Anda di halaman 1dari 15

Konsep Dasar Penyakit Artritis Reumatoid

A. Definisi
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarakteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membran sinovial yang
mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut. ( Susan Martin
Tucker.1998 ).
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran
sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi,
penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama
poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan
olehperadangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan
sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku,
dan lutut.

B. Epidemiologi
AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara usia
40 tahun dan 50 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering dari pada pria. AR
adalah suatu penyakit inflamasi sistematik yang paling sering dijumpai, menyerang sekitar 1%
populasi dunia.

C. Etiologi
Gambar 1. Anatomi persendian lutut yang normal

Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai
patogenesisnya telah terungkap. AR adalah suatu penyakit autoimun yang timbul pada individu
individu yang rentang setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui.
Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau
mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-organisme
diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun
individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap
antibodi IgG semula. Antibodi ynng ditunjukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor
rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan
destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit
autoimun.

D. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari atritis reumatoid yang banyak menyebabkangejala, meliputi
:
1. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
Aktifitas klien dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian yang
lebih, karena ketika klien dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak
bergerak, akan memberatkan kondisi klien yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat
buruk. Sehingga klien dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan
perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini
dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal klien yang tidak lagi seperti usianya beberapa
tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal.
2. Lingkungan
Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih
mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka
kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika
keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu,
kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan
kelumpuhan.

E. Patofisiologi

Gambar 2. Arthritis Reumatoid Pada Sendi


Reaksi autoimun dalam jaringan

sinovial akibat faktor genetik, yang melakukan proses fagositosis menyerang


sinovium menghasilkan enzim enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi
edema proliferasi membran sinovial yang mengakibatkan adanya pelepasan kolagenesa dan
produksi lisozim oleh fagosit yang mengakibatkan terjadinya erosi sendi
dan periartikularis tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula & ligamentum. Kemudian
terjadi pembengkakan, kekakuan pergelangan tangan & sendi jari tangan dan akhirnya
membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu
gerak sendi.
Gambar 3. Destruksi Pada Persendian
Faktor genetik

Pathway
Bakteri, mikroplasma, virus
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul sesuai dengan tahapan dan keparahan dari penyakit AR itu
sendiri. Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang berfungsi adalah gambaran klinis
yang klasik. Seringkali dapat diaspirasi cairan dari sendi yang mengalami
pembengkakan. Artritis sering diawali dengan timbulnya rasa sakit serta lemah pada sendi
tangan dan pinggang. Juga disertai bengkak dan kadang terjadi peradangan, tetapi sering tiba-
tiba hilang.
Pola karakteristik dari persendian yang terkena :
- Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
- Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang
belakang serviks, dan temporomandibular.
- Biasnya akut, bilateral, dan simetris.
- Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama
lebih dari 30 menit.
- Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Beberapa gejala klinis yang kerap kali terjadi pada para penderita atritis reumatoid ini, yakni :
a. Gejala-Gejala Konstitusional.
Beberapa gejala tersebut meliputi lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Bahkan
terkadang kelelahan yang sangat hebat.
b. Poliatritis Simetris.
Terutama terjadi pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan namun biasanya tidak
melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diatrodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari.
Kejadian ini terjadi selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoatritis, yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.

d. Atritis Erosif.
Atritis erosif merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.Peradangan sendi
yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
e. Deformitas.
Kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau jari,
subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
f. Nodula-Nodula Reumatoid.
Nodula-nodula reumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga
penderita dewasa. Lokasi tersering yakni di daerah sepanjang sendi sikut atau sepanjang
permukaan ekstensor lengan. Nodul ini merupakan tanda bahwa penyakit tersebut aktif.
g. Manifestasi Ekstraartikuler.
Kulit Nodula subkutan Vaskulitis, bercak-bercak coklat lesi-lesi ekimotik
Jantung
Perikarditis Temponade pericardium. Lesi peradangan miokardium dan katup jantung
Paru-paru
Pleuritis dengan atau tanpa efusi peradangan paru-paru
Mata terjadi skleritis
Syaraf
Neuropati perifer sindrom kompresi perifer (sindrom terowongan kapal, neuropati syaraf ulnaris,
paralisis peronealis, abnormalitas vertebra servikal)
Sitemik Anemia Osteoporosis generalisata Syndrome felty Sindrom Sjogren
(keratokonjungtivitis sika) Amiloidosis.

