Anda di halaman 1dari 5

Peradilan Dimasa Rasulullah

Oleh: Jajat Sudrajat


Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta

AlDakwah.com- Keadilan adalah salah satu nilai yang dijunjung dalam kehidupan
bermasyarakat. Hanya dengan keadilan setiap manusia dalam suatu masyarakat akan
memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

--------------------------------------------------------------------------------

Keadilan hanya bisa tegak jika setiap orang mendapatkan haknya secara utuh, dan itu hanya
bisa terlaksana dengan adanya peradilan yang bersih dan adil, dan inilah salah satu tugas
yang diemban para nabi, Allah berfirman:

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan" .

Rasulullah adalah hakim Islam yang pertama.

Setelah Rasulullah memantapkan risalah Islam di Madinah, beliau tidak hanya bertindak
sebagai rasul tetapi juga sebagai kepala negara dan hakim. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa hakim pertama dalam Peradilan Islam adalah Rasulullah sendiri. Hal ini
menjadi sangat jelas apabila kita perhatikan bunyi piagam Madinah yang disepakati semua
komponen bangsa di Madinah waktu itu;

Artinya: "Bahwa jika ada kejadian atau perselisihan diantara para penanda tangan piagama
ini dan dikhawatirkan (mengakibatkan) kerusakan, maka yang menjadi rujukan adalah
kepada Allah dan Muhammad Rasulullah" .

Hal demikian, merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan wahyu. Di dalam al-
Qur'an Allah menerangkan bahwa undang-undang yang wajib dituruti oleh Nabi dan
diterapkan adalah undang-undang yang ditetapkan oleh Islam. Dalam hal ini, Rasulullah
bertindak sebagai hakim dan sebagai mufti yang menyampaikan syariat Allah.

Allah berfirman:

Artinya:"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah".

Artinya:"Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir".
Adapun urusan peradilan di daerah-daerah diserahkan kepada penguasa yang dikirim
Rasulullah ke daerah-daerah itu, namun sewaktu-waktu pernah Nabi menyuruh seorang
sahabat bertindak sebagai hakim dihadapan beliau sendiri. Beliau juga bertindak selaku mufti
yang memberi fatwa kepada orang-orang yang memerlukannya. Maka pada diri belau
berpadulah tiga kedudukan yaitu selaku Imam (eksekutif) hakim (yudikatif), dan
musyarri'(legislatif).

Pedoman Rasululullah dalam memutuskan perkara.

Dalam memutuskan perkara, Rasulullah merujuk kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah
kepadanya. Para penggugat dan tergugat hadir dihadapan Nabi, beliaupun mendengar
keterangan para pihak yang sedang berperkara.
Dalam proses peradilan yang ditangani Rasulullah , beliau tidak menafikan kemungkinan
adanya kekhilafan. Dalam kaitan ini beliau bersabda:
Artinya:"Kalian (mengajukan) perselisihan kalian kepadaku, dan boleh jadi sebagian dari
kalian lebih piawai dengan argumennya dari yang lain, maka barang siapa yang aku putuskan
untuk (kemenangan)nya sesuatu dari hak(milik) saudaranya karena ucapannya, maka
sesungguhnya aku aku memotong sepotong (bara) api untuknya, amak janganlah dia ambil" .

Dalam kesempatan lain beliau bersabda:

Artinya: "Aku diperintahkan Tuhanku memutuskan perkara menurut bukti-bukti (alasan-


alasan) yang nyata. Sedang hakikat urusan itu terserah kepada Allah sendiri" .

Terjadinya kekhilafan putusan, sebagaimana dimungkinkan dalam proses peradilan


Rasulullah e, maka pada peradilan yang ditangani selain beliau lebih mungkin lagi terjadi,
oleh karena itu adalah kewajiban setiap hakim untuk selalu berhati-hati dalam memutuskan
perkara, Rasulullah bersabda:

Artinya: "Kesalahan Imam (hakim) dalam memberikan pengampunan lebih baik dari
kesalahan menjatuhkan hukuman" .
Berbagai macam putusan yang telah ditetapkan Nabi, membuktikan, bahwa Nabi tidak
pernah memihak kepada suatu golongan, dan beliau tetap memelihara kadilan dan kejujuran.

