada tahun yang sama di Bangkok 1,0 dan kondisi cuaca normal tahun 1995 dan 1996.
1,3 kg sedangkan di Seoul 2,8 dan 3,0 kg. Penyimpangan ini terjadi karena adanya
Sulit dipastikan lumlah air buangan dan akumulasi asap tebal di permukaan bumi
limbah padat yang masuk ke dalam perairan akibat pembenfukan "lapisan suhu inversi"
Teluk Ambon pada musim Timur (musim hu- pada lapisan atnosfer rendah (troposfer)
jan), karena sukar didapatkan metode yang yang menghambat pergerakan udara secara
tepat dalam pengukuran jumlah debit air, vertikal. Lapisan suhu inversi menyerap
m:lssa partikel, dan limbah padat yang ter- panas matahari dalam jumlah besar sehingga
angkut melalui aliran air permukaan. Hanya gelombang panas tidak sampai ke permukaan

20
Dampak Pembuangan Limbah

bumi. Hal ini menjadikan temperatur per- beberapa parameter kimia di pusat aktivitas
mukaan bumi lebih rendatr dibandingkan manusia dan muara sungai yang telah
lapisan udara diatasnya (Strahler dan Strahler melampaui ambang batas seperti: Oz terlarut
1989; Miller l99l). 2,15 mgll; Bod 50,0 mg/l; dan hidrokarbon
Dikatakan oleh Direktur Badan Meteo- 25,5 mgll.
rologi dan Geofisika Pusat Jakarta (1997)
bahwa akumulasi asap di permukaan bumi Fisik
disebabkan terjadi pembentukan lapisan suhu
Rendahnya nilai kecerahan perairan
inversi. Penyimpangan kondisi iklim tersebut
Teluk Ambon (terutama pada musim Timur)
berpengaruh luas terhadap perubahan para-
dipicu oleh beberapa faktor fisik yaitu: kon-
meter hidrologis perairan terutama penurunan
disi topografi dasar perairan yang berbentuk
temperatur lapisan permukaan, seperti yang
lagone, kecepatan arus dan sirkulasi massa
terlihat pada perbandingan hasil riset berikut
air ke luar yang sangat lemah/terbatas, benfuk
(Tabel 2). Dari Tabel 2, terlihat bahwa aliran permukaan yang cenderung laminer,
temperatur perairan laut Teluk Ambon tahun
serta adanya ambang (silt) Galala-Rumahtiga
1997 relatif rendah dan oksigen terlarut
yang mempersulit pengangkutan massa air ke
meningkat pada musim Timur dan Barat
Teluk Ambon Luar.
dibandingkan tahun 1996.
Akumulasi limbah dan partikel lumpur/
pasir selain berasal dari wilayah Teluk
3. Parameter Oseanografi Biofisik-kimia Ambon Dalam, jrlga dari wilayah Teluk
Perairan Ambon Luar yang terbawa massa air saat
Kisaran nilai dan nilai rata-rata parameter pasang dengan kecepatan arus tinggi. Dikata
oseanografi biofisik-kimia perairan laut kan Hamzah dan Wenno (1989), Suma-
Teluk Ambon seperti terlihat pada Tabel 3. dhiharga (1996) kecepatan arus masuk pada
Dari Tabel 3, terlihat bahwa pada umumnya saat air pasang lebih tinggi dibandingkan arus
parameter oseanografi biofisik-kimia perairan surut sehingga dapat mengangkut limbal/
masih berada pada nilai ambang batas Baku sampah dari Teluk Ambon Luar dan ter-
Mutu Air Laut untuk Budidaya Penkanan, akurnulasi di wilayah Teluk Ambon Dalam,
kecuali: kecerahan, NO3-, Hg; dan red-tide dan menimbulkan pengayaan perairan dan
fitoplankton. Meskipun demikian ditemui pencemaran.

Tabel 1. Perbandingan Nilai Rata-rata Kondisi Meteorologi Tahunan Perairan Teluk


Ambon tahun 1995, 1996, dan 1997

Tahun cl{ PM T RH P. Udara


'

'::
(mm) (9'o) (oc} ,(t/r) (mb):

1.1995 265,00 51,47 26,30 85,08 1009,9 3,08

2. 1996 365,95 49,42 26,38 83,32 1009,3 3,08

3. 1997 120,75 62,33 26,21 82,83 1011,9 3,92

Kelerangan: CH curah hujan T= temperatur udara PM= penyinaran matahari


RH kelembaban udara P= tekanan udara v= kecepatan angin

2l
Latif Sahubawa

Tabel 2. Sebaran Nilai Parameter Hidrologis Perairan Laut Teluk Ambon pada Kondisi
Meteorologis Normal dan Tidak Normal
.....:.:.
Temperaturl , ..MUsim Tirn6r ,
Musim B:arat

Kedalaman (rn) Nanlohy,,:1996 N,anlohy' r1996 SahUbawa,,,1997

0 28,24 25,16 29,56 26,72


10 27,85 24,56 29,03 24,99

20 27,19 24,39 28,73 24,50

Surnber : Nanlohy (1996)


Sahubarva (1997)

Dua kondisi alam berbeda yang mengu- duduk dan industri di sepanjang pesisir teluk,
rangi tingkat kecerahan perairan Teluk yang digambarkan dengan adanya fenome
Ambon vaitu keberlangsungan musim hujan eutrofikasi (pengayaan hara perairan) di
(musim Timur: April - Agustus) dan musim Teluk Ambon. Secara biologis, peningkatan
panas (musim Barat: Oktober - Februari). NOz tersebut merupakan indikasi peningkat-
Rendahnya kecerahan perairan pada musim an proses penguraian nitrat oleh bakteri
Timur berindikasi "negatif' karena terjadi nitrobakter secara reduktif (Hammer, 1986
siltasi (kekeruhan) partikel tersuspensi dan dan Manahan, 1990). Dikatakan oleh llahude
terendapkan lumpur/pasir hasil aktivitas (1998) bahwa peningkatan hara posfat dan
penggunaan lahan atas sertia akumulasi lim- nitrat di daerah pesisir lebih disebabkan
bah yang terbawa limpasan air permukaan. pembuangan limbah hasil aktivitas manusia
Berdasarkan hasil penelitian transportasi (termasuk industri) di darat, sedangkan di
partikel lumpur/pasir di Teluk Ambon Dalam laut lepas bersumber dari hasil pengangkatan
terutama di muara sungai Guru-guru Batuko- massa air (upwelling) dari dasar perairan.
neng mencapai 8,2 ton/tahun dan Wailaa Keberadaan merkuri (Hg) di dalam per-airan
Poka 1,24 ton/tahun Laju pengendapan bersumber dari alam serta aktivitas manusia
partikel di daerah Halong sampai Waiheru dan industri. Secara alami Hg terdapat di
telah mcncapai tingkat memprihatinkan alam dan sangat dibutuhkan oleh
yaitu. ll,9 - 23,81 mm/tahun dan di dasar mikroorganisme dan biota laut untuk pertum-
pcrairan Teluk Ambon Dalam 5,95 mm/tahun buhan. Kadar Hg meningkat sejalan dengan
(Hcrmanto dan Suhartati, 1989). pertambahan kedalaman dan ke arah pantai,
Sebaliknya penurunan kecerahan pada tetapi kadar Hg cenderung meningkat ke arah
musim Barat lcbih berindikasi "positif' pantai karena semakin banyak sumber-
karena adanya kelimpahan fitoplankton dan sumber penghasil Hg (kegiatan manusia dan
nutrien di perairan permukaan (Sumadhi- industri), baik dan sumber tetap maupun
harga, 1996: Ilahude. 1998). tidak tetap. Preston dan Chester dalam
Harisson (1997), mengatakan bahwa kadar
Hg di laut terbuka lebih kurang 2 - l0 pgll
Kimia dan di pantai yang tercemar 15 - 100 pgll.
Peningkatan nitrit (NOr) perairan berkait- Kadar merkuri di dalam perairan maupun
an erat dengan tingginya kandungan fosfat daging kerang melampaui nilai ambang
dan nitrat yang bersumber dari limbah pen- batas. Peningkatan Hg di perairan Teluk

22
Dampak Pembuangan Limbatt

Tabel 3. Korelasi Jumlah Limbah, Perubahan Parameter Oseanografi Biofisik-kimia,


serta Kelimpahan Sumberdaya Laut dan Hasil Tangkapan lkan Teri di
Perairan Teluk Ambon

?qqry*ei Pencttien,, ,,Dlu6lfi,Brati: ,,,,Brku,liluttf ,,,

::::::::::::::::::: i:t{llalrfirt+i: iryian0


:::t::::::::::::::: rt:: : :: : ]:i ::: l::: :
::: :::: f]lftl: : : :: :
:',',Llllil,.,:

l. Llmbah (m1bulan)
ahu (tonlbulan)
1. Limbah Cair Domeslik 407.363,9 407.353,9 100liter/hari 50 liler/hari 1. Kualltas Penlran:
r) Dampak negatif:
2. Limbah Cair lndustri 14.381,4 14.381,4 Peningkatan temperatur,
3. Limbah Padal 10,1 10,1 siltasi, TSS, BOD, COD,
POr}, NOr, NQ', Hg,
hrdrokarbon; serta penu-
ll. Oseanografl runan salinilas, kecerah-
1. Temperalur ()a 23,7 -26,8 24,7 24,1-28,7 25,40 Alami Alami an, dan oksigen terlarut.
2. 2.42- <80 <25 Dampak positif:
TSS (mg/l) a 2,01 - 12,44 6,23 10,76 5,69
Peningkatan kesuburan
3. Salinitas (mgfl a 24,0 - 35,5 33,39 3,10 - 35,5 34,60 30 35
(nukisi)
4 Kecerahan (meter)a 3,5 - 9,0 5,57 4,0 - 9,0 6,22 >5 >7
5. pHa 6,5 - 7,3 7,0 6,0 - 7,3 7,0 6-9 6,5 - 8,5
2. Sumberdaya Perairan:
6. Oz Terlarut (mgfl a 2,23-6,81 4,38 2,15 - 6,88 4,19 >4 >6
Dampak negatif:
7 BODs (mgfl a 10,0 - 45,0 n,57 19,5 - 45,0 25,00 <,15 <25
Red-ted filoplankton, pe-
I CoD (mgn)a 22,5-1n,0 72,63 40,0 - 146,0 78,89 <80 <40 nurunan Keragaman jenis
I Pof (pg/l)o 0,54 - 2,50 1,17 0,22-3,29 1,04 0,10 0,60 dan densilas populasr,
serta kematian ikan.
10 Nor (pgil)a 0,14 - 1,70 0,79 0,02 - 2,94 0,59 Nihit Nihit
Dimpak posltlf:
11. Nor'(pg/l)o 1,56 - 7,62 4,71 0,21 - 8,79 4,69 1,5 8,5
Peningkatan populasi filo-
12. Hg (Merkuri)a plankton dan produktivitas
0,001- < 0,003
a. Air laut (mg/l) 0,002 - 0,053 0,014 0,015 0,0001 perairan.
0,0065
b. Kerang (pg/l) 0,424 < 0,1 Nihir
0,115 - 0,705
13. Hidokarbon (mgl)a 0,05 - 2,54 0,92 0,01 - 0,89 0,32 <5 Nihil

lll. Kellmpahan Sumber-


daya Penlnn:
1. Fitoplanklon (sel/l) o 2,3-82x 1S 19,1x 10r 0,6-34x 10r 8,7 x 1S Melimpah Melimpah

2. Redtideblooming Nihit Nihil


Fitoplankton (seil)a
3. Potensilkan Pelagis 63,968,7 ffi.244,4 Meningkat Meningkat
Kecil (ton/lahun)s)
4. Densilas lkan Pelagis 36,75 34,62 Meningkat Meningkat
(kg/mr)s1
5. Produksi lkan Teri (ton/ 6,2- 17,2 191,5 4.2- 11.6 130,2 Meningkal Meningkat
s)
tahun)
6 NVCO 0.27 -0J8 0,54 > 17 > 1,7

Keterangan :

l) - Standar Nasional Jumlah Air Buangan Penduduk Indonesia per hari (Djunaedi,1999)
2) = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan, Kepmen KLH. No. 02 tahun 1988
(Lampiran l6a)
3) - Kriteria Kualitas Air untuk Budidaya lkan Laut, Keputusan Dirjen Perikanan 1994
(Lampiran l6b)
4) - Perkiraan Kelimpahan Fitoplankton (produktivitas) (Nontji, 1996)
5) - Metode Hidroakustik Sumberdaya Perikanan (Gulland,1977)
6) - Metode Morfometri Penentuan Kualitas Habitat lkan (Lucky, 1977).

23
Latif Sahubawa

Ambon sampai melampaui ambang batas, ceros dan Alexandrium affrt. Fenomena inr
karena banyak sumber-sumber penghasil sangat spesifik karena hanya berlangsung di
tidak tetap yang sulit ditangmi, yang mem- wilayah TAD. Hal ini menunjukkan bahwa
buang limbah langsung ke dalam perairan, kondisi lingkungan fisik, kimia, biologis, dan
seperti: kegiatan dok kapal, hasil praktek hidrologis perairan TAD berbeda dengan per-
medis, hidrokarbon (yang berasal dari ter- airan TAL dan Ambang, seperti kandungan
minal transit BBM, aktivitas perhubungan zat hara, temperatur, dan jenis fitoplankton.
laut, pelabuhan kapal-motor laut, limbah per- Red+ide hanya ditimbulkan jenis Chaeto-
kotaan, dan limpasan air permukaan). Picker- ceros dan Alexandrium ffine karena diduga
ing dan Owen (1997) mengatakan bahwa kista kedua spesies fitoplankton ini termasuk
meningkatnya kadar logam berat dalam biota jenis "endemik" artinya bukan berasal dari
laut (temtama kerang) karena memiliki lokasi lain yang terbawa arus. Keberadaan
kemampuan akumulatif tinggi. Sifat akumu- kista menunjukan bahwa spesies fitoplankton
latif yang tinggi, menjadikan organisme ini hidup menetap di perairan TAD, dan
akuatik (sebagai komponen rantai makanan) sewaktu-waktu dapat terjadi ledakan pertum-
pada tingkat tropik yang tinggi menerima buhan populasi apabila dirangsang kondisi
dosis polutan lebih besar, dan dikenal sebagai lingkungan perairan.
sifat biomagnifikasi biota laut. Fenomena Red-ttde merupakan reaksi
fitoplankton terhadap perubahan kondisi fisik
dan kimia perairan seperti: makanan, zat
Biologis perunut, dan temperatur. Kelimpahan zat hara
Kemelimpahan fitoplankton di perairan dan zat perunut dalam jumlah besar serta per-
laut Teluk Ambon berturut-turut didominasi ubahan temperatur perairan menuju kondisi
marga diatom, dinoflagellata, dan ciliata pada optimal dapat memicu pertumbuhan populasi
musim Timur. Spesies yang sangat melimpah fitoplankton secara besar-besaran sehingga
yaitu. Chaetoceros, Gymnodinium, dan dalam waktu singkat terbentuk suatu lapisan
Nitzchia. Kelimpahan spesies Chaeto-ceros tipis massa sel fitoplankton di permukaan
(diatom) menunjukkan spesies ini mem- perairan, diikuti perubahan warna perairan
punyai kecepatan tumbuh yang lebih tinggi menjadi merah-kecoklatan dan atau kuning-
dibandingkan kelompok dinoflagellata dan kehijauan. Lapisan massa sel fitoplankton
Ciliata, hal yang sama seperti yang dikatakan tersebut menufup permukaan perairan, meng-
Nontji (1978). Spesies Chaetoceros lebih hambat penetrasi cahaya matahari, dan
dominan dan melimpah dalam suatu perairan kelarutan oksigen, sehingga menimbulkan
karena kemampuan sintesis zat hara yang dampak negatif yang luas dan kompleks
tinggi. Menurut Miyata dan Hattori (1986), seperti: kematian massal ikan, penurunan
fitoplankton kelompok diatom memiliki ke- kadar oksigen terlarut. Dampak lain yang
mampuan konsumsi nutrisi yang besar serta ditimbulkan, yaitu akumulasi zat beracun
dapat menyimpan senyawa fosfat dan nitrat dalam biota laut yang dihasilkan fitoplankton
sebagai cadangan makanan dalam sel. Keme- serta keracunan manusia yang mengkonsumsi
limpahan fitoplankton pada musim Timur biota laut tercemar racun.
berkaitan erat dengan masukan zat hara dari Temperatur adalah faktor pemicu ledakan
darat melalui limpasan air permukaan saat pertumbuhan fitoplankton, selain zat perunut
musim hujan dan massa air tawar dari sungai- seperti Fe dan Si (Praseno, 1998). Unsur hara
sungai yang bermuara di perairan Teluk dan perunut bersumber dari limbah cair
Ambon. Dikatakan oleh Tarigan (1987) domestik dan industri yang dibuang ke dalam
bahwa masukan massa air tawar dari darat perairan melalui aliran sungai, saluran air
melalui aliran sungai dan aliran permukaan limbah, dan limpasan air permukaan, serta
pada musim Timur meningkatkan kadar pengangkatan massa air lapisan dasar yang
fosfat dan nitrat perairan Teluk Ambon. kaya nutrien. Faktor pengay&m zat hara
Red-tide fitoplankton di perairan Teluk diduga kuat sebagai sumber red-tide karena
Ambon, ditimbulkan oleh spesies Chaeto- di perairan TAD bermuara lebih kurang 12

24
Dampak Pembuangan Limbah

aliran sungai dan saluran air limbah industri, perairan telah tercemar, tetapi jenis ikan teri
domestik, perkantoran, pasar, serta limbah tidak cocok dijadikan biota uji. Hal ini di-
hasil kegiatan budidaya perikanansebagai kuatkan dengan beberapa pertimbangan sifat
sumber utama pemasok zat hara. Pada saat biologis ikan yaitu: (l) ikan teri termasuk
terladi red-tide, kadar fosfat mencapai spesies non endemik, artinya spesies tersebut
0,5 - 1,7 pgfl dan nitrat 1,43 -
18,22 pgn; tidak menetap permanen pada habitat yang
serta temperafur rata-rata perairan dan udara dihuni; (2) termasuk spesies migran artinya
masing-masing: 25,78oC dan 26,70"C. Di- sering melakukan migrasi diurnal dari satu
katakan Praseno dan Adnan (199$; Praseno tempat ke tempat lain; serta (3) berdasarkan
(1998), red+ide yang terjadi di pantai hasil analisis sifat oseanografi biofisik-kimia
Marina Jakarta, Laut Flores, dan perairan perairan laut, pada umumnya parameter
Pulau Sebatik karena pengay:um perairan penelitian masih berada pada kisaran nilai
dari darat pada kondisi temperatur optimal arnbang batas baku mutu, kecuali kecerahan,
(+ 25,0 -26,4"C). red-tide, NOz-, dan Hg.
Selain unsur hara fosfat dan nitrat
sebagai sumber makanan perhrmbuhan sel
fitoplankton, unsur-unsur perunut seperti besi Manajemen Sumberdaya lkan Pelagis
(Fe) dan silikon (Si) dapat merangsang per- Kecil (termasuk ikan teri)
tumbuhan sel fitoplankton secara drastis. Berdasarkan hasil analisis statistik data
Eksperimen pemberian Fe terhadap pertum- berkala produksi ikan teri selama tahun l98l
buhan fitoplankton dilakukan peneliti NASA sampai 1995, ternyata produksi ikan teri di
tahun 1996 dalam "Ekspedisi lranEx II". wilayah Kotamadya Ambon mengalami
Pemberian Fe sebagai pupuk dalam jumlah peningkatan setiap tahun sebesar 2,1 I ton,
sedikit saja mampu memberikan reaksi sebaliknya hasil tangkapan ikan teri khusus-
biologis sangat besar terhadap pertumbuhan nya di perairan Teluk Ambon cenderung
sel fitoplankton. Fe yang diberikan dalam menurun sebesar 0,66 ton/tahun. Faktor yang
perairan mencapai 100 ppt, dapat merang- diduga kuat berpengaruh terhadap penurunan
sang pertumbuhan fitoplankton dua kali lipat hasil tangkapan yaitu: jenis dan jumlah
setiap hari, dan selang waktu 2 minggu alat tangkap, teknik penangkapan; distribusi,
tumbuh 2 juta pond, yang berarti terjadi kelimpahan, potensi ikan, serta tingkat
peningkatan sampai 30 kali (Jurnal Science, eksploitasi (pengelolaan) ikan teri, dan pen-
1996 dalam KOMPAS, 1997). cemaran.
Sampel ikan teri yang dipakai sebagai Musim penangkapan ikan umpan teri di
biota uji Koefisien Nilai Nutrisi (KNN) ber- wilayah perairan Laut Teluk Ambon hampir
asal dari spesies Stolephorus divisi dan Stole- berlangsung sepanjang tahun, tetapi puncak
phorus heterolobus hasil tangkapan petani penangkapan terjadi pada musim Timur
nelayan Bagan di perairan Teluk Ambon (bulan Juli, Agustus) dan September saat
Dalam. Berdasarkan hasil analisis, didapat- proses upwelling di Laut Banda. Pada saat
kan panjang total sampel ikan terkecil 3,0 cm berlangsung upwelling, terjadi penaikan
dan terbesar 9,0 cm serta berat terkecil 0,10 massa air yang menyebar masuk ke perairan
gram dan terbesar 4,36 gr dengan KNN ter- Teluk Ambon mengangkut nutrien ke lapisan
kecil 0,27 dan terbesar 0,78. Jika dibanding- permukaan dengan kelimpahan fitoplankton
kan dengan standar nilai KNN yaitu 1,7 yang tinggi (Nontji, 197 5; Birowo dan
sebagai nilai ambang batas baku mutu, Ilahude, 1977). Kondisi ini menjadikan
ternyata semua sampel ikan teri mempunyai potensi sumberdaya perikanan Teluk Ambon
nilai KNN lebih rendah dari nilai baku mutu, semakin meningkat dan melimpah. Berdasar-
dengan indikasi bahwa perairan Laut Teluk kan kajian hasil penelitian populasi dan
Ambon telah tercemar. Berdasarkan perban- densitas ikan pelagis kecil di perairan Teluk
dingan nilai KNN dengan kondisi kualitas Ambon sampai tahun 80-an, ternyata ikan
perairan Teluk Ambon, ternyata rendahnya teri umpan cukup berlimpah, tertangkap
nilai KNN ikan teri umpan "bukan berarti" sepanjang tahun, bahkan sering dioperasikan

25
Latif Sahubawa

jaring redi sampai 3 kali semalam. Namun Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat
demikian, sejak akhir tahun 80-an populasi pengelolaan perikanan pelagis kecil perairan
ikan pelagis kecil semakin berkurang, bahkan Teluk Ambon masih berada pada kondisi
populasi ikan teri umpan yang masuk-keluar sedang berkembang. Meskipun demikian,
perairan teluk setiap tahun telah menghilang, beberapa wilayah pengelolaan perikanan
yang dibuktikan dengan semakin rendahnya pelagis kecil di wilayah Tengah dan Barat
permintaan stok ikan umpan oleh armada Indonesia telah mengalami padat tangkap dan
penangkapan ikan tuna dan cakalang. tangkap lebih, seperti kondisi padat tangkap
Menurut Sumadhiharga dan Yulianto di Selat Makassar $a%\ serta tangkap lebih
(19S3); Sumadhiharga (1985); dan Sumadhi- di perairan Selat Malaka (1060/0) dan Laut
harga (1992), jenis ikan teri yang melimpah Jawa (130%).
hampir sepanjang tahun dan sering tertang-
kap dalam jumlah besar yaitu S. heterolobus,
S, divisi, dan ,S. buccaneeri. Jenis S. hetero- V. KESIMPULAN DAN SARAN
lobus tertangkap hampir setiap bulan,
S. divisi pada bulan November dan Desember Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian
di perairan Teluk Ambon Dalam yang cen- di muka, dikemukakan kesimpulan sebagai
derung bersalinitas rendah, dan S. buccaneeri berikut.
tertangkap dalam jumlah besar pada bulan I . Jenis dan jumlah limbah yang dibuang ke
Oktober dan November di perairan Teluk dalam perairan Teluk Ambon . yaitu:
Ambon Luar. Oleh karena itu dikatakan limbah cair domestik 407 .353,9 m'/bulan
Sumadhih arga dan Yulianto ( 1983) bahwa (rata-rata: 66 liter/orang/hart), limbah
S. heterolobus dan S. divisi merupakan cair industri 14.381,4 *t/b.rlan, dan
spesies estuaris (neritik) dan S. buccaneeri limbah padat l0,l ton/bulan (rata-rata:
adalah spesies oseanik. 0,7 kgloranglhari). Jenis limbah yang
Berdasarkan hasil survei hidroakustik, berdampak negatif luas terhadap pence-
perkiraan densitas ikan pelagis kecil di per- maran perairan serta penurunan produksi
airan Laut Teluk Ambon meningkat pada ikan teri yaitu siltasi.
musim Timur yaitu 34,62 kd*' dibanding- 2. Pembuangan limbah dalam perairarr teluk
kan musim- Barat dan Peralihan (rerata: 32,26 belum menimbulkan pencemaran berat
kgltn') dan potensi terbesar j.rga ditemui artinya limbah hasil aktivitas manusia
pada musim Timur yaitu 63.968,76 ton/tahun yang dibuang umumnya bersifat organik
(rerata: 6A.174,89 ton/tahun). Hal ini me- dan mudah terurai serta dalam jumlah
nunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis relatif kecil. Hal ini terlihat dari kualitas
kecil perairan Teluk Ambon cukup tinggi parameter oseanografi biofisik-kimia
karena mencapai 3,85yo dari potensi total yang umumnya masih memenuhi per-
ikan pelagis kecil perairan Maluku syaratan Baku Mutu Air Laut Untuk
(1.464.000 ton/tahun) dengan potensi lestari Biota Laut, kecuali kecerahan, NO2-, Hg,
782.000 ton/tahun (Amin et a|.,1990). dan red-tide fitoplankton. Kelimpahan
Berdasarkan data hasil tangkapan, upaya fitoplankton. potensi dan densitas ikan
penangkapan, dan hasil tangkapan per unit pelagis kecil. serta produksi ikan teri
upaya (CPUE), tingkat pengusahaan ikan umpan pada musim Timur lebih tinggi
pelagis kecil perairan Laut Banda sedang dibandingkan musim Barat. Berdasarkan
berkembang karena trend CPUE selama kisaran nilai rata-rata parameter oseano-
tahun l99l sampai 1995 cenderung mening- grafi biofisik-kimia tersebut, perairan
kat yaitu'. 43.71 ton; 37,35 ton; 39,83 ton; Teluk Ambon cukup layak untuk budi-
44,64 ton; dan 53,29 ton. Berdasarkan hasil daya perikanan, tetapi harus dipertim-
analisis model Produksi Surplus, ternyata bangkan keberlanjutannya pada musim
tingkat pengusahaan sumberdaya ikan pelagis Timur karena siltasi semakin meningkat
kecil Laut Banda mencapai 30% (status dan telah teqadi red-tide fitoplankton
"sedang berkembang") (Merta, dkk., 1998). yang dapat menimbulkan kematian

26
Dampak Pembuangan Limbah

massal ikan termasuk hasil budidaya Bappeda Propinsi Maluku. 1996. Pengelolaan
perikanan. Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi Ma-
3. Jumlah limbah yang dibuang ke dalam luku. Prosiding Seminar dan Lokakarya
laut serta perubahan sifat oseanografi Pengelolaan Teluk Ambon. Pelaksana
biofisik-kimia perairan Teluk Ambon, Balitbang SDL P3O LIPI Ambon,
ternyata tidak berpengaruh terhadap Bappeda Dati I Maluku, dan Unpatti
penurunan kelimpahan fitoplankton dan Ambon, 25 - 27 Juni 1996, pp: 154-164.
ikan pelagis kecil, serta produksi ikan Birowo S. dan A.G. Ilahude, 1977. On The
teri. Kelimpahan fitoplankton dan ikan Upwelling of The Eastern Indonesian
pelagis kecil pada musim Timur sangat Waters. Papers Presented at the Pac.
tergantung pada keadaan alam yaitu Scie. Congr. Otawa Canada. Puslitbang
proses upwelling di Laut Banda dan Oseanologi LIPI JakarLa, pp'. 7 l-80.
limpasan air permukaan yang membawa Direktur Badan Meteorlogi Geofisika Pusat
masuk nutrien ke dalam perairan teluk. Jakarta, 1997 Pengaruh Elnino terhadap
Berdasarkan kesimpulan di atas, dikemu- Kondisi Iklim di Indonesia dalam Dialog
kakan saran sebagai berikut: perlu kebijakan Meteorlogi dan Geofisika Indonesia.
pengendalian aktivitas manusia (penggunzum TVRI Stasiun Pusat Jakarta, 1997.
lahan atas) di pesisir teluk, pembuangan Djunaedi A., 1999. Pengaruh Kualitas Air
limbah cair industri, hidrokarbon dari industri Baku Pada Produksi Air. Manajemen
PLTD dan Terminal Transit BBM yang ber- Informa.si Pra.sarana Perkotaan. Pro-
potensi pencemaran; penyuluhan kesadaran gram Magister Perencanaan Kota dan
lingkungan kepada penduduk untuk tidak Desa Fakultas Arsitektur Universitas
membuang limbah ke dalam laut, serta Gadjah Mada, pp.l-4.
diharuskan kepada setiap industri yang Edward 1987 ; 1 988. Pengamatan Pendahulu-
berpotensi menimbulkan pencemaran untuk an Kualitas Perairan Teluk Ambon da-
mengolah limbah sebelum dibuang ke dalam lam Teluk Ambon ll. Prosiding Biologi,
laut; untuk menjaga kelestarian sumber daya Perikanan, Oseanograf, dan Geologi.
ikan teri sebagai stok ikan umpan potensial, Balitbang SDL P3O LIPI Ambon. Edisi
diperlukan penerapan "sistem sasi" dalam 4-6, pp'. 44-47
pengelolaannya. Upaya peningkatan produksi Fajar Naimah, 1993. Perlindungan Lingkung-
ikan teri, harus ditempuh melalui peningkat- an Laut Akibat Pencemaran. Buletin
an teknik penangkapan dan pengadaan alat AMDAL Edisi IV tahun III|1993,
tangkap yang efektif. pp 2l-23
FAO 1974 Report to the Government of
Indonesia of Survey for Bait and
Skipjack Fishing. Based on the Work of
DAFTAR PUSTAKA Kawakami FAO Rome, pp:l-5.
Fardiaz S., 1992. Polusi Air dan Udara
Anderson J.J. dan Sapulette, 1982. Deep Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Water Renewal in Ambon Bay, Indone- IPB Bogor. Penerbit Kanisius Yogya-
sia, Proc. Fourth Int. Coral Reef Sy^p. karta.
Manila, pp. 369-373 . Hamzah M.S. dan L.F. Wenno, 1987. Sirku-
APHA, AWWA, dan WPCF, 1980. Standard lasi Arus di Teluk Ambon. Jurnal
Methods for The Examination of Water Biologi, Perikanan, Oseanograf , dan
and Wastewater. Publical Health Asso- Geologi. Balitbang SDL P3O LIPI
ciation, American Ll/ater Association. Ambon Edisi 3-8, pp: 9l-101.
Water Pollution Control Federation. l5h Kompas 1997 . Dampak Positif dari Dilepas-
Ed., pp: 388-399. kannya Karbon Dioksida. Tajuk Berita
Asean Institute Of Technology, 1979. Water IPTEK.
Quality Modeling of the Cho Paya River Harrison R.M., 1997. Pollution Causes,
Thailand. Thailand Bangkok. Effect and Control. Third Edition

27
Latif Sahubawa

Springer Press. Berlin, New York, di PLTU Tanjung Priok. Puslitbang


London, Tokyo, Hongkong, etc. Oseanologi LIPI Jakarta, pp 24-26.
Hawkes H.A., lg7g.Invertebrates As Indica- Menteri Negara LH. RI., 1996. Dampak
tors of River Water Qualrty In James, A. Pembangunan Terhadap Sumberdaya
And L. Evision, 1979. Biological Indica- Hayati Laut. Laporan Akhir Evaluasi
tor of Water Qualrty. John Willey and Kondisi Linglcungan Hidup di Indonesia,
Sons Press. tahu 1996.
Hermanto dan Suhartati, 1989. Transportasi Merta I.G.S., S. Nurhakim, dan J. Widodo,
Partikel Tanah serta Laju dan Stratifikasi 1998. Sumberdaya Perikanan Pelagis
Sedimen di Teluk Ambon Dalam. Jurnal Kecil. Jurnal Potensi dan Penyebaran
Biologi, Periknnan, dan Oseanograf . Sumberdaya lkon Laut di Perairan Indo-
Sumadiha4o dan Birowo Eds. Balitbang nesia. Editor: Widodo, Azis, Priyono,
SDL P3O LIPI Ambon, PP: 142-149. Tampubolon, dan Djamali. Komisi Na-
Hutagalung H.P., 1987. Mercury in the Water sional Pengkajian Stok Sumberdaya Laut
and Marine Organism in Angke Estuary, LIPI Jakarta. pp: 89-105.
Jakarta Bay Indonesia. Asean Criteria Miller J.R., 1991. Environmental Science:
and Monitoring Advances. Marine Sustaining the Earth. Third Edition.
Environmental Management and Human Wads-worth Publishing Company. A
Health Protection. Vol. 39, pp:273 -27 5. Division of Wadsworth, Inc. Belmont,
_., 1989. Mercury and Cadmium Content California.
in the Green Mussel From Onsurt Water, Nanlohy A., 1996. Studi Tentang Distribusi
Jakarta Bay. Asean Criteria and Monito- Spasial dan Perubahan Musiman Kelim-
ring Advances. Marine Environmental pahan Ikan Pelagis di Perairan Teluk
Management and Human Health Protec' Ambon. Skripsi Fakultas Pasca-sarjana
tion. Yol.42, pp'. 8 l4-8 19. Institut Pertanian Bogor, pp. I 35-l 36.
_., 1994. Heavy Metals Content in Sedi- Nontji A., 1975. Distribution on Chlorophy-
men of Jakarta Bay. Asean Criteria and lla in the Banda Sea by the end Upwell-
Monitoring Advances. Marine Environ- lrg Season. Marine Resources Indone-
mental Management and Human Health sia. Puslitbatrg Oseanologi LIPI Jakarta,
Protection. Vol.5l, pp: 60-69. Vol.4., pp:25-42.
Hutagalung H.P. dan A. Rozak., 1997 . Pe' _., 1996. Status Kondisi Hidrologi,
nentuan Kadar Oksigen Terlarut Kebu- Sedimentasi, dan Biologi Perairan Teluk
tuhan Oksigen Biologis, dan Kebutuhan Ambon. Prosiding Seminar dan Loka-
Oksigen Kimiawi, Nitrit, Nitrat, dan koryo Pengelolaan Teluk Ambon. Ke{a-
Fosfat. Hutagalung, Setiapermana, dan surma Balitbang SDL P3O LIPI Ambon,
Riyono Edt. Metode Analisis Air Laut, Bappeda Tk I. Maluku, dan Universitas
Sedimen, dan Biota Bulu //. Puslitbang Pattimura Ambon, 25 - 27 Juni 1996, pp:
Oseanologi LIPI Jakarta, 1997, pp: 33- l-6.
58. Pickering K.T. dan L.A. Owen, 1997 . An
Hynes H.B.N., 1974. The Biology of Polluted Introduction To Global Environmental
Waters. Liverpool Universlty Press, Issues. Second Edition. Routledge Press.
London. London and New York.
Ilahude A.G., 1996. Kaji ARLINDO (Arus Pillay T.V.R., 1992. Aquaculture and the En-
Lintas Indonesia) di Indonesia Orasi vironment. Fishing News Books. Osney
(Pidato) Ilmiah Pengulcuhan Ahli Pene- Mead. Oxford, England.
liti (Jtama Bidang Oseanograf Kimia. Praseno D.P., 1998. Faktor-faktor dan Jenis
Puslitbang Oseanologi LIPI Jakarta, 5 Fitoplankton Red-tide serta Dampaknya
pp 4-24.
September 1996, terhadap Kualitas dan Kelestarian Sum-
LON-LIPI, 1979. Dampak Limbah Air berdaya Perairan, (konsultasi pribadi).
Panas PLTU terhadap Keragaman Jenis Praseno D.P. dan Q. Adnan, 1994. Red-nde
Ikan. Laporan Survei Limbah Air Panas di Perairan Indonesia. Jurnal Penelitian

28
Dampak Pembuangan Limbah

Oseanografi. Puslitbang Oseanologi Teluk Ambon. Jurnal Biologi, Perikan-


LIPI Jakarta. Edisi 199211993, pp: 138- efl,
Oseanograf , dan Geologi. Puslit-
145. bang SDL P3O LIPI Ambon, pp. 8-15.
SahubawaL., 1997 . Distribusi Jenis Aktivitas Tangan 2., 1987 . Penelitian Status Kualitas
Manusia dan Limbah yattg Dibuang ke Kimia Perairan Laut Teluk Ambon da-
dalam Perairan Teluk Ambon. Survei lam Seomardihardjo et al. (Eds.). Jurnal
Distribusi Aktivitas Manusia di Pesisir Biologi, Perikanan, Oseanograf , dan
Teluk Ambon,Mei - Juni 1997 . Geologi. Balitbang SDL P3O LIPI
Sahubawa L. dan M. Soisa,1996.Identifikasi Ambon, pp: 36-41.
Jenis-jenis Aktivitas Manusia di Pesisir Tarigan S dan D. Sapulete, 1987. Perubahan
Teluk Ambon. Survei Pendahuluan Musiman Suhu Perairan Laut Teluk
Daerah Penelitian, Juli- Agustus 1996. Ambon dalam Seomardihardjo et al.
Sumadhiharga K., 1983. Reproduksi Peng- (Eds.). Jurnal Biologi, Perikanan, Osea-
amatan Tiga Jenis Ikan Teri (Stolephorus nografi, dan Geologi. Balitbang SDL
spp.) di Perairan Teluk Ambon. Jurnal P3O LIPI Ambon, pp'.42-49.
Biologi, Perikanan, Oseanograf , dan UNDPAVoTId Bank/Bappenas, 1995. Water
Ekologi. Balitbang SDL P3O LIPI Supply and Sanitation Secter Review.
Ambon, pp: 67-74. Strategy and Action Plan Preparation
_, 1985. Pengamatan Biologi Ikan Umpan dalam Agenda 2l Indonesia. Strategi
Teri (Slolephorus spp.) Hasil Tangkapan Nasional Untuk Pembangunan Berke-
Nelayan di Perairan Laut Teluk Ambon. lanjutan. Kantor Menteri Negara dan
Jurnal Biologi, Perikanan, Oseqnograf, Lingkungan Hidup, Juli 1996, pp.l l.l-
dan Ekologi. Balitbang SDL P3O LIPI ll .26.
Ambon, pp: 120-125. US EPA, 1973. Water Quality Criteria.
Ecological Research, Yol. II, New York,
with Special Reference to the Repro- Los Angeles.
ductivitas Biologi (Stolephorus spp.) In Wouthuyzen S., W. Hutahehan, and H.P.
Ambon Bay, Molucos Indonesia. Diser- Indarto, 1996. Pemantauan Indeks
tasi of the Agriculture Faculty, Univer- Vegetasi Pulau Ambon serta Kaitannya
sity of Tokyo Jepang. dengan Kondisi Lingkungan Perairan
_, 1996. Kondisi Hidrooseanografi dan Teluk Ambon. Prosiding Seminar dan
Pencemaran di Wilayah Perairan Teluk Lokakarya Pengelolaan Teluk Ambon.
Ambon. Konsultasi Pengelolaan Sum- Kerjasama Balitbang SDL P3O LIPI
berdaya Pesisir Teluk Ambon. Ambon, Bappeda Dati I Maluku, dan
Sumadhiharga K. dan K. Yulianto, 1983. Unpatti, 25 - 27 Juni I 996, pp. 243-249.
Pengamatan Beberapa Aspek Biologi Wrytki, 196l . Physical Oceanography of The
dan Permasalahan Perikanan Ikan Southeast Asean Water. Naga Report 2,
Umpan di Teluk Ambon. Jurnal Biologi, Scripps Inst. Oceanography California
Perikanan, Oseanografi, dan Geologi. La Jolla.
Balitbang SDL P3O LIPI Ambon, pp: Yusuf S.A., T. Sidabutar, dan A. Sediadi,
55-61 . 1996. Kondisi Kesuburan Perairan Teluk
Sutomo 1980. Zooplankton pada Daerah Ambon Ditinjau dari Kandungan Kloro-
Mangrove Teluk Ambon Dalam. Simpo- fil Fitoplankton tahun 1985 dan 1995
sium Biologi Nasional ke-4, Surabaya, dalam Prosiding Semiloka Pengelolaan
pp: l-5. Teluk Ambon 1996. Kerjasama Balitbang
Sutomo dan S.A. Yusuf., 1975. Studi Pen- SDL P3O LIPI Ambon, Bappeda Dati I
dahuluan Fluktuasi Harian Plakton di Maluku, dan Unpatti Ambon, pp. 29-37 .

29

Anda mungkin juga menyukai