Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya serta
dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pada makalah ini dengan
baik dan seksama. kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Septi Muharni M.farm,Apt.
yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dan juga
kepada semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan partisipasi
nya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas pada makalah ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Ibuk, Serta Rekan-Rekan sekalian. kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan beserta kesempurnaan adalah milik Allah SWT. kami berharap semoga tugas
makalah ini dapat memberikan manfaat dan pencerahaan untuk rekan-rekan yang membaca pada
saat melakukan pengamatan lebih lanjut.

Wassalamualaikum. Wr.wb

Pekanbaru, 19 Maret 2017

Penulis

Farmasi Klinis Page 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................I
DAFTAR ISI............................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................3
1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan ..........................................................................................4
BAB II ISI
2.1.Definisi wawancara riwayat pengobatan...................................................5
2.2 Keterampilan Dasar dalam Mewawancarai Pasien.......................................................6
2.2.1 Obat-Obatan Resep yang Sedang Digunakan...............................................9
2.2.2 Obat-Obat Bebas yang Sedang Digunakan Pasien 10
2.2.3 Obat-Obat Resep dan Bebas yang Pernah Digunakan11
2.2.4 Alergi................11
2.2.5 Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan.11
2.2.6 Kepatuhan Terhadap Pengobatan12
2.2.7 Pengambilan Riwayat yang Efisien.13
2.2.8 Kesalahan-Kesalahan Umum dalam Mewawancarai Pasien...14
3.1 Penyusunan Rencana Asuhan Kefarmasian...14
3.2 Proses asuhan pasien17
4.1 Pemantauan Terapi Obat..18
4.2 Seleksi Pasien19
4.3 Identifikasi Masalah Terkait Obat...20
4.4 Pengumpulan Data Pasien21
4.5 Rencana Pemantauan...21

BAB III PENUTUP


5.1Kesimpulan dan Saran................................................................................................24
Daftar Pustaka..25

BAB I
PENDAHULUAN

Farmasi Klinis Page 2


1.1 Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dengan orientasi
obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi
langsung dengan pasien.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana,
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan
pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan
metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

Di kalangan farmasis mulai ada panggilan untuk meningkatkan peranannya dalam


pelayanan kesehatan, sehingga munculah konsep pharmaceutical care . Konsep pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima
pasien untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional, baik sebelum,
selama, maupun sesudah penggunaan obat.

Keinginan yang kuat untuk mengembalikan peran seorang farmasis di dunia


kesehatan membuat pelayanan kefarmasian berkembang menjadi farmasis klinik (clinical
pharmacist). Clinical pharmacist merupakan istilah untuk farmasis yang menjalankan praktik
kefarmasian di klinik atau di rumah sakit. Keberadaan praktik profesional dari farmasis ini
sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggantikan peranan dokter, tetapi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan pelayanan kesehatan terkait adanya peresepan ganda
untuk satu orang pasien, banyaknya obat-obat baru yang bermunculan, kebutuhan akan
informasi obat, angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan penggunaan obat serta
tingginya pengeluaran pasien untuk biaya kesehatan akibat penggunaan obat yang tidak
tepat.

Farmasi Klinis Page 3


Ruang lingkup dalam pelayanan farmasi harus dilaksanakan dalam kerangka sistem
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Ruang lingkup pelayanan farmasi
tersebut meliputi tanggung jawab farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan alat
kesehatan, menjamin kualitas obat yang diberikan aman dan efektif dengan memperhatikan
keunikan individu, menjamin pengguna obat atau alat kesehatan dapat menggunakan dengan
cara yang paling baik, dan bersama dengan tenaga kesehatan lain bertanggungjawab dalam
menghasilkan therapeutic outcomes yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian wawancara riwayat pengobatan, penyusunan rencana asuhan


kefarmasian, dan pemantauan terapi obat?
2. Jelaskan keterampilan dasar dalam wawancara?
3. Bagaimana proses asuhan pasien?
4. Jelaskan identifikasi masalah terkait obat?
5. Jelaskan proses rencana pemantauan pada pasien?

Tujuan
1. Mengetahui cara untuk mewawancarai riwayat pengobatan
2. Mengetahui cara untuk penyusunan rencana asuhan kefarmasian
3. Mengetahui cara untuk melakukan proses rencana pemantauan pada pasien

BAB II
PEMBAHASAN

Farmasi Klinis Page 4


2.1 Wawancara Riwayat Pengobatan

Wawancara riwayat pengobatan merupakan langkah atau tahap dalam mengenal pasien
dan bertujuan mendapatkan informasi mengenai berbagai aspek penggunaan obat pasien
sehingga dapat membantu pengobatan secara keseluruhan.
Informasi tersebut dapat digunakan untuk :
a) Membandingkan profil pengobatan sekarang dan sebelumnya
b) Memverifikasi riwayat pengobatan yang diperoleh dan memberikan informasi tambahan
jika perlu
c) Mendokumentasikan adanya alergi dan Adverse Drugs Reaction
d) Skrining interaksi obat
e) Menilai kepatuhan pasien
f) Menilai rasionalitas obat yang diresepkan
g) Menilai kejadian penyalahgunaan obat

Data-data yang perlu diperoleh adalah :


Informasi demografi pasien : umur, berat badan, tinggi badan, alamat,pendidikan,
pekerjaan.
Informasi diet pasien
Kebiasaan sosial ; merokok, alkohol
Pengobatan yang sedang diperoleh.
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya.
Pengobatan tanpa resep yang pernah diperoleh sebelumnya.
Pengobatan alternatif sekarang ataupun pernah diterima.
Alergi
Adverse drugs Reaction
Kepatuhan pasien (Kundarto, 2011)

2.2 Keterampilan Dasar dalam Mewawancarai Pasien

Farmasi Klinis Page 5


Salah satu saat kritis pada pengkajian pasien oleh farmasis adalah ketika
mengajukan pertanyaan kepada pasien.Untuk memperoleh informasi yang berguna,
farmasis harus menggunakan keterampilan yang tepat dalam mewawancarai pasien.
a. Lingkungan
Sebelum farmasis berbicara kepada pasien atau mendapatkan data pengkajian
pasien (misalnya: tekanan darah), lingkungan di mana interaksi berlangsung harus
dipersiapkan. Interaksi dapat terjadi pada berbagai situasi dan kondisi (setting) yang
bervariasi, misalnya farmasi komunitas, ruang periksa di rumah sakit, atau kamar
pemeriksaan di klinik. Namun, karakteristik lingkungan dasar haruslah konsisten dari
satu situasi ke situasi yang lain untuk membantu menjamin interaksi farmasis dan
pasien yang lancar dan produktif. Karakteristik lingkungan yang sesuai meliputi:
Suhu ruangan yang nyaman.
Pencahayaan ruang yang memadai bagi farmasis dan pasien untuk dapat
melihat satu sama lain dengan jelas dan semua materi tertulis yang mungkin
digunakan.
Lingkungan yang tenang, karena suara bising dari satu atau beberapa sumber
akan mengalihkan perhatian pasien maupun farmasis dan dapat menyebabkan
kesalahan menafsirkan informasi pasien yang penting. Tempat yang bersih
dan terorganisir, karena benda-benda yang mengalihkan perhatian dan barang
lain yang berantakan tidak menciptakan atmosfer profesional.
Jarak empat sampai lima kaki antara farmasis dan pasien; secara umum jarak
yang lebih dekat dapat menimbulkan kegelisahan dan jarak yang lebih jauh
menyiratkan ketidaktertarikan terhadap pasien.
Privasi: pasien perlu untuk merasa nyaman berbicara tentang masalah-masalah
kesehatan pribadi dan farmasis perlu untuk dapat memperoleh data pengkajian
pasien secara berhati-hati.
Posisi duduk yang sama rata atau berdiri pada posisi sejajar mata dan
berhadapan atau membentuk sudut 90 derajat. Semua penghalang harus
dipindahkan antara farmasis dan pasien (misalnya: meja peresepan, pemisah
keamanan dari kaca atau plastik, lemari). Dalam pengaturan di rumah sakit,
farmasis harus duduk sejajar mata dengan pasien untuk interaksi tatap muka.

Farmasi Klinis Page 6


Berdiri di hadapan pasien yang terbaring di tempat tidur dapat menyiratkan
superioritas, mungkin menyebabkan pasien merasa lebih rendah maupun tidak
nyaman

b. Kalimat Pembuka
Kalimat-kalimat pembuka antara farmasis dan pasien menentukan tahap interaksi.
Pasien sebaiknya dipanggil dengan nama keluarganya (apabila diketahui). Farmasis
harus memperkenalkan dirinya dan menjelaskan alasan perlunya interaksi apabila
pasien belum mengenalnya.Sebagai tambahan, pasien perlu diberi tahu perkiraan
jumlah waktu yang diperlukan untuk interaksi. Sebagai contoh, Nyonya Smith, Saya
Dr. Mark Davis, Farmasis. Saya ingin berbicara dengan anda untuk melihat bagaimana
keadaan anda selama terapi.Ini hanya perlu beberapa menit saja. Karena jenis interaksi
ini mungkin merupakan hal baru bagi beberapa pasien, farmasis harus siap untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan (misalnya:Mengapa anda perlu
berbicara kepada saya? Farmasis lain tidak melakukan ini.). Penjelasan singkat
tambahan dalam interaksi biasanya dapat mengatasi setiap kebingungan

c. Jenis-jenis Pertanyaan
Melanjutkan perkenalan singkat, farmasis harus menanyakan kepada pasien
beragam pertanyaan.Agar dialog antara pasien dan farmasis dapat efektif dan produktif,
perlu digunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.Secara umum,
pertanyaan-pertanyaan terbuka digunakan pada saat awal, untuk mengumpulkan
informasi umum, dan selanjutnya diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup,
apabila sesuai, untuk mengumpulkan data pasien yang lebih spesifik

d. Verifikasi Informasi Pasien


Sementara pasien menjawab pertanyaan-pertanyaan farmasis, farmasis harus
menanggapi secara tepat untuk melanjutkan dialog. Seringkali, farmasis juga perlu
untuk memverifikasi detil tertentu mengenai pasien untuk memastikan bahwa dia
mengerti benar apa yang pasien katakan. Beberapa teknik umpan balik dapat berguna

Farmasi Klinis Page 7


dalam membimbing farmasis dengan kedua proses ini. Teknik-teknik tersebut meliputi:
klarifikasi, refleksi, empati, fasilitasi, keheningan, dan ringkasan.
e. Ringkasan
Ringkasan adalah ulasan dari apa yang pasien telah komunikasikan. Pernyataan
ringkasan merupakan verbalisasi dari pemahaman farmasis terhadap informasi pasien,
dan ini dapat digunakan pada setiap waktu selama atau pada akhir wawancara.Hal ini
juga memungkinkan pasien untuk setuju atau tidak setuju dan apabila diperlukan, untuk
memperbaiki interpretasi farmasis.Sebagai contoh, pada bagian akhir ketika pasien
menjelaskan permasalahan pengobatannya, farmasis menanggapi Baik Harry, yang
anda katakan kepada saya adalah bahwa anda berpikir obat diabetes anda, metformin,
mengakibatkan anda sakit perut dan diare.Anda juga meminum obat tekanan darah,
lisinopril, tetapi tidak meminum obat bebas rutin apapun dan belum mencoba apapun
untuk gejala-gejala saluran cerna anda. Apakah ini benar?.
f. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang tepat melibatkan tidak hanya keahlian-keahlian verbal tetapi juga
nonverbal, di mana media pertukaran merupakan sesuatu selain kata-kata yang
diucapkan.Komunikasi nonverbal mencerminkan pemikiran dan perasaan mendalam
seseorang dan secara konstan bekerja, bahkan bila orang itu tidak menyadarinya.
Elemen-elemen komunikasi nonverbal meliputi: (i) jarak, (ii) postur tubuh, (iii) kontak
mata, (iv) ekspresi wajah, dan (v) gerak isyarat. Untuk pertemuan farmasis-pasien yang
berhasil, komunikasi verbal dan nonverbal harus seiring.Hal ini sangat penting dalam
menciptakan relasi dengan pasien.

g. Pernyataan Penutup
Membawa wawancara kepada penutupan yang tepat merupakan bagian penting dari
proses komunikasi. Banyak kali, pasien akan mengevaluasi keseluruhan interaksi
berdasarkan pada pernyataan-pernyataan terakhir; oleh karena itu, farmasis tidak
seharusnya mengakhiri wawancara secara mendadak. Cara efektif untuk menutup
interaksi adalah memberikan ringkasan singkat. Hal ini memungkinkan untuk farmasis
dan pasien mengulas apa yang telah didiskusikan dan menjernihkan setiap informasi
yang salah. Ketika kedua belah pihak telah menentukan bahwa informasi sudah benar,

Farmasi Klinis Page 8


farmasis dapat menyimpulkan dengan sebuah pertanyaan tertutup sederhana (misalnya:
Apakah anda memiliki pertanyaan?) atau pernyataan tulus (misalnya: Terima kasih
untuk waktu anda. Jika anda memiliki pertanyaan ketika anda sampai di rumah, silakan
hubungi saya.). Petunjuk-petunjuk nonverbal (misalnya: mengatur pekerjaan tulis
menulis untuk rekam medis pasien atau berdiri dari kursi) juga dapat berguna ketika
digabungkan dengan ringkasan atau sebuah pertanyaan atau pernyataan penutup
(Tindall dkk, 2003).
2.2.1 Obat-Obatan Resep yang Sedang Digunakan

Farmasis harus menanyakan kepada pasien obat-obat resep apa yang sedang ia gunakan.
Selain nama obat, juga diperlukan informasi mengenai dosis, jadwal penggunaan, durasi terapi,
alasan menggunakan obat, dan hasil terapi. Sebaiknya digunakan pertanyaan terbuka untuk
memperoleh informasi pasien yang paling akurat. Pertanyaan yang mengarahkan (misalnya:
Anda meminum Captopril, 25 mg tiga kali sehari, benar begitu Nyonya Smith?) akan
mendorong pasien untuk berkata ya daripada beresiko malu dengan mengakui bahwa dia
berhenti meminum obat beberapa minggu lalu karena kehabisan. Oleh karena itu, pertanyaan-
pertanyaