PENDAHULUAN
Dalam kurun waktu dekade terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran cerna
meningkat signifikan. Seperti penelitian yang dilakukan Zuccaro G (1998) dalam jurnal yang
ditulis oleh Messmann H dan Barnert J (2009) mengenai diagnosis dan penatalaksanaan
perdarahan saluran cerna bagian bawah menyebutkan bahwa kejadian perdarahan dari saluran
cerna bagian bawah sebesar 20% dari seluruh kasus perdarahan akut gastrointestinal. [1]
Insidensi lower gastrointestinal bleeding (LGIB) setiap tahunnya sekitar 20-30 kasus per
100.000 populasi, kejadian ini meningkat sesuai dengan faktor risiko usia. Walaupun sekitar
80% perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat berhenti secara spontan, tetapi identifikasi
sumber perdarahan masih menjadi tantangan besar dan risiko kejadian ini berulang mencapai
25%. LGIB masih menjadi masalah kesehatan, karena 5-20% penyebab LGIB masih belum
diketahui.[2] Oleh karena itu LGIB memerlukan pendekatan diagnosis yang baik agar dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien LGIB. Penanganan LGIB dapat dilakukan
dengan terapi farmakologi dan tindakan operatif yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Source : Longstreth GF. Epidemiology and outcome of patients hospitalizedwith acute lower gastrointestinal hemorrhage: a
population-based study. Am J Gastroenterol 1997;92(3):419-24. Dalam Management of acute upper and lower
gastrointestinal bleeding. A national clinical guideline. 2008
4
Patogenesis. Pada mereka yang mengkonsumsi kurang serat akan menyebabkan
penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu transit kolon yang lebih lambat
sehingga absorbsi air lebih banyak dan output yang menurun menyebabkan tekanan dalam
kolon meningkat untuk mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang
berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot sirkuler dinding kolon
untuk mendorong isi lumen dan menahan passase dari material dalam kolon merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya penyakit divertikular. Pada segmentasi yang meningkat akan
terjadi oklusi pada kedua ujung segmen sehingga tekanan intraluminal meningkat secara
berlebihan terjadi herniasi mukosa atau submukosa dan terbentuk divertikel. Perdarahan
divertikular berasal dari vasa recta yang terletak di submukosa, yang dapat pecah pada bagian
puncak atau leher dari divertikulum tersebut.[5]
Morfologi. Sebagian besar divertikulum kolon adalah kantong kecil berbentuk bulan
atau seperti botol, biasanya bergaris tengah 0,5 sampai 1 cm. Divertikulum ini terletak dalam
kolon sigmoid pada sekitar 95% pasien. Walaupun jarang, kolon lebih proksimal dan kadang-
kadang seluruh kolon dapat terkena. Juga dapat terjadi divertikulum saja di sekum. Peristalsis
yang berlebihan sering memicu hipertrofi otot di segmen yang terkena, dengan taenia koli dan
berkas otot sirkular yang sangat menonjol. Sebagian besar divertikulum menembus diantara
berkas-berkas serat otot sirkular dekat taenia mesenterika dan lateralis di tempat pembuluh
penetrans. Divertikulum sering melakukan diseksi ke dalam apendiks epiploika sehingga
mungkin tidak tampak pada inspeksi eksternal sambil lalu. Pada keadaan tidak meradang,
dinding biasanya sangat tipis, terutama terdiri atas mukosa dan submukosa yang terbungkus
oleh lemak atau selubung peritoneum utuh. Dapat timbul peradangan yang menyebabkan
divertikulitis dan peridivertikulitis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis lokal atau
pembentukan abses. Bila banyak divertikulum yang saling berdekatan meradang, dinding usus
dapat dibungkus oleh jaringan fibrosa disertai meyempitnya lumen sehingga terbentuk
gambaran yang mirip dengan striktur pada kanker.[6]
Gambaran klinis. Pada sebagian orang, penyakit divertikulum tidak menimbulkan
gejala dan ditemukan hanya saat autopsi atau secara kebetulan saat laparoskopi atau enema
barium untuk kelainan lain. Hanya pada sekitar seperlima kasus timbul kram intermiten atau
kadang-kadang rasa tidak nyaman yang terus-menerus di kuadran kiri bawah, dengan
perasaan tidak pernah tuntas buang air besar. Terjadinya divertikulitis memperkuat gejala dan
menimbulkan nyeri tekan di kuadran kiri bawah dan demam. Penyulit lain yang jarang adalah
perdarahan intermiten kronis minimal atau yang jarang, perdarahan masif, perforasi dengan
abses perikolik, atau pembentukan fistula.[6]
5
2.3.2 Inflamatory Bowel Disease
Inflamatory Bowel Disease (IBD) adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang
ditandai dengan respons imun mukosa yang berlebihan dan destruktif. Cedera jaringan pada
IBD besar kemungkinannya dipicu oleh jalur genetik dan imunologik yang beragam yang
dimodifikasi oleh pengaruh lingkungan, termasuk mikroba dan produknya (Kumar V,
Crawford J, 2007). Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif (KU,
Ulcerative Colitis), Penyakit Crohns (PC, Crohns disease), dan bila sulit membedakan kedua
hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara
praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi.[7]
Penyakit Crohn
Penyakit ini dapat mengenai semua bagian saluran cerna, dari mulut hingga anus.