Alat-alat pembuktian di zaman Rasulullah

Alat-alat pembuktian dimasa Rasulullah. Adalah :


1. Iqrar (pengakuan)

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri" .

2. Sumpah dan Saksi


Berkaitan dengan alat pembuktian hukum ini, Rasulullah bersabda:

Artinya:"Bukti (diwajibkan) atas penuduh dan sumpah (diwajibkan) atas tertuduh" .

Artinya: "Aku diperintahkan Tuhanku memutuskan perkara menurut bukti-bukti (alasan-


alasan) yang nyata. Sedang hakikat urusan itu terserah kepada Allah sendiri".

Para Shahabat ditunjuk menjadi hakim.

Sesudah da'wah Islamiyah berkembang, rasulpun mengizinkan sebagian sahabat untuk


bertindak sebagai hakim, mengingat jauhnya tempat yang memerlukan putusan perkara dari
kota Madinah, seperti Ali di Yaman dan Attab bi Asid di Makkah .

Kadang-kadang untuk latihan bagi para sahabat, beliau menyuruh sahabat itu memutuskan
perkara dihadapan beliau sendiri. Hal ini merupakan petunjuk bagi kita dibolehkannya
pemisahan antara eksekutif dan yudikatif.

Dalam kasus Bani Quraidlah, Rasulullah mengangkata Sa'ad bin Mu'adz sebagai hakim
untuk memutuskan hukuman yang setimpala bagi mereka sebagai pengkhianat negara .

Rasulullah juga pernah mengutus Ali ke Yaman untuk menjadi hakim. Dan apabila putusan-
putusan Ali itu disanggah oleh yang berperkara, maka Ali menyampaikan putusannya kepada
Rasulullah .

Segala macam perkara pada masa permulaan Islam, diputuskan berdasarkan kepada
penetapan al-Qur'an, Sunnah Rasul, ijtihad atau Qias. Sebagaimana disebutkan dalam hadits
Mua'dz. Ibn Jabal, yang diangkat menjadi Gubernur dan Hakim di Yaman .

Nabi membenarkan para hakim mempergunakan qias untuk memutuskan perkara-perkara


sengketa adalah karena hukum-hukum al-Qur'an yang telah turun, hanya mengenai
beberapa kejadian saja, demikian pula sabda Nabi dan petunjuk-petunjuknya hanya
mengandung hal-hal yang umum dan kasuistik, tidak juziyah yang terus menerus terjadi di
setiap masa dan tempat.

Tak ada rumah penjara di zaman Rasul .

Dimasa Rasul masih hidup, belum dikenal rumah penjara (Lembaga pemasyarakatan) seperti
sekarang ini. Demikian juga dimasa Abu Bakar. Yang mula-mula memenjarakan orang-orang
yang berhukum dalam suatu rumah adalah Kholifah Umar ibn Al-Kahthab yang ia beli dari
Shofwan bin Umayyah seharga empat ribu dinar .

Dalam masa Rasulullah sendiri orang-orang yang tertuduh berbuat kejahatan tidak dibiarkan
bercampur dengan orang-orang lain. Dia ditahan di rumah atau di dalam masjid atau diawasi
oleh orang yang menuduh atau wakilnya .

Gaji para hakim di zaman Rasulullah.

Rasulullah menentukan gaji untuk para hakim yang sesuai dengan masa dan memenuhi
kebutuhan mereka. Athab bin Asib yang menjadi hakim di Makkah sejak zaman Rasulullah
sampai Kholifah Abu bakar wafat, pernah mengatakan bahwa Rasulullah telah memberikan
kepadanya untuk tiap-tiap hari 2 dirham. Maka perut yang tidak bisa kenyang dengan dua
dirham, adalah perut yang tidak kenyang-kenyangnya

Tuduhan atas Peradilan zaman Rasul.

Ada orang yang mengatakan bahwa peradilan dimasa Nabi tidak teratur. Pendapat ini kita
bantah, karena Islam adalah agama dan pemerintahan yang mempunyai berbagai aturan,
yang diantaranya adalah peradilan.