G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi
pada setiap sendi, perhatian juga hal hal berikut ini :
Keadaan umum : Komplikasi steroid, berat badan.
Tangan : Meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
ngan : Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
jah : Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak,
anemia dan tanda tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma
Sjogren ).
ut : Kering, karies dentis, ulkus , suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis
rematoid tidak menyebabkan iritasi.
her : Adanya tanda tanda terkenanya tulang servikal.
aks : Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi atup aorta dan mitral ). Paru paru
( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan ).
domen : Adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
Panggul dan lutut: tungkai bawah adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista baker yang
reptur ) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda tanda kompresi medulla spinalis.
ki : Efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong suprapatelar mengakibatkan
pembengkakan di atas dan sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi
pergelangan kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior
nalisis : Untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya darah.

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis) :
1. Tes serologik
rematoid 70% pasien bersifat seronegatif.
Catatan: 100% dengan factor rematoid yang positif jika terdapat nodul atasindroma Sjogren
3. Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus
4. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena, perubahan-perubahan yang dapat di temukan
adalah:
- Pembengkakan jaringan lunak
- Penyempitan rongga sendi
- Erosi sendi
- Osteoporosis juksta artikule
5. Untuk menilai aktivitas penyakit:
1) Erosi progresif pada foto sinar X serial.
2) LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari LED yang meningkat pada artritisreumatoid meliputi :
- penyakit aktif
- amiloidosis
- infeksi
- sindroma Sjorgen ;
3) Anemia : berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan dengan aktifitas.
4) Titer factor rematoid : makin tinggi titernya makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler.
5) Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.
I. Prognosis
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien
untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 70% pasien artritis reumatoid akan
mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumya meninggi 10 15 tahun lebih
cepat dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi,
penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya
mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami
peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan
ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi
dalam 2 tahun pertama.

J. Terapi
1. Penatalaksanaan medik
Prinsip utama pengobatan penyaki artritis adalah dengan mengistirahatkan sendi yang
terserang, karena jika sendi yang terserang terus digunakan akan memperparah peradangan.
Dengan mengistirahatkan sendi secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan.
Pembidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi,
tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakan yang sistematis. Obat-
obatan yang dipakai untuk mengobati penyakit ini adalah:
a. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin dan ibuprofen.
Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi nyeri.
b. Obat slow-acting, obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non steroid tidak
efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera apabila penyakitnya
berkembang cepat.
Yang sekarang digunakan adalah :
- Senyawa emas, yang berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Diberikan
sebagia suntikan mingguan. Jika obat ini terbukti efektif, dosis dikurangi.
- Penisilamin, efeknya menyerupai senyawa emas dan bisa digunakan bila senyawa emas tidak
efektif dan menyebabkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Dosis dinaikan secara
bertahap hingga terjadi perbaikan. Penisilamin yang biasa dipakai antara lain
hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.
c. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk mengurangi
peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif digunakan pada pemakaian jangka
pendek, dan kurang efektif bila dipakai dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat
perjalanan penyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping,
yang melibatkan hampir setiap organ. Untuk mengurangi resiko terjadinya efek samping, maka
hampir selalu digunakan dosis efektif terendah. Obat ini disuntikan langsung ke dalam sendi,
tetapi dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, terutama jika sendi yang terkena
digunakan secara berlebihan sehingga mempercepat terjadinya kerusakan sendi.
d. Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin, dan cyclophosphamide) efektif untuk
mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid
bisa dihindari atau diberikan dengan dosis rendah.
2. Diet
Penatalaksanaan diet untuk Reumatoid yaitu :
Untuk diet keseluruhan dapat dilihat sebagai berikut :
a. Asupan protein : 0,8 g/kg BB/hari
b. Asupan buah dan sayuran > dari 5x sajian per hari
c. Diet rendah lemak : < 5 % (asam lemak omega 6) dan > 10 % ( asam lemak omega 9)
d. Meningkatkan asupan asam lemak omega 3
e. Cukup vitamin B6 dan C
f. Suplemen multivitamin dan mineral jika asupan tidak mencukupi
g. Suplemen Fe jika pasien anemia
h. Pasien dengan kortikosteroid perlu diberikan makanan tinggi kalsium dan kalium
i. Makanan diberikan dalam porsi kecil tapi sering dan batasi minyak serta gula.

K. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat
pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi
faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Data dasar
Pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya
( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi
dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan
pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh
pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur, kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan
pada jari sebelum warna kembali normal)
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor
hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ), ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat, mual,
anoreksia, kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ)
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi, Ketergantungan
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan pembengkakan
sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus, lesi kulit, ulkus kaki, kekeringan pada meta dan
membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
j. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ), penggunaan makanan kesehatan, vitamin,
penyembuhan arthritis tanpa pengujian, riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal,
pleuritis.
k. Pertimbangan : Perawatan menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
l. Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas
perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
2. Fungsional klien (indeks katz dan barthel indeks)
a. Indeks Barthel yang dimodifikasi.
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet,
mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol
berkemih. Cara penilaiannya antara lain : Makan, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan
jika mandiri 10. Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya termasuk duduk di
tempat tidur , jika memerlukan bantuan di beri nilai 5-10 dan jika mandiri 15. kebersihan diri
(mencuci muka ,menyisir, mencukur, menggosok gigi), jika memerlukan bantuan di beri nilai 0
dan jika mandiri 5. Aktivitas di toilet (mengelap, menyemprot), jika memerlukan bantuan di beri
nilai 5 dan jika mandiri 10. Mandi, jika memerlukan bantuan di beri nilai 0 dan jika mandiri 5.
Berjalan dijalan yang datar, jika memerlukan bantuan di beri nilai 10 dan jika mandiri 15. Naik
turun tangga, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Berpakaian termasuk
menggunakan sepatu, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontol
defekasi, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontrol berkemih, Jika
memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10.
Dengan penilaian:
0-20 : ketergantungan penuh
21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung
62-90 : ketergantungan moderat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri.

b. Indeks katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari hari yang
berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal: makan,kontinen
(BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Index Katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
melakukan aktifitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas
rehabilisasi.
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz
Termasuk/katagori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan,kontinensia,(BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi ketoilet, berpindah
dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi diatas
D. Mandiri,kecuali mandi,berpakaian dan salah satu dari fungsi diatas
E. Mandiri kecuali,mandi, berpakaian,ke toilet dan satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali,berpakaian,ketoilet,berpindah dan satu fungsi yang lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
H. Lain-lain (ketergantungan sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai
A,B,C,D,E,F & G)
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan,pengarahan atau bantuan efektif dari orang
lain,seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi
meskipun ia dianggap mampu.

3. Status mental dan kognitif gerontik (SPSMQ dan MMSE)


a. SPMSQ (Short Portable Mental Status Questioner)
Digunakan untuk mendeteksi tingkat kerusakan intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai
orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan
kemampuan matematis. Metode penentuan skor sederhana merentangkan tingkat fungsi
intelektual, yang membantu dalam membuat keputusan mengenai kapasitas perawatan diri.
b. MMSE (Mini Mental Status Exam)
Merupakan suatu alat yang berguna menguji kemajuan klien dengan menguji aspek
kognitif dari fungsi mental, orientasi, regritasi, perhatian, dan kalkulasi, mengingat kembali dan
bahasa. Nilai kemungkinan adalah 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses
inflamasi, destruksi sendi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan kekuatan
otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan
tugas-tugas umum, ketidak seimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan,
daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi dan kesalahan interpretasi informasi.
6. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan lapang pandang, kelemahan fungsi motorik dan
factor lingkungan

Anda mungkin juga menyukai