Anda di halaman 1dari 42

RINGKASAN

Membran merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat selektif dan


digunakan untuk proses pemisahan. Membran keramik berpori biasanya terdiri
dari lapisan tipis dan support, support membran dapat dibuat dari lempung terpilar
Al. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh membrane support berbahan dasar
lempung terpilar Al, mengkaji karakter membrane support yang dihasilkan
berupa: sifat morfologi (ukuran pori, volum pori dan luas permukaan) dan basal
spacing, dan mengkaji kinerja dari membrane support terhadap filtrasi metilen
biru.

Penelitian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahap, di antaranya:


(i) preparasi lempung; (ii) penyiapan suspensi lempung; (iii) penyiapan
agen pemilar; (iv) pembuatan lempung terpilar Al; (v) pembuatan dan
karakterisasi membrane support; serta (vi) pengkajian kinerja
membrane support untuk filtrasi metilen biru. Karakterisasi lempung
dan lempung terpilar pada beberapa variasi suhu kalsinasi dilakukan
menggunakan (1) XRD untuk mengetahui basal spacing dan
kristalinitas dan (2) surface area analyser untuk mengetahui morfologi
pori. Lempung terpilar yang mempunyai basal spacing terbesar
digunakan sebagai bahan dalam pembuatan membrane support
dengan penambahan PEG dan air kemudian dikalsinasi pada suhu
600oC selama 10 jam selanjutnya dilakukan pengujian kinerja
membrane support untuk filtrasi metilen biru.
Hasil dari karakterisasi XRD untuk lempung alam yaitu diperoleh basal
spacing 15,08 , sedangkan untuk lempung terpilar Al yang dikalsinasi
pada suhu 60C, 200C, 300C dan 400C yaitu berturut-turut 22,6 ;
20,7 ; 18,3 ; dan 18,4 . Analisis SAA menunjukkan lempung
terkalsinasi memiliki luas permukaan sebesar 52,45 m2 g-1 dengan
diameter pori 34,21 sedangkan untuk membrane support yaitu 16,25
m2 g-1 dengan diameter pori 30,65 . Dari hasil filtrasi metilen biru,
diperoleh nilai rejeksi (R) berturut-turut 99,61%; 99,38%; 99,36%; dan
98,57% pada konsentrasi metilen biru 10; 20; 40; dan 80 ppm,
sedangkan nilai fluks air yang diperoleh berturut-turut 1,43 x 10-5 Kg
menit-1 m-2 Pa-1; 1,38 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1; 1,26 x 10-5 Kg
menit-1 m-2 Pa-1 dan 1,21 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1.
SUMMARY
Membrane is thin layers that have selective characteristics and used
for separation process. Porous ceramic membrane consists of a top
membrane layer and a support. Support membrane can be synthesis
from Al pillared clay. The purpose of this study was to fabricate the
membrane support from Al pillared clay, the characterization of
membrane support consists of: morphological properties (pore size,
pore volume and surface area) and basal spacing, and performance of
membrane support in methylene blue filtration.
This research was conducted through several steps, which were (i) clay
preparation; (ii) clay suspension preparation; (iii) pillaring agent
preparation; (iv)Al pillared clay synthesis; (v) fabrication and
characterization of membrane support; (vi) testing the membrane
support performance for methylene blue filtration. Characterization of
clays and pillared clays was conducted using (Abdullah, 1979)(1) XRD
to determine the basal spacing and crystallinity in some variations of
the calcination temperature and (2) surface area analyzer to determine
the pore morphologies. Pillared clay which had the highest basal
spacing was used to fabricate the membrane support through the
addition of PEG and water and calcined at a temperature of 600C for
10 hours and then studied its performance on methylene blue filtration.
The results of characterization using XRD were obtained, basal spacing
(d001) was 15,08 for clay, meanwhile basal spacing of pillared clay Al
which calcinated at 60C, 200C, 300C and 400C was 22,6 ; 20,7 ;
18,3 ; and 18,4 , respectively. Analysis of calcinated clay using SAA
obtained the surface area of 52.45 m2 g-1 with pore diameter of
34.214 , while for membrane support, the surface area was 16.25 m2
g-1 with the pore diameter of 30,65 . From methylene blue filtration
result, the rejection value (R) obtained were 99.61%; 99.38%; 99.36%;
and 98.57% for methylene blue concentration of 10; 20; 40; and 80
ppm respectively, whilst the water fluxes were 1.43x10-5 Kg min-1 m-2
Pa-1, 1.38 x 10-5 Kg min-1 m-2 Pa-1, 1.26 x 10-5 Kg min-1 m-2 Pa-1
dan 1.21 x 10-6 Kg min-1 m-2 Pa-1.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Teknologi membran telah lama menjadi teknologi yang menarik dalam
industri pemisahan karena membran memiliki proses yang cepat dan energi relatif
yang efisiensi, memiliki stabilitas operasional yang tinggi dan biaya yang murah
(Lee dkk., 2011).

Membran merupakan penghalang fisik yang memungkinkan adanya


transportasi selektif pada banyak spesies. Membran banyak digunakan untuk
pemisahan dan pemurnian (Harabi dan Bouzerara, 2011). Membran anorganik
digambarkan sebagai keramik biasanya memiliki struktur pori asimetris, yang
terdiri dari lapisan atas membran yang berfungsi sebagai pemisah dan membrane
support. Membrane support memberikan kekuatan mekanik pada lapisan atas
membran untuk menahan tegangan yang disebabkan tekanan yang digunakan
berbeda dan harus mempunyai hambatan yang rendah ketika dialiri filtrat (Gaiye
dkk., 2009). Support yang baik memiliki permeabilitas yang tinggi, kekuatan
mekanik, fleksibilitas, kestabilan kimia dan kestabilan termal (Liu dan Canfield,
2012). Selama ini, membrane support yang paling umum digunakan adalah
support alumina. Support alumina menjadi pilihan pertama karena memiliki
kekuatan lentur, kekuatan lentur, sifat ketahanan asam/alkali yang sangat baik
(Chang dkk., 2014b), daya tahan yang baik, dan ketahanan termal yang tinggi.
Sifat stabilitas terhadap panas yang baik sehingga untuk dapat mensintesis
alumina diperlukan suhu sintering yang relatif tinggi sekitar 1700oC atau bahkan
lebih untuk mendapatkan kekuatan mekanik yang baik (Chang dkk., 2014a).
Harga alumina yang sangat mahal merupakan salah satu kelemahan penggunaan
alumina sebagai membrane support (Sarkar dkk., 2012). Kelemahan utama
alumina yaitu kerapuhannya, yaitu cenderung untuk patah tiba-tiba seperti pada
keramik padat (Aleksyuk, 2001) sehingga dapat memperpendek masa pemakaian
dan membatasi aplikasinya (Gaiye dkk., 2009). Hal ini menyebabkan diperlukan
alternatif lain pengganti alumina dengan bahan yang lebih murah dan
ketersediaanya melimpah.

Lempung merupakan sumber daya mineral yang melimpah yang


pemanfaatannya belum digunakan secara maksimal. Lempung banyak digunakan
sebagai adsorben, katalis, dan pertukaran ion (Gil dkk., 2011a). Namun lempung
memiliki kekurangan yaitu ketika dihidrasi akan mengalami swelling
(pengembangan), tetapi ketika mengalami pemananasan akan mengeras seperti
batu, sifat tersebut menyebabkan pori lempung menjadi tidak stabil. Untuk
mengatasi tersebut, dapat dilakukan pemilaran dengan menambahkan ion logam
ke dalam lempung tersebut (Mnasri-Ghnimi dan Frini-Srasra, 2014). Lempung
terpilar merupakan salah satu padatan lempung olahan yang banyak berperan di
bidang pemisahan, katalitik, adsorben, elektroda, komposit dan sensor (Bahri dan
Andiyani, 2012)[11]. Proses pemilaran ini dapat mengakibatkan pori-pori
lempung semakin besar dan homogen, struktur antar lapisnya relatif menjadi lebih
stabil daripada sebelum dipilarkan (Wijaya dkk., 2010a)[12] meningkatkan
kestabilan termal, luas permukaan spesifik dan keasaman permukaan pada
lempung (Bahri dan Andiyani, 2012)[11]. Melalui kalsinasi diperoleh pilar oksida
logam yang akan menyangga ruang antar lapis montmorilonit (Wijaya dkk.,
2010a)[12].

Pemilaran pada lempung menggunakan polikation Al sebagai pilar


menyebabkan peningkatan basal spacing. Lempung terpilar Al digunakan sebagai
adsorben (Jalil dkk., 2013)[13], sebagai support katalis (Mnasri-Ghnimi dan Frini-
Srasra, 2014)[10] dan sebagai top-layer membran. Menurut (Jalil dkk., 2013)[13]
pemilaran Al pada lempung menyebabkan kenaikan SBET (luas permukaan
spesifik) dari 62 m2/gram menjadi 263 m2/gram dan basal spacing (d001) dari
12,7 menjadi 17,4 .

Berdasarkan latar belakang di atas mengenai kelemahan alumina dan


potensi lempung terpilar Al untuk dijadikan sebagai material pembuatan
membrane support, saat ini penelitian mengenai sintesis lempung terpilar banyak
dilakukan hanya sebagai adsorben, support katalis dan top layer membran, namun
penelitian sintesis lempung terpilar Al sebagai membrane support belum banyak
dilakukan karena membrane support banyak disintesis dari alumina. Oleh karena
itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan pembuatan membrane
support dari lempung terpilar aluminium. Penelitian ini akan mengkaji pembuatan
membrane support lempung terpilar Al, kajian karakter membrane support serta
kinerja membrane support yang dihasilkan.

I.2 Tujuan Penelitian


Penelitian pembuatan dan karakterisasi membrane support berbahan dasar
lempung terpilar Al ini memiliki beberapa tujuan yaitu:

Memperoleh membrane support berbahan dasar lempung terpilar Al.

Mengkaji karakter membrane support yang dihasilkan berupa: sifat


morfologi (ukuran pori, volum pori dan luas permukaan) dan basal spacing.

Mengkaji kinerja dari membrane support yang dihasilkan untuk filtrasi


metilen biru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Membran
Secara umum membran didefinisikan sebagai selaput tipis semi-permeabel
yang bersifat selektif terhadap komponen tertentu dalam suatu campuran. Proses
pemisahan dengan membran yang terus dikembangkan hingga kini adalah
mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis, dialisis, elektrodialisis,
pemisahan gas, dan pervaporasi (Mulder, 2012)[14].

Pada prinsipnya proses pemisahan dengan menggunakan membran adalah


proses pemisahan antara pelarut dengan zat terlarut. Pelarut dipisahkan dengan zat
terlarut sehingga akan tertahan pada membran atau yang disebut dengan
konsentrat, sedangkan pelarut akan lolos melalui membran yang dinamakan
permeate (Agmalini dkk., 2013)[15] prosesnya dapat dilihat seperti pada gambar
II.1.

Gambar II.1 Skema pemisahan 2 fasa dengan membran (Mulder, 2012)


[14].

Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih
komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai
penghalang (Barrier) tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat
melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran
fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder, 2012)[14].
Kinerja atau efisiensi membran ditentukan oleh dua parameter yaitu
selektivitas dan permeabilitas.

II.1.1 Permeabilitas

Permeabilitas sering disebut juga sebagai kecepatan permeat atau fluks


adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas
membran dengan waktu tertentu dengan adannya gaya dorong dalam hal ini
berupa tekanan. Pada proses filtrasi, nilai fluks (J) yang umum dipakai adalah
fluks volume yang dinyatakan sebagai volume larutan umpan yang dapat
melewati membran per satuan waktu per satuan luas membran (Mulder, 2012)
[14].

Kecepatan alir
Flux (J )=
Luas permukaan x Tekanan

II.1.2 Selektifitas

Selektifitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu alat


membran untuk menahan suatu suspensi atau melewati suatu suspensi tertentu
lainnya. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan selektivitas membran
adalah koefisien rejeksi (R) (Agmalini dkk., 2013)[15].

C f C p C
R= 100 =1 p 100
Cf Cf

di mana R adalah rejeksi, Cf adalah konsentrasi feed, Cp adalah


konsentrasi permeat.

Keunggulan yang dimiliki teknologi membran antara lain:

Pemisahannya berdasarkan ukuran molekul sehingga pemisahan dapat


beroperasi pada temperatur rendah (temperature ambient).

Pemakaianan energi yang relatif rendah karena pemisahan menggunakan


membran tidak terjadi perubahan fasa.

Tidak menggunakan zat kimia tambahan dan tidak ada produk buangan.
Bersifat modular, artinya di scale-up dengan memperbanyak unitnya.

Dapat digabungkan dengan jenis operasi lainnya (Agmalini dkk., 2013)


[15].

II.2 Membran Anorganik


Membran anorganik dapat digambarkan sebagai keramik berpori asimetris
yang dibentuk oleh membrane support dengan lapisan tipis berturut-turut tersusun
di atasnya. Membrane support merupakan salah satu bagian dari membran yang
memiliki fungsi untuk memberi kekuatan mekanik pada membran. Membrane
support memberikan ketahanan mekanik pada media. Berturut-turut lapisan aktif
pada MF, UF atau Nano-Filtration (NF) tergantung pada diameter porinya.
Kebanyakan membran keramik yang komersial dapat dibentuk seperti lempengan
atau konfigurasi yang tubular untuk meningkatkan luas permukaan terhadap
volume yang memberikan wilayah pemisahan lebih per satuan volum elemen
membran (Harabi dan Bouzerara, 2011)[2].

Dalam pembuatan membran, bahan yang sering digunakan yaitu alumina.


Alumina merupakan salah satu jenis material yang sering digunakan dalam proses
industri karena sifatnya yang baik terhadap stabilitas terhadap panas, nilai
konduktivitas panas yang tinggi, dan kekuatannya relatif tinggi. Hal ini yang
menyebabkan alumina banyak digunakan dalam dunia industri. Namun, karena
sifat stabilitas terhadap panas yang baik, untuk dapat mensintesis alumina murni
diperlukan suhu sintering yang relatif tinggi sekitar 1700oC atau bahkan lebih
(Chang dkk., 2014a)[6], sehingga diperlukan alternatif pengganti alumina.

II.3 Lempung
Lempung merupakan sumber daya alam yang melimpah. Tanah lempung
secara geologis adalah mineral alam dari keluaraga silikat yang berbentuk kristal
dengan struktur berlapis (sering disebut dengan struktur dua dimensional), dan
mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari 2 m, berwarna agak kecoklat-
coklatan dan mudah dibentuk dalam keadaan basah, serta mengeras dengan warna
kemerah-merahan jika dibakar. Di antara lapisannya terdapat kation-kation yang
berfungsi menyetimbangkan muatan negatif yang ada pada bidang lapisnya
(Wijaya dkk., 2010b)[16].

Mineral lempung yang merupakan konstituen penting di dalam tanah


berperan sebagai penangkap alami polutan-polutan yang mengalir bersama air di
permukaan ataupun di dalam tanah melalui proses adsorpsi atau pertukaran ion.
Berdasarkan peran tersebut serta ditambah dengan kelimpahannya di alam, maka
cukup beralasan menganggap lempung alam sebagai adsorben yang murah dengan
kapasitas penukaran ion yang tinggi (Muhdarina dkk., 2010)[17]

Lempung mempunyai peranan penting di lingkungan, dengan


menunjukkan aksi sebagai pemerangkap alami kation dan anion melalui proses
pertukaran ion, adsorpsi atau gabungannya. Lempung adalah hidrat alumino-
silikat yang mengikat berbagai kation atau anion penukar seperti Ca2+, Mg2+,
H+, K+, Na+, NH4+, SO42-, Cl-, PO43- atau NO3- di permukaannya. Ion-ion ini
dengan mudah dapat bertukar dengan ion lain dari luar tanpa mempengaruhi
struktur utama alumino-silikat dari lempung tersebut. Sifat lain yang menarik dari
lempung di antaranya memiliki luas permukaan spesifik yang besar, struktur
berlapis-lapis, bersifat sebagai asam Bronsted dan Lewis, mempunyai kestabilan
mekanik dan kimia yang tinggi (Gupta dan Bhattacharyya, 2008)[18].

Lempung memiliki struktur dua dimensi lapisan yaitu lapisan atom silika
(lapisan silika) berbentuk tetrahedral dan atom aluminium (lapisan Al) dalam
bentuk octahedral. Tetrahedral silika terikat sebagai Si4O6(OH)4 sedangkan
oktahedra Al berikatan secara Al2(OH)4 yang berikatan secara Van der Waals
(fisik) membentuk lapisan alumino-silika karena kondisi terjadinya
memungkinkan terjadinya subtitusi Si oleh Al (bentuk tetrahedral) menyebabkan
mineral lempung kekurangan muatan (negatif) yang dinetralisir oleh logam
alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut berada di antara lapisan, sehingga dapat
dipertukarkan dengan ion lain sehingga menyebabkan lempung mempunyai sifat
penukar ion (Gambar II.2) (T. Las, 2008)[19] .
Gambar II.2 Struktur lempung (T. Las, 2008)[19]

Salah satu kekurangan dari lempung yaitu lempung ketika dihidrasi akan
mengalami swelling (pengembangan), tetapi ketika mengalami dehidrasi
(pemanasan) lapisannya akan mengempis dan lapisan dalam permukaannya
menjadi sempit sehingga tidak memungkin untuk terjadinya proses kimia. Untuk
mengatasi tersebut, dapat dilakukan pemilaran dengan menambahkan ion logam
ke dalam lempung tersebut (Mnasri-Ghnimi dan Frini-Srasra, 2014)[10].

II.4 Lempung Terpilar


Lempung terpilar merupakan salah satu padatan lempung olahan yang
banyak berperan di bidang pemisahan, katalitik, adsorben, elektroda, komposit
dan sensor (Bahri dan Andiyani, 2012)[11]. Proses pilarisasi dilakukan dengan
mengkontakan agen pemilar dengan suspensi lempung.

Interkalasi merupakan suatu proses penyisipan spesies kimia secara


reversibel ke dalam antar lapis suatu struktur yang mudah mengembang (antar
lapis silikat montmorillonit) tanpa merusak strukturnya. Interkalasi didasari atas
pertukaran kation yang terdapat pada antar lapis lempung, seperti Na+, K+, dan
Ca2+. Interkalasi ke dalam struktur lempung mengakibatkan peningkatan luas
permukaan, basal spacing (jarak dasar antar lapis silikat montmorillonit), dan
keasaman permukaan yang berpengaruh terhadap daya adsorpsinya (Arfaoui dkk.,
2008)[20]. Melalui kalsinasi, spesies pemilar akan teroksidasi sehingga terbentuk
oksida logam yang akan menyangga dan membuka lembaran-lembaran lempung
sehingga terbentuk pori-pori (Wijaya dkk., 2010b)[16] yang dapat dilihat pada
gambar II.3 berikut ini.

Gambar II.3 Proses pilarisasi lempung (Fatimah dkk., 2011)[21]

Hal-hal yang mempengaruhi keseragaman dan kekuatan lempung terpilar


adalah kondisi sintesis lempung terpilar seperti konsentrasi ion logam, derajat
hidrolisis, temperatur preparasi, waktu dan temperatur pendiaman, perbandingan
logam dan lempung serta suhu kalsinasi. Lempung terpilar polioksokation Al tipe
Keggin [Al13O4(OH)24(H2O)12]7+ paling banyak dikembangkan dan dipelajari
karena paling mudah untuk disintesis (Panda, 2012)[22].

Lempung terpilar menunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam


kapasitas adsorpsi dibandingkan dengan mineral tanah liat yang ada di alam, efek
ini dikarenakan perubahan tekstur dan struktur yang dihasilkan selama proses
pemilaran (Wijaya dkk., 2010a)[12].

II.5 Filtrasi
Filtrasi membran adalah metode pemisahan suatu zat dari campuran
homogennya dengan zat lain pada fase cair-cair dengan menggunakan sebuah
membran. Membran adalah lapisan tipis yang memisahkan dua fasa yang
membolehkan perpindahan spesi-spesi tertentu yang disukai dan menahan spesi
lain yang tidak disukai. Membran telah banyak digunakan dalam proses
pemisahan (filtrasi) (Samsudin dan Khoiruddin, 2009)[23].
Teknologi filtrasi membran merupakan salah satu teknologi filtrasi yang
menggunakan media penyaringan dari membran. Hal ini terjadi dengan
melewatkan cairan melalui suatu membran tipis yang bisa berbentuk seperti
piringan. Teknologi ini digunakan untuk memisahkan partikel yang tidak
diinginkan dan untuk pemurnian (Juansah dkk., 2009)[24].

Proses filtrasi terbagi menjadi dua yaitu filtrasi cross-flow dan filtrasi dead
end. Pada filtrasi cross flow umpan yang akan dipisahkan dilewatkan melalui
suatu membran, pada lapisan atas membran akan memisahkan semua material
yang berukuran lebih besar dari pori membran sedangkan material yang berukuran
lebih kecil akan lolos melewati pori membran dan akan ditampung sebagai
permeate dan yang tidak lolos akan keluar sebagai rentetat (El Rayess dkk., 2011)
[25], skema pemisahan molekul pada membran dapat dilihat pada gambar II.4.

Gambar II.4 Skema membran dead-end dan cross flow (El Rayess dkk.,
2011)[25].

Filtrasi membran juga memiliki kelemahan yaitu terjadinya fouling.


Fouling merupakan proses terakumulasinya komponen secara permanen akibat
filtrasi itu sendiri. Fouling terjadi akibat interaksi yang sangat spesifik secara
kimia dan fisik antara berbagai padatan terlarut pada membran. Kemungkinan
terjadinya fouling sangat besar pada metode dead-end filtration karena aliran
larutan umpan secara vertikal. Peristiwa fouling dapat dikurangi dengan metode
cross flow filtration, yaitu di alirkan secara horizontal (El Rayess dkk., 2011)[25].
II.6 Adsorpsi Desorpsi Nitrogen
Adsorpsi-desorpsi gas merupakan teknik untuk menentukan ukuran pori
dan distribusi pori pada material berpori. Penentuan isoterm adsorpsi desorpsi
dilakukan secara fisik menggunakan suatu gas inert seperti Ar, N2, He dan lain
sebagainya kemudian ditentukan berapa banyak molekul yang dibutuhkan untuk
memenuhi lapisan tunggal. Isoterm adsorpsi biasanya ditunjukkan dengan plot
grafik tekanan relative (P/Po) sebagai sumbu x terhadap jumlah adsorbat yang
teradsorp (mmol/g) sebagai sumbu y (Mulder, 2012)[14].

Adsorpsi isoterm digambarkan melalui hubungan antara jumlah gas yang


teradsorp terhadap tekanan (P/Po) pada keadaan isoterm. Adsorpsi isoterm ini
dibagi menjadi enam jenis seperti gambar berikut (Marsh dan Reinoso, 2006)[26]:

Gambar II.5 Tipe-tipe kurva adsorpsi isoterm (Marsh dan Reinoso,


2006)[26]

Isoterm tipe I

Isoterm ini umumnya berlangsung pada adsorben yang ukuran porinya


didominasi oleh mikropori (<2 nm). Umumnya pada tipe ini tidak terjadi
histerisis.

Isoterm tipe II
Kurva jenis ini ditemukan pada adsorben berpori atau padatan berpori
besar (macroporous) dan terkadang terjadi pada material berukuran mikro.

Isoterm tipe III

Adsorpsi isoterm ini umumnya berlangsung pada adsorben tak berpori dan
adsorben berpori makro. Klasifikasi isoterm ini merupakan karakteristik dari
interaksi lemah antara adsorbat dengan adsorben. Interaksi lemah antara adsorbat
dan adsorben menyebabkan sedikit adsorbat yang teradsorp pada kondisi tekanan
relatif rendah. Pada tipe ini menunjukkan kuantitas adsorben semakin tinggi saat
tekanan bertambah.

Isoterm tipe IV

Isoterm tipe IV disebut juga hysteresis loop. Isoterm tipe ini umumnya
terjadi pada adsorben dengan ukuran pori berupa mesopori. Tipe isoterm ini
memiliki bentuk unik untuk tiap sistem adsorpsi.

Isoterm tipe V

Pada isoterm jenis ini merupakan karakteristik dari interaksi yang lemah
antara adsorbat dengan adsorben. Tipe isoterm ini terjadi pada padatan dengan
ukuran pori berupa mikropori atau mesopori.

Isoterm tipe VI

Pada tipe isoterm ini menunjukkan interaksi adsorbat dengan


permukaannya yang terlalu homogen yang berinteraksi dengan adsorben seperti
argon, dan metan.

II.7 X-ray Diffraction (XRD)


Analisis X-ray Diffraction (XRD) merupakan analisis yang digunakan
untuk menganalisis struktur seperti parameter kisi dan tipe struktur juga
dimanfaatkan untuk mengetahui sifat-sifat dalam padatan seperti susunan berbagai
jenis atom dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, dan lain-lain. Semua bahan
yang mengandung kristal tertentu ketika dianalisis menggunakan XRD akan
memunculkan puncak-puncak yang spesifik. Teknik X-Ray Diffraction (XRD)
berperan penting dalam proses analisis padatan kristalin. XRD adalah metode
karakterisasi yang digunakan untuk mengetahui ciri utama kristal, seperti
parameter kisi dan tipe struktur (Smallman dan Bishop, 1999)[27]. Teori difraksi
sinar X dikenalkan oleh Sir William H. Bragg pada tahun 1913. Bragg
menunjukkan bahwa sebuah bidang yang berisi atom-atom dalam kristal (bidang
Bragg) akan memantulkan radiasi dengan cara seperti pemantulan cahaya
dibidang cermin.

Gambar II.6 Pemantulan cahaya pada bidang Bragg (Gautreau dan


Savin, 1999)[28]

Hukum Bragg dapat dirumuskan (Gautreau dan Savin, 1999)[28]:

n = 2d sin

adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak antar kisi kristal,


adalah sudut sinar datang, dan n = 1, 2, 3 dan seterusnya adalah orde difraksi.

Metode yang sering digunakan dalam penentuan ukuran kristalin yaitu


dengan menggunakan metode Scherrer. Ukuran kristalin ditentukan dengan
pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Metode Scherrer ini memprediksi
ukuran kristalin dalam material bukan ukuran partikel, berdasarkan metode ini
makin kecil ukuran kristallites maka makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan
seperti pada gambar II.7. Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi
menghasilkan puncak difraksi yang mendekati sebuah garis veritkal. Kristallites
yang sangat kecil akan menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar
puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristallites. Posisi
puncak pada 2 ditentukan oleh struktur kristal sedangkan intensitas puncak
dipengaruhi oleh nomor atom dan posisi atom pembentuk unit sel kristal
(Abdullah, 1979)[29].
Gambar II.7 Refleksi puncak pada XRD (Abdullah, 1979)[29]

II.8 Surface Area Analyzer (SAA)


Prinsip kerja Surface Area Analyzer (SAA) berdasarkan pada siklus
adsorpsi dan desorpsi isothermis gas N2 oleh sampel serbuk pada suhu N2 cair
sebagai fungsi volum gas yang dimasukkan dan volum gas sisa yang tidak diserap
sampel. Setiap siklus adsorpsi dan desorpsi menghasilkan variasi data tekanan saat
proses berlangsung. Sejumlah volume gas nitrogen yang diketahui dimasukkan ke
dalam tabung sampel, sensor tekanan akan memberikan data tekanan proses yang
bervariasi. Data volum gas yang dimasukkan dan data hasil kenaikan tekanan
dibuat sebagai persamaan BET yang akan dipakai sebagai dasar perhitungan luas
permukaan serbuk. Prinsip perhitungannya yaitu dengan mengetahui jumlah
volum gas adsorbat total yang dimasukkan ke dalam tabung kosong tanpa sampel
dan mengetahui jumlah volum gas adsorbat yang tidak terserap oleh sampel
(Rianto dan Mujinem, 2007)[30], maka jumlah volum gas yang diserap oleh
sampel dapat diketahui dengan persamaan berikut (Somasundaran, 2006)[31] :

