PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh
Secara bahasa nasakh berarti mempunyai banyak arti menghapus,
menghilangkan atau meniadakan, pengalihan, mengganti atau menukar,
serta menyalin, mengutip atau memindahkan.1
Lafadz Nasikh dan Mansukh jika melihat dari asal katanya yaitu:
-
Nasikh dan Mansukh berasal dari satu kata yaitu Nasakha yang
artinya menghilangkan atau membatalkan sesuatu, sedangkan Nasikh
adalah isim fail dari fiil madhi Nasakha yang artinya yang membatalkan,
dan Mansukh adalah isim maful dari fiil madhi Nasakha yang artinya yang
dibatalkan.2
Namun Lafadz Nasakh mengandung beberapa makna dari segi
Bahasa:3
1. Nasakh dapat bermakna Izalah (menghilangkan), seperti firman Allah
swt,fasunsakhullahu ma yulqi asy-syaithanu tsumma yuhkimullahu
ayatihi maka Allah menghilangkan apa yang setan nampakkan
kemudian Allah menjelaskan Ayat- Ayat Nya. (QS. Al- Hijj [22]:52)
2. Nasakh dapat bermakna tabdil (menggantikan/menukar) seperti pada
firman Allah: Wa idza baddalna ayatan manaka ayatin dan apabila
kami mengganti atau menukar sesuatu ayat di tempat suatu ayat
yang lain (QS. An- Nahl [16] : 101)
3. Nasakh dapat bermakna tahwil (memalingkan), seperti memalingkan
pusaka dari seseorang kepada orang lain.
4. Nasakh dapat bermakna menukilkan dari suatu tempat lain seperti
pada perkataan Nasakhtu al- kitaba, saya menukilkan isi kitab
2 Zainal Abidin Ahmad, Ushul Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 28.
C. Macam-macam Nasakh
Naskh ada beberapa macam, diantaranya ialah:
1. Al-Quran di nasakh oleh Al-Quran.
Contohnya ayat yang berbicara tentang seruan membakar
semangat duapuluh orang mukmin yang sabar akan mengalahkan musuh
sebanyak dua ratus orang terdapat dalam surat Al- Anfal ayat 65 :
Artinya: Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang.
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan
orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Kemudian ayat diaatas di nasakh atau dihapus dengan ayat lain
yang menegaskan bahwa membakar semangat 100 orang yang sabar
akan mengalahkan musuh sebanyak 200 orang terdapat dalam surat Al-
Anfal ayat 66 :
Artinya: Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada
diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada
seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.
2. Al-Quran di nasakh oleh As-Sunnah
Al- Quran di nasakh oleh As- Sunnah ada dua, yaitu:
Nasakh al- Quran dengan hadis ahad, ada yang berpendapat al-
Quran tidak boleh di nasakh dengan hadis ahad, sebab al- Quran
adalah mutawatir dan menunjukan yakin, sedang hadis ahad
dzanni, bersifat dugaan, disamping pula tidak sah pula
menghapuskan sesuatu malum (jelas diketahui) dengan yang
maznun (diduga).
Nasakh al- Quran dengan hadis mutawatir, Nasakh demikian
dibolehkan oleh Malik, Hanifah dan Ahmad dalam suatu riwayat,
sebab masing- masing keduanya adalah wahyu.
3. As-Sunnah di nasakh oleh Al-Quran
As- Sunnah di nasakh oleh Al- Quran contohnya hadis nabi yang
menyatakan Menghadap ke baitul maqdish ketika shalat selama 16-17
bulan.(H.R.Bukhari). lalu ketentuan itu dihapus oleh Al- Quran sutar Al-
Baqarah ayat 144 yang menyerukan shalat menghadap ke Baitullah atau
Mekah.
Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana
saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan
Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al
kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke
Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-
kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
4. As-Sunnah di nasakh oleh As-sunnah
As- Sunnah di nasakh oleh As- sunnah dalam kategori ini terdapat
empat bentuk Nasakh mutawatir dengan mutawatir, nasakh ahad dengan
ahad, nasakh ahad dengan mutawatir, nasakh mutawatir dengan ahad.
Tiga bentuk pertama dibolehkan, sedang pada bentuk keempat terjadi silang
pendapat seperti halnya nasakh al- Quran dengan hadis ahad, yang tidak
dibolehkan oleh jumhur.
a. Nasakh yang terjadi pada bacaan al- Quran saja tanpa menasakh
hukumnya. Maksudnya adalah bahwa terdapat ayat al- Quran, yang turun
kepada Rasulallah saw, yang kemudian bacaan dan lafaznya di nasakh
tetapi hukum yang terdapat di dalam lafazh tersebut masih tetap
berlaku. Contohnya:
b. Nasakh yang terjadi pada bacaan dan juga hukum yang terkandung
didalamnya. Maksudnya adalah bahwa terdapat ayat al- Quran yang
sebelumnya telah permanen dari sisi lafazh dan juga makna tetapi
kemudian di nasakh, baik itu lafazh maupun makna (hukum) yang
6 M Baqir Hakim (ed), Ulumul Quran, Diterjemahkan oleh Nashirul Haq (dkk),
dari Ulumul Quran (Jakarta: Al- Huda, 2006), cet 1, hlm. 300- 302.
terkandung di dalamnya. Misalnya seperti apa yang telah diriwayatkan
oleh Muslim dan yang lain, Ia berkata:
) ,
(
Diantara yang diturunkan kepada beliau adalah sepuluh susuan
yang maklum itu menyebabkan muhrim, kemudian ketentuan ini di
nasakh oleh lima susuan yang maklum, maka ketika Rasulallah
wafat lima susuan ini termasuk ayat al- Quran yang dibaca. Kata-
kata Aisyah lima susuan ini termasuk ayat al- Quran yang dibaca
pada lahirnya menunjukan bahwa tilawahnya masih tetap. Tetapi
tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat dalam mushaf
usmani. Kesimpulan demikian dijawab, bahwa yang dimaksud
dengan perkataan Aisyah tersebut ialah ketika beliau menjelang
wafat.
c. Menasakh hukum tanpa menasakh lafazh bacaannya, maksudnya
adalah proses nasakh yang terjadi pada isi kandungan yang
terdapat dalam ayat al- Quran dengan tetap memelihara dan
mengakui keberadaan lafazh bacaannya. Misalnya nasakh hukum
ayat iddah selama satu tahun, sedang tilawahnya tetap. Mengenai
nasakh macam ini banyak dikarang kitab- kitab yang didalamnya
pengarang menyebutkan bermacam- macam ayat.