Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Memasuki dasawarsa kedua pada era reformasi, permasalahan mutu

pendidikan di Indonesia masih menjadi isu utama dalam pembangunan sektor

pendidikan, karena ketercapaian mutu pendidikan nasional masih belum

menampakan hasil yang menggembirakan

Mutu pendidikan di suatu negara tidak bisa hanya ditentukan oleh prestasi

yang bersifat parsial, karena pada hakekatnya mutu pendidikan akan ditentukan

oleh ketercapaian tujuan pendidikan nasional negara tersebut secara integral.

Maka dari itu tanggung jawab negara menjadi sangat besar dalam menentukan

ketercapaian tujuan pendidikan nasionalnya, baik dalam system pemerintahan

yang sentralistik maupun desentralistik. Dan untuk menjamin ketercapaian tujuan

pendidikan nasional, sedikitnya terdapat tiga hal yang telah dilakukan pemerintah,

yakni : (1) penetapan standar pendidikan nasional; (2) menciptakan penjaminan

mutu pendidikan; dan (3) membuat kebijakan baru dalam upaya peningkatan mutu

pendidikan di berbagai sektor.

Akreditasi merupakan alat regulasi (Self Regulation) agar sekolah

mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus

untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dalam hal ini

akreditasi memiliki makna pada proses pendidikan. Disamping itu akreditasi juga

merupakan penilaian hasil dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu

sekolah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang ditetapkan

1
2

pemerintah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses akreditasi dalam

makna proses adalah penilaian dan pengembangan mutu suatu sekolah secara

berkelanjutan, dan dalam makna hasil dinyatakan sebagai pengakuan suatu

sekolah telah memenuhi standar kelayakan pendidikan yang telah ditentukan.

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2000 Tentang Program

Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004 yang disahkan pada

tanggal 20 November 2000. Menyatakan bahwa salah satu kegiatan pokok dalam

upaya peningkatan manajemen pendidikan dasar adalah "Mengembangkan sistem

akreditasi secara adil dan merata, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.

Sebagaimana dalam kebijakan dan pedoman Akreditasi Sekolah (2004:6)

menyatakan bahwa:

Sebagai institusi, hasil akreditasi memiliki makna yang penting, karena ia


dapat digunakan sebagai:
(1) Acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan rencana
pengembangan sekolah.
(2) Umpak balik untuk usaha pemberdayaan dan pengembangan
kinerja warga sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi tujuan,
sasaran, strategi dan program sekolah
(3) Pendorong motivasi untuk sekolah agar terus meningkatkan
mutu sekolah secara bertahap, terencana dan kompetitif di tingkat
Kabupaten/kota, provinsi, nasional, bahkan regional dan internasional.
(4) Bahan informasi bagi sekolah sebagai masyarakat belajar
untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun
sektor swasta dalam profesionalisme, moral, tenaga dan dana.

Pelaksanaan akreditasi sekolah sebagai upaya dalam penjaminan mutu

pendidikan (quality Assurance), dilakukan oleh pemerintah masih bersifat

pragmatis, yaitu : Melalui kebijakan, melalui sistem pengelolaan, mekanisme,

dan teknis. Namun walaupun demikian, tatanan yang telah dilakukan pihak

pemerintah tersebut telah disadari sepenuhnya oleh masyarakat pendidikan di

sekolah, karena proses dan hasil akreditasi sudah menjadi kebutuhan apabila
3

melihat peran, fungsi dan dampak positif akreditasi terhadap upaya peningkatan

mutu pendidikan di lingkungan setiap satuan pendidikan cukup signifikan.

Selanjutnya, penegasan tentang pentingnya akreditasi dapat dilihat pada

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas), BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60, tentang akreditasi yang berbunyi

sebagai berikut.

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan


pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh
lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian berdasarkan kebijakan, pedoman dan program pelaksanaan

proses akreditasi dijelaskan bahwa proses akreditasi ini dilakukan secara berkala

dan terbuka dengan tujuan untuk membantu dan memberdayakan program dan

satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumberdayanya dalam mencapai

tujuan pendidikan nasional.

Namun sekalipun demikian, optimalnya program penjaminan mutu

pendidikan yang dilakukan pihak pemerintah melalui pelaksanaan akreditasi

sekolah, masih tetap mengundang banyak pertanyaan dari berbagai pihak,

terutama terhadap kenyataan peningkatan mutu sekolah yang dirasakan masih

jauh dari apa yang diharapkan, sehingga hasil akreditasi sekolah perlu untuk

dianalisis terutama berkenaan dengan permasalahan berikut : (1) Apakah hasil

akreditasi sudah memberikan penjaminan terhadap upaya peningkatan mutu

pendidikan sebagai bukti peningkatan ketercapaian tujuan pendidikan nasional

berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang telah ditetapkan ?; (2)


4

Apakah pencapaian nilai akreditasi yang dilakukan dan diperoleh oleh setiap

sekolah yang terakreditasi didukung oleh seluruh komponen kerja sekolah,

terutama kinerja kepala sekolah dan kinerja guru ?; (3) Apakah hasil pencapaian

nilai akreditasi yang diperoleh telah ditindaklanjuti oleh pihak sekolah sebagai

landasan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan pada setiap satuan

pendidikan yang terkareditasi ?

Permasalahan tersebut di atas, sebenarnya akan terjawab apabila melihat

hakekat manfaat dari hasil akreditasi sekolah itu sendiri, dimana akreditasi

sekolah memiliki manfaat (Basnas 2003:3) sebagai berikut :

(1) Memberikan umpan balik bagi sekolah yang bersangkutan sehingga


dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan, pengembangan dan
peningkatan kinerja sekolah;
(2) Membantu masyarakat dalam menentukan pilihan sekolah melalui
informasi tentang peringkat akreditasi sekolah;
(3) Membantu pemetaan kelayakan dan kinerja sekolah secara mikro dan
makro;
(4) Membantu pengembangan sekolah melalui pemberian informasi tentang
posisi sekolah tertentu terhadap sekolah lainya, posisi dinas pendidikan
tertentu terhadap dinas pendidikan lainya, dan sebagai informasi secara
nasional tentang tingkat kinerja pendidikan di Indonesia yang dapat
digunakan untuk pembinaan, pengembangan dan peningkatan kinerja
pendidikan secara mikro dan makro.

Berdasarkan paparan di atas, mengandung penjelasan bahwa akreditasi

sekolah memiliki hubungan kuat dengan kualitas kinerja sekolah, sedangkan

kinerja sekolah dibangun secara langsung oleh peran kepala sekolah dan peran

guru, atau kualitas kegiatan akademik dan kualitas kegiatan manajerial yang

dilakukan oleh organisasi sekolah. Permasalahan utama dalam hal ini adalah

sejauh manakah dukungan peran kepala sekolah dan peran guru yang secara

langsung bekerja pada sektor akademik dan sektor manajerial terhadap pencapaian

nilai akreditasi sekolah sebagai bukti dari pencapaian mutu pendidikan.


5

Pada dasarnya, kepala sekolah merupakan guru yang atas dasar

kompetensinya diberi tugas tambahan untuk mengelola satuan pendidikan. Dilihat

tugas pokok dan fungsinya yang kompleks, keberadaan kepala sekolah

memainkan peranan yang sangat penting untuk menentukan prestasi sekolah

sebagai indikator utama efektivitas organisasional. Hal ini, sejalan dengan

pandangan Guthrie & Reed (1986: 315) yang memandang bahwa efektivitas

organisasi sangat terkait erat dengan efektifitas individu. Dengan demikian

Asesmen atau penilaian kinerja kepala sekolah, tidak saja dapat digunakan sebagai

barometer kinerja individu namun juga sebagai indikator efektifivas organisasi

sekolah.

Kepala Sekolah sebagai manajer puncak yang memiliki kewenangan dan

kewajiban utama dalam mengendalikan proses dan mutu layanan pendidikan.

Personil lain, selain kepala sekolah adalah guru, guru memegang peranan yang

sangat penting dalam menentukan kualitas pelayanan pendidikan karena tugas

utama guru pada hakekatnya adalah mengimplementasikan program

penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan

sebelumnya. Tetapi dilain pihak peran kepala sekolah akan selalu mempengaruhi

peran guru, karena kepala sekolah memiliki tugas sebagai educator, manajer,

administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator pada organisasi sekolah

yang dipimpinnya. Maka dengan demikian akan menunjukkan bahwa hasil

akreditasi menggambarkan ketercapaian peran kepala sekolah pada aspek kualitas

manajerial yang dibuktikan dengan ketercapaian standar pengelolaan, standar

sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan dan standar

pembiayaan sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).


6

Dampak Akreditasi sekolah dalam peningkatan kinerja sekolah

menunjukkan hal yang positif, karena dengan adanya akreditasi sekolah

mengharuskan stakeholder yang ada dalam suatu sekolah menyiapkan segala

bentuk perangkat yang akan dinilai untuk memenuhi kriteria seperti yang

diharapkan. Adapun pandangan lain terhadap dampak positif akreditasi sekolah

diantaranya:

(1) Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk meningkatkan kinerja sesuai

dengan tupoksinya masing-masing baik sebagai kepala sekolah, guru, staf

TU, siswa dan komite sekolah.


(2) Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk memberikan dan

meningkatkan pelayanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam proses

akreditasi.
(3) Tumbuhnya kesadaran bekerjasama seluruh komponen sekolah untuk

mendapatkan penilaian yang terbaik terkait hasil dari akreditasi.


(4) Mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh sekolah sebagai bahan perbaikan

dan pembinaan sekolah ke depan.


(5) Tumbuhnya kesadaran meningkatkan mutu pendidikan melalui pencapaian

standar yang telah ditetapkan.


(6) Tumbuhnya kebanggaan dan keinginan dari segenap warga sekolah untuk

mempertahankan hasil akreditasi apabila telah memperoleh hasil terbaik

misalnya terakreditasi A.

Sedangkan yang berpandangan negatif dari akreditasi sekolah antara lain:

(1) Peningkatan kinerja dari komponen sekolah hanya sebatas ketika akan

dilakukan akreditasi sementara setelah selesai akan kembali seperti semula.


(2) Adanya berbagai macam rekayasa data hanya sekedar untuk memenuhi

penilaian sementara pada proses yang sebenarnya tidak dilakukan seperti

dalam pembuatan bukti-bukti fisik;


7

(3) Status akreditasi kurang membawa pengaruh bagi pembinaan sekolah

karena hanya sekedar memberi status dan label.

Sekalipun tingkat signifikasi pandangan tersebut di atas cukup baik, tetap

harus diuji kembali tingkat kebenarannya, hal tersebut dilakukan untuk

memberikan suatu gambaran yang lebih transparan akan pentingnya pengkajian

korelasi antara ketercapaian hasil penilaian akreditasi sekolah pada tingkatan

ketergantungannya terhadap peran kepala sekolah dan peran guru. Oleh karena

itu, peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian secara khusus melalui judul

peneltian : Pengaruh Peran Kepala Sekolah Dan Peran Guru Terhadap

Pencapaian Nilai Akreditasi Sekolah di SLB sekabupaten Garut.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Permasalahan Penelitian

1.2.1 Identifikasi Permasalahan Penelitian

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, pada hakekatnya penelitian ini

berfokus pada permasalahan tentang pencapaian hasil akreditasi sekolah, yang

dihubungkan dengan kajian terhadap peran kepala sekolah dan peran guru pada

SLB kategori baik (bernilai B) di Wilayah Kabupaten Garut. Dimana

permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut :

(1) Peran kepala sekolah terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah.


Penilaian Akreditasi Sekolah merupakan suatu kegiatan penilaian kelayakan

suatu sekolah berdasarkan Standar Nasional pendidikan, yang secara

langsung berkaitan dengan peran kepala sekolah yang mencakup 4 standar,

yakni: standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,

standar sarana prasarana, dan standar pembiayaan. Dan secara tidak

langsung peran kepala sekolah berkaitan dengan 8 standar mutu pendidikan.


8

Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan erat antara peran kepala

sekolah dengan pencapaian hasil akreditasi sekolah. Dan yang menjadi

kajian dalam penelitian ini adalah sejauh manakah signifikasi atau

keberartian dari peran kepala sekolah terhadap pencapaian nilai akreditasi

sekolah.
(2) Peran guru terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah.
Tugas utama guru, berfokus pada manajemen pembelajaran, baik aspek

persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian dan tindak

lanjut hasil pembelajaran, hal ini menunjukkan bahwa peran guru berkaitan

erat dengan 4 standar mutu pendidikan, diantaranya adalah standar isi, standar

proses, standar kelulusan dan standar penilaian. Hal ini menunjukkan bahwa

guru memiliki peran yang tinggi dalam pencapaian standar nasional yang

dibuktikan dengan pencapaian nilai akreditasi pada 4 standar di atas, dan

secara tidak langsung peran guru berkaitan dengan keseluruhan pencapaian

standar mutu pendidikan yang dibuktikan dengan pencapaian hasil akreditasi

sekolah.
(3) Pada pengkajian selanjutnya, dipandang bahwa kepala sekolah dan guru

dalam peranannya merupakan personal penting dan dominan dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan, karena itulah perlu pengkajian khusus tentang

signifikasi determinasi peran kepala sekolah dan guru pada pencapaian nilai

akreditasi sekolah.

1.2.2 Perumusan Permasalahan Penelitian

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka permasalahan pokok

dalam penelitian ini, dirumuskan dalam pertanyaan penelitian : Apakah pengaruh

peran kepala sekolah dan peran guru terhadap pencapaian hasil penilaian akreditai

sekolah pada SLB kategori baik (bernilai B) di wilayah Kabupaten Garut?.Untuk


9

memudahkan proses pengkajian maka perumusan tersebut, dijabarkan ke dalam

tiga pertanyaan berikut :

(1) Apakah pengaruh peran kepala sekolah terhadap pencapaian nilai akreditasi

sekolah ?;
(2) Apakah pengaruh peran guru terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah ?
(3) Apakah pengaruh peran kepala sekolah dan peran guru terhadap pencapaian

nilai akreditasi sekolah ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan permasalahan penelitian

sebagaimana dipaparkan di atas, maka secara umum tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk mengkaji, menganalisa dan mengetahui signifikasi dari pengaruh

peran kepala sekolah dan peran guru terhadap pencapaian hasil penilaian akreditai

sekolah pada SLB kategori baik (bernilai B) di wilayah Kabupaten Garut. Dengan

demikian maka tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

mengkaji signifikasi pengaruh dari :

(1) Peran kepala sekolah terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah;


(4) Peran guru terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah;
(5) Peran kepala sekolah dan guru terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian tentang pengaruh peran kepala sekolah dan peran guru

terhadap pencapaian nilai akreditasi yang dilakukan dalam penelitian ini,

diharapkan memiliki nilai kegunaan baik secara teoritis atapun secara praktis.

1. Kegunaan Teoritis. Memberikan konstruksi keilmuan tentang kebenaran

dalam pandangan konsep dan teoritis hubungan antara peran kepala sekolah

dan peran guru terhadap pencapaian hasil penilaian akreditasi sekolah.


10

2. Kegunaan Praktis. Dapat memberikan informasi dalam upaya peningkatan

mutu pendidikan yang dibuktikan dengan optimalisasi pencapaian hasil

penilaian akreditasi sekolah, yang dihubungkan dengan upaya peningkatan

peran kepala sekolah dan peran guru, khususnya di lingkungan SLB di

Wilayah Kabupaten Garut.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1 Akreditasi Sekolah


11

Pengkajian pustaka tentang teori, konsep dan kebijakan pelaksanaan

akreditasi sekolah dalam laporan penelitian ini, peneliti menetapkan kajian

terhadap komponen, pengertian akreditasi sekolah, konsep akreditasi sekolah,

tujuan dan fungsi akreditasi sekolah, kebijakan pelaksanaan akreditasi sekolah,

pelaksanaan akreditasi sekolah dan penjaminan mutu pendidikan melalui

akreditasi.

2.1.1.1 Pengertian Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah adalah suatu kegiatan proses penilaian terhadap

kelayakan dan kinerja sekolah yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasionasl -

Sekolah Madrasah atau Badan Akreditasi Provinsi-Sekolah/Madrasah berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan. Hasil dari penilaian tersebut diwujudkan dalam

bentuk sertifikat yang menerangkan tentang pengetahuan peringkat kelayakan

operasional suatu lembaga/sekolah. Peringkat kelayakan tersebut sebagai bentuk

akuntabilitas publik. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan dalam Kebijakan

dan Pedoman Akreditasi Sekolah (Depdiknas 2009), bahwa : "Akreditasi

sekolah adalah proses penilaian secara konfrehensif terhadap kelayakan dan

kinerja satuan dan/atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk

akuntabilitas publik". Dan yang menjadi rasional atau alasan kebijakan akreditasi

sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh

pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang

bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau

melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan

setiap satuan/program pendidikan.


12

Dalam proses pelaksanaannya, kegiatan akreditasi sekolah menggunakan

instrumen akreditasi yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan standar

yang mengacu pada SNP. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor

19 Tahun 2005 yang memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan.

Seperti dinyatakan pada pasal 1 ayat (1) bahwa SNP adalah kriteria minimal

tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Oleh karena itu, SNP harus dijadikan acuan guna memetakan secara

utuh profil kualitas sekolah/madrasah. Di dalam pasal 2 ayat (1), lingkup SNP

meliputi:

(1) Standar isi;


(2) Standar proses;
(3) Standar kompetensi lulusan;
(4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
(5) Standar sarana dan prasarana;
(6) Standar pengelolaan;
(7) Standar pembiayaan; dan
(8) Standar penilaian pendidikan.

SNP diharapkan menjadi pendorong dan dapat menciptakan suasana kondusif

bagi pertumbuhan pendidikan dan memberikan arahan untuk evaluasi diri sekolah/

madrasah yang berkelanjutan, serta menyediakan perangsang untuk terus berusaha

mencapai mutu yang diharapkan.

2.1.1.2 Konsep Dasar Akreditasi Sekolah

Akreditasi Sekolah merupakan suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu

sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan

Akreditasi Sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan

peringkat kelayakan. Peringkat kelayakan yang dimaksud adalah kelayakan

suatu sekolah menyelenggarakan pelayanan pendidikan, gambaran kinerja


13

sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan serta

peningkatan mutu pendidikan.

Dari pengertian kinerja tersebut, kinerja menentukan ciri dan kualitas

individu atau organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi

kinerja merupakan penampilan (performance) yang memiliki arti sangat penting

dalam upaya mencapai tujuan. Menurut Wahjosumidjo (1999 : 430)

mendefinisikan penampilan sebagai berikut :

(1) Sumbangan secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur dalam

rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam suatu unit kerja.

(2) Prestasi atau hasil kerja yang disumbangkan oleh seseorang atau

kelompok dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.

Sekolah sebagai organisasi memiliki kinerja. Kinerja sekolah adalah

hasil kerja dari sekolah yang merupakan performance (penampilan) sekolah

tersebut secara keseluruhan. Salah satu gambaran (ukuran) kinerja sekolah

dapat diperoleh dari hasil penilaian akreditasi sekolah, sebab tujuan utama

dari penilaian akreditasi menurut Sudijarto (2004 : 4) adalah :

(1) Memberi informasi bahwa sebuah sekotah atau program telah


memenuhi standar kelayakan dan kinerja yang telah ditentukan.
(2) Membantu sekolah melakukan evaluasi diri dan menentukan
kebijakan sendiri dalam upaya peningkaran mutu.
(3) Membimbing calon peserta didik, orang tua, dan masyarakat untuk
mengidentifikasi sekolah bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan
individual terhadap pendidikan termasuk mengidentifikasikan
sekolah yang memiliki prestasi dalam suatu bidang tertentu yang
mendapat pengakuan masyarakat.
(4) Membantu sekolah dalam menentukan dan mempermudah transfer
peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru dan
kerjasama yang saling menguntungkan.
(5) Membantu meingdentifikasi sekolah dan program dalam rangka
pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur
dan bentuk bantuan lainnya.
14

Menurut Keith (1991 : 93) kinerja suatu program dapat dilakukan

melalui proses, yaitu: 1) Analyzing the school curent situation. 2)

Establishing goals for spesiffic future time horizon, 3) Elaborating the human

and matarial resource requirements. needed to achieve the goals. Untuk

memperoleh gambaran kinerja sekolah yang akurat melalui penilaian

akreditasi, maka pelaksanaan akreditasi harus memiliki prinsip yang dijadikan

pijakan. Dan prinsip dari pelaksanaan akreditasi adalah obyektif,

komprehensif, memandirikan, dan berkeadilan, sehingga hasil penilaian

tersebut memiliki akuntabilitas publik. Menurut Fattah (2004 : 82)

Akuntabilitas adalah kemampuan dalam memberikan informasi, penjelasan,

pertanggungjawaban, kinerja kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Stake

holders).

Akreditasi dalam manajemen dapat diartikan sebagai kontrol dan

evaluasi kinerja sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh gambar 2.1 dari

Tumey (1992 : 249) sebagai berikut :

CONTROLLING and EVALUATING

Establishing Influencing Monitoring Initiating


Standars performance Evaluating correctife

Reviewing Displaying Determaining Communicating


Objectives and Interest procedures
Plans result an feedback
Oftening Implementing
Consedering Advice ang Procedures
Feedforward suggestion
Communicatin
Determining Giving praise g result Deciding on
and andenccuragemen
communication t corrective
standars
Setting
Action
Shorrterm
targets
15

Gambar 2.1
Pengawasan dan Evaluasi
Penilaian kinerja sekolah melalui proses penilaian akreditasi sekolah

harus memiliki indikator yang dapat diukur dan dihitung sebab indikator ini

akan dijadikan tolak ukur dalam penilaian proses dan hasil dari kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga sekolah. Adapun langkah-langkah pengukuran kinerja

sekolah menurut Fattah (2004 : 67) adalah :

(1) Meneliti tugas pokok dan fungsi organisasi


(2) Meneliti tujuan kebijakan dan program-program organisasi
(3) Meneliti sasaran program, sasaran yang ditetapkan
(4) Membuat daftar indikator outcome.
(5) Membuat daftar variabel-variabel masukan dan proses.
(6) Memilih indikator-indikator yang diinginkan.

Akreditasi dilaksanakan melalui kegiatan membandingkan keadaan

nyata sekolah dengan standar yang telah ditetapkan. Dan sekolah merupakan

suatu sistem yang tersusun dari komponen-komponen yang saling berhubungan

untuk mencapai tujuan. Dengan demikian standar yang disusun dalam

penilaian akreditasi harus berdasarkan kepada komponen-komponen sekolah.

Fattah ( 2004: 55 ) menyatakan :

Faktor-faktor yang dianggap penentu kinerja sekolah, yaitu :


(1) Kurikuium fIeksibel
(2) Proses Beiajar Mengajar (PBM) yang efektif
(3) Lingkungan Sekolah
(4) SDM dan sumber daya lain
(5) Standardisasi Pengajaran dan Evaluasi
16

Kelima faktor tersebut merupakan kunci keberhasilan atau sesuatu yang harus

dicapai dengan baik sebagai criticall sucses factor atau key result area yang

harus dilakukan secara optimal.

2.1.1.3 Tujuan, Fungsi dan Prinsip Akreditasi Sekolah


a. Tujuan Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah merupakan bagian dari pelaksanaan otonomi

pendidikan yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS)

melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 039/0/2003 tanggal 8

April 2003, dan bertujuan untuk memberikan informasi kepada sekolah mengenai

evaluasi diri yang diberikan sekolah tersebut, apakah memenuhi standar

kelayakan secara nasional untuk meningkatkan kinerja guru (peserta didik) dan

motivasi belajar siswal/Berkaitan dengan hal tersebut di atas dalam Kebijakan dan

Pedoman Akreditasi Sekolah (Depdiknas 2004 : 6), dikemukakan bahwa:

(1) Memberikan informasi bahwa sebuah sekolah atau sebuah program


dalam suatu sekolah telah atau belum memenuhi standar kelayakan dan
kinerja yang telah ditentukan.
(2) Membantu sekolah melakukan evaluasi diri dan menentukan kebijakan
sendiri dalam upaya peningkatan mutu.
(3) Membimbing calon peserta didik, orang tua dan masyarakat untuk
mengidentifikasi sekolah bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan
individu terhadap pendidikan termasuk mengidentifikasi sekolah yang
memiliki prestasi dalam suatu bidang tertentu yang mendapat pengakuan
masyarakat.
(4) Membantu sekolah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan
peserta didik dan suatu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru dan
kerjasama yang saling menguntungkan.
(5) Membantu mengidentifikasi sekolah dan program dalam rangka
pemberian bantuan pemerintah, investasi daria swasta dan donator atau
bentuk bantuan lainnya.

Berdasarkan makna dari hasil akreditasi yang dilaksanakan oleh Badan

Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS) memberikan informasi untuk kepala

Sekolah, guru, peserta didik dan masyarakat dalam pemetaan indikator kinerja
17

warga sekolah supaya menjadi dorongan bagi kinerja guru dan motivasi belajar

siswa.

b. Fungsi Akreditasi Sekolah

Pengaruh akreditasi sekolah akan memberikan fungsi yang signifikan

terhadap kinerja sekolah yang dilihat dari peningkatan lulusan siswa dengan nilai

rata-rata standar nasional, sebagai pertanggung jawaban terhadap publik bahwa

sekolah tersebut telah mengadakan/ pembinaan dan pengembangan dalam upaya

peningkatan sekolah yang bermutu dan berkualitas. Sebagaimana dikemukakan

dalam kebijakan dan pedoman akreditasi sekolah (Depdiknas 2004 : 8) bahwa:

Proses akreditasi sekolah berfungsi untuk :

(1) Pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang


kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait,
mengacu pada standar yang ditetapkan beserta indikator-indikatornya.
(2) Akuntabilitas, yakni sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah
kepada publik, apakah layanan yang dilaksanakan dan diberikan oleh
sekolah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
(3) Pembinaan dan pengembangan, yakni sebagai dasar bagi sekolah,
pemerintah dan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu atau
pengembangan mutu sekolah.

Jadi hasil akreditasi sekolah dapat memberikan informasi terhadap

masyarakat tentang kelayakan dan kinerja sekolah, mutu layanan sekolah terhadap

peserta didik, mutu pendidikan sudah dapat memenuhi harapan atau belum, dan

juga hasil akreditasi dapat dijadikan acuan dalam rangka menentukan langkah-

langkah peningkatan mutu layanan dan peningkatan mutu pendidikan.

c. Manfaat Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah/madrasah memiliki manfaat yang tinggi terhadap upaya

peningkatan mutu pendidikan, sebagaimana dideskripsikan pada pedoman

pelaksanaan akreditasi sekolah (BAS S/M, 2014) yakni:


18

(1) Sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah / Madrasah dan
rencana pengembangan Sekolah / Madrasah;
(2) Sebagai motivator agar Sekolah / Madrasah terus meningkatkan mutu
pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat
kabupaten , provinsi, nasional dan internasional;
(3) Sebagai umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan
kinerja Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan,
sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah;
(4) Membantu program Sekolah/Madrasah dalam rangka pemberian
bantuan pemerintah, investasi, donatur atau bentuk bantuan lainnya;
(5) Sebagai informasi bagi Sekolah/Madrasah kepada masyarakat untuk
meningkatkan dukungan belajar dalam hal profesionalisme;
(6) Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah
kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran
guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.

Berdasarkan kajian di atas, maka manfaat akreditasi untuk kepala

sekolah/madrasah, hasil akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan informasi

untuk pemetaan indikator kelayakan sekolah/madrasah, kinerja warga

sekolah/madrasah, termasuk kinerja kepala sekolah/madrasah selama periode

kepemimpinannya. Disamping itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala

sekolah/madrasah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta

anggaran pendapatan dan belanja sekolah.

d. Prinsip-prinsip Akreditasi Sekolah

Pada hakekatnya akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian tentang

suatu sekolah secara obeyektif, dan mampu memberikan informasi yang efektif,

tepat dalam melakukan perencanaan meliputi berbagai aspek yang bersifat

menyeluruh dengan hasil yang diperoleh dapat menggambarkan kinerja yang

secara komprehensif dan mandiri. Hal ini sebagaimana BAS Provinsi Jawa Barat

(2004 : 7), bahwa prinsip-prinsip pelaksanaan akreditasi sekolah sebagai berikut:


19

(1) Obyektif, pada hakekatnya merapakan penilaian tentang kelayakan


dan kinerja penyelenggaraan pendidikan.
(2) Efektif, hasil yang diperoleh harus mampu memberikan informasi
yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
(3) Komprehensif, penilaian secara menyeluruh
(4) Memandirikan, proses melalui evaluasi diri
(5) Keharusan, harus dilaksanakan kepada seluruh sekolah.

