PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan sindrom buerger?
2. Apa yang menjadi penyebab terjadinya sindrom buerger?
3. Bagaimana proses terjadinya?
4. Apa saja tanda dan gejalanya?
5. Bagaimana cara untuk menanganinya?
6. Bagaimana konsep keperawatan dari sindrom buerger?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui yang dimaksud dengan sindrom buerger?
2. Mengetahui penyebab terjadinya sindrom buerger?
3. Mengetahui bagaimana proses terjadinya?
4. Mengetahui apa saja tanda dan gejalanya?
5. Mengetahui bagaimana cara untuk menanganinya?
6. Mengetahui bagaimana konsep keperawatan dari sindrom buerger?
D. MANFAAT
Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa bermanfaat bagi penulis
secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara luas sebagai pembelajaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Cheryl, L. et al. (2009) mendefnisikan penyakit Buerger sebagai peradangan
nonatherosklerotik, keadaan bendungan yang menganggu sirkulasi pada kaki dan tangan,
menyebabkan lesi segmental dan pembentukan thrombus pada arteri kecil dan sedang, kadang-
kadang pada vena. Penyakit ini mempunyai insiden terbanyak pada laki-laki muda dengan riwayat
pengguna tembakau.
Penyakit Buerger (Tromboangitis obliterans) adalah penyumbatan pada arteri dan vena yang
berukuran kecil sampai sedang, akibat peradangan yang dipicu oleh merokok. Berdasarkan studi
cohort, pria perokok sigaret berusia 20-40 tahun lebih banyak yang menderita penyakit Buerger
dibandingkan dengan siapapun.
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah suatu penyakit vaskulitis dari
pembuluh darah yang paling sering ditemukan pada perokok pria yang berusia pertengahan. Sering
ditemukan feblitis superficial rekurens, sedangkan vena-vena dalam jarang terkena. Penyakit
pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat
dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi
pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi
sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke
jaringan.
B. ETIOLOGI
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada hubungannya
dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat karena
kemungkinan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap nikotin yang kebanyakan mulai merokok
pada usia muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan
perbaikan pada penyakit ini.Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu
hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun
dampak dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut.
Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki
sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti
mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun. Selain
penyakit sistem imun diduga ada hubungan dengan penyakit Raynauld.
C. KLASIFIKASI
1. Sumbatan arteri trombotik
a. Arteri yang sakit
o ASO
o TAO
o arteritides
b. Arteri normal
1) Keadaan hiperkoagulasi
Kelainan mielopro literatif
Penyakit usus ulseratif
Trombosis arteri sederhana idiopatik
2) Trauma kontusio atau rusaknya arteri yang parah
3) Diseksi aorta
2. Sumbatan arteri embolik
a. Arteri besar, sedang, dan kecil bisa disumbat oleh emboli yang muncul dari :
1) Jantung
Penyakit jantung reumatik.
IMA
Payah jantung dari semua sebab.
Endokardtis infeksiosa.
Miksoma artirum kiri.
2) Arteri kecil dan arteriola bisa disumbat oleh debris ateromatosa dari plak
ateromatosa proksmal atau trombus mural dalam aneursma arteri (embolisasi
ateromatosa atau kolesterol)
3. Jenis lain dari siumbatan arteri akut:
a. Spasme arteri, sekunder terhadap:
Ergotisme
DOB (4 bromo-2,5dimetoksiamfetamin), obat jalanan
Trauma tumpul
Suntikan intra arteri
b. Benda asing
Kawat pembimbing dan kateter.
Embolisme bullient
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa penelitian
telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya
pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan
hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang
sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody
sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan
prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini, yang diduga
secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi perubahan
patologis :
(a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis
(b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang
berkembang menjadi osteomielitis
(c) terjadi kontraktur dan atrofi
(d) kulit menjadi atrofi
(e) fibrosis perineural dan perivaskular
(f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen anggota gerak untuk melihat :
a) Tanda tanda osteoporosis tulang tulang.
b) Tanda tanda klasifikasi arteri
2. Arteriografi
Ciri khas dari gambaran arteriografi pada tromboangitis obliterans yaitu bersifat segmental,
artinya sumbatan terdapat pada beberapa tempat, tapi segmen diantara tempat yang tersumbat itu
normal. Pada kasus lanjut, biasanya terjadi kolateralisasi.