Wacana tentang peradilan telah digulirkan Rasulullah sejak awal dalam sunnahnya dengan
istilah Hakim dan Qadhi sebagaimana sabdanya:

Artinya:"Jika seorang hakim memproses hukum, maka ia berijtihad kemudian benar, maka ia
mendapat dua pahala dan jika memproses hukum kemudian berijtihad dan salah, maka ia
mendapatkan satu pahala" .

Artinya:"Qodhi-qodhi itu ada tiga macama; Dua ke neraka dan satu ke Surga. Ada orang yang
mengetahui kebenaran kemudian ia memutuskan (sesuai) dengannya, maka ia masuk surga.
Dan ada orang yang mengetahui kebenaran kemudian ia tidak memutuskan (sesuai)
dengannya dan dia melakukan manipulasi dalam hukum, maka ia masuk neraka. Dan ada
orang yang tidak mengetahui kebenaran, maka ia memutuskan (hukum) atas kebodohan,
maka ia masuk neraka" .
Nabipun telah menggariskan jalan yang harus ditempuh oleh para hakim dan prinsip-prinsip
pokoknya, diantaranya:

Artinya:"Jika dua orang mengajukan hukum kepadamu, maka jangalah (langsung)


memutuskan untuk (keuntungan) orang pertama sampai mendengar (penjelasan) yang lain,
maka (baru) kau akan tahu bagaimana seharusnya memutuskan. Ali berkata:"Maka aku
selalu jadi qodhi sejak itu" .

Artinya:"Janganlah seorang hakim memutuskan hukuim diantara dua orang dalam keadaan
marah" .

Artinya:"Rasulullah melaknat orang menyuap dan disuap dalam kasus hukum" .

Rasulullah juga selalu mewanti-wanti kepada para hakim untuk selalu berhati-hati dalam
memutuskan perkara karena akibat yang akan ditimbulkannya bukan hanya di dunia tapi juga
di akhirat, Rasulullah bersabda:
Artinya:"Barang siapa yang memgang jabatang qodhi maka sesungguhnya ia telah
menyembelih tidak dengan pisau" .
Perincian dari hukum-hukum yang dikemukakan oleh al-Qur'an, diserahkan kepada Nabi,
kemudian kepada ijtihad para mujtahid. Hal ini berlaku dalam urusan-urusan yang
berhubungan dengan muamalah dan susunan pemerintah. Karena urusan-urusan muamalah
dan organisasi pemerintahan, adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh lingkungan dan masa.

Didalam menerapkan hukum atas kejadian-kejadian yang selalu tumbuh, syariat Islam
mempunyai 2 perinsip dan pedoman pokok.

Mengemukakan penjelasan-penjelasan yang sudah terang dari syariat sendiri seperti


hukuman mencuri dan berzinah.
Mengemukakan dasar-dasar pokok yang bersifat menyeluruh, agar segala kejadian yang
terjadi dapat dimasukan kedalam dasar-dasar itu, seperti urf (kebiasaan) dan mashlahah
mursalah.
Didalam usaha menerapkan hukum, syariat Islam mempunyai perinsip pokok yang penting
untuk melindungi hak-hak manusia seperti: Kesaksian dan memberi tangguh kepada yang
berperkara untuk mencari saksi-saksinya.

Dalam bidang pokok hukum yang tidak bersifat sendi peradilan, syariat Islam
menyerahkannya kepada mujtahid yang bertindak sebagai mufti, agar hukum-hukum dapat
memenuhi keadaan masa dan tempat.

Untuk lebih jelasnya tentang peradilan di masa Rasulullah, berikut ini beberapa contoh kasus
peradilan yang ditangani oleh Rasulullah sendiri pada masanya, yaitu dalam bidang:

Perdagangan:
Seorang petani mendapat musibah pada hasil panennya, sehingga ia bangkrut dan
hutangnya banyak, maka Rasulullah menganjurkan kepada para Sahabat untuk memberikan
shodaqoh padanya, dan para Sahabatpun bershodaqoh kepadanya. Namun ia tidak mampu
untuk membayar utangnya, maka Rasulullah berkata kepada para krediturnya:
Yang artinya:"Ambillah apa yang kalian temukan, dan kalian tidak ada (yang lain) bagi kalian
selain itu" .
Rasulullah pernah menyita harta Mu'adz bin Jabal dan menjualnya untuk menutupi
hutangnya.