Oleh karena itu akreditasi harus dilaksanakan sebagaimana prinsip-prinsip yang

telah ditetapkan BAS agar tepat sasaran dan membuahkan hasil yang optimal.

Satuan pendidikan memiliki kurikulum yang harus relevan dengan situasi daerah

dan lingkungan sekolah dimana sekolah tersebut berada setiap komponen

pembelajaran telah dilokasikan pada kurikulum.

2.1.1.4 Kebijakan Pelaksanaan Akreditasi Sekolah

Alasan dilakukannya kebijakan akreditasi sekolah/madrasah adalah bahwa

setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan yang layak dan

bermutu. Untuk memenuhi pendidikan yang layak dan bermutu maka tiap

sekolah/madrasah harus diakreditasi untuk memenuhi standar kelayakan.

Kebijakan akreditasi sekolah merupakan landasan hukum pelaksanaan akreditasi

sekolah adalah sebagai berikut: (1) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No :

087/4/2002 tanggal 14 Juni 2002 tentang akrediatsi sekolah; (2) Surat Keputusan

Gubernur Jawa Barat No. 421/Kep. 1207, Yansos / 2002, tanggal 15 November

2002 tentang BAS Provinsi Jawa Barat; (3) Undang-undang No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidkan Nasional Bab XVI pasal 60 tentang akreditasi; dan (4)

Peraturan Menteri No. 29 tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional

Sekolah/Madrasah; (5) Peraturan Menteri pendidikan nasional Nomor 11 tahun

2009 Tentang Kriteria dan perangkat akreditasi SLB

2.1.1.5 Pelaksanaan Sistem Akreditasi pada SLB


20

Adapun sistem yang digunakan pada akreditasi sekolah adalah

sebagaimana dikemukakan oleh Badan Akreditasi Sekolah Provinsi Jawa Barat

(2004 : 09), bahwa: 1) Karakteristik sistem akreditasi sekolah adalah; 2)

Keseimbangan fokus antara kelayakan; 3) Keseimbangan antara penilaian internal

dan external; dan 4) Keseimbangan dan umpan balik perbaikan. Pelaksanaan

akreditasi sekolah merupakan tindakan membandingkan kondisi nyata sekolah

dengan standar nasional pendidikan, yang dalam hal ini telah ditetapkan berupa

kriteria-kriteria dalam bentuk instrument atau item-item akreditasi. Standar yang

dimaksud sesuai dengan Keputuasan Menteri Pendidikan Nasional No :

087/V/2002 tentang akreditasi sekolah.

Instrumen Akreditasi yang baru ini terdiri dari 157 item mencakup 8

komponen Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar

kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan

prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian).

Dalam Permendiknas tersebut dilampirkan pula dengan Petunjuk Umum dan

Petunjuk Teknis yang dapat digunakan sebagai panduan bagi sekolah dalam

mengisi instrumen evaluasi diri sekaligus juga menjadi pegangan bagi para asesor

dalam mengklarifikasi dan memverifikasi data pada saat kegiatan visitasi.

Instrumen disusun dalam bentuk skala dengan lima option jawaban secara

gradual. Jika dibandingkan dengan instrumen sebelumnya yang berbentuk

jawaban dikhotomi (YA atau TIDAK), bentuk skala dengan jawaban lima option

ini tampaknya jauh lebih memungkinkan sekolah untuk dapat mengisi instrumen

evaluasi diri secara lebih objektif. Demikian pula, para asesor akan dapat

menggali data lebih akurat pada saat kegiatan visitasi.


21

2.1.1.6 Peran Akreditasi dalam Penjaminan Mutu Sekolah

Quality assurance merupakan pengembangan dari konsep quality control.

pemenuhan spesifikasi produk secara konsisten yang selalu baik sejak awal (right

first time every time). Quality assurance lebih menekankan tanggung jawab

tenaga kerja dibandingkan inpeksi kontrol mutu. Tujuannya menciptakan produk

tanpa cacat (zero depect/Plihip B.Crosby). Mutu produk/jasa yang baik dijamin

oleh sistem jaminan mutu yang memposisikan secara tepat bagaimana produksi

seharusnya berperan sesuai dengan standar mutu yang diatur oleh prosedur-

prosedur yang ada dalam sistem jaminan mutu. Secara umum yang dimaksud

dengan penjaminan mutu (quality assurance) adalah proses penetapan dan

pemenuhan standar mutu proses secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga

konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan.

Proses quality assurance mengidentifikasi hal-hal yang telah dicapai dan

prioritas-prioritas peningkatan mutu dengan memberikan data untuk pengambilan

keputusan berbasis data dan membantu membangun budaya peningkatan mutu

berkelanjutan. Menurut definisi di ISO 9000:2000 (QMS-Fundamentals and

Vocabulary), adalah sebagai berikut : Quality assurance part of quality

management focused on providing confidence that quality requirements will be

fulfilled. secara singkat dapat dipahami quality assurance terfokus pada

pemberian jaminan/keyakinan bahwa persyaratan mutu akan dapat dipenuhi. Atau

dengan kata lain, quality assurance membuat sistem pemastian mutu. Kalau dari

definisi ini, kegiatan-kegiatan seperti perencanaan mutu, sertifikasi ISO, audit

sistem manajemen, dan sebagainya tentunya masuk dalam kategori quality


22

assurance. Sementara quality control tugasnya melakukan inspection berdasarkan

prosedur yang dibuat dan disyahkan oleh quality assurance.

Permasalahan mutu pendidikan pada satuan pendidikan tidak berdiri

sendiri, tetapi terkait dalam satu sistem yang saling memengaruhi. Mutu luaran

dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. Secara eksternal, komponen

masukan pendidikan secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu

pendidikan pada satuan pendidikan adalah adanya intervensi kebijakan SNP.

Proses pencapaian mutu satuan pendidikan melalui pemenuhan SNP tersebut

meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik

dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,

standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pencapaian mutu secara

bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program secara terus menerus dan

berkelanjutan merupakan upaya penjaminan mutu satuan pendidikan yang

bersangkutan.

a. Peran Unsur Eksternal dalam Penjaminan Mutu Pendidikan

Penjaminan mutu yang bersifat eksternal dilakukan oleh berbagai pihak

atau instansi di luar satuan pendidikan yang secara formal memiliki tugas dan

fungsi berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan baik secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi satuan pendidikan dalam meningkatkan

mutu secara berkelanjutan. Empat unsur yang berperan dalam penjaminan mutu

oleh pihak ekstenal adalah sebagai berikut.

(1) Penetapan SNP

SNP dikembangkan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta


23

peradaban bangsa yang bermartabat [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005, Pasal 4]. SNP dikembangkan oleh BSNP selanjutnya ditetapkan oleh

Mendiknas dalam bentuk Permendiknas [Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005, Pasal 76 dan 77]. SNP yang telah ditetapkan digunakan sebagai

acuan untuk dicapai atau dilampaui oleh setiap satuan pendidikan.

(2) Pemenuhan SNP

Pemenuhan SNP dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan dilakukan oleh

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, LPMP, dan instansi

pembina pendidikan tingkat Pusat [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005, Pasal 92. Instansi atau lembaga tersebut membantu satuan pendidikan

untuk memenuhi SNP melalui program-program pembinaan yang dilakukan

sesuai kewenangannya.

(3) Penentuan Kelayakan Satuan/Program

Penilaian kelayakan satuan/program pendidikan dilakukan dengan cara

mengecek derajat pemenuhan SNP yang telah dicapai oleh satuan/program

pendidikan dengan mengacu pada kriteria SNP. Kegiatan penilaian ini

dilakukan oleh BAN-S/M sebagai bentuk akuntabilitas publik [Undang-

undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 60; Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005, Pasal 86 dan 87; serta Permendiknas Nomor 29 Tahun 2005,

Pasal 1]. Hasil akreditasi dalam bentuk peringkat kelayakan dan

rekomendasi tindak lanjut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

program pemenuhan SNP baik oleh satuan pendidikan maupun instansi-

instansi pembina satuan yang bersangkutan.

(4) Penilaian Hasil Belajar dan Evaluasi Pendidikan


24

Penilaian hasil belajar dan evaluasi pendidikan sebagai acuan dalam

penjaminan mutu diimplementasikan dalam bentuk: (a) Ujian Nasional

(UN), Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional (UASBN) [Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 66 sampai 71]; (b) Uji Kompetensi

Lulusan [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 89]; (c)

Evaluasi kinerja pendidikan oleh pemerintah, Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten/Kota; serta Lembaga Evaluasi Mandiri yang

dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian SNP

[Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 78]. Hasil-hasil ujian

dan evaluasi kinerja oleh berbagai instansi menjadi masukan eksternal dalam

penjaminan mutu satuan pendidikan maupun program penjaminan mutu

secara keseluruhan.

b. Penjaminan Mutu Pendidikan secara Internal

Penjaminan mutu secara internal dilakukan oleh masing-masing satuan

pendidikan : (1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah yang

ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan

akuntabilitas (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 49 ayat (1)); (2)

Satuan pendidikan mengembangkan visi dan misi [Permendiknas Nomor 22

Tahun 2006]; (3) Satuan pendidikan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) [Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007]; (4) Satuan

pendidikan melakukan penilaian hasil belajar termasuk ujian sekolah /madrasah

[Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007]; (5) Satuan pendidikan melakukan

evaluasi kinerja pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan


25

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan [Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 78]; (6) Satuan pendidikan wajib melakukan

penjaminan mutu pendidikan, untuk memenuhi atau melampaui SNP [Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 91 ayat (2)]. Meskipun demikian

keputusan untuk mempertimbangkan ada pada satuan pendidikan yang

bersangkutan. Kedua peran penjaminan mutu baik eksternal maupun internal

tersebut, sungguhpun dapat dibedakan, memiliki keterkaitan satu sama lain

termasuk keterkaitan antar unsur eksternal dimaksud.

c. Peran BAN-S/M dalam Penjaminan Mutu Pendidikan

Peran BAN-S/M dalam penjaminan mutu pendidikan dijelaskan sebagai

berikut :

(1) BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan

program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah

jalur formal dengan mengacu pada SNP [Permendiknas Nomor 29 Tahun

2006, Pasal 1 ayat (1)].


(2) BAN-S/M, memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada

program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi, kepada Pemerintah,

dan Pemda [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 91].

2.1.2 Peran Kepala Sekolah

2.1.2.1 Pengertian Peran

Komarudin (1994:768) menyatakan konsep tentang peran (role)

sebagai berikut :

1. Bagian tugas utama yang harus dilakukan manajemen;


2. Pola perilaku yang diaharapkan dapat menjadi suatu status;
3. Bagian dari suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata;
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang menjadi karakteristik yang
ada padanya;
26

5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulakan bahwa peran

adalah sebuah penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam usaha

mencapai tujuan yang ditetapkan. Atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua)

variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat

Jika masalah peran tersebut dapat diidentifikasikan, maka diperlukan

bentuk-bentuk tindakan manajerial untuk menghasilkan peran yang efektif.

Keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tidak selalu sama antara satu

individu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik

individu. Di samping itu faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil adalah

faktor-faktor lain di luar individu atau dapat dikatakan faktor situasi kerjanya.

Untuk menilai peran suatu lembaga pendidikan diperlukan prosedur dan

mekanisme yang sistematik dan dapat dijadikan dasar untuk mengungkap

seberapa jauh sebuah sekolah telah mencapai target mutu yang telah ditetapkan.

Karena itu penilaian peran sekolah hendaknya dilakukan secara komperhensif.

2.1.2.2 Peran Kepala Sekolah

Sejalan dengan pendapat Mulyasa (2003:98) bahwa dalam paradigma baru

manajemen pendidikan, kepala sekolah harus mampu berfungsi sebagai educator,

manager, administrator, supervisor, leaders, innovator, dan motivator

(EMASLIM) atau pendidik, pemimpin, pengelola, administrator, wirausahawan,

pencipta iklim kerja dan penyelia, (PPPAWPP). Untuk itu perlu dipahami dan

dilaksanakan oleh kepala sekolah. Tugas pokok kepala sekolah adalah mengelola

penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Secara lebih

operasional tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan


27

mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka

pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien.

a. Kepala Sekolah sebagai Pendidik

Menurut Sumidjo (1999:122) memahami arti pendidik tidak cukup

berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, namun harus

pula dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidik, sarana pendidikan, dan

bagaimana strategi pendidikan dilakukan. Untuk itu kepala sekolah harus

berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam

nilai, yakni pembinaan mental, fisik, moral, dan artistik. Sedangkan menurut

Ditjen PMPTK Depdiknas sebagai pendidik, kepala sekolah melaksanakan

kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan

perencanaan menuntut kapabilitas dalam menyusun perangkat-perangkat

pembelajaran, kegiatan pengelolaan mengharuskan kemampuan memilih dan

menerapkan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien; dan kegiatan

mengevaluasi mencerminkan kapabilitas dalam memilih metode evaluasi yang

tepat dan dalam memberikan tindak lanjut yang diperlukan terutama bagi

perbaikan pembelajaran. Sebagai pendidik, kepala sekolah juga berfungsi

membimbing siswa, guru, dan tenaga kependidikan lainnya. Sehubungan dengan

dua hal di atas, upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kinerja sebagai

pendidik, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga pendidik dan peserta didik

dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

(1) Meningkatkan pelaksanaan pembelajaran secara efektif sebanyak 6 jam

pelajaran setiap minggu yang merupakan ciri khusus kepala sekolah sebagai

pendidik.
28

(2) Mengikutsertakan guru dalam berbagai penataran, memberi kesempatan

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.


(3) Menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat

bekerja.
(4) Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan jalan

mendorong guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran, sesuai waktu

yang telah ditetapkan serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk

kepentingan pembelajaran.

Pendeskripsian di atas sesuai dengan keputusan Mendiknas No.

029/4/1996, sebagai landasan penilaian kinerja guru. Khususnya fungsi kepala

sekolah sebagai pendidik, dituntut harus memiliki kemampuan membimbing

guru, membimbing tenaga kependidikan non guru, membimbing peserta didik,

mengembangkan tenaga kependidikan dan staf, mengikuti perkembangan iptek

dan memberi contoh mengajar.

b. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin.

Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi menggerakkan semua potensi

sekolah, khususnya tenaga guru dan tenaga kependidikan bagi pencapaian tujuan

sekolah. Dalam upaya menggerakkan potensi tersebut, kepala sekolah dituntut

menerapkan prinsip-prinsip dan metode-metode kepemimpinan yang sesuai

dengan mengedepankan keteladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan staf.

Sebagai pemimpin (leader), kepala sekolah harus mampu memberikan petunjuk

dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka

komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Menurut Wahjosumidjo

(1999:110), bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus
29

yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan

profesional, serta pengetahuan administrasi dan kepengawasan.

c. Kepala Sekolah Sebagai Pengelola (manajer)

Sebagai pengelola, kepala sekolah secara operasional melaksanakan

pengelolaan kurikulum, peserta didik, ketenagaan, keuangan, sarana dan

prasarana, hubungan sekolah-masyarakat, dan ketatausahaan sekolah. Semua

kegiatan-kegiatan operasional tersebut dilakukan melalui seperangkat prosedur

kerja berikut: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.

Berdasarkan tantangan yang dihadapi sekolah, maka sebagai pemimpin, kepala

sekolah melaksanakan pendekatan-pendekatan baru dalam rangka meningkatkan

kapasitas sekolah.

d. Kepala Sekolah sebagai Administrator

Dalam pengertian yang luas, kepala sekolah merupakan pengambil

kebijakan tertinggi di sekolahnya. Sebagai pengambil kebijakan, kepala sekolah

melakukan analisis lingkungan (politik, ekonomi, dan sosial-budaya) secara

cermat dan menyusun strategi dalam melakukan perubahan dan perbaikan

sekolahnya. Dalam pengertian yang sempit, kepala sekolah merupakan

penanggung jawab kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah dalam

mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sebagai administrator kepala

sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas

pengelolaan administrasi (dalam arti sempit) yaitu yang bersifat pencatatan,

penyusunan dan pendokumenan program sekolah. Secara teknis kepala sekolah

harus mampu mengelola kurikulum, administrasi peserta didik, administrasi


30

personalia, administrasi keuangan, administrasi sarana dan prasarana serta

administrasi persuratan. Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas sebagai

administrator khusus dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas sekolah,

dapat dilakukan analisis berdasarkan pada pendekatan, baik pendekatan sifat,

pendekatan perilaku maupun pendekatan situasional. Walaupun pada hakikatnya

kepala sekolah harus lebih mengutamakan tugas (task oriented), diperlukan

menjaga hubungan kemanusiaan dengan para stafnya sehingga tugas-tugas

dilaksanakan dengan baik, dan mereka tetap senang dalam melakukan tugasnya.

e. Kepala Sekolah sebagai Wirausahawan

Sebagai wirausahawan, kepala sekolah berfungsi sebagai inspirator bagi

munculnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam mengelola sekolah. Ide-ide kreatif

diperlukan terutama karena sekolah memiliki keterbatasan sumber daya keuangan

dan pada saat yang sama memiliki kelebihan dari sisi potensi baik internal

maupun lingkungan, terutama yang bersumber dari masyarakat maupun dari

pemerintah setempat.

f. Kepala Sekolah sebagai Pencipta Iklim Kerja

Motivasi dapat ditumbuhkan melalui pengaturan fisik, pengaturan suasana

kerja (non fisik), disiplin dan menerapkan prinsip reward (penghargaan) dan

funishment (hukuman) secara efektif. Lingkungan yang kondusif akan

menumbuhkan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya.

Pengaturan lingkungan fisik mencakup misalnya: penataan ruang kerja yang

kondusif, menjaga dan menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, nyaman,

aman dan tertib. Lingkungan nonfisik misalnya tercipta hubungan kerja yang

harmonis antara staf, guru, dan unsur pimpinan.


31

g. Kepala Sekolah sebagai Penyelia (Supervisor)

Berkaitan dengan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin pengajaran,

kepala sekolah berfungsi melakukan pembinaan profesional kepada guru dan

tenaga kependidikan. Untuk itu kepala sekolah melakukan kegiatan-kegiatan

pemamtauan atau observasi kelas, melakukan pertemuan-pertemuan guna

memberikan pengarahan teknis kepada guru dan staf memberikan solusi bagi

permasalahan pembelajaran yang dialami guru. Sebagai administrator kepala

sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas

pengelolaan administrasi (dalam arti sempit) yaitu yang bersifat pencatatan,

penyusunan dan pendokumenan program sekolah. Secara teknis kepala sekolah

harus mampu mengelola kurikulum, administrasi peserta didik, administrasi

personalia, administrasi keuangan, administrasi sarana dan prasarana serta

administrasi persuratan.

