Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh
Secara bahasa nasakh berarti mempunyai banyak arti menghapus,
menghilangkan atau meniadakan, pengalihan, mengganti atau menukar,
serta menyalin, mengutip atau memindahkan.1
Lafadz Nasikh dan Mansukh jika melihat dari asal katanya yaitu:


-














Nasikh dan Mansukh berasal dari satu kata yaitu Nasakha yang
artinya menghilangkan atau membatalkan sesuatu, sedangkan Nasikh
adalah isim fail dari fiil madhi Nasakha yang artinya yang membatalkan,
dan Mansukh adalah isim maful dari fiil madhi Nasakha yang artinya yang
dibatalkan.2
Namun Lafadz Nasakh mengandung beberapa makna dari segi
Bahasa:3
1. Nasakh dapat bermakna Izalah (menghilangkan), seperti firman Allah
swt,fasunsakhullahu ma yulqi asy-syaithanu tsumma yuhkimullahu
ayatihi maka Allah menghilangkan apa yang setan nampakkan
kemudian Allah menjelaskan Ayat- Ayat Nya. (QS. Al- Hijj [22]:52)
2. Nasakh dapat bermakna tabdil (menggantikan/menukar) seperti pada
firman Allah: Wa idza baddalna ayatan manaka ayatin dan apabila
kami mengganti atau menukar sesuatu ayat di tempat suatu ayat
yang lain (QS. An- Nahl [16] : 101)
3. Nasakh dapat bermakna tahwil (memalingkan), seperti memalingkan
pusaka dari seseorang kepada orang lain.
4. Nasakh dapat bermakna menukilkan dari suatu tempat lain seperti
pada perkataan Nasakhtu al- kitaba, saya menukilkan isi kitab

1 Sapiudin,Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), hlm.396.

2 Zainal Abidin Ahmad, Ushul Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 28.

3 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa


Dzurriyyah, 2010), hlm. 449.
yaitu kita menukilkan apa yang ada di dalam kitab itu meniru lafal
dan tulisannya.
Sedangkan pengertian secara istilah para ulama berbeda pendapat
di dalam mendefinisikannya. Perbedaan pendapat tersebut bersumber
pada banyak pengertian Nasakh secara bahasa sebagaimana yang telah
dijelaskan. Diantara beberapa definisi bahasa tersebut, masih sulit
ditentukan secara pasti arti yang mana yang sesuai al- Quran mengenai
Nasakh ini. Sehingga tidak mengherankan jika dikalangan para ulama,
baik ulama mutaqaddimin maupun ulama mutaakhirin, terjadi perbedaan
pendapat di dalam mendefinisikannya sesuai dengan pemahaman mereka
terhadap arti bahasanya.
Bagi ulama mutaqaddimin menggunakan term nasakh ini untuk
beberapa pengertian, yaitu: pembatalan yang di tetapkan terdahulu oleh
hukum yang telah di tetapkan kemudian, pengecualian hukum yang
bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian,
penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang besifat sama,
dan penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.
Dengan demikian mereka memandang Nasakh sebagai dalil yang datang
kemudian, sebagai sesuatu pandangan yang lebih umum dari pada arti
menggugurkan atau merubah hukum pertama, yang menjelaskan akhir
masa berlakunya dan menjelaskan bahwa mengamalkan hukum itu tidak
diharuskan untuk selamanya oleh syara. Atas dasar inilah, mereka
memperluas dan menggunakan semua panggilan Nasakh, sehingga
Nasakh menurut mereka bisa mencakup semua bentuk penjelasan,
yakni taqyidterhadap muthlaq, takhshish terhadap am dan lain
sebagainya.
Sementara itu menurut ulama mutaakhirin bahwa nasakh sebagai
dalil yang datang kemudian, berfungsi untuk menggugurkan dan
menghilangkan hukum yang pertama. Dengan demikian mereka
mempersempit ruang lingkupnya dengan beberapa syarat, baik yang
menaskh maupun yang dinaskh. Hal ini dilakukan untuk membedakan
dengan mukhashishah terhadap yang mutlaq, dimana hal ini tidak
diperhatikan oleh para ulama terdahulu, bahkan mereka tidak terikat
dengan masalah- masalah tersebut. Mengenai hal ini Imam al- Syatibi
mengatakan:
Ada beberapa istilah yang di temukan dalam pembahasan nasakh.
Pertama nasikh artinya yang menghapus (hukum yang datang kemudian)
damn mansukh artinya yang di hapus, yang dibatalkan, dipindahkan
(hukum lama). Dalam nasakh sebenarnya hukum lama masih berlaku
seandainya tidak ada hukum baru yang menghapusnya. Dan orang yang
pertama membahas masalah nasakh adalah imam Syafii. beliau
memasukkan nasakh sebagai penjelasan hukum bukan mengosongkan
atau menghapus nas dari hukum. Ulama fiqh sepakat bahwa nasakh
dapat terjadi pada sunnah contohya hadis tentang ziarah kubur.
Definisi di atas menurut Dr. Subhi al- Shalih di pandang
sebagai tahdid istilahi (definisi terminologis) yang paling tepat, sebab
sesuai dengan makna nasakh dalam bahasa arab; yaitu meniadakan (al-
Izalah) dan menghapus (ar- Rafu). lebih lanjut ia mengatakan bahwa
ketentuan hukum syara yang oleh syari (Allah dan RasulNya) di pandang
tidak perlu dipertahankan, harus di cabut dan dig anti dengan dalil- dalil
yang kuat dan jelas, serta berdasarkan realitas yang mudah di mengerti.
Sedangkan menurut al- Zarqani, bahwa yang di maksud dengan
menghapuskan dalam definisi diatas adalah terputusnya hubungan
hukum yang dihapus dari seorang mukallaf dan bukan terhapusnya
substansi hukum itu sendiri.4
B. Syarat Nasakh
Muhammad Abu Zahrah menjelaskan syarat- syarat yang harus
dipenuhi Nashakh adalah:5
1. Hukum yang di nasakh itu tidak disertai dengan keterangan yang
mengidentifikasi bahwa hukum itu berlaku secara abadi. Maka
tidak boleh menasakh ayat tentang jihad dan hadis tentang jihad.

4 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, (Semarang: Rasail Media


Group, 2008), hlm. 107- 110.

5 Chirzin, Muhammad, Al Quran dan Ulumul Quran.(Yogyakarta: PT DANA BHAKTI


PRIMA YASA, 1998), hlm. 434
2. Ayat yang di nasakha bukan termasuk kepada perkara yang
menurut pemikiran yang jernih dapat diketahui kebaikan
dankeburukannya. Seperti iman kepada Allah, berbakti kepada
kedua orang tua, adil, zalim, dan berdusta.
3. Ayat yang menasakh atau yang menghapus datangnya
belakangan. Karena hakikat nasakh itu mengakhiri pemberlakuan
hukum yang di nasakh.
4. Jika kedua nash, baik ayat yang menasakh dan yang di nasakh
tidak dapat dikompromikan.

C. Macam-macam Nasakh
Naskh ada beberapa macam, diantaranya ialah:
1. Al-Quran di nasakh oleh Al-Quran.
Contohnya ayat yang berbicara tentang seruan membakar
semangat duapuluh orang mukmin yang sabar akan mengalahkan musuh
sebanyak dua ratus orang terdapat dalam surat Al- Anfal ayat 65 :











Artinya: Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang.
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan
orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Kemudian ayat diaatas di nasakh atau dihapus dengan ayat lain
yang menegaskan bahwa membakar semangat 100 orang yang sabar
akan mengalahkan musuh sebanyak 200 orang terdapat dalam surat Al-
Anfal ayat 66 :







Artinya: Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada
diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada
seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.
2. Al-Quran di nasakh oleh As-Sunnah
Al- Quran di nasakh oleh As- Sunnah ada dua, yaitu:
Nasakh al- Quran dengan hadis ahad, ada yang berpendapat al-
Quran tidak boleh di nasakh dengan hadis ahad, sebab al- Quran
adalah mutawatir dan menunjukan yakin, sedang hadis ahad
dzanni, bersifat dugaan, disamping pula tidak sah pula
menghapuskan sesuatu malum (jelas diketahui) dengan yang
maznun (diduga).
Nasakh al- Quran dengan hadis mutawatir, Nasakh demikian
dibolehkan oleh Malik, Hanifah dan Ahmad dalam suatu riwayat,
sebab masing- masing keduanya adalah wahyu.
3. As-Sunnah di nasakh oleh Al-Quran
As- Sunnah di nasakh oleh Al- Quran contohnya hadis nabi yang
menyatakan Menghadap ke baitul maqdish ketika shalat selama 16-17
bulan.(H.R.Bukhari). lalu ketentuan itu dihapus oleh Al- Quran sutar Al-
Baqarah ayat 144 yang menyerukan shalat menghadap ke Baitullah atau
Mekah.





Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana
saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan
Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al
kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke
Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-
kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
4. As-Sunnah di nasakh oleh As-sunnah
As- Sunnah di nasakh oleh As- sunnah dalam kategori ini terdapat
empat bentuk Nasakh mutawatir dengan mutawatir, nasakh ahad dengan
ahad, nasakh ahad dengan mutawatir, nasakh mutawatir dengan ahad.
Tiga bentuk pertama dibolehkan, sedang pada bentuk keempat terjadi silang
pendapat seperti halnya nasakh al- Quran dengan hadis ahad, yang tidak
dibolehkan oleh jumhur.

Para ulama membagi proses nasakh ke dalam tiga bagian berikut


ini:6

a. Nasakh yang terjadi pada bacaan al- Quran saja tanpa menasakh
hukumnya. Maksudnya adalah bahwa terdapat ayat al- Quran, yang turun
kepada Rasulallah saw, yang kemudian bacaan dan lafaznya di nasakh
tetapi hukum yang terdapat di dalam lafazh tersebut masih tetap
berlaku. Contohnya:

Artinya: orang tua laki-laki dan perempuan apabila keduanya berzina,


maka rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah,
dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.

b. Nasakh yang terjadi pada bacaan dan juga hukum yang terkandung
didalamnya. Maksudnya adalah bahwa terdapat ayat al- Quran yang
sebelumnya telah permanen dari sisi lafazh dan juga makna tetapi
kemudian di nasakh, baik itu lafazh maupun makna (hukum) yang

6 M Baqir Hakim (ed), Ulumul Quran, Diterjemahkan oleh Nashirul Haq (dkk),
dari Ulumul Quran (Jakarta: Al- Huda, 2006), cet 1, hlm. 300- 302.
terkandung di dalamnya. Misalnya seperti apa yang telah diriwayatkan
oleh Muslim dan yang lain, Ia berkata:




) ,
(
Diantara yang diturunkan kepada beliau adalah sepuluh susuan
yang maklum itu menyebabkan muhrim, kemudian ketentuan ini di
nasakh oleh lima susuan yang maklum, maka ketika Rasulallah
wafat lima susuan ini termasuk ayat al- Quran yang dibaca. Kata-
kata Aisyah lima susuan ini termasuk ayat al- Quran yang dibaca
pada lahirnya menunjukan bahwa tilawahnya masih tetap. Tetapi
tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat dalam mushaf
usmani. Kesimpulan demikian dijawab, bahwa yang dimaksud
dengan perkataan Aisyah tersebut ialah ketika beliau menjelang
wafat.
c. Menasakh hukum tanpa menasakh lafazh bacaannya, maksudnya
adalah proses nasakh yang terjadi pada isi kandungan yang
terdapat dalam ayat al- Quran dengan tetap memelihara dan
mengakui keberadaan lafazh bacaannya. Misalnya nasakh hukum
ayat iddah selama satu tahun, sedang tilawahnya tetap. Mengenai
nasakh macam ini banyak dikarang kitab- kitab yang didalamnya
pengarang menyebutkan bermacam- macam ayat.

Anda mungkin juga menyukai