Pengambilan data penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari bulan September sampai bulan desember tahun 2017 bertempat di Taman Nasional Kerinci Seblat, Wilayah Kerinci Jambi bekerja sama dengan The Zoological Society of London-Tiger Project (ZSL).
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kamera jebakan tipe DLC Covert II dimana memiliki ukuran yang kecil dan mudah disembunyikan dari pencuri serta sangat efisien terhadap baterai dan DeerCam, baterai (AAA) dan baterai 9 volt, kartu memori, rol film, kamera digital, peta kerja, tally sheet, GPS (Global Positioning System) receiver, kompas, lem Sealant, seling besi, penunjuk waktu, alat tulis menulis, pita meter, buku panduan lapang mamalia, plastik spesimen dan tali tambang. Objek penelitian adalah harimau sumatera serta habitatnya dan satwa mangsa harimau.
3.3 Jenis Data
Jenis data primer yang diambil dikelompokkan ke dalam data: a) pendugaan populasi dan potensi mangsa harimau, serta b) karakteristik habitat harimau. Data populasi harimau dan mangsa harimau dikumpulkan melalui keberadaan individu yang terdeteksi oleh kamera jebakan. Jenis data populasi dan satwa mangsa harimau yang dicatat meliputi: nama lokasi pemasangan kamera, posisi geografis lokasi, tanggal terdeteksi satwa tertangkap kamera, tanggal pemeriksaan, keberadaan jejak harimau dan satwa mangsa. Data karakteristik habitat yang dikumpulkan meliputi: jenis dan jumlah individu pohon pada tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon; kemiringan lahan, ketinggian tempat, keberadaan sumber air, jarak dari sumber air, serta jarak dari sumber gangguan manusia. Jenis data sekunder yang dikumpulkan meliputi sebaran populasi dan satwa mangsa harimau, serta kondisi habitat yang mencakup tipe hutan dan tipe tutupan lahan. Data sekunder dikumpulkan melalui metode studi literatur terhadap sumber informasi yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan seperti jurnal dan karya ilmiah lainnya, serta wawancara dengan kelompok masyarakat setempat.
3.4 Pengambilan Data
3.4.1 Populasi dan Potensi Mangsa Harimau Metode penelitian yang digunakan adalah metode capture-recapture (tangkap-tangkap kembali) menggunakan kamera jebakan yang diletakkan pada lokasi-lokasi yang berpotensi di wilayah studi yaitu lokasi dimana satwa melakukan aktivitas, tempat-tempat yang sering digunakan dan dikunjungi oleh satwa liar seperti sumber air, tempat mengasin (saltlick), dan sumber pakan. Diketahui bahwa harimau merupakan jenis satwa melanistic yang dapat dibedakan secara individu berdasarkan pola loreng dan ukuran tubuh (Franklin et al. 1999, Karanth & Nichols 2002). Data pada kamera mencetak foto dengan waktu dan tanggal kejadian. Kamera jebakan dipasang pada batang pohon dengan ketinggian rata-rata 40-45 cm di atas tanah, posisi kamera menghadap ke jalur pada jarak 3 meter dari pinggir jalur (Karanth 1995). Kamera dipasang di 32 lokasi dengan menggunakan kamera jebakan sebanyak 26 unit dengan jarak antar kamera ratarata 2-2,5 km. Pemilihan lokasi pemasangan kamera didasarkan pada topografi yang relatif datar dan lebih tinggi daripada daerah sekitarnya. Setiap unit di program untuk merekam gambar satwa dengan selang waktu 1 menit dan beroperasi selama 24 jam/hari. Lama periode sampling adalah tiga bulan dengan asumsi populasi tertutup yaitu tidak ada perubahan jumlah populasi selama periode sampling. Pembagian waktu periode sampling digunakan sebagai ulangan (occassion) captures (Karanth 1995; Karanth & Nichols 1998, 2000) untuk mengestimasi jumlah populasi suatu jenis pada suatu lokasi dan waktu tertentu. Pengecekan kamera dilakukan satu kali dalam periode 3 minggu untuk penggantian film, baterai, silica gel dan kartu memori. Pemasangan kamera jebakan dilakukan berdasarkan pembagian grid 17 x 17 km. Kemudian grid tersebut dibagi menjadi 36 grid cell dengan ukuran 2,5 x 2,5 km/ cell. Penentuan titik kamera dilakukan secara random/acak di dalam grid cell. Selain menggunakan metode kamera jebakan, metode penemuan jejak juga dilakukan untuk menambah informasi mengenai keberadaan harimau sumatera dan potensi mangsa. Pengamatan melalui jejak merupakan pengamatan secara tidak langsung untuk mengetahui keberadaan satwa yang sulit untuk dijumpai secara langsung seperti harimau sumatera. Jejak merupakan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh satwa seperti tapak kaki, kotoran, cakaran (scratch dan scrape), sisa makanan dan lain-lain. Pengamatan melalui penemuan jejak dilakukan di jalur yang dilalui saat pemasangan dan pengecekan kamera jebakan. Perjumpaan tak langsung tersebut dicatat ukurannya, perkiraan umur, waktu, dan keterangan lain yang berkaitan. Kontak tidak langsung yang dapat digunakan sebagai penduga individu harimau yang berbeda adalah jejak kaki yang ditinggalkan. Sebagai informasi tambahan, apabila perbedaan ukuran antara dua jejak harimau yang ditemukan lebih besar dari 1 cm maka dapat dikatakan kedua jejak tersebut berasal dari dua individu yang berbeda. 3.4.2 Kondisi Habitat Harimau Metode yang dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis penyusun cover adalah dengan cara analisis vegetasi menggunakan metode garis berpetak. Analisis vegetasi dilakukan dengan cara sampling pada lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak yaitu dengan membuat petak contoh disepanjang jalur pengamatan. Pengukuran dilakukan dengan mengukur vegetasi pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon untuk mengetahui karakteristik pembentuk cover hutan. Ukuran petak adalah 20 m x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah nama jenis, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang dan tinggi total (Soerianegara dan Indrawan 1998).
3.5 Analisis Data
3.5.1 Populasi Harimau dan Satwa Potensi Mangsa 3.5.1.1 Identifikasi Individu Harimau dan Satwa Mangsa Individu harimau diidentifikasi berdasarkan pola loreng (McDougal 1979, Karanth 1995, Franklin et al. 1999), jenis kelamin, ciri-ciri yang berbeda seperti morfologis dan berdasarkan dimensi badan yang mendasar. Pengembangan database dilakukan untuk memilih foto-foto harimau yang bermutu, sehingga terlihat gambar harimau yang telah diidentifikasi dari arah kanan dan kiri, dan mungkin juga dari arah depan dan belakang serta penunjuk waktu. Langkah selanjutnya untuk mengidentifikasi individu harimau adalah dengan membandingkan dua foto pada sisi yang sama, dalam hal ini mencari sesuatu yang lebih umum hingga spesifik. Ukuran tubuh harimau adalah salah satu alat penyaring/filter pertama. Untuk jenis kelamin, secara genetalia dapat diidentifikasi dari luar terutama harimau jantan. Demikian pula untuk menentukan harimau jantan dewasa yang lebih tua, pola rambut muka yang berlainan yang mungkin berwarna kemerah-merahan atau sedikit gelap kadang kala dapat membantu untuk membedakan jenis kelamin (Franklin et al. 1999). Dalam membedakan harimau dapat berdasarkan pada panggul, bahu, panjang-pendek loreng pada ekor, loreng bagian luar maupun bagian dalam pada kaki depannya, dan kadang-kadang pipi atau dahi jika gambar diambil dari arah depan. Setelah individu harimau benar-benar telah teridentifikasi maka semua foto individu harimau dapat diklasifikasikan secara tepat (Franklin et al. 1999). Individu harimau yang telah teridentifikasi dengan jelas berdasarkan ciri pola loreng kemudian diberi nama pada setiap individu harimau sehingga individu harimau yang telah teridentifikasi memiliki nama masing-masing. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program CAPTURE (Rexstad & Burnham 1991) dan untuk menentukan luas area contoh efektif (effective sampling area) dilakukan analisis menggunakan Arc GIS 9.3. Beberapa istilah penting yang sering ditemukan dalam analisis foto akan dideskripsikan untuk standarisasi istilah yaitu: 1) Trap night merupakan lama hari aktual kamera jebakan beroperasi selama 24 jam per hari mulai saat pemasangan hingga akhir periode sampling pada suatu lokasi kamera dengan memperhitungkan kamera jebakan yang tidak beroperasi baik karena hilang atau rusak. 2) Trap night effective merupakan lama hari aktual kamera jebakan aktif beroperasi selama periode sampling pada suatu lokasi. Waktu kamera jebakan yang tidak beroperasi akibat rusak dan hilang tidak diperhitungkan. 3) Deteksi (detection) adalah kehadiran jenis berdasarkan foto pada suatu waktu dan lokasi. Nilai deteksi suatu jenis adalah satu (1) dan nilai nondeteksi suatu jenis adalah nol (0). 