2.1.2.3 Indikator Kinerja Peran Kepala Sekolah

Dalam pengukuran kinerja diperlukan indikator-indikator kinerja,

merupakan suatu yang akan dihitung, diukur serta digunakan sebagai dasar

penilaian tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan (ex-ante), pelaksanaan

(on-going) maupun pada tahap akhir setelah kegiatan seleksi dan berfungsi (ex-

post). Menurut modul-3 AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) LAN

(2000:12-13), telah dikemukakan beberapa jenis indikator kinerja organisasi yaitu

indikator masukan (input) indikator proses (process), indikator keluaran (output),

indikator hasil (outcome), indikator manfaat (benefit) dan indikator dampak

(impact). Indikator-indikator tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:


32

a. Indikator masukan (input), dapat berupa dana, sumber daya manusia,

informasi, kebijakan atau peraturan perundang-undangan.

b. Indikator proses (process), yaitu indikator yang menggambarkan

perkembangan atau aktivitas organisasi yang dilakukan selama kegiatan

berlangsung khususnya dalam proses pengolahan masukan menjadi

keluaran.

c. Indikator keluaran (output), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung

dicapai dari suatu kegiatan berupa fisik maupun nonfisik.

d. Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir

datri pelaksanaan kegiatan.

e. Indikator dampak (impact), merupakan pengaruh yang ditimbulkan baik

bernilai positif maupun negatif pada setiap tingkat indikator berdasarkan

asumsi yang telah ditetapkan.

2.1.2.4 Pengukuran Kinerja Peran Kepala Sekolah

Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan sebagai mekanisme dalam

memberi penghargaan dan hukuman (reward and punishment), tetapi berperan

sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki peran organisasi.

Jika ditinjau dari tujuannya, Nawawi (1998:248) menyebutkan empat tujuan

umum pengukuran kinerja, yaitu:

(1) Memperbaiki pelaksanaan kinerja para pekerja, dengan


memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan
mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam
melaksanakan misi organisasi melalui pelaksanaan pekerjaan masing-
masing.
(2) Menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para
manajer dalam membuat keputusan yang dilaksanakan, sesuai dengan
bisnis organisasi di tempat bekerja.
33

(3) Menyusun inventarisasi SDM di lingkungan organisasi, yang dapat


digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan bawahan,
guna mewujudkan saling pengertian dan penghargaan dalam rangka
mengembangkan keseimbangan antara keinginan pekerja secara
individual dengan sasaran organisasi.
(4) Meningkatkan motivasi kerja, yang berpengaruh pada prestasi para
pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Lebih lanjut, Nawawi menyebutkan ada enam tujuan khusus pengukuran kinerja,

yaitu:

(1) Menjadi dasar dalam melakukan promosi, pengentian pekerjaan yang


keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan
pemberian penghargaan/balas jasa dan merupakan ukuran dalam
mengurangi atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM.
(2) Menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai kriteria dalam
membuat tes yang validitasnya tinggi, atau dengan kata lain dapat
menjadi dasar bagi pelaksanaan rekrutmen dan seleksi.
(3) Menghasilkan informasi sebagai umpan balik bagi pekerja dalam
memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan
pekerjaannya.
(4) Menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik yang
berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan/keahlian dalam
bekerja maupun yang menyentuh sikap dalam pekerjaannya.
(5) Menghasilkan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut
pembidangannya maupun berdasarkan penjenjangannya dalam
memecahkan masalah organisasi.
(6) Meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan
manusia yang harmonis antara atasan dan bawahan.

Da1am buku Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah Umum

(Depdibud , 1997) secara rinci peran dan fungsi tugas Kepala Sekolah adalah :

a) Kepala Sekolah sebagai edukator bertugas melaksanakan proses


pembelajaran secara efektif dan efisien sesuai dengan tugas guru
b) Kepala Sekotah sebagai manajer mempunyai tugas :
(1) menyusun perencanaan
(2) mengorganisasikan kegiatan
(3) mengarahkan kegiatan
(4) melaksanakan kegiatan
(5) melaksanakan pengawasan
(6) melakukan evaluasi terhadap kegiatan
(7) menentukan kebijaksanaan
(8) mengadakan rapat
(9) mengambil keputusan
34

(10) mengatur proses belajar mengajar


(11) mengatur administrasi ketatausahaan, siswa, ketenagaan,
sarana dan prasarana, keuangan / RAPBS
(12) mengatur Organisasi Siswa Intra Sekolah ( OSIS )
(13) mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instansi
lain.
c) Kepala Sekolah sebagai administrator bertugas menyelenggarakan
administrasi yang meliputi : (1) perencanaan, (2) pengorganisasian,
(3) pengarahan, (4) pengkoordinasian,(5) pengawasan, (6)
kurikulum (7) kesiswaan, (8) ketatausahaan , (9) ketenagaan , (10 )
kantor , (11) keuangan , (12 ) perpustakaan , (13) laboratoriun , (14)
keterampilan / kesenian (15) ruang bimbingan dan konseling , (16)
ruang UKS, (17) ruang OSIS , (18) ruang serba guna , (19) media ,
(20) gudang, (21) 6 K (ketertiban, kebersihan, ketenangan,
kearnanan, kekeluargaan dan kerindangan)
d) Kepala Sebagai Supervisor menyelenggarakan supervisi mengenai :
(1) proses belajar mengajar , (2) kegiatan bimbingan konseling ,(3)
kegiatan ekstrakurikuler , (4) kegiatan ketatausahaan ,(5) kegiatan
kerjasama dengan masyarakat dengan instansi terkait ,(6) sarana dan
prasarana,(7) kegiatan OSIS ,(8) kegiatan 6K

Dari uraian tugas dan fungsi kepala sekolah tersebut di atas yang menjadi

fokus perhatian penulis adalah pengaruh peran kepala sekolah terhadap

pencapaian nilai akreditasi sekolah.

2.1.3 Peran Guru

2.1.3.1 Konsep Dasar Peran Guru

Wijaya (1998: 221) mengemukakan bahwa ada tiga tugas guru dan

tanggungjawab guru : Pertama, sebagai pengajar, Kedua, sebagai pembimbing,

Ketiga, sebagai administrator. Ketiga tugas tersebut merupakan tugas pokok guru.

(Sujana, 1998 : 15). Sejalan dengan pendapat tersebut:

Membagi tugas guru dalam lima bidang, yaitu : Pertama, Tanggung jawab
dalam pengajaran, Kedua, tangung jawab dalam memberikan bimbingan.
Ketiga, tanggungjawab dalam mengembangkan kurikulum. Keempat,
tanggung jawab mengembangkan profesi dan Kelima, tanggung jawab
dalam membina hubungan dalam masyarakat.
35

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab guru

tersebut di atas berjalan secara optimal perlu adanya system penilaian kinerja yang

berkaitan langsung dengan peran guru sebagai tenaga pendidik. Pengukuran peran

dapat dilakukan dengan suatu prosedur, pertama-tama harus dirumuskan dulu

secara jelas dan spesifik dan sesuai dengan waktu yang tersedia. Pengukuran

merupakan proses yang berkesinambungan, berulang-ulang dengan frekuensi

yang aktual tergantung kepada jenis aktivitas yang sedang diukur. Kemudian

membandingkan hasil yang telah diukur dengan standar yang seolah sudah

ditetapkan. Apabila diperlukan akan diadakan tindakan perbaikan, kemungkinan

perbaikan terhadap beberapa aktivitas operasional organisasi terhadap standar

yang telah ditetapkan.

Penilaian terhadap peran guru dapat dilakukan dengan memperhatikan

ketentuan yang telah ditetapkan. Salah satu alat untuk mengukur peran guru

adalah DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) setiap jangka waktu satu

tahun pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang.

Ketentuan tersebut digunakan karena guru tergolong pada pegawai negeri sipil

yang penilaian kinerjanya memiliki persamaan unsur dengan pegawai negeri sipil

yang lainnya. Adapun faktor-faktor penilaian kinerja adalah : 1). Pengabdian, 2).

Kejujuran, 3). Kesetiaan, 4). Prakarsa 5). Kemauan bekerja. 6). Kerjasama, 7).

Prestasi Kerja, 8). Pengembangan, 9). Tanggungjawab, 10). Disiplin dan 11).

Kepemimpinan.

Itulah sebabnya dua orang guru yang mendapatkan latar belakang pendidikan

yang sama, lamamya pengalaman belajar yang sama, belum tentu profesionalitas
36

keguruannya sama. Profesionalisme yang tinggi dan etos kerja yang kuat seperti

dikemukakan oleh Surya (2000 : 8) bahwa :

Kualitas profesionalime didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut :


(1), keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar
ideal, (2), meningkatkan dan memelihara citra profesi, (3), keinginan untuk
senantiasa mengejar kesempatan mengembangkan profesional yang dapat
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya.
(4). Mengejar kualitas dan cita-cita profesi (5). Memiliki kebanggaan
terhadap profesinya.

2.1.3.2 Peran Guru dalam Pengelolaan Proses Pembelajaran

Seorang guru harus mempunyai kecakapan dalam mengelola proses belajar

mengajar sehingga dalam proses pengelolaan pembelajaran tersebut guru

berkemampuan dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru

dan peserta didik yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotor, sebagai

upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap

evaluasi dan tindak lanjut agar tercapai tujuan pengajaran.

Pengelolaan pembelajaran sangat menentukan dalam kegiatan belajar

mengajar karena pengelolaan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan

oleh guru dari mulai perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi serta

program tindak lanjut yang berlangsung dalam suatu edukatif untuk mencapai

tujuan tertentu yaitu pengajaran, hal ini sejalan dengan Usman (2000: 5) yang

menyatakan bahwa :

Pengelolaan pembelajaran mencakup semua kegiatan yang secara langsung


dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran seperti
menyangkut : perencanaan pengajaran, pelaksanaan kegiatan belajar-
mengajar, metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar
mengajar dan penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh
kertercapaian tujuan proses belajar mengajar.

1) Perencanaan / Persiapan Pembelajaran


37

Pada hakikatnya suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari

kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil, begitu juga dalam

pembelajaran seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan

pengajaran. Seorang guru sebelum mengajar hendaknya merencanankan program

pengajaran, membuat persiapan pengajaran yang hendak diberikan. Perencanaan

dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol terhadap diri sendiri agar dapat

memperbaiki cara pengajarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo dan

Soemanto (1984: 136), bahwa selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan

mengajar juga berguna sebagai pegangan bagi guru sendiri. Sedangkan menurut

Sagala, (2002: 135) menjelaskan bahwa apa yang hendak dicapai dan dikuasai

bahan apa yang harus dipelajari, dipersiapkan juga metode pembelajaran yang

sesuai dan melakukan evalusi untuk mengetahui kemajuan siswa.

Sehubungan dengan membuka pelajaran, kegiatan yang dilakukan guru

untuk menumbuhkan kesiapan mental siswa dalam menerima pelajaran adalah :

a) Mengemukakan tujuan pelajaran yang akan dicapai.

b) Mengemukakan masalah-masalah pokok yang akan dicapai.

c) Menentukan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar.

d) Menentukan batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk menguasai

pelajaran

Jadi setiap guru harus memiliki keterampilan dalam pengelolaan kelas, desain

pembelajaran, penampilan, pengelolaan waktu, kemahiran dalam menggunakan

alat bantu / peraga, suarar yang menarik pembelajaran, tidak terlalu keras dan

tidak terlalu lemah, dengan materi yang sistimatis, dari mulai menyampaikan

pokok bahasasn / bahan kajian, apersepsi, dan tujuan pembelajaran khusus yang
38

akan diajarkan pada saat itu, dengan demikian maka akan tertarik dan termotivasi

memulai pembelajaran seperti ini.

2) Penyampaian Materi Pelajaran

Bahan atau materi pelajaran pada hakikatnya adalah isi dari materi pelajaran

yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Secara

umum sifat bahan pelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu :

fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Dalam menyampaikan bahan pelajaran

perlu memperhatikan dalam menempatkan bahan pelajaran. Sujana (1989: 67)

mengemukakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam menetapkan materi

pelajaran sebagai berikut :

(1) Bahan harus sesuai dengan menunjang tercapainya tujuan.


(2) Bahan yang ditulis dalam perencanaan pengajaran terbatas pada
konsep / garis besar bahan, tidak perlu dirinci.
(3) Menetapkan bahan pengajaran harus serasi dengan urutan tujuan
(4) Urutan bahan pengajaran hendaknya memperhatikan kesinambungan.
(5) Bahan disusun dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari yang
mudah menuju yang sulit, dari yang konkrit menuju yang abstrak,
sehingga siswa mudah memahaminya.

Hal yang diperlukan dalam menetapkan bahan adalah kemampuan guru

menilai bahan yang akan diberikan pada siswa. Guru harus memilih bahan yang

perlu diberikan dan mana yang tidak perlu. Dalam menetapkan pilihan tersebut

Sudjana, ( Suryosubroto, 2002:43), mengemukakan untuk memperhatikan :

(1) Tujuan pembelajaran


(2) Urgensi bahan
(3) Tuntutan kurikulum
(4) Nilai kegunaan
(5) Terbatasnya sumber bahan.

3) Menggunakan Metode Mengajar


39

Metode mengajar merupakan salah satu cara yang dipergunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh

karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses

belajar mengajar. Dengan metode mengajar diharapkan tumbuh berbagai kegiatan

belajar siswa, dengan kata lain, terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini

guru berperan sebagai penggerak / pembimbing, sedangkan siswa berperan

sebagai penerima / dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik, kalau siswa

lebih banyak aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar

yang baik adalah mengajar secara bervariasi. Tugas guru ialah memilih metode

yang tepat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik. Ketetapan

menggunakan metode mengajar sangat tergantung kepada tujuan, isi proses

belajar mengajar dan kegiatan praktek mengajar.

4) Penggunaan Media/Alat Peraga dalam Pembelajaran

Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu

untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat

merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi

sebagai cara / teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada

tujuan. Dalam proses belajar mengajar alat peraga dipergunakan dengan tujuan

membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.

5) Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung

jawab kegiatan belajar mengajar atau membantu dengan maksud agar dicapai

kondisi optimal, sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang

diharapkan (Arikunto, 1986:68). Di dalam belajar mengajar, kelas merupakan


40

tempat konsentrasi, oleh karena itu perlu menciptakan suasana kelas yang dapat

menunjang kegiatan belajar yang efektif. Adapun tujuan pengelolaan kelas adalah

agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib, sehingga tujuan

pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien.

6) Mengajukan Pertanyaan

Dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas, guru mengajukan

pertanyaan pada siswa secara bergiliran dengan menggunakan teknik bertanya

cukup jelas dan singkat, pemberian waktu berfikir, tingkat kesulitan pertanyaan,

penggunaan pertanyaan melacak dan lain-lain. Dalam proses belajar mengajar

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru, baik berupa kalimat tanya atau

suruhan umumnya menuntut respon siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat

memperoleh pengetahuan secara bermakna dan menigkatkan kemampuan

berfikirnya. Prinsip-prinsip yang harus dilakukan dalam mengajukan pertanyaan

adalah setiap pertanyaan yang diajukan maupun respon yang diterima haruslah

diikuti dengan sikap kehangatan dan keantusiasan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa aspek mengajukan pertanyaan sebagian besar telah dikuasai dengan baik

seperti jenis pertanyaan, alasan, tujuan ,tindakan nyata, prosedur, waktu dan siap

yang mengajukan pertanyaan, kesemuanya telah dilakukan. Sedangkan aspek lain

belum dikuasai ialah pengertian menggunakan pertanyaan, sesuai dengan keadaan

situasi dan sosial.

7) Menjawab Pertanyaan

Dalam proses belajar mengajar setelah guru menjelaskan pelajaran, kadang-

kadang dilakukan tanya jawab, berilah kesempatan kepada siswa untuk bertanya

tentang apa yang telah siswa pelajari dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-
41

hari. Pertanyaan tersebut dapat dijawab langsung oleh guru dan dapat juga

dilemparkan lagi kepada siswa yang lain / guru memberikan kesempatan pada

siswa untuk menjawab terlebih dahulu, kemudian guru memberikan rangkuman /

komentar dari jawaban-jawaban tersebut. Umumnya guru telah memahami arti

menjawab pertanyaan dan hal itu tampak bahwa mereka menyadari apa

sebenarnya hakikat menjawab pertanyaan. Guru telah mempraktekkan bagaimana

menjawab pertanyaan, hal itu dilakukannya, sewaktu mengajar di dalam kelas.

Guru menjelaskan apa yang telah ditanyakan siswa secara baik. Para guru telah

memahami siapa yang perlu menjawab pertanyaan itu. Apabila yang mengajukan

pertanyaan adalah guru maka yang menjawab adalah siswa, tetapi sebaliknya

pertanyaan yang diajukan siswa maka guru menjawab dengan baik, disamping itu

ada juga guru yang memberikan kesempatan pada siswa yang lain untuk

menjawab terlebih dahulu, dan jika kurang tepat maka guru melengkapinya.

8) Strategi dalam Model Mengajar

Strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk

bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dikaitkan

dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan

guru, murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan

yang telah digariskan. Konsep dasar strategi belajar menurut Sagala (2003:221)

meliputi:

(1) mengidentifikasikan dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi


perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik yang bagaimana yang
diharapkan,
(2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat, 3). memilih dan menetapkan prosedur,
metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif,
sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan
kegiatan belajar mengajarnya, dan 4). menetapkan norma-norma dan
42

batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan


sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi
hasil kegiatan belajar mengajar.

Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam melaksanakan strategi

mengajar yaitu : (1) tahapan mengajar, (2) penggunaan model atau pendekatan

mengajar, (3) penggunaan prinsip mengajar, Sagala (2003:225). Tahapan itu dapat

digambarkan sebagai berikut :

1 2 3

Tahap Tahap Tahap Penilaian


Pra Instruksional Instruksional dan Tindak Lanjut

Gambar 2.2
Tahapan Proses Pengajaran
9) Memberikan Bimbingan Pembelajaran

Kegiatan memberikan pembelajaran oleh guru dapat di ruangan kelas dan

workshop. Sedangkan untuk bimbingan di kelas, seperti memahami teori atau

memecahkan soal latihan yang diberikan, telihat bimbingan guru kurang sekali.

Guru hendaknya memberikan bimbingan pada saat siswa mengerjakan tugas, baik

tugas yang dikerjakan dalam kelas, workshop, maupun pekerjaan rumah. Cara

memberikan bimbingan yang baik pada siswa adalah dengan jalan memberikan

penjelasan dan mengulangi lagi penjelasan tersebut bila siswa belum memahami

materi tertentu. Bigg (1993:448) mengatakan bahwa :Bimbingan hendaknya

diberikan secara langsung, pembimbing sebaiknya berada dekat atau berhadapan

dengan siswa. Dengan bantuan guru siswa dapat mengenal dirinya dan

kesulitannya dengan baik dan dapat memecahkan masalah sesuai dengan

kebutuhannya.

10) Motivasi Pembelajaran


43

Dalam memberikan motivasi belajar siswa, guru harus terus berupaya untuk

meningkatkannya, karena kenyataan di lapangan guru masih belum memahami

konsep dasar upaya memotivasi serta saat situasi yang tepat untuk memberikan

motivasi, Motivasi merupakan suatu dorongan yang kuat untuk melaksanakan

suatu kegiatan, menurut Dimyati dan Mujiono (1999:42), motivasi adalah tenaga

yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Hal ini sejalan dengan

Gage Berliner ( Dimyati dan Mujiono, 1999:43) yang menyatakan motivation is

the concept we use when describle the force action on or within an organism to

nitiate and direct behavior. Selanjutnya Dimyati (1999:43) mengatakan bahwa

motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran.

11) Komunikasi dalam Pembelajaran.

Komunikasi pendidikan adalah kegiatan menyampaikan informasi, berita

atau pesan dengan harapan hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama.

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas memperlihatkan adanya proses kejiwaan

yang terjadi dalam hubungan antara pribadi guru dan siswa dalam kegiatan belajar

mengajar yakni sanggup memahami siswa, sanggup memberikan balikan dan

mendorong siswa untuk menentukan pilihan tingkah lakunya.

12) Menutup Pelajaran

Menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri

pelajaran atau kegiatan belajar mengajar (Usman, 1990:90). Lebih lanjut

disebutkan bahwa kegiatan menutup pelajaran terdiri dari :

a) Merangkum atau membuat garis besar persoalan yang dibahas.


b) Mengkonsolidasikan perhatian siswa terhadap hal-hal yang diperoleh
dalam pelajaran.
c) Mengorganisasi semua kegiatan / pelajaran yang telah dipelajari sehingga
merupakan suatu kesatuan yang berarti dalam memahami materi.
(Usman, 1990:91)
44

13) Mengevaluasi Proses Pembelajaran

Mengevaluasi berarti memberikan keputusan berdasarkan pertimbangan

setelah diadakannya pengukuran suatu obyek yang menghasilan ukuran dalam

bentuk kuantitatif kemudian nilai obyek tersebut berdasarkan kepada standard

yang telah ditentukan. Alat yang digunakan dalam melaksanakan evaluasi adalah

bentuk tes dan hasil kerja. Apapun alat evaluasi hasil belajar mempunyai

persyaratan tertentu yang diantaranya adalah sahih dan keterandalan. Pada

umumnya guru telah memahami dan melaksanakan evaluasi, namun demikian

masih perlu ditingkatkan, dimana ternyata masih belum ada pengujian terhadap

kesahihan dan keterandalan instrumennya.

14) Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah suatu bentuk yang lebih spesifik dari motivasi

instrinsik. Untuk membicarakan motivasi berprestasi kita tidak bisa memisahkan

diri dari pengertian motivasi secara keseluruhan. Maslow (Fred Luthasns,

1995:141) mengemukakan teori motivasi yang dikenal dengan Humanistie

Theory. Maslow mengemukakan suatu hirarki kebutuhan yang terdiri dari

kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan affiliasi, atau akseptnasi,

kebutuhan penghargaan dan kebutuhan perwujudan diri.

Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri manusia itu

sendiri maupun dari luar manusia itu sendiri untuk melakukan suatu pekerjaan

atau tugas dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan

pikirannya untuk dapat berperilaku yang baik dan mendapat umpan balik sehingga

dari hasil itu terwujud sesuatu yang sangat memuaskan, sehingga orang itu dalam

memiliki prestasi tidak hanya sampai kepada standar yang dimiliki oleh orang
45

lain, tetapi seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi selalu

berusaha dengan sungguh-sungguh ingin lebih dari orang lain, dengan perkataan

lain selalu ingin memiliki keunggulan. Seperti halnya orang yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi dalam suatu kelas ia tidak hanya berhasil dalam suatu

segi, tetapi hampir semua segi selalu kompetitif dan prestasinya selalu unggul

dalam segala bidang termasuk didalamnya prestasi belajar yang paling dominan.

15) Prestasi Belajar Siswa

Murray, ( Staat (1967:452) memberikan definisi bahwa :

Prestasi adalah suatu kemampuan untuk memecahkan sebuah permasalahan


yang sukar, menguasai, dan mengatur obyek (benda-benda) manusia
maupun ide-ide, secara cepat dan sebaik mungkin, mengatasi hambatan-
hambatan / rintangan-rintangan sehingga mencapai hasil yang tinggi,
melakukan diri sendiri mempengaruhi dan mendahului orang lain serta
meningkatkan harga diri dengan memanfaatkan bakat-bakat yang dimiliki.

Dari beberapa deskripsi tentang prestasi belajar tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa prestasi seseorang berkaitan erat dengan kemampuan harga diri

dan martabat. Saefuddin Azwar (1987:11) menyebutkan prestasi belajar adalah

bukti peningkatan atau pencapaian yang diperoleh seorang siswa sebagai

pernyataan ada tidaknya kemajuan atau keberhasilan dalam program pendidikan.

Winkel (1986:36) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai

sikap. Perubahan itu bersifat relatif, konstan dan berbekas. Belajar adalah

merupakan proses perubahan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terjadi

secara sistematis dan tidak sistematis. Belajar merupakan aktivitas yang

menghasilkan perubahan perilaku, diperolehnya kemampuan baru yang bersifat


46

menetap, dan perubahan itu diperoleh melalui usaha. Adanya perubahan pada diri

sipembelajar itulah yang disebut prestasi belajar.

Pengertian belajar yang lain dikemukakan oleh Nasution (1994:9), belajar

pada dasarnya menambah kelakuan anak meliputi keseluruhan pribadi anak

dengan hasil yang diharapkan berupa pengetahuan, sikap, perluasan minat,

penghargaan norma-norma, kecakapan, dan lain-lain. Sedangkan Umaedi

(2002:11), menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan perpaduan dari hasil

mengajar dan hasil belajar. Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian

prestasi dan belajar di atas maka penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar

adalah merupakan tarap kemampuan aktual yang dapat di ukur, baik secara

langsung maupun tidak langsung, yang berupa penguasaan ilmu pengetahuan,

keterampilan serta sikap dari siswa. Kemampuan siswa yang merupakan tingkah

laku, sebagai bukti prestasi belajar dapat diklasifikasikan dalam dimensi atau

katagori tertentu yang memiliki ciri-ciri khusus dan formal. Keberhasilan

mengajar guru dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Informasi ini

diperoleh melalui kegiatan evaluasi. Evaluasi pada prinsipnya bertujuan untuk

meningkatkan kualitas pendidikan, dan tujuan ini bisa dicapai apabila ada tindak

lanjut dari kegiatan evaluas

2.1.4. Kajian Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil kajian penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai

rujukan dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut :

(1) Ana Suhana, (2008), Pengaruh Kreativitas Kepala Sekolah dan Efektivitas

Pembelajaran terhadap Hasil Akreditasi Sekolah pada SMA Negeri di

Kabupaten Bekai. Tesis Program Pascasarjana UNY.


47

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : a) terdapat pengaruh yang signifikan

kreativitas kerja kepala sekolah terhadap nilai akreditasi. Yang mengandung

pengertian bahwa nilai akreditasi memiliki ketergantungan terhadap

kreativitas kerja kepala sekolah. b). Efektivitas pembelajaran memiliki

pengaruh signifikan terhadap nilai akreditasi sekolah. c) Nilai akreditasi

sekolah memiliki ketergantungan terhadap kreativitas kepala sekolah dan

efektivita pembelajaran.
(2) Juna Saranangki (2011), Pengaruh Efektivitas Kegiatan Manajerial dan

Akademik terhadap Pencapaian Standar Nasional Pendidikan pada SD Negeri

di Wilayah Kabupaten Bantul Yogyakarta. Tesis, PPs.UNY, Yogyakarta.


Hasil penelitian ini membuktikan bahwa efektivitas kegiatan manajerial dan

kegiatan akademik yang dilakukan oleh warga sekolah pada SD Negeri

Kabupaten Bantul Yogyakarta, memiliki pengaruh yang positip terhadap

pencapaian target standar nasional pendidikan.

Kedua hasil penelitian tersebut di atas, sudah cukup dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bahwa kajian pengaruh kinerja kepala sekolah dan guru serta

pengaruhnya terhadap pencapaian nilai hasil akreditasi sekolah merupakan kajian

yang sangat penting dan relevan untuk diteliti.

2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Jaminan mutu (quality assurance) adalah suatu turunan konsep manajemen

yang mempelajari tentang proses penetapan dan pemenuhan standar mutu

pendidikan dalam proses pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan,

sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh

kepuasan akan produk atau layanan yang diberikan. Konsep jaminan mutu

(quality assurance) merupakan hasil dari sintesis ilmu manajemen murni. Konsep
48

ini lahir dari perkembangan ilmu manajemen setelah perang dunia ke dua dengan

lahirnya babak baru dunia industry di dunia. Pada saat itu, yang berkembang

adalah tentang manajemen institusi yaitu bagaimana menciptakan institusi yang

baik sehingga dapat menghasilkan produk atau layanan yang baik juga. Seiring

dengan itu, maka pengembangan terus berlanjut ke arah sistem manajemen mutu.

Komponen peran kepala sekolah, yang lebih berfokus pada aspek garapan

manajerial dan komponen peran guru yang berfokus pada aspek garapan kegiatan

akademik secara langsung, memiliki peran yang tinggi terhadap pencapaian

optimalisasi hasil penilaian akreditasi sekolah. Oleh karena itu untuk pengkajian

optimalisasi pencapaian hasil penilaian akreditasi sekolah dalam kajian penelitian

ini, dihubungkan dengan dua variable sebagaimana dijelaskan di atas, yakni peran

kepala sekolah dan peran guru dalam pencapaian standar nasional pendidikan.

Sebagaimana digambarkan pada desain berikut di bawah ini :

Peran Kepala Sekolah


Peran Guru Pada
Pada Kegiatan
Standar Nasional Kegiatan Akademik
Manajerial Sekolah
Pendidikan (SNP) Sekolah

Nilai Pencapaian
Akreditasi

Gambar 2.3
Kerangka Berpikir Konseptual

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan kajian terhadap beberapa konsep

pustaka, maka penelitian meyakinkan hipotesis sebagai berikut :


49

(1) Terdapat pengaruh positif peran kepala sekolah terhadap pencapaian nilai

akreditasi sekolah;
(2) Terdapat pengaruh positif peran guru terhadap pencapaian nilai akreditasi

sekolah;
(3)Terdapat pengaruh positif peran kepala sekolah dan peran guru secara

simultan terhadap pencapaian nilai akreditasi sekolah.

Anda mungkin juga menyukai