Pertanian:
Ada dua orang yang berselisih tentang sebidang tanah, tanah itu milik salah seorang dari
mereka sementara yang lain yang menanam kurma, akhirnya mereka mengadukan kepada
Rasulullah, maka Rasulullah memutuskan; menyerahkan tanah kepada pemiliknya dan
pemilik kurma mesti mencabutinya seraya bersabda:
Artinya:"Tidak ada hak bagi penanam yang dzalim" .

Zubair berselisih dengan seorang sahabat Anshar tentang penyiraman kebun kurma
mereka. Mereka mengadukan kepada Rasulullah. Maka beliau berkata: "Siramlah (kebunmu)
wahai Zubair, kemudian alirkan air ke kebun tetanggamu ". Maka sahabat Anshar itu marah,
ia berkata: Ya Rasulallah apakah itu karena ia anak bibimu?". Maka wajah Rasulullah
memerah, ia berkata kepada Zubair:"Wahai Zubair siramlah (kebunmu) kemudian tahanlah
airnya sampai (penuh) ke dinding". Sebelumnya Rasulullah memberikan solusi yang lebih
fleksibel untuk Zubair dan sahabat Anshar itu sendiri, tapi ketika orang Anshar itu tidak
menerima putusannya yang pertama, maka beliau memberikan hak Zubair seutuhnya sesuai
dengan ketegasan hukum .

Pernikahan:
Artinya:"Seorang wanita masuk Islam kemudian ia menikah, maka suami pertamanya
datang (kepada Rasulullah), dan ia berkata: Wahai Rasulullah, aku sebenarnya (ketika itu)
sudah masuk Islam, dan ia tahu (proses) keislamanku, maka Rasulullah melepaskannya dari
suami keduanya dan mengembalikannya kepada suami pertamanya" .
Istri Tsabit bi Qais mengadu kepada Rasulullah e, bahwa dirinya sudah tidak menyukai
suaminya dan ia mengakhwatirkan jatuh pada kekufuran (terhadap suami) maka Rasullah
berkata kepadanya:
"Apakah kau (bersedia) mengembalikan kebunnya kepadanya". Ia berkata: "Ya". Maka
Rasulullah bersabda:" terimalah (pengembalian) kebunnya dan cerailah dia satu kali
thalaq" .

Pengurusan anak:
Seorang wanita datang kepada Rasulullah:"Wahai Rasulullah! Suamiku mau membawa
anakku, padahal dia sangat berguna untukku, ia membantuku membawa air minum dari
sumur Abi Inabah kemudian suaminya datang". Maka Rasulullah bersabda:

Artinya:"Wahai anak! Ini bapakmu dan ini ibumu, maka peganglah tangan salah satu dari
mereka yang kau mau, maka ia meraih tangan ibunya dan berlalu dengannya" .

Hukum Pidana:

a. Zina
Ma'iz bin Malik datang kepada Rasulullah . Ia berkata:"Wahai Rasulullah saya telah berzina".
Beliau memalingkan mukanya, iapun terus mengikutinya seraya berkata:"Wahai Rasulullah
saya berzina". Rasulullahpun memalingkan mukanya. Hal demikian berulang sampai empat
kali, sampai ia bersumpah atas dirinya empat kali, (baru) Rasulullah memanggilnya, beliau
bertanya:"Apakah kau gila?" Ia berkata: "Tidak". Beliau bertanya lagi:"apakah kau sudah
menikah?" Ia berkata: "Ya". Beliau berkata (kepada para Sahabat):"Pergilah kalian dan
rajamlah dia" .

b. Pencurian
Seorang pencuri yang telah mengakui perbuatannya dihadapkan kepada Rasulullah, maka
beliau menanyainya: "Apakah kau mengakui telah mencuri?" ia menjawab:"Ya". Beliau
mengulanginya pertanyaan itu dua sampai tiga kali. Kemudian beliau memerintahkan untuk
memotong tangannya .

Hukum Perang
Nabi memutuskan (untuk memberikan) perlengkapan perang (musuh yang terbunuh) kepada
pembunuhnya" .

Anda mungkin juga menyukai