Kasus aktif crohns disease (CD) sering disertai oleh penyulit imunologik ekstraintestinal,
seperti iritis dan uveitis, sakroiliitis, poliartritis migratorik, eritema nodosum, perikolangitis
hati dan kolangitis sklerotikans (penyakit peradangan saluran empedu), dan uropati obstruktif
disertai nefrolitiasis dan kerentanan terhadap infeksi saluran kemih. Amiloidosis sistemik
merupakan penyulit tahap lanjut yang jarang ditemukan. Oleh karena itu, CD harus di
pandang sebagai suatu penyakit peradangan sistemik dengan predominansi keterlibatan
saluran cerna.[6]
Epidemiologi. CD, yang tersebar di seluruh dunia, jauh lebih prevalen di AS, Inggris,
dan Skandinavia daripada di Eropa Tengah dan jarang di Asia dan Afrika. Di Amerika Serikat,
insidensi tahuannya adalah 3 sampai 5 per 100.000 populasi, yang sedikit lebih rendah dari
pada insidensi kolitis ulserativa. Insidensi dan prevalensi CD terus meningkat di Amerika
Serikat dan Eropa Barat. Penyakit ini timbul pada semua usia, dari anak hingga usia lanjut,
tetapi insidensi puncak adalah antara dekade kedua dan ketiga kehidupan, dengan puncak
kecil pada dekade keenam dan ketujuh. Perempuan sedikit lebih sering terkena daripada laki-
laki. Orang berkulit putih tampaknya dua sampai lima kali lebih sering terkena dari pada
orang bukan kulit putih.[6]
6
Gambar 2. Penyakit Crohn.[6]
Morfologi. Pada CD, kelainan nyata yang hanya melibatkan usus halus ditemukan
pada 30% kasus, usus halus dan kolon pada 40% dan hanya kolon pada sekitar 30%. Apabila
telah berkembang sempurna, CD ditandai dengan (1) peradangan usus yang berbatas tegas
dan biasanya transmural dan menyebabkan kerusakan mukosa, (2) adanya granuloma non
perkijuan pada 40% sampai 60% kasus dan (3) fisura disertai pembentukan fistula. Dinding
usus seperti karet dan tebal, akibat edema, peradangan, fibrosis dan hipertrofi muskularis
propria. Akibatnya, lumen hampir selalu menyempit, di susu halus hal ini secara radiografis
muncul sebagai string sign, arus sempit barium yang melewati segmen yang sakit. Striktur
dapat terjadi di kolon tetapi biasanya tidak terlalu parah. Gambaran klasik CD adalah batas
yang tegas antara segmen yang sakit dengan bagian usus yang sehat. Apabila banyak segmen
terkena, usus diantaranya pada dasarnya normal (skip lesions). Penyakit Crohn pada ileum
yang memperlihatkan penyempitan lumen, penebalan dinding usus, perluasan lemak
mesenterium di serosa (creeping fat), dan ulkus linier di permukaan mukosa atau disebut
mata panah.[6] Gambaran klinis. Gambaran CD sangat bervariasi dan sulit diperkirakan.
Manifestasi utama adalah serangan berulang diare, kram abdomen, dan demam yang
berlangsung beberapa hari sampai minggu. Manifestasi ini biasanya muncul secara perlahan,
tetapi pada beberapa kasus, terutama usia muda, onset nyeri sedemikian mendadak sementara
diarenya sedemikian ringan sehingga dilakukan eksplorasi abdomen dengan diagnosis
apendisitis. Melena ditemukan pada sekitar 50% kasus yang melibatkan kolon, melena ini
biasanya ringan tetapi kadang-kadang masif. Pada sebagian besar pasien, setelah suatu
serangan awal, manifestasi mereda sendiri atau setelah pengobatan, tetapi hal ini biasanya
diikuti oleh kekambuhan, dan interval antara serangan berikutnya semakin singkat. Pada 10%
hingga 20% pasien, interval bebas gejala setelah serangan awal dapat berlangsung beberapa
puluh tahun dan untuk sedikit pasien yang beruntung serangan awal ini adalah yang terakhir.
Konsekuensi CD yang berat adalah (1) terbentuknya fistula ke lengkung usus lainnya,
kandung kemih vagina, atau kulit perianus; (2) abses abdomen atau peritonitis; dan (3) striktur
atau obstruksi usus, sehingga harus dilakukan pembedahan. Kejadian yang jarang tetapi
membahayakan adalah perdarahan usus masif, dilatasi toksik kolon, atau karsinomaa kolon
atau usus halus. Walaupun terjadi peningkatan bermakna risiko karsinoma, risiko tersebut
jelas lebih rendah dibandingkan dengan risiko pada kolitis ulserativa.[6]
Kolitis Ulserativa
Kolitis ulserativa (UC) adalah suatu penyakit ulseroinflamatorik yang mengenai
kolon, tetapi terbatas di mukosa dan submukosa, kecuali pada kasus yang sangat parah. UC
7
berawal dii rektum dan meluas perkontinuitatum ke proksimal, kadang-kadang mengenai
seluruh kolon. Seperti CD, UC adalah suatu penyakit sistemik yang pada sebagian pasien
berkaitan dengan poliartritis migratorik, sakroiliitis, ankylosing spondylitis, uveitis, eritema
nodosum, dan kelainan hati (perikolangitis dan kolangitis sklerotikans primer). Terdapat
beberapa perbedaan penting antara UC dan CD:[6]
- Pada UC tidak ditemukan granuloma yang nyata.
- UC tidak memperlihatkan skip lesions (tidak ada mukosa sehat di antara lesi)
- Ulkus mukosa pada UC jarang meluas melewati submukosa, dan hanya ditemukan sedikit
fibrosis.
- Tidak terjadi penebalan mural pada UC, permukaan serosa biasanya normal.
- Pasien dengan UC berisiko lebih besar mengidap karsinoma.
Epidemiologi. Di Amerika Serikat dan negara barat, UC sedikit banyak lebih sering
ditemukan daripada CD, dengan insidensi sekitar 7 per 100.000 populasi. Penyakit ini
ditemukan di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Seperti pada CD, insidensi penyakit ini
meningkat sejak beberapa dekade terakhir. Penyakit ini dapat muncul pada semua usia,
dengan insidensi pucak pada usia antara 20 dan 25 tahun.[6]
8
peradangan difus, yang terutama terdiri atas sel mononukleus, di lamina propria, bahkan pada
saat gejala klinis pertama kali muncul. Kedua, desktruksi mukosa lebih lanjut menyebabkan
terbentuknya ulkus, yang meluas ke dalam submukosa dan kadang-kadang menyebabkan
muskularis propria terpajan. Ketiga, dengan remisi penyakit aktif, kawah ulkus terisi oleh
jaringan granulasi, diikuti oleh regenarasi epitel mukosa. Fibrosis submukosa serta kacaunya
arsitektur mukosa dan atrofi merupakan gejala sisa pada penyakit yang sudah sembuh. [6]
Gambaran klinis. UC adalah penyakit kronis rekuren yang ditandai dengan serangan diare
mukoid berdarah yang mungkin menetap selama beberapa hari, minggu atau bulan kemudian
mereda, hanya untuk kambuh setelah interval asimptomatik beberapa bulan sampai tahun atau
bahkan beberapa dekade. Onset biasanya perlahan berupa kram perut, tenesmus, dan nyeri
kolik abdomen bawah yang hilang setelah buang air besar. Sebagian pasien mengalami
demam dan penurunan berat badan. Tinja yang berdarah lebih sering terjadi pada UC dari
pada CD dan pengeluaran darahnya mungkin merupakan serangan terakhir pada sekitar 10%
pasien yang beruntung. Di ujung spektrum lainnya, serangan awal bersifat eksplosif dan
menyebabkan perdarhan serius serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
dianggap sebagai kedaruratan medis. Manifestasi ekstraintestinal, terutama poliartritis
migratorik. Komplikasi yang tidak lazim, tetapi mengancam nyawa adalah diare berat dan
gangguan elektrolit, perdarahan masif, dilatasi hebat kolon (megakolon toksik) dengan
kemungkinan ruptur, dan perforasi disertai peritonitis.[6]
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan biopsi.
Penyebab infeksi spesifik harus disingkirkan. Penyulit jangka panjang UC yang paling
ditakuti adalah kanker. Perubahan sekuensial mukosa dari displasia hingga karsinoma invasif
merupakan dasar bagi program surveilans berupa kolonoskopi dan biopsi multipel berulang
yang ditunjukkan untuk mendeteksi displasia sehingga dapat dilakukan kolektomi
profiloaktik.[6]
2.3.3 Hemoroid
Definisi. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau di luar linea dentate
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) di sebut hemoroid eksterna. Sedangkan
di atas atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang berada di bawah mukosa
(submukosa) disebut hemoroid interna. Biasanya struktur anatomis anal canal masih normal.[8]
Klasifikasi dan derajat. Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan
interna. Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas:[8]
9
1. Derajat 1: bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke
dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3 : pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
trombosis dan infark.
Patogenesis. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus. Faktor risiko hemoroid
antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah
(lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok). Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen),
kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua,
konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal,
kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi.[8]
Gambaran klinis. Hemoroid memiliki sinonim piles, ambeien, wasir atau southern
pole disease dalam istilah di masyarakat umum. Keluhan penyakit ini antara lain buang air
besar sakit dan sulit, dubur terasa panas, serta adanya benjolan di dubur, perdarahan melalui
dubur dan lain-lain.[8]
2.3.4 Neoplasma
Tumor epitel usus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia. Kolon, termasuk rektum, merupakan tempat tersering timbulnya neoplasma primer
dibandingkan dengan organ lain dalam tubuh. Kanker kolorektum hanya berada di urutan
kedua setelah karsinoma bronkogenik sebagai kanker pembuluh. Sekitar 5% orang Amerika
akan mengalami kanker kolorektum dan 40% dari jumlah ini akan meninggal akibat hal
tersebut. Adenokarsinoma membentuk sebagian besar kanker kolorektum dan mencerminkan
70% dari semua keganasan yang timbul dalam saluran cerna.[6]
Polip Kolon
Istilah polip kolon dalam klinik dipakai untuk menggambarkan tiap kelainan yang
jelas (any circumscribed lession), yang menonjol di atas permukaan mukosa yang
mengelilinginya. Bentuk, besar dan permukaan polip dapat berbeda-beda.[9]
10
Bentuk, besar dan permukaan polip dapat berbeda-beda. Ada yang bertangkai, disebut
pedunculated polyp dan ada yang tidak bertangkai dan mempunyai dasar yang lebar, disebut
sessile polyp. Walaupun secara makroskopis beberapa jenis polip dapat diketahui akan tetapi
untuk mengetahui secara pasti jenis polip, diperlukan pemeriksaan histologis ini penting
sekali karena jenis-jenis polip berbeda secara klinis terutama dalam hal potensi untuk menjadi
ganas. Polip kolon-rektum lebih sering ditemukan dari pada polip lambung-duodenum. Polip
pada usus besar dibagi atas [9]
1. Polip non-epielial
Berasal dari jaringan limfoid, otot halus, lemak dan saraf. Misalnya polip limfoid, yang
sessile dan submukosa, terdapat pada bagian distal rektum dan tidak ganas. Polip limfoid
in terjadi karena peradangan lokal.
2. Polip epitelial
Dapat dibagi atas 4 golongan: 1) adenoma atau golongan neoplastik. Jenis ini sangat
penting karena potensinya untuk menjadi ganas. 2) hamartoma, 3) polip karena
peradangan (inflammatory polyps), 4) polip heperplastik (hyperplastic polyp).
Adenoma adalah polip neopastik yang berkisar dari tumor kecil yang sering bertangkai
hingga lesi besar yang biasanya sessile. Prevalensi adenoma kolon adalah 20% hingga 30%
sebelum usia 40 tahun, meningkat menjadi 40% hingga 50% setelah usia 60 tahun. Laki-laki
dan perempuan terkena sama seringnya. Adenoma kecil biasanya asimptomatik, sampai suatu
saat terjadi perdarahan samar yang menyebabkan anemia signifikan. Adenoma vilosa jauh
lebih sering menimbulkan gejala karena perdarahan rektum, baik yang samar maupun nyata.
Adenoma vilosa yang terletak paling distal mungkin mengeluarkan bahan mukoid yang kaya
protein dan kalium sehingga terjadi hipoproteinemia dan hipokalemia. Adenoma usus halus
dapat bermanifestasi sebagai anemia atau intususepsi atau obstruksi. Adenoma di dekat
ampula vateri dapat menyebabkan obstruksi empedu. Pada penemuan, semua adenoma, tanpa
memandang lokasi di saluran cerna, perlu dianggap berpotensi ganas, oleh karena itu,
diindikasikan eksisi yang segera dan adekuat.[6]
Karsinoma Kolorektum
Epidemiologi. Insidensi puncak untuk kanker kolorektum adalah usia 60 hingga 70
tahun, kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 50 tahun. Bila kenker kolorectum
ditemukan pada pasien berusia muda, perlu dicurigai adanya kolitis ulserativa atau salah satu
dari sindrom poliposis. Lesi prekursornya diperkirakan adalah adenoma, frekuensi munculnya
kanker kolorektum dari mukosa kolon yang datar belum diketahui, tetapi tampaknya rendah.
11
Laki-laki terkena sekitar 20% lebih sering dari pada perempuan. Karsinoma kolorektum
tersebar di seluruh dunia, dengan angka insidensi tertinggi di Amerika Serikat, Kanada,
Australia, Swedia dan negara maju lainnya. Insidensi di Jepang, yang dahulu rendah, sekarang
meningkat hingga level pertengahan seperti di Inggris.[6]
Etiopatogenesis. Faktor lingkungan, terutama kebiasaan makan, diperkirakan menjadi
penyebab perbedaan geografik yang mencolok ini. Faktor makanan yang paling banyak
mendapat perhatian adalah (1) rendahnya kandungan serat sayuran yang tidak dapat diserap,
(2) tingginya kandungan karbohidrat yang telah dimurnikan, (3) tingginya kandungan lemak
(dari daging) dan (4) berkurangnya asupan mikronutrien protektif, seperti vitamin A, C dan E.
Diperkirakan penurunan kandungan serat menyebabkan berkurangnya massa tinja,
peningkatan retensi tinja dalam usus, dan perubahan flora bakteri di usus. Oleh karena itu,
konsentrasi produk sampingan oksidatif penguraian karbohidrat oleh bakteri yang berpotensi
toksik lebih tinggi dalam tinja (yang jumlahnya sedikit) dan tertahan berkontak lebih lama di
mukosa kolon. Selain itu, asupan lemak yang tinggi meningkatkan sintesis kolesterol dan
asam empedu oleh hati, yang pada akhirnya diubat menjadi karsinogen potensial oleh bakteri
usus. Makanan yang dimurnikan juga kurang mengandung vitamin A, C dan E, yang dapat
berfungsi sebagai penyapu radikal oksigen.[6]
Karsinogenesis kolorektum. Penelitian mengenai karsinogenesis kolorektum
memberikan pemahaman mendasar mengenai mekanisme umum evolusi kanker. Sekarang
dipercayai bahwa terdapat dua jalur pembentukan kanker kolon yang secara patogenetis
berbeda, kedua melibatkan akumulasi bertahap mutasi. Namun, gen yang terlibat dan
mekanisme timbulnya mutasi berbeda.[6]
Jalur pertama, kadang-kadang disebut jalur APC/-katenin, ditandai dengan
instabilitas kromosom yang menyebabkan akumulasi bertahap mutasi di serangkaian onkogen
dan gen penekan tumor. Jalur kedua ditandai dengan lesi genetik di DNA mismatch repair
genes (gen untuk memperbaiki ketidak cocokan DNA).[6]
12
Gambar 4. Skema perubahan morfologik dan molekular pada sekuensi adenoma-karsinoma.[6]
Gambaran klinis. Kanker kolorektum tidak menimbulkan gejala selama bertahun-
tahun, gejala timbul perlahan dan sering telah ada sejak berbulan-bulan, kadang-kadang
bertahun-tahun, sebelum terdiagnosis. Kanker kolon kanan dan sekum sering menyebabkan
rasa lelah, lesu dan anemia defisiensi zat besi yang menyebabkan pasien berobat. Kanker
disisi kanan mungkin menyebabkan perdarahan tersamar, perubahan kebiasaan buang air
besar, atau rasa kram di kuadran kiri bawah. Walaupun pada perempuan anemia dapat timbul
akibat kelainan ginekologik, pepatah klinis mengatakan bahwa anemia defisiensi zat besi pada
laki-laki berusia lanjut berarti kanker saluran cerna, kecuali dibuktikan lain.[6]
13
Gambar 5. Angiodisplasia di kolon asenden.[6]
16
Acute LGIB
Colonoscopy Colonoscopy
e sigmoidoscopy
scopy if familial colon cancer, iron deficiency anemia, or coplus bleeding)
Video capsule
Intraoperative endoscopy
Algoritma diagnosis perdarahan akut gastrointestinal bagian bawa. [Dikutip dari (10)]
17
2.5 Penatalaksanaan LGIB
Tanda-Tanda vital
Anamnesis dan pemeriksaan fisik Resusitasi
Tes darah
Golongan darah dan cross match
Pasang 2 buah jalur iV
Nasograstric Tube (NGT)
Kemungkinan
perdarahan di SCBA
Edoskopi
Perdarahan aktif
SCBA segera
Presumed
Kolonoskopi segera atau lower source
scintigrafy eritrosit plus lokasi perdarahan
angiografi Tak teridentifikasi
Endoskopi SCBA
Normal OMD follow through
Enteroskopi
Capsule endoskopi
Kauterisasi elektrik
Injeksi zat skleratik Lokasi perdarahan ditemukan
Hemoclips
Angiografi embolisasi
Perdarahan berulang
Kehilangan cairan Perdarahan
Suplemen zat besi cukup banyak
Tak berhasil atau perlu
transfusi Pertimbangkan :
Lokasi perdarahan darah
Angiografi
Tak terlihat Enteroskopi operasi
Bedah Terapi hormonal empiris
Kolektomi parsial
Prinsip-prinsip Penatalaksanaan
Resusitasi. Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang akut mengikuti
protokol yang sudah dianjurkan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Dengan langkah
awal menstabilkan hemodinamik.[3]
Oleh karena perdarahan saluran cerna bagain atas yang hebat juga menimbulkan darah
segar di anus maka pemasangan NGT (nasogastric tube) dilakukan pada kasus-kasus yang
perdarahannya kemungkinan dari saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan laboratorium
memberikan informasi serupa dengan perdarahan saluran cerna bagian atas meskipun
18
azotemia jarang ditemukan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan segera
diperlukan pada kasus-kasus yang membutuhkan transfusi lebih 3 unit pack red cell.[3]
Medikamentosa. Beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat diobati secara
medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat diobati dengan bulk-
forming anget, sitz baths, dan menghindari mengedan. Terapi hormonal angiodisplasia
menggunakan estrogen dan progestagen dilaporkan belum berhasil, tetapi somatostatin dan
analognya, octreotide, telah dilaporkan dapat menurunkan kehilangan darah dari saluran
pencernaan pada angiodisplasia. Octreotide telah dilaporkkan berhasil pada pasien dengan
perdarahan dari portal colopathy. Pada angiodisplasia, antagonis vascular endotelial growth
factor, diantaranya thalidomide, menunjukkan efikasi yang rasional. Salah satu studi
menunjukkan bahwa thalidomide mencegah perdarahan yang berulang pada pasien
angiodysplasia dan pada pasien dengan perdarhan hebat yang berhubungan dengan Crohns
disease.[1]
IBD biasanya memberi respons terhadap obat-obatan antiinflamasi. Pemberian
formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang timbul pada proktitis radiasi. Respon
serupa juga terjadi pada pemberian oksigen hiperbarik.[3]
Terapi Endoskopi. Colonoscopic bipolar cautery, monopolar cautery, heater probe
application, argon plasma coagulation, and Nd:YAG laser bermanfaat untuk mengobati
angiodisplasia dan perubahan vaskular pada kolitis radiasi. Kolonoskopi juga dapat digunakan
untuk melakukan ablasi dan reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang
timbul pada kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan hemoroid interna
dengan ligasi maupun teknik termal.[3]
Modalitas terapi endoskopi untuk LGIB yaitu injection, contact and non contact
thermal coagulation serta alat-alat seperti metallic clips dan ligation band.[1]
Thermal coagulation. Adalah salah satu dari beberapa teknik hemostatik. Pada bipolar dan
monopolar elektrokoagulasi, dimana probe heaternya secara langsung menghantarkan panas
yang dapat menginduksi koagulasi pada jaringan yang terbuka.[1]
Argon plasma coagulation (APC) mentransmisikan energi ke jaringan tanpa kontak langsung
dengan menggunakan ionisasi gas argon. Kedalaman penetrasi ionisasi gas argon ini dibatasi
oleh perluasan dari jaringan yang akan di ionisasi, tergantung dari pengaturan kekuatan
ionisasi, durasi dan jarak dari probe ke target jaringan. Risiko perforasi pada kolon dengan
APC hampor tidak ada.[1]
19
Injection therapy. Epinephrine (at a 1:10.000 pengenceran) yang biasanya digunakan, dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan kompresi pada pembuluh darah. Penambahan injeksi
sklerosant (seperti ethanolamin) pada perdarahan varises rektal dapat menyembuhkan lesi.[1]
Metallic clips. Dapat digunakan secara pasti dan aman pada lesi perdarahan tertutup. Ligasi
dengan rubber band digunakan untuk perdarahan hemoroid dan perdarahan varises rectal.[1]
Angiografi terapeutik. Bilamana kolonoskopi gagal atau tidak dapat dikerjakan maka
angiografi dapat digunakan untuk melakukan tindakan teraupeutik. Embolisasi arteri secara
selektif dengan polyvinyl alcohol atau mikrokoil telah menggantikan vasopressin intraartery
untuk mengatasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi angiografi merupakan
pilihan terakhir karena dapat menimbulkan infark kolon sebesar 13-18%.[3]
Terapi bedah. Banyak pasien dengan LGIB tidak membutuhkan terapi bedah. Terapi bedah
biasanya merupakan pilihan pasien dengan LGIB yang berkaitan dengan neoplasma. Pada
beberapa diagnostik (seperti divertikel Meckel atau keganasan) bedah merupakan pendekatan
utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah emergensi menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi dan dapat memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan
perdarahan berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi kanan atau
hemikolektomi subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik.[3]
20
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan saluran cerna bagian bawah masih menjadi masalah kesehatan, karena
20% penyebab LGIB masih belum diketahui, komplikasi yang terjadi dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pasien sehingga LGIB memerlukan pendekatan diagnosis yang
baik serta perawatan yang intensif di rumah sakit.
Penyebab yang paling sering pada orang dewasa adalah penyakit divertikular,
inflamatory bowel disease, benign anorectal disease, neoplasia, koagulopati dan atriovenous
malformation yang semua penyebab ini dapat menyebabkan perubahan-perubahan
hemodinamik dalam tubuh manusia sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pasien LGIB.
21