Anda di halaman 1dari 2

Pada masa perang dingin, yaitu ada dua negara yang memegang kuasa atas dunia, Amerika dan

Uni Soviet dimana mereka adalah sama-sama memiliki senjata yang banyak ditakuti oleh semua
negara yaitu Nuklir. dan pada masa itu kendali senjata nuklir sangat dipegang secara hati-hati
oleh keduanya mengingat terlalu tinggi resiko dan akibat yang akan diterima bagi masing-masing
negara jika smapai salah meluncurkannya. Dengan berakhirnya Perang Dingin, kedua negara
melakukan penyesuaian besar-besaran terhadap militer mereka, terutama persenjataan
nuklir.Meski demikian, bukan berarti dunia steril dari ancaman nuklir.
Pasca perang dingin, banyak masalah muncul karenanya. Salah satunya adalah terdapatnya
penguasaan akan nuklir oleh negara-negara blok ketika masa perang dingin. Yang di khawatirkan
adalah kepemilikan nuklir di tangan negara yang tidak stabil bisa berujung pada bencana.Salah
satu negara yang dikategorikan berbahaya sampai-sampai AS menggolongkannya ke dalam
poros setan adalah Korea Utara.
Awal mula kesadaran Korut akan pentingnya menguasai pengetahuan tentang nuklir ketika pada
seperti yang S. L. Roy katakan dalam mengutip K. J. Holsti, bahwa tujuan diplomasi ialah untuk
menjamin keuntungan maksimum negara sendiri, yang terdepan adalah pemeliharaan keamanan.
Jadi alasan pertama dan terutama ialah untuk menjaga keamanan rejim Korut. Pada umumnya,
Korut menganggap AS sebagai ancaman utama. AS juga mengawasi Korut sebagai negara
pendukung teroris. Dengan alasan itu, Washington memberikan sanksi ekonomi kepada
Pyongyang. Dalam keadaan seperti itu, melihat hasil perang di Afganistan dan Irak, Korut
mengkhawatirkan bahwa pihaknya akan bisa juga menjadi sasaran berikut dalam daftar
gempuran AS. Oleh karena itu, Korut menaruh perhatian pada pengembangan senjata nuklir
dengan harapan bahwa nuklir itu akan mencegah AS tidak melakukan aksi provokasi militer
terhadap Korut. Alasan kedua adalah bahwa kepemilikan senjata nuklir membuat Korut memiliki
posisi unggul dalam negosiasi. Keamanan rejim Korut bisa dicapai sempurna melalui perbaikan
hubungan dengan AS. Karena itu, menurut pandangan Korut, kepemilikan senjata nuklir akan
meningkatkan motivasi AS untuk memperbaiki hubungan dengan Korut.
Jadi inilah dua alasan yang korut anggap penting dalam pengembangan kekuatan nuklir. dan
sampai pada akhirnya tahapan yang mengatakan bahwa nuklir adalah sebuah diplomasi yang
amat relevan masa kini.
Berbicara tentang bentuk diplomasi yang dilakaukan oleh Korea Utara saat ini jika melihat nuklir
sebagai modal utamanya maka dapat disimpulkan bahwa dengan kemampuannya akan
penguasaan terhadapa teknologi nuklir menjadikan Korut memliki nilai tawar dalam
berdiplomasi dengan negara lain atau tidak jarang dapat dikatakan bahwa Korut menganut
bentuk Diplomasi Koersif dalam prakteknya. Mengapa demikian? Karena terlihat jelas dalam
prakteknya korut tidak segan menjadikan nuklirnya sebagai modal utamanya dalam merumuskan
sebuah kebijakan baru dalam negosiasi agar kepentingan negaranya dapat terpenuhi. Sebagai
contoh, korut adalah negara yang belum dapat mencukupi kebutuhan warga negaranya sendiri
dan tidak memiliki bayak sumber daya alam yang mencukupi dan atas dasar itulah maka korut