3. Pemeriksaan Doppler
Dapat membantu mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh.Metode penggambaran
secara modern, seperti computerize tomography (CT) dan Magnetic resonance imaging (MRI)
Pada pasien dengan ulkus kaki yang dicurigai Tromboangitis Obliterans, Allen test sebaiknya
dilakukan untuk mengetahui sirkulasi darah pada tangan dan kaki.
4. Angiografi
G. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan untuk menghentikan progresifitas penyakit, antara lain pasien mutlak harus berhenti
merokok.
a) Simpatektomi lumbal, yaitu dengan mengangkat 2-3 buah ganglion simpatik LI dan LIII (LI
LIV).Tindakan ini masih kontroversi.
b) Mencegah vasokontriksi dengan menjaga suhu.
3. Bagian kepala dari tempat tidur dapat ditinggikan 15-20 cm diatas balok, sehingga gaya
gravitasi membantu mengalirkan darah menuju arteri-arteri.
4. Tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada klaudikasio intermiten ialah dengan jangan
banyak jalan.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007 nyeri secara umum di
bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis.
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan tegangan otot.
2. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung
cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri
terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri
dapat dibagi kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar.
C. ETIOLOGI
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau cidera.
2. Iskemik jaringan.
3. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak terkendali, dan
sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja
berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi
yang tetap dalam waktu yang lama.
5. Post operasi setelah dilakukan pembedahan (Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007)
D. PATOFISIOLIGI
Proses nyeri menurut Hidayat,A.Aziz Alimul.2008 dimulai dari stimulasi hosiseptor oleh
stimulus hoxIVS sampai terjadinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian
elektrolit dan kimia yang dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
1. Transduksi.
Stimulai Nasiseptor oleh stimulus Noxivs pada jaringan yang kemudian akan mengakibatkan
stimulasi nasiseptor dimana disini stimulus noxivs tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi,
potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan
dengan nyeri.
2. Transmisi.
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke korno dossalis
medula spinalis. Pada kono dorssalis ini neuron eferen primer bersinap dengan neuron ssp. Dari
sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju batang otak dan
thalamus, selanjutnya ada hubungan timbal balik antara thalamus dan ssp yang lebih tinggi di
otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.
3. Modulasi.
Sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang
diketahui adalah pola kornu dorsalis medula spinalis.
4. Persepsi.
Merupakan proses terakhir dimana pesan nyeri direlai menuju ke otak dengan menghasilkan
pengalaman nyeri yang tidak menyenangkan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan meng hindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Nadi meningkat
8. Pernafasan meningkat
9. Depresi (Hidayat,A.Aziz Alimul.2008)
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002 penatalaksanaan nyeri yaitu :
1. Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu dengan cara memijatnya pelan pelan.
2. Terapi es dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri
dan sub kutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu areadan kemungkinan
dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun
terapi panas harus digunakan dengan hati hati dan dipantau dengan cermat untuk
menghindari cedera kulit
3. Distraksi
Distraksi yaitu mengalihkan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat
menjadi strategi yang berhasil.
4. Teknik relaksasi.
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk
melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang
meningkatkan nyeri
Tahap relaksasi :
- Duduk tenang dalam posisi nyaman.
- Tutup mata perlahan.
- Kendurkan otot otot tubuh.
- Tarik nafas perlahan dan teratur, ambil nafas melalui hidung dan keluarkan melalui
mulut.
5. Imajinasi terbimbing.
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk
mencapai efek positif tertentu.
6. Hipnosis
Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
G. PENGKAJIAN
Menurut Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002 pengkajian nyeri sebagai berikut :
Kaji adanya faktor faktor yang menyebabkan nyeri:
a. Pembedahan
b. Prosedur diagnostic infasif
c. Trauma (fraktur, luka bakar)
d. Lamanya penekanan pada bagian tubuh karena imobilitas
e. Penyakit kronis ( kanker )
Kaji nyeri yang berhubungan dengan:
a. P = Problem : pencetus nyeri
Faktor faktor yang merangsang nyeri
1) Apa yang membuat nyeri bertambah buruk?
2) Apa yang mengurangi nyeri
b. Q = Quality : kualitas nyeri
1) Nyeri dirasakan seperti apa?