1 1 C1 P
= +
Po V m C V m C Po
V ( )1
P

Keterangan :

P = tekanan kesetimbangan adssorpsi


P0 = tekanan jenuh adsorpsi

V = berat gas yang diserap pada tekanan kesetimbangan P

Vm = berat gas yang diserap sebagai lapisan tunggal

C = tetapa energi adsorpsi

P/P0 = tekanan relatif adsorpsi


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kimia Anorganik Jurusan
Kimia FSM Universitas Diponegoro. Penelitian ini dilakukan dengan 6 tahapan
yaitu (i) Preparasi lempung, (ii) pembuatan larutan pemilar, (iii) pembuatan
suspensi lempung, (iv) pembuatan lempung terpilar Al dan karakterisasi lempung
terpilar menggunakan XRD, (vi) pembuatan membrane support dari lempung
terpilar Al dan karakterisasi membrane support menggunakan SAA (Surface Area
Analyzer), dan (vi) pengujian kinerja membran lempung terpilar menggunakan
filtrasi untuk zat warna metilen biru.

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1Alat

Peralatan gelas Magnetic stirrer


Timbangan Mettler AT 200 Gas Adsorption Analyser
Oven XRD Difractometer
Spektroskopi UV-Vis Shimadzu UV-1201 Furnace
Ayakan 170 mesh
III.1.2 Bahan

Lempung PEG 400


AlCl3.6H2O AgNO3
Aquades Metilen biru
NaOH

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Preparasi Lempung

Lempung yang diperoleh dari desa Banyusri Kecamatan Wonosegoro


Kabupaten Boyolali dibersihkan dari pengotor-pengotornya berupa ranting,
kerikil, pasir dan pengotor lain. Preparasi lempung dilakukan melalui tahapan
pencucian dengan menggunakan air, pengeringan dan pengayakan. Lempung yang
telah dicuci lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC selama 2 jam
untuk menghilangkan air dan pengotor-pengotor yang mudah menguap, lempung
yang telah kering lalu digerus dan dan diayak menggunakan ayakan 170 mesh.
III.2.2 Pembuatan Larutan Pemilar

Pembuatan agen pemilar dilakukan dengan mencampurkan 250 mL NaOH


0,5 M ke dalam 250 ml AlCl3.6H2O 0,5 M ditambahkan secara perlahan dengan
rasio mol OH/Al=2 disertai dengan pengadukkan dengan magnetic stirrer selama
24 jam, hasil dari hidrolisis tersebut menghasilkan larutan polikation Al atau ion
keggin pada pH 4. Kemudian larutan didiamkan pada suhu 60C.

Penambahan NaOH dilakukan secara perlahan-lahan, tetes demi tetes


sehingga tidak terbentuk endapan Al(OH)3. Agen pemilar diaduk selama 24 jam
menggunakan magnetic stirrer pada suhu kamar, kemudian didiamkan selama 24
jam pada suhu 60oC.

III.2.3 Pembuatan Suspensi Lempung

Lempung sebanyak 100 gram dengan ukuran 170 mesh yang diperoleh
dari preparasi lempung ditambahkan aquadest 1000 mL (10%), dilakukan
pengadukan dengan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu kamar.

III.2.3 Pembuatan Lempung Terpilar Al

Proses pembuatan pilarisasi lempung ini dilakukan dengan menambahkan


larutan pemilar ke dalam suspensi lempung sambil dilakukan pengadukan dengan
magnetic stirrer selama 24 jam. Pengadukan selama 24 jam bertujuan agar proses
interkalasi agen pemilar Al dalam berlangsung maksimal. Setelah dilakukan
pengadukan selama 24 jam, dilakulan pendiaman selama 24 jam. Lempung yang
sudah diinterkalasi dicuci dengan menggunakan air sampai ion Cl- hilang.
Selanjutnya, sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C selama 5 jam
bertujuan untuk menghilangkan pelarut air sehingga diharapkan saat dikalsinasi
lempung sudah kering atau bebas dari air. Lempung terpilar Al digerus dan diayak
100 mesh. Lempung terpilar yang sudah kering kemudian di kalsinasi pada suhu
200oC, 300oC, dan 400oC selama 4 jam dengan kenaikan suhu 1oC/menit untuk
mengetahui kestabilan termalnya.
III.2.4 Metode Karakterisasi

Penentuan basal sapcing dan kristalinitas dianalisis dengan XRD, posisi


dari garis d001 dalam pola XRD dapat menunjukkan jarak interlayer dan tinggi
pilar.

III.2.5 Proses Pembuatan Membrane Support dari Lempung Terpilar Al

Pembuatan membrane support dilakukan dengan metode simple mixing


(Masturi dkk., 2012)[32] yaitu dengan mencampurkan 8 gram lempung terpilar
sebelum dikalsinasi dengan PEG dan air dengan perbandingan 8:3:1 (w/w).
Penggunaan perbandingan ini merupakan perbandingan optimum karena
membrane support yang dihasilkan tidak retak. Pada pembuatan membran ini
digunakan lempung terpilar Al yang dikeringkan (suhu 60oC) karena memiliki
basal spacing yang besar. Campuran ini dicetak menggunakan alat cetak membran
sederhana dengan tekanan 50 kg/cm2 selama 10 menit. Membrane support yang
sudah dicetak kemudian dipanaskan dalam oven selama 12 jam pada suhu 70oC
untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat dalam membrane support,
kemudian dikalsinasi pada suhu 600oC selama 10 jam dengan kenaikan suhu
1oC/menit. Pada penelitian ini, suhu 600oC merupakan suhu optimum untuk
pengkalsinasian membrane support. Lempung alam diberikan perlakuan yang
sama dengan membrane support untuk membandingkan pori yang dihasilkan.
Membrane support yang dihasilkan dan lempung alam yang sudah dikalsinasi
kemudian dilakukan analisis SAA dan dibandingkan dengan lempung alam
dengan perlakuan yang sama.

III.2.6 Pengujian Kinerja Membrane Support

Pengujian kinerja membran dilakukan filtrasi larutan metilen biru dengan


variasi konsentrasi 10, 20, 40, dan 80 ppm menggunakan alat filtrasi sederhana
selama 2 jam dengan metode cross flow. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa baik membrane support yang telah dibuat. Tujuan variasi
konsentrasi adalah untuk mengetahui kemampuan filtrasi dari membrane support
ini.
Gambar III.1 Skema alat pengujian kinerja membrane support

Hasil filtrasi diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang


gelombang 664,5 nm kemudian dibandingkan hasilnya sebelum dan sesudah
filtrasi. Pengujian kinerja membrane support ini berupa pengukuran fluks dan
rejeksi. Penentuan rejeksi dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:

C f C p C
R= 100 =1 p 100
Cf Cf

di mana R merupakan koefisien rejeksi, Cf adalah konsentrasi awal


larutan, Cp adalah konsentrasi setelah terjadi pemisahan oleh membrane support.
Nilai fluks dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:

Kecepatan alir
Flux=
Luas permukaan x Tekanan

di mana kecepatan alir merupakan banyaknya (Kg) permeate yang


dihasilkan permenit (Kg/menit), luas permukaan membrane support (m-2) dan
tekanan (Pa)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan melalui beberapa tahapan sesuai dengan
metode yang diajukan yaitu (i) Preparasi lempung, (ii) pembuatan larutan pemilar,
(iii) pembuatan suspensi lempung, (iv) pembuatan lempung terpilar Al dan
karakterisasi lempung terpilar Al dan lempung tanpa pilar menggunakan XRD, (v)
pembuatan membrane support dari lempung terpilar Al dan karakterisasi
membrane support menggunakan SAA, serta (vi) pengujian kinerja membran
lempung terpilar menggunakan filtrasi untuk zat warna metilen biru,

Lempung kering hasil preparasi yang telah diseragamkan ukurannya (170


mesh) dikarakterisasi dengan XRD untuk mengetahui basal spacingnya. Lempung
kering ini merupakan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan lempung
terpilar Al. Pembuatan lempung terpilar Al dilakukan dengan mencampurkan
suspensi lempung dengan agen pemilar yang kemudian dikalsinasi pada berbagai
suhu yaitu pada suhu 60oC, 200oC, 300oC, dan 400oC.

IV.1 Analisis Lempung Alam


Lempung yang diperoleh dikarakterisasi untuk mengetahui nilai basal
spacing sebelum dilakukan pemilaran sehingga dapat dibandingkan basal spacing
sesudah dilakukan pemilar oleh polioksokation Al. Difraktogram XRD
ditunjukkan pada gambar IV.1.
Gambar IV.1 Difraktogram lempung alam

Berdasarkan hasil analisis XRD lempung alam pada gambar IV.1,


diperoleh nilai basal spacing lempung adalah 15,08 pada 2 = 5,86o. Nilai basal
spacing 15,08 diperkirakan merupakan basal spacing untuk lempung
monmorillonit. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suarya
(Suarya, 2012)[33] yang menemukan lempung montmorilonit mempunyai basal
spacing sebesar 15,43 pada daerah 2 = 5,72o. Selain itu, menurut penelitian
yang dilakukan oleh Villar, Gmez-Espina and Gutirrez-Nebot (Villar dkk.,
2012)[34], melaporkan bahwa mineral lempung monmorillonit memiliki basal
spacing 15 . Dapat disimpulkan bahwa, pada basal spacing 15,08 pada daerah
2 = 5,86o merupakan basal spacing dari lempung montmorillonit.

IV.2 Analisis Lempung Terpilar Al


Pilarisasi dilakukan dengan menginterkalasi agen pilar ke dalam lempung
kemudian dilakukan kalsinasi pada berbagai suhu. Pada penelitian ini proses
pilarisasi lempung menggunakan polikation Al. Proses pilarisasi ini akan
memperbesar nilai basal spacing pada lempung.
Gambar IV.2 Hasil lempung terpilar Al pada berbagai suhu kalsinasi

Hasil lempung terpilar Al yang telah dikalsinasi pada berbagai suhu


menunjukkan adanya perubahan warna pada lempung. Berdasarkan gambar IV.2
terjadi perbedaan warna dari lempung alam sebelum di interkalasi dengan agen
pemilar dengan kenaikan suhu. Menurut Gil, Korili, Trujillano and Vicente (Gil
dkk., 2011b)[35] pada proses kalsinasi terjadi perubahan polikation logam Al
menjadi bentuk oksida logam sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga (pilar)
pada ruang antar lapisnya.

Lempung terpilar Al yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD untuk


mengetahui basal spacing yang diperoleh. Keberhasilan proses pemilaran dapat
diketahui dengan karakterisasi XRD. Dari analisis XRD dapat diketahui nilai
basal spacing lempung terpilar sebelum kalsinasi dan lempung terpilar sesudah
dikalsinasi. Adanya peningkatan nilai basal spacing yang diperoleh
mengindikasikan bahwa proses pemilaran telah berhasil. Hasil karakterisasi XRD
lempung terpilar Al sebelum dikalsinasi, lempung terpilar Al dikalsinasi pada
suhu 200oC, 300oC, dan 400oC dapat dilihat pada tabel IV.3.
Gambar IV.3 Difraktogram XRD lempung dan lempung terpilar Al pada
suhu kalsinasi 60oC, 200oC, 300oC, 400oC (a) data asli

(b) hasil fityk

Peningkatan basal spacing pada lempung terpilar dikarenakan adanya


oksida aluminium pada antar lapis lempung, hal ini menandakan proses pilarisasi
berjalan efektif. Dari gambar IV.3 menunjukan adanya pergeseran peak ke sebelah
kanan, hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya suhu basal spacing yang
diperoleh semakin kecil. Selain itu, dapat dilihat dengan adanya pilar dan
meningkatnya suhu kalsinasi pada lempung terpilar menurunkan kristalinitas
lempung. Hal ini ditandai dengan penurunan intensitas dan melebarnya puncak
pada difraktogram. Berdasarkan gambar IV.3, semakin tinggi suhu kalsinasi peak
yang dihasilkan semakin lebar, derajat kristalinitas semakin menurun.

Tabel IV.1: Nilai basal spacing dan 2 untuk lempung alam dan
lempung terpilar Al pada berbagai suhu kalsinasi

Sampel 2 d ()
Lempung 5,86 15,08
Lempung terpilar Al 3,91 22,6
60oC
Lempung terpilar Al
4,38 20,7
200oC
Lempung terpilar Al
4,83 18,3
300oC
Lempung terpilar Al
4,80 18,4
400oC

Nilai basal spacing lempung adalah 15,08 . Nilai basal spacing berubah
untuk lempung terpilar Al yang dikalsinasi pada suhu 200 oC, 300 oC, dan 400C.
Pada lempung terpilar Al sebelum dikalsinasi memiliki basal spacing (d) yang
paling besar yaitu 22,6 , sedangkan pada suhu 200C mengalami penurunan
menjadi 20,7 , pada suhu 300C menjadi 18,3 , dan pada suhu 400C menjadi
18,4 . Terjadinya peningkatan basal spacing dari lempung alam ke lempung
terpilar Al menandakan bahwa lempung telah mengalami proses pilarisasi oleh
polikation Al yang mempunyai ukuran yang besar. Hasil yang diperoleh jarak
bidang yang dimiliki oleh lempung terpilar Al 300oC hampir sama dengan jarak
bidang lempung terpilar Al 400oC. Dari hasil gambar IV.3 lempung terpilar Al
yang dikalsinasi pada suhu 200oC memiliki basal spacing yang besar dikarenakan
pada suhu ini proses pemilaran belum terjadi secara sempurna, sedangkan pada
suhu 300o dan 400o terjadi penurunan basal spacing namun tidak signifikan.
Adanya peningkatan basal spacing dari lempung alam menjadi lempung terpilar
Al, menandakan keberhasilan proses pemilaran. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Okoye and Obi (Okoye dan Obi, 2011)[36] yang menunjukkan
peningkatan basal spacing dari 13 pada lempung alam dan setelah dipilar
dengan menggunakan poliokso kation Al mengalami peningkatan basal spacing
menjadi 18 . Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Azzallou, Mamouni,
Stieglitz, Saffaj, El Haddad and Lazar (Azzallou dkk., 2013)[37] melaporkan
bahwa proses pemilaran dengan polikation Al meningkatkan basal spacing
menjadi 18,7 pada lempung terpilar Al.

IV.3 Membrane Support


Proses pembuatan membrane support dilakukan dengan metode simple
mixing, yaitu dilakukan dengan cara pencampuran sederhana (manual) antara
lempung terpilar Al, PEG dan air. Menurut Masturi, Silvia, Aji, Sustini,
Khairurrijal and Abdullah [32] metode ini akan menghasilkan distribusi pori yang
tidak merata.

Gambar IV.4 Perbedaan warna membran sebelum (kiri) dan sesudah


(kanan) kalsinasi pada suhu 600oC

Hasil membrane support yang terbuat dari lempung terpilar Al dapat


dilihat pada gambar IV.4, membrane support yang dihasilkan berdiameter 4 cm
dengan ketebalan 0,4 cm. Dari gambar IV.4 terdapat perbedaan warna antara
membrane support yang sebelum dikalsinasi dan sesudah dikalsinasi. Hal ini
dikarenakan adanya proses penguapan bahan-bahan pada pembuatan membrane
support. Pada suhu 100oC, membrane support akan mengalami penguapan air
yang terikat bebas. PEG memiliki titik nyala berkisar 182-287oC, sehingga
pengkalsinasian pada suhu tinggi bertujuan untuk mendekomposisi dan
menguapkan PEG [32]. Penggunaan suhu pemanasan 600oC bertujuan untuk
menghasilkan membrane support yang kuat, pada suhu ini membrane support
yang terbentuk tidak mengalami kerusakan atau retak, sebelum dilakukan
kalsinasi pada suhu 600oC, membrane support juga dikalsinasi pada suhu 400oC
dan 500oC, namun setelah dikalsinasi pada suhu tersebut membrane support yang
dihasilkan pecah dan retak. Pemanasan pada suhu menyebabkan partikel-partikel
lempung mengeras dan berikatan sehingga meningkatkan kerapatan dan kekuatan
membrane support.

Analisis luas permukaan, volum pori, dan diameter pori pada membrane
support dapat dilakukan menggunakan alat SAA (Surface Area Analyzer). Untuk
menganalisis luas permukaan membrane support menggunkan metode BET
(Bernaun Emmet Teller), sedangkan untuk mengetahui volum pori dan diameter
pori menggunakan metode BJH (Barret Joyner Hallendra). Hal ini perlu dilakukan
karena volum pori dan diameter pori akan mempengaruhi kemampuan filtrasi
membrane support.

Gambar IV.5 Grafik isoterm adsorpsi-desorpsi dari lempung dan


membrane support yang berbahan dasar lempung terpilar Al

Gambar IV.5 menunjukkan grafik isoterm adsorpsi desorpsi nitrogen pada


lempung dan membrane support. Pada gambar IV.5 dapat dilihat bahwa pada
lempung dan membrane support memiliki pola grafik yang sama. Pada gambar
IV.5 didapat bahwa pada saat P/Po > 0 gas mulai teradsorp. Kemudian
peningkatan tekanan akan mengakibatkan adsorpsi gas mulai menjenuhi
monolayer. Selanjutnya kenaikan tekanan lagi akan mendorong terjadinya
adsorpsi pada lapisan berlapis (multilayer). Isoterm ini merupakan tipe IV, tipe ini
menjelaskan bahwa adsorben memiliki karakteristik mesopori [38]. Pada sampel
lempung maupun membrane support terjadi loop hysteresis hal ini disebabkan
jumlah gas yang terdesorpsi tidak sama dengan yang teradsorpsi di awal, hal ini
disebabkan karena adanya interaksi antara adsorbat dengan adsorben sehingga
jumlah adsorbat yang didesorpsi tidak sama dengan jumlah yang di adsorpsi.
Karakterisitik ukuran pori meso juga dapat dilihat dari data grafik distribusi
ukuran pori yang menggunakan metode BJH.
Gambar IV.6 Grafik distribusi pori pada lempung alam dan lempung
terpilar Al

Gambar IV.6 menunjukkan grafik distribusi ukuran pori pada lempung


alam dan membrane support berbahan dasar lempung terpilar Al. Karakteristik
ukuran pori berdasarkan IUPAC, ukuran pori suatu adsorben memiliki tiga
kelompok yaitu mikropori (<2 nm atau <20 ), mesopori (2 sampai 50 nm atau
20-500 ), dan makropori (>50 nm atau >500 ). Dari gambar IV.6 dapat dilihat
bahwa lempung terpilar Al dan lempung alam memiliki mayoritas ukuran pori di
antara 30 sampai 150 yang termasuk kategori mesopori dan sedikit
makropori. Pola peak pada distribusi pori (gambar IV.6) pada lempung alam
maupun pada membrane support tidak menunjukkan peak yang tajam, hal ini
menandakan bahwa tidak adanya pori yang dominan atau pori yang seragam pada
lempung dan membrane support. Adanya puncak yang tinggi menandakan bahwa
adanya pori yang dominan atau seragam pada sampel.

Tabel IV.2 : Hasil analisis SAA pada lempung terpilar Al dan lempung
alam

Luas Permukaan Volum Pori Diameter Pori


Jenis
(m2 g-1) (cc g-1) ()
Lempung 52,45 0,15 34,2
Membrane support 16,25 0,08 30,6
Berdasarkan tabel IV.2, ukuran pori dan diameter pori membrane support
yang terbuat dari lempung terpilar Al lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori
dari lempung. Pemilaran pada lempung akan meningkatkan luas permukaan dan
ukuran pori lempung karena dengan adanya pilar pada antar lapis lempung
membuat struktur lempung menjadi lebih stabil [12], namun hasil analisis luas
permukaan, volum pori dan ukuran pori dengan menggunakan surface area
analyzer diperoleh hasil luas permukaan, ukuran pori dan volume pori yang lebih
kecil dibanding lempung. Hal ini dimungkinkan karena pencampuran PEG dan
lempung terpilar Al yang tidak merata atau homogen pada saat pembuatan
membrane support, sehingga pembentukan pori pada membrane support menjadi
tidak seragam, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis surface area analyzer yang
menunjukkan ketidak-teraturan data yang diperoleh, seharusnya dengan semakin
kecil diameter pori maka luas permukaan yang diperoleh semakin besar namun
pada penelitian ini diperoleh semakin kecil diameter semakin kecil luas
permukaan yang diperoleh. Volum pori yang dihasilkan pada membrane support
lebih kecil daripada lempung, hal ini sesuai dengan diameter pori yang dihasilkan,
semakin kecil diameter pori maka semakin kecil volum porinya.

Luas permukaan yang diperoleh membrane support lebih kecil dibanding


luas permukaan lempung. Penurunan luas permukaan ini kemungkinan
disebabkan karena distribusi pori pada 30 sampai 150 sangat padat, sehingga
luas permukaannya semakin kecil, semakin padat porinya maka luas permukaan
akan semakin kecil, hasil ini berbanding terbalik dengan lempung alam yang
memiliki luas permukaan yang besar hal ini disebabkan oleh distribusi pori pada
lempung tidak sepadat membrane support sehingga luas permukaan yang
dihasilkan lebih besar dari membrane support. Diameter pori rata-rata yang
diperoleh dari analisis BET ini yaitu 30,6 sedangkan pada lempung alam 34,2
, dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa membrane support ini termasuk dalam
tipe mesopori. Membran yang termasuk tipe mesopori yaitu berukuran 20
sampai 500 (2 sampai 50 nm).
a b

Gambar IV.7 Ilustrasi struktur skematik pada lempung terpilar Al (a)


dengan distribusi pori ideal (b) yang tidak merata

Gambar IV.7 menunjukkan proses pemilaran pada lempung alam dan


proses pembentukan pori pada membrane support. Adanya distribusi pori yang
tidak merata juga disebabkan karena pada pembuatan membrane support
digunakan metode simple mixing, menurut Masturi, Silvia, Aji, Sustini,
Khairurrijal and Abdullah [32] penggunaan metode simple mixing dapat
menyebabkan distribusi pori yang tidak merata/seragam dibandingkan dengan
metode sol gel.

IV.4 Kinerja Membrane Support


Pengujian kinerja membrane support ini bertujuan untuk mengetahui
kinerja membrane support yang telah dihasilkan. Pengujian kinerja membrane
support dilakukan untuk filtrasi metilen biru pada variasi konsentrasi 10 ppm, 20
ppm, 40 ppm dan 80 ppm selama 2 jam.

20
10
ppm
ppm
40 80
ppm ppm

Gambar IV.8 Perbedaan warna sebelum (kiri) dan sesudah difiltrasi


(kanan)

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada gambar IV.8, adanya penurunan


intensitas warna sebelum dan sesudah melewati membrane support
mengindikasikan bahwa proses filtrasi berhasil. Larutan metilen biru berwarna
biru tua dan setelah dilakukan filtrasi larutan menjadi berwarna jernih perbedaan
warna dapat dilihat pada gambar IV.8. Dalam hal ini membrane support berfungsi
sebagai penyaring sehingga molekul yang berukuran besar tidak dapat menembus
pori-pori membrane support sehingga menempel dipermukaan atas membrane
support dan hanya molekul berukuran kecil yang akan lolos melewati pori
membrane support, hal ini yang menyebabkan warna larutan setelah melewati
membrane support berubah menjadi bening dan menurunkan absorbansi yang
diperoleh.

Kinerja membrane support dapat ditunjukkan antara lain dari nilai rejeksi
(R) dan fluks yang dihasilkan. Membrane support yang baik yaitu jika nilai fluks
dan rejeksi yang diperoleh semakin besar.
Gambar IV.9 Grafik hubungan antara rejeksivitas dengan konsentrasi
metilen biru

Berdasarkan gambar IV.9 menunjukkan bahwa rejeksivitas mengalami


penurunan dengan bertambahnya konsentrasi metilen biru. Hasil filtrasi metilen
biru, diperoleh nilai rejeksi (R) berturut-turut 99,61%; 99,38%; 99,36%; dan
98,57% pada konsentrasi metilen biru 10; 20; 40; dan 80 ppm disebabkan karena
adanya fouling internal pada membrane support, fouling internal ini akan
menyebabkan penyumbatan pori pada membrane support. Semakin lama
membrane support digunakan dan semakin besar konsentrasi metilen biru
menyebabkan semakin banyaknya molekul metilen biru yang tersumbat pada
permukaan pori membrane support akan tertekan dan masuk ke pori membrane
support karena adanya tekanan dari larutan umpan yang terjadi secara terus
menerus sehingga metilen biru yang terjebak pada pori membrane support akan
terdorong keluar sebagai permeate, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan
rejeksi membrane support peristiwa terjebaknya molekul metilen biru dalam pori
membrane support ini dinamakan fouling internal. Menurut Baker [39] pada
fouling internal terjadi pengeblokan pori membrane support oleh molekul metilen
biru yang masuk ke dalam pori membrane support sehingga rejeksi membrane
support semakin menurun dengan semakin banyaknya molekul metilen biru yang
masuk pada membrane support, fouling ini bersifat irreversible.
Gambar IV.10 Grafik hubungan fluks dengan konsentrasi

Berdasarkan gambar IV.10, menunjukkan adanya penurunan nilai fluks


seiring dengan bertambahnya konsentrasi metilen biru, hal ini menunjukkan
bahwa permukaan membrane support mulai tertutupi oleh molekul metilen biru.
Peningkatan konsentrasi metilen biru memberikan pengaruh pada permukaan
membrane support yang menyebabkan permukaan pori-pori pada membran
(fouling) menjadi tertutupi sehingga terjadinya penyempitan pori yang
menghalangi laju umpan, penyumbatan pori-pori atau fouling ini akan
mempengaruhi nilai fluks yang diperoleh, semakin banyak molekul metilen biru
maka permukaan pori-pori membrane support yang tersumbat maka semakin kecil
nilai fluks yang diperoleh. Semakin lama membran support digunakan maka akan
semakin banyak molekul metilen biru yang menempel pada permukaan dan
masuk ke dalam pori-pori membrane support, sehingga air yang akan melewati
pori membrane support akan mengalami hambatan yang lebih besar ketika
melewati membran dan menyebakan fluks menjadi menurun. Hasil fluks air yang
diperoleh untuk konsentrasi metilen biru 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm dan 80 ppm
yaitu 1,43 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1, 1,38 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1, 1,26 x
10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1 dan 1,21 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1.

Pengujian kinerja membrane support ini diperoleh nilai fluks dan rejeksi
maksimum pada konsentrasi 10 ppm yaitu nilai 1,43 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1
dengan rejeksi 99,62 %. Hal ini disebabkan karena membrane support yang
digunakan belum mengalami fouling sehingga tidak ada penyumbatan oleh
molekul metilen biru pada permukaan maupun pori membrane support. Semakin
lama dan semakin besar konsentrasi metilen biru yang digunakan maka kinerja
dari membrane support semakin menurun.

Gambar IV.11 Ilustrasi skematik pori bertingkat pada membrane


support (kiri) dan proses filtrasi metilen biru (kanan)

Ukuran metilen biru lebih kecil (15-25 ) [40] dibanding dengan pori
pada membrane support (30,65 ). Pengujian kinerja yang dihasilkan
menunjukkan bahwa membrane support dapat digunakan sebagai alat untuk
memfiltrasi metilen biru dan mendapatkan hasil yang baik. Membrane support
yang dihasilkan mempunyai ketebalan 0,4 cm, sehingga pori-pori yang terdapat di
dalamnya mengalami penumpukan satu sama lain atau bertingkat-tingkat. Adanya
pori bertingkat pada membrane support menyebabkan ukuran pori membrane
support menjadi lebih kecil sehingga dapat melakukan proses filtrasi metilen biru,
sehingga molekul metilen biru akan mengalami proses filtrasi secara bertahap.
Pada proses filtrasi molekul metilen biru akan difiltrasi oleh pori paling besar,
setelah itu metilen biru akan melewati pori selanjutnya sampai pada pori paling
akhir hanya tersisa molekul air sebagai permeate seperti diilustrasikan pada
gambar IV.11 di atas.
BAB V
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:

Telah berhasil dibuat membrane support dari lempung terpilar Al dengan


penambahan PEG sebagai perekat dengan metode simple mixing (pencampuran
sederhana) dengan perbandingan 8:3:1.

Berdasarkan analisis XRD terjadi peningkatan nilai basal spacing


menunjukkan bahwa proses pilarisasi telah berhasil dilakukan. Hasil karakterisasi
surface area analyzer menunjukkan ukuran pori dan luas permukaan lebih kecil
dibanding lempung alam.

Kinerja membrane support dapat ditunjukkan antara lain dari nilai rejeksi
(R) dan fluks (J). Membrane support memberikan hasil terbaik yaitu pada filtrasi
metilen biru 10 ppm dengan merejeksi metilen biru sebesar 99,62% dengan nilai
fluks yang dihasilkan sebesar 1,43 x 10-5 Kg menit-1 m-2 Pa-1.

V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat diketahui pengaruh suhu
kalsinasi pada membrane support dari lempung terpilar Al dan pengaruh PEG
pada pori.

DAFTAR PUSTAKA
[1] K.P. Lee, T.C. Arnot, D. Mattia, A review of reverse osmosis
membrane materials for desalinationDevelopment to date and future
potential, Journal of Membrane Science, 370 (2011) 1-22.
[2] A. Harabi, F. Bouzerar, Fabrication of Tubular Membrane Supports
from Low Price Raw Materials, Using Both Centrifugal Casting and/or
Extrusion Methods, Expanding Issues in Desalination, (2011) 253-274.
[3] L. Gaiye, Q. Hong, F. Yiqun, X. Nanping, Toughening macroporous
alumina membrane supports with YSZ powders, Ceramics International,
35 (2009) 1641-1646.
[4] W. Liu, N. Canfield, Development of thin porous metal sheet as
micro-filtration membrane and inorganic membrane support, Journal of
Membrane Science, 409410 (2012) 113-126.
[5] Q. Chang, Y. Yang, X. Zhang, Y. Wang, J.-e. Zhou, X. Wang, S.
Cerneaux, L. Zhu, Y. Dong, Effect of particle size distribution of raw
powders on pore size distribution and bending strength of Al2O3
microfiltration membrane supports, Journal of the European Ceramic
Society, 34 (2014) 3819-3825.
[6] Q. Chang, Y. Wang, S. Cerneaux, J.-e. Zhou, X. Zhang, X. Wang, Y.
Dong, Preparation of microfiltration membrane supports using coarse
alumina grains coated by nano TiO2 as raw materials, Journal of the
European Ceramic Society, 34 (2014) 4355-4361.
[7] S. Sarkar, S. Bandyopadhyay, A. Larbot, S. Cerneaux, New clay
alumina porous capillary supports for filtration application, Journal of
Membrane Science, 392393 (2012) 130-136.
[8] M. Aleksyuk, A method for the strength prediction of porous
ceramics, Strength of materials, 33 (2001) 188-192.
[9] A. Gil, F.C.C. Assis, S. Albeniz, S.A. Korili, Removal of dyes from
wastewaters by adsorption on pillared clays, Chemical Engineering
Journal, 168 (2011) 1032-1040.
[10] S. Mnasri-Ghnimi, N. Frini-Srasra, Promoting effect of cerium on
the characteristic and catalytic activity of Al, Zr, and AlZr pillared clay,
Applied Clay Science, 8889 (2014) 214-220.
[11] S. Bahri, Muhdarina, Nurhayati, F. Andiyani, Isoterma dan
Termodinamika Adsorpsi Kation Cu2+ Fasa Berair pada Lempung
Cengar Terpilar, Jurnal Natur Indonesia, 14 (2012) 7-13.
[12] K. Wijaya, E. Sugiharto, M. Mudasir, I. Tahir, I. Liawati, Synthesis Of
Iron Oxide-Montmorillonite Composite And Study Of Its Structural
Stability Againts Sulfuric Acid, Indonesian Journal of Chemistry, 4
(2010) 33-42.
[13] M.E. Roca Jalil, R.S. Vieira, D. Azevedo, M. Baschini, K. Sapag,
Improvement in the adsorption of thiabendazole by using aluminum
pillared clays, Applied Clay Science, 71 (2013) 55-63.
[14] M. Mulder, Basic principles of membrane technology, Springer
Science & Business Media, 1996.
[15] S. Agmalini, N.N. Lingga, S. Nasir, Peningkatan Kualitas Air Rawa
Menggunakan Membran Keramik Berbahan Tanah Liat Alam dan Abu
Terbang Batubara Jurnal Teknik Kimia, Vol 19 (2013).
[16] K. Wijaya, I. Tahir, A. Baikuni, THE SYNTHESIS OF Cr 2 O 3-
PILLARED MONTMORILLONITE (CrPM) AND ITS USAGE FOR HOST
MATERIAL OF p-NITROANILINE, Indonesian Journal of Chemistry, 2
(2010) 12-21.
[17] Muhdarina, A.W. Mohammad, A. Muchtar, Prospektif Lempung
Alam Cengar Sebagai Adsorben Polutan Anorganik Di Dalam Air: Kajian
Kinetika Adsorpsi Kation Co(II), Reaktor, 13 (2010) 81-88.
[18] S. Sen Gupta, K.G. Bhattacharyya, Immobilization of Pb(II), Cd(II)
and Ni(II) ions on kaolinite and montmorillonite surfaces from aqueous
medium, Journal of Environmental Management, 87 (2008) 46-58.
[19] T. Las, H. Zamroni, Pemanfaatan Lempung Berpilar Untuk
Pengelolaan Limbah Radioaktif, VALENSI, 1 (2008).
[20] S. Arfaoui, N. Frini-Srasra, E. Srasra, Modelling of the adsorption of
the chromium ion by modified clays, Desalination, 222 (2008) 474-481.
[21] I. Fatimah, N. Narsito, K. Wijaya, Effect of Aluminium Content in
Aluminium Pillared Montmorillonite on Its Surface Acidity Properties,
Journal of Mathematical and Fundamental Sciences, 43 (2011) 123-138.
[22] R.D. Panda, Modifikasi Bentonit Terpilar Al Dengan Kitosan Untuk
Adsorpsi Ion Logam Berat, (2012).
[23] A.M. Samsudin, Khoiruddin, Ekstraksi, Filtasi Membran dan Uji
Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana), in,
Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro 2009.
[24] J. Juansah, K. Dahlan, F. Huriati, Peningkatan Mutu Sari Buah Nanas
dengan Memanfaatkan Sistem Filtrasi Aliran Dead-End dari Membran
Selulosa Asetat, Makara Sains, 13 (2009) 94-100.
[25] Y. El Rayess, C. Albasi, P. Bacchin, P. Taillandier, J. Raynal, M.
Mietton-Peuchot, A. Devatine, Cross-flow microfiltration applied to
oenology: A review, Journal of Membrane Science, 382 (2011) 1-19.
[26] H. Marsh, F.R. Reinoso, Activated carbon, Elsevier, 2006.
[27] R.E. Smallman, R.J. Bishop, Modern physical metallurgy and
materials engineering, Butterworth-Heinemann, 1999.
[28] R. Gautreau, W. Savin, Schaum's Outline of Modern Physics,
Erlangga, 1999.
[29] A. Mikrajuddin, Khairurrijal, Review: Karakterisasi Nanomaterial,
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN, 1979 (2009) 0880.
[30] S. Rianto, S.N. Mujinem, Analisis Kerusakan Sistem Alat Surface
Area Sorptomatic 1800 Penentu Luas Muka Serbuk, in, Hasil-hasil
Penelitian EBN Tahun, 2007.
[31] P. Somasundaran, Encyclopedia of surface and colloid science, CRC
press, 2006.
[32] Masturi, Silvia, M.P. Aji, E. Sustini, Khairurrijal, M. Abdullah,
Permeability, Strength and Filtration Performance for Uncoated and
Titania-Coated Clay Wastewater Filters, American Journal of
Environmental Sciences, 8 (2012) 79-94.
[33] P. Suarya, Karakterisasi Adsorben Komposit Aluminium Oksida
Pada Lempung Teraktivasi Asam, Jurnal Kimia 6, 1 (2012) 93-100.
[34] M.V. Villar, R. Gmez-Espina, L. Gutirrez-Nebot, Basal spacings of
smectite in compacted bentonite, Applied Clay Science, 6566 (2012)
95-105.
[35] A. Gil, S.A. Korili, R. Trujillano, M.A. Vicente, A review on
characterization of pillared clays by specific techniques, Applied Clay
Science, 53 (2011) 97-105.
[36] I. Okoye, C. Obi, Synthesis and Characterization of Al-Pillared
Bentonite Clay Minerals, Research Journal of Applied Sciences, 6 (2011)
447-450.
[37] R. Azzallou, R. Mamouni, K. Stieglitz, N. Saffaj, M. El Haddad, S.
Lazar, Al-Pillared Ghassoulite Clay as a New Green Catalyst for the
Synthesis of Benzothiazoles and Benzimidazoles: Effect of Amine/CEC
Ratio, International Journal of Organic Chemistry, 3 (2013) 151.
[38] E.J. Henley, J.D. Seader, D.K. Roper, Separation process principles,
Wiley, 2011.
[39] R.W. Baker, Overview of membrane science and technology,
Membrane Technology and Applications, Second Edition, (2004) 1-14.
[40] Adhitiyawarman, A. Imawati, Kapasitas Adsorpsi Maksimum Ion Pb
(II) oleh Arang Aktif Ampas Kopi Teraktivasi HCl dan H3PO4, Jurnal
Kimia Khatulistiwa, 4 (2015).

Abdullah, M., 1979, Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi


Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi 2(1): 1-9.
Agmalini, S., Lingga, N. N. dan Nasir, S., 2013, Peningkatan Kualitas Air
Rawa Menggunakan Membran Keramik Berbahan Tanah Liat Alam Dan
Abu Terbang Batubara. Jurnal Teknik Kimia 19(2).
Aleksyuk, M., 2001, A Method for the Strength Prediction of Porous
Ceramics. Strength of materials 33(2): 188-192.
Arfaoui, S., Frini-Srasra, N. dan Srasra, E., 2008, Modelling of the
Adsorption of the Chromium Ion by Modified Clays. Desalination 222(1-
3): 474-481.
Azzallou, R., Mamouni, R., Stieglitz, K., Saffaj, N., El Haddad, M. dan
Lazar, S., 2013, Al-Pillared Ghassoulite Clay as a New Green Catalyst
for the Synthesis of Benzothiazoles and Benzimidazoles: Effect of
Amine/Cec Ratio. International Journal of Organic Chemistry 3(02): 151.
Bahri, S. dan Andiyani, F., 2012, Isoterma Dan Termodinamika Adsorpsi
Kation Cu2+ Fasa Berair Pada Lempung Cengar Terpilar. Jurnal Natur
Indonesia 14(01).
Chang, Q., Wang, Y., Cerneaux, S., Zhou, J.-e., Zhang, X., Wang, X. dan
Dong, Y., 2014a, Preparation of Microfiltration Membrane Supports
Using Coarse Alumina Grains Coated by Nano Tio 2 as Raw Materials.
Journal of the European Ceramic Society 34(16): 4355-4361.
Chang, Q., Yang, Y., Zhang, X., Wang, Y., Zhou, J.-e., Wang, X.,
Cerneaux, S., Zhu, L. dan Dong, Y., 2014b, Effect of Particle Size
Distribution of Raw Powders on Pore Size Distribution and Bending
Strength of Al 2 O 3 Microfiltration Membrane Supports. Journal of the
European Ceramic Society 34(15): 3819-3825.
El Rayess, Y., Albasi, C., Bacchin, P., Taillandier, P., Raynal, J., Mietton-
Peuchot, M. dan Devatine, A., 2011, Cross-Flow Microfiltration Applied
to Oenology: A Review. Journal of Membrane Science 382(1): 1-19.
Fatimah, I., Narsito, N. dan Wijaya, K., 2011, Effect of Aluminium
Content in Aluminium Pillared Montmorillonite on Its Surface Acidity
Properties. Journal of Mathematical and Fundamental Sciences 43(2):
123-138.
Gaiye, L., Hong, Q., Yiqun, F. dan Nanping, X., 2009, Toughening
Macroporous Alumina Membrane Supports with Ysz Powders. Ceramics
International 35(4): 1641-1646.
Gautreau, R. dan Savin, W., 1999, Schaum's Outline of Modern Physics,
Erlangga.
Gil, A., Assis, F., Albeniz, S. dan Korili, S., 2011a, Removal of Dyes from
Wastewaters by Adsorption on Pillared Clays. Chemical Engineering
Journal 168(3): 1032-1040.
Gil, A., Korili, S. A., Trujillano, R. dan Vicente, M. A., 2011b, A Review on
Characterization of Pillared Clays by Specific Techniques. Applied Clay
Science 53(2): 97-105.
Gupta, S. S. dan Bhattacharyya, K. G., 2008, Immobilization of Pb (Ii),
Cd (Ii) and Ni (Ii) Ions on Kaolinite and Montmorillonite Surfaces from
Aqueous Medium. Journal of environmental management 87(1): 46-58.
Harabi, A. dan Bouzerara, F., 2011, Fabrication of Tubular Membrane
Supports from Low Price Raw Materials, Using Both Centrifugal Casting
and/or Extrusion Methods. Chap 13. Expanding Issues in Desalination:
253-274.
Jalil, M. E. R., Vieira, R. S., Azevedo, D., Baschini, M. dan Sapag, K.,
2013, Improvement in the Adsorption of Thiabendazole by Using
Aluminum Pillared Clays. Applied Clay Science 71: 55-63.
Juansah, J., Dahlan, K. dan Huriati, F., 2009, Peningkatan Mutu Sari
Buah Nanas Dengan Memanfaatkan Sistem Filtrasi Aliran Dead-End
Dari Membran Selulosa Asetat. Makara Sains 13(1).
Lee, K. P., Arnot, T. C. dan Mattia, D., 2011, A Review of Reverse
Osmosis Membrane Materials for DesalinationDevelopment to Date
and Future Potential. Journal of Membrane Science 370(1): 1-22.
Liu, W. dan Canfield, N., 2012, Development of Thin Porous Metal Sheet
as Micro-Filtration Membrane and Inorganic Membrane Support. Journal
of membrane science 409: 113-126.
Marsh, H. dan Reinoso, F. R., 2006, Activated Carbon, Elsevier.
Masturi, S., Aji, M. P., Sustini, E., Khairurrijal, M. A. dan Mikrajuddin, A.,
2012, Permeability, Strength and Filtration Performance for Uncoated
and Titania-Coated Clay Wastewater Filters. American Journal of
Environmental Sciences 8(2): 79-94.
Mnasri-Ghnimi, S. dan Frini-Srasra, N., 2014, Promoting Effect of
Cerium on the Characteristic and Catalytic Activity of Al, Zr, and AlZr
Pillared Clay. Applied Clay Science 88: 214-220.
Muhdarina, M., Mohammad, A. W. dan Muchtar, A., 2010, Prospektif
Lempung Alam Cengar Sebagai Adsorben Polutan Anorganik Di Dalam
Air: Kajian Kinetika Adsorpsi Kation Co (Ii). REAKTOR 13(2): 81-88.
Mulder, J., 2012, Basic Principles of Membrane Technology, Springer
Science & Business Media.
Okoye, I. dan Obi, C., 2011, Synthesis and Characterization of Al-
Pillared Bentonite Clay Minerals. Research Journal of Applied Sciences
6(7): 447-450.
Panda, R. D., 2012, Modifikasi Bentonit Terpilar Al Dengan Kitosan
Untuk Adsorpsi Ion Logam Berat.
Rianto, S. dan Mujinem, S. N., 2007, Analisis Kerusakan Sistem Alat
Surface Area Sorptomatic 1800 Penentu Luas Muka Serbuk, Hasil-hasil
Penelitian EBN Tahun.
Samsudin, A. M. dan Khoiruddin, K., 2009, Ekstraksi, Filtrasi Membran
Dan Uji Stabilitas Zat Warna Dari Kulit Manggis (Garcinia Mangostana).
EKSTRAKSI, FILTRASI MEMBRAN DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA DARI
KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana): 1-8.
Sarkar, S., Bandyopadhyay, S., Larbot, A. dan Cerneaux, S., 2012, New
ClayAlumina Porous Capillary Supports for Filtration Application.
Journal of membrane science 392: 130-136.
Smallman, R. E. dan Bishop, R. J., 1999, Modern Physical Metallurgy
and Materials Engineering, Butterworth-Heinemann.
Somasundaran, P., 2006, Encyclopedia of Surface and Colloid Science,
CRC press.
Suarya, P., 2012, Karakterisasi Adsorben Komposit Aluminium Oksida
Pada Lempung Teraktivasi Asam. Journal of Chemistry 6(1).
T. Las, H. Z., 2008, Pemanfaatan Lempung Berpilar Untuk Pengelolaan
Limbah Radioaktif, VALENSI, 1
Villar, M., Gmez-Espina, R. dan Gutirrez-Nebot, L., 2012, Basal
Spacings of Smectite in Compacted Bentonite. Applied Clay Science
65: 95-105.
Wijaya, K., Sugiharto, E., Mudasir, M., Tahir, I. dan Liawati, I., 2010a,
Synthesis of Iron Oxide-Montmorillonite Composite and Study of Its
Structural Stability Againts Sulfuric Acid. Indonesian Journal of
Chemistry 4(1): 33-42.
Wijaya, K., Tahir, I. dan Baikuni, A., 2010b, The Synthesis of Cr 2 O 3-
Pillared Montmorillonite (Crpm) and Its Usage for Host Material of P-
Nitroaniline. Indonesian Journal of Chemistry 2(1): 12-21.

Anda mungkin juga menyukai