4) Frame adalah jumlah foto dalam satu nomor film. Film yang digunakan memiliki isi 36 frame. 5) Occassion merupakan ulangan berdasarkan trap night dengan pembagi waktu (t). 6) Periode sampling (sampling period) merupakan total lama waktu kamera jebakan beroperasi pada satu blok penelitian di lokasi studi. 7) Capture history harimau merupakan matriks deteksi individu harimau pada suatu lokasi dan occassion tertentu. 8) Independent photo (foto independen) adalah foto yang terekam secara berurutan/sekuel pada satu frame foto dalam satu nomor film yang telah disaring berdasarkan waktu. Dapat dikatakan foto independen (nilai 1) bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1). Foto yang berurutan/sekuel dari individu berbeda atau spesies berbeda pada satu nomor film. 2). Foto berurutan/sekuel dari individu yang sama (spesies sama) pada satu nomor film dengan rentang waktu lebih dari 1 jam atau foto berurutan/sekuel dari individu berbeda bila dapat dibedakan dengan jelas. 3). Foto individu yang sama atau jenis sama yang tidak berurutan/sekuel pada satu nomor film. Kriteria foto independen ini merujuk pada OBrien et al. (2003). 3.5.1.2 Kepadatan Absolut Harimau Analisis kepadatan absolut (harimau/100 km2) digunakan dengan mengetahui ukuran populasi dugaan (N). Selanjutnya data hasil identifikasi foto harimau yang diperoleh, digunakan untuk analisis capture recapture guna memperkirakan ukuran populasi harimau sumatera (N-hat). Dengan asumsi tertutup (closure test) dan menggunakan model analisis Mh untuk heterogenetik dari harimau (Karanth & Nichols 2002) melalui program CAPTURE (Rexstad & Burnham 1991). Asumsi menggunakan capture-recapture adalah model Mh dimana populasi yang diambil sampelnya adalah sampel tertutup secara demografi dengan asumsi tak ada kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi selama survei. Nilai N merupakan ukuran populasi dugaan harimau yang diperoleh dari analisis program CAPTURE. . N D= . 100 A (W )
Keterangan : D : Estimasi kepadatan harimau (harimau/100 km2)
N : Ukuran populasi dugaan harimau A (W) : Area contoh efektif (km2) Luas efektif sampling area diperoleh dengan menghubungkan titik koordinat kamera terluar hingga membentuk poligon (A) kemudian ditambahkan dengan lebar garis batas (W ) (Karanth & Nichols 1998) yang didapatkan dari Mean Maximum Distance Move (MMDV) (Karanth & Nichols 1998, 2002) yaitu dengan menghitung rataan jarak perpindahan maksimum setiap individu harimau yang tertangkap kamera lebih dari sekali dan pada dua lokasi berbeda.
d= di w= d m 2
Keterangan : w = lebar garis batas (km)
m = Jumlah satwa yang terekam minimal 2 kali. d = rata-rata jarak maksimum perpindahan. di = Jarak dari tiap individu recapture ke-i 3.5.1.3 Tingkat Perjumpaan (Encounter Rate/ER) Harimau dan Mangsa Tingkat perjumpaan (jumlah foto/100 hari) didapat dari perhitungan total jumlah foto dibagi total hari kamera aktif dikali seratus. Faktor pembagi 100 hari untuk menyamakan waktu satuan usaha yang digunakan (OBrien et al. 2003). f ER= . 100 d
Keterangan : ER : Tingkat perjumpaan (encounter rate)
f : Jumlah total foto yang diperoleh d : Jumlah total hari operasi kamera 3.5.2 Kondisi Habitat Harimau Data kondisi vegetasi yaitu hasil analisis vegetasi di tiap tipe hutan. Data hasil inventarisasi selanjutnya dianalisis untuk menentukan besarnya nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Dominasi (D), Dominasi Relatif (DR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) serta Indeks Nilai Penting (INP). Untuk vegetasi tingkat bawah maka indeks nilai penting merupakan penjumlahan antara kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR). Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut (Soerianegara dan
Jumlah individu jenis kei
Indrawan 1988) : Kerapatan Jenis (K) = Luas total Petak contoh
Kerapatan jenis kei
Kerapatan Relatif (KR) = x 100 Kerapatan seluruh jenis
Luas Bidang Dasar
Dominasi Jenis (D) = Luas Total Plot Contoh
Domminansi suatu jenis
Dominan Relatif (DR) = x 100 Dominansi semua jenis
Jumlah ppetak ditemukan jenis kei
Frekuensi Jenis (F) = Jumlah seluruh petak contoh
Frekuensi kerapatan jenis kei
Frekuensi Relatif (FR) = Jumlah frekuensi seluruh jenis x 100%