2) Apakah nyeri dirasakan tajam, tumpul, ditekan dengan berat, berdenyut sperti diiris, atau
tercekik?
c. R = Region : lokasi nyeri
1) Dimana nyeri tersebut?
2) Apakah nyeri menyebar atau menetap pada satu tempat?
d. S = Squerity = intensitas nyeri
1) Apakah nyeri ringan sedang atau berat?
2) Seberapa berat nyeri yang dirasakan?
e. T = Time : waktu
1) Berapa lama nyeri dirasakan?
2) Apakah nyeri terus menerus atau kadang kadang?
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguam rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketidaknyamanan.
Menurut nanda (2014), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan:
a. Nyeri akut
Berhubungan dengan:
- Trauma jaringan infeksi (cedera)
Ditandai dengan:
- Melaporkan nyeri secara verbal atau non verbal
- Menunjukan kerusakan
- Posisi untuk mengurangi nyeri
- Gerakan untuk melindungi
- Tingkah laku untuk berhati hati
- Gangguan tidur ( mata sayu, tampak lelah, sulit atau gerakan kacau dan menyeringai)
- Fokus pada diri sendiri
b. Nyeri kronis
Berhubungan dengan:
- Ketidakmapuan psiko sosial atau fisik secara kronis
Ditandai dengan
- Perubahan berat badan
- Perubahan pola tidur
- KelelahanTakut cedera kembali
- Interksi dengan orang lain menurun
- Perubahan kemampuan dalam melakukan aktifitas
I. INTERVENSI
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. E
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : SMA sederajat
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa-Indonesia
Tanggal Masuk : 24/9/2016
No. Medrek : C524161
Ruang : Rajawali 2B
Diagnosa Medis : Buerger Disease Post Amputasi
Tanggal Pengkajian : 4/10/2016
Riwayat penyakit :
1. Keluhan utama: Nyeri dan luka tungkai kaki sebelah kiri post amputasi
2. Riwayat Penyakit dan Pengobatan sekarang: Pasien mengatakan dulu pernah amputasi
kaki sebelah kanan dan sekarang kaki yang sebelah kiri
3. Riwayat Penyakit dan Pengobatan masa lalu: Pasien mengatakan amputasi kaki sebelah
kanan
Pengkajian karakteristik nyeri:
Konsep: PQRST.
3. Penatalaksanaan
Teraphy Obat-obatan:
1. Cefriaxone 2gr/24jam
2. Ketrolac 30mg/8jam
3. Kalnex 500mg/8jam
4. Kodein 60mg/8jam
B. Analisa Data
Korteks cerebri
Nyeri
2. DS: klien mengatakan Perubahan sirkulasi darah Kerusakan integritas
lukanya sulit sembuh jaringan
DO: terdapat luka pada
kaki sebelah kiri klien Kematian sel-sel
C. Diagnosa Keperawatan
E. Implementasi
F. Evaluasi
No Tanggal Diagnosa Catatan Perkembangan Tanda Tangan
.
1. 4/9/16 Nyeri S: klien masih mengeluh nyeri
O: klien masih tampak meringis Oki Aditya
A: masalah belum teratasi
P: intervensi terus dilanjutkan
2. 5/9/16 Nyeri S: klien mengatakan nyeri mulai
berkurang Oki Aditya
O: klien mulai tampak tenang
A: masalah sedikit teratasi
P: intervensi tetap dilanjutkan
3. 6/9/16 Nyeri S: klien mengatakan skala nyerinya
berkurang dari sebelumnya Oki Aditya
O: klien tampak tenang
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit sindrom buerger
merupakan penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan
sedang,terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit
Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada
pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian
yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.
Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda,
kadang pada usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit
ini.
B. SARAN
Sebagai seorang mahasiswa terutama dalam bidang kesehatan, sebaiknya kita menghindari
yang namanya merokok. Karena merokok ini dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
penyakit sindrom buerger yang akan berakibat fatal bagi kita, utamanya juga untuk yang perokok
berat. Selain itu sebaiknya kita memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengetahui
kebiasaan-kebiasaan buruk mereka yang dapat menjadi faktor pemicu terjadinya penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Judith M.Wilkinson.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
HasilNOC.Jakarta:EGC.
Tim Penerjemah EGC. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.