REFRAATT
REFRAATT
REFRAATT
DISPLASIA BRONKOPULMONER
Oleh :
Putri Umepal
Preseptor :
KEPANITERAAN KLINIK
RSUD SOLOK
2015
TINJUAN PUSTAKA
Displasia bronkopulmoner adalah kasus serius pada paru yang terjadi pada bayi.
Etiologi
Kebanyakan DBP terjadi pada bayi kurang bulan biasanya pada umur kehamilan 34
minggu atau kurang dan berat lahir kurang dari 2000 gram. Kondisi bayi akan terlihat seperti
mengalami respiratory distress syndrom (RDS) atau penyakit membran hialin yang akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan paru. DBP terjadi pada bayi yang telah menerima
terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam
jangka panjang (biasanya lebih dari 1 minggu). Untuk mengobati RDS pada bayi baru lahir.
Gejala klinik
Pemeriksaan fisik
Bayi dengan DBP dapat ditemukan takipneu, takikardi, peningkatan kerja pernafasan
seperti retraksi, pernafasan cuping hidung dan mendengkur/ngorok. Dan akan terjadi
penurunan berat badan dalam 10 hari pertama kehidupan. Pada pemeriksaan fisik tanda vital
termasuk respirasi rate dan saturasi oksigen pada saat istirahat dan sedang beraktivitas juga
harus diketahui juga tanda hipertensi pulmonal termasuk edema perifer, hepatomegali dan
distensi vena.
Klasifikasi
Stadium 1 (1 sampai 3 hari) : DBP memperlihatkan gejala seperti penyakit membrane hialin
dan menunjukan adanya penyakit membrane hialin, atelektasis, hyperemia vascular dan
pelebaran limfatik. Dengan gambaran radiologis seperti.
Stadium 2 (4 sampai 10 hari) : terjadi kerusakan pada paru yang melibatkan bronkus
terminal dan menyebabkan terjadinya nekrosis iskemik pada jalan nafas dan menyebabkan
perubahan pada paru dengan segera. Obstruksi bronkiolus juga terlihat pada stadium ini, juga
terjadinya metaplasia skuamosa yang menyingkirkan keadaan bronkiolitis, penyakit
membrane hialin dapat tetap terjadi pada stadium ini, juga terjadi emfisema dari alveoli.
Dengan gambaran radiologis.
Stadium 3 (11 sampai 20 hari) : terjadi perubahan progresif dari paru termasuk penurunan
kemampuan dari alveoli yang ditandai dengan hipertrofi dari alveoli dan bronkial, dinding
otot dan kelenjar, juga regenerasi dari sel dan eksudasi makrofag dan histiosit pada jalan
nafas. Terjadi juga airtrapping, hiperinflasi dari paru, trakeomegali, trakeomalasia, edema
intestinal dan disfungsi siliar.
Stadium 4 (lebih dari 1 bulan) : emfisema dari alveoli menyebabkan terjadinya hipertensi
pulmonal dan terjadi kerusakan paru yang kronik serta penyakitn jantung pulmonal. Pada
paru terjadi fibrosis, atelektasis dan gambaran cobblestone. Hipertensi pulmonal
menyebabkan penebalan pada tunika intima arteri pulmonalis yang menyebabkan hipertrofi
peribronkial. Onset terjadinya DBP biasanya tidak sesuai dengan rangkaian gejala yang
progresif stadium diatas.
Pemeriksaan penunjang
- Foto thorak
Pada bayi dengan DBP foto thorak terlihat seperti gambaran bunga karang/spon.
Penatalaksanaan
1. Diuretik
- Digunakan untuk pengobatan edema paru.
- Furosemid memberi efek pada sintesis prostaglandin, vasodilatasi secara langsung,
dan peningkatan produksi surfaktan.
2. Bronchodilator
- Albuterol (Proventil, Ventolin)
Spesifik beta 2-agonis untuk pengobatan bronkospsme pada bayi dengan DBP.
Meningkatkan compliance paru dan menurunkan resistensi sekunder jalan nafas untuk
relaksasi sel otot.
- Ipratropium bromide (Atrovent)
Antagonis muskarinik memberi efek bronkodilatasi, meningkatkan pulmonary
mekanik pada bayi dengan DBP.
- Theophylline (Elixophyllin)
Sebagai bronkodilator sistemik, untuk pengobatan apneu pada bayi premature.
Mampu meningkatkan kontraktilitas otot skeletal dan penurunan kerja diafragma pada
bayi dengan DBP.
3. Vasodilator paru
Tambahan oksigen efektif sebagai vasodilator dan untuk pengobatan pada bayi
dengan hipoksia.
4. Steroid
- Sistemik dan inhalasi kortikosteroid digunakan pada bayi preterm untuk mencegah
dan pengobatan pada DBP.
- Dexamethason : kortikosteroid sistemik digunakan pada neonates yang paterm. Obat
ini menstabilisasi sel membrane lisosom, meningkatkan sintesis surfaktan dan
peningkatan konsentrasi serum vitamin A, menghambat prostaglandin dan leukotrein,
penurunan PE, menurunkan agregasi granulosit dan peningkatan mikrosirkulasi pada
paru. Efek samping yaitu hiperglikemia, hipertensi, penurunan berat badan,
perdarahan GI atau perforasi, cerebral palsy, supresi adrenal dan kematian.