menggunakan nuklirnya unetuk memenuhi kebutuhannya.
Diplomasi koersif yang korut lakukan diantaranya telah berhasil menghasilkan, Di tahun 1994
pada pencapaian persetujuan dengan IAEA, penutupan reaktor nuklir light water (Air Ringan)
dan Korut menerima minyak solar sebagai imbalan penutupan reaktor nuklirnya. Namun di tahun
1998 ia melanggar perjanjian tersebut dan kembali melakukan uji coba dengan meluncurkan
rudal dengan jangkauan jelajah 1.700-2.200 km. Lalu pada bulan November 2002, AS
menghentikan pemasokan minyak solar, Pyongyang pun mulai mengoperasikan kembali fasilitas
nuklirnya dan mengusir tim pemantau IAEA dari negara mereka.
Kemudian pada tanggal 11 Juni 2005 dalam KTT Korsel dan AS sepakat untuk menjamin rejim
maupun upaya normalisasi hubungan, apabila Korut membuang program nuklirnya dan pada 22
Juni 2005, AS kembali memutuskan untuk memberikan bantuan pangan 50 ribu ton ke Korut.
Lalu di bulan Maret 2007, di sebuah sesi ketiga dalam pertemuan enam pihak (negara pemilik
nuklir di dunia) yang kelimakalinya dibuka kembali di Beijing. Dalam pertemuan itu, negara
peserta setuju agar Korut menutup fasilitas nuklirnya di Yongbyeon dalam jangka waktu 60 hari
dan mengizinkan kegitan inspeksi IAEA, dan sebagai imbalannya bantuan energi senilai sama
dengan 50 ribu ton minyak solar. Negara perserta juga setuju agar Korut mengambil langkah
untuk melaporkan dan melumpuhkan semua fasilitas nuklirnya, Korut akan menerima 950 ribu
ton bantuan energi secara tambahan.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Korea Utara dengan serius menunjukkan hasrat
kepemilikan teknologi senjata nuklir.Namun kepentingan di balik itu adalah untuk mencari
pengakuan dan kekuatan melalui ancaman dalam perundingan.Tujuannya tidak lain adalah untuk
memenuhi kebutuhan Korea Utara akan energi, finansial, dan juga insentif ekonomi.
Kesimpulan
Semua negara di dunia pasti membutuhkan interaksi dengan negara lainnya dan adanya saling
mempengarahu antar satu negara ke negara lain dan hal ini terjadi dalam kehidupan politik
internasional. Setiap negara mempunyai kepentiungan yang berbeda-beda dan sebisa mungkin
kepentingan nasionalnyalah yang menang untuk dicapai. Dan apabila ada tujuan satu negara dan
itu memerlukan bantuan atau peran dari negara lain maka permintaan bantuan ini dapat di capai
melalui Diplomasi. Ada diplomasi efektif dan ada pula diplomasi koersif. Dan disini lebih
memfokuskan pada diplomasi koersif seperti apa. Contoh yang melakukan diplomasi koersif
adalah salah satu negara di Asia yaitu Korea Utara.
Korea utara cenderung menjalankan diplomasi yang koersif yaitu bersifat menekan dan tidak
jarang melalui saling mengancam. Hal ini didukung karena faktor kemapanan di bidang
pengusaaan teknologi nuklir yang dimiliki oleh Korut. Negara di dunia khususnya Asia timur dan
AS merasa cemas dan tidak bisa tinggal diam ketika tahu bahwa Korut memiliki pengusaan
terhadap tenaga nuklir. karena jika tidak hati-hati maka dapat menimbulkan kekacauan dan
ketidakstabilan keadaan dunia. Dan Korut memanfaatkan ketakutan negara-negara lain dengan
melakukan diplomasdi koersif dalam memenuhi tujuan atau lkepentingan nasionalnya serta
kebutuhan hidup bangsanya.

Anda mungkin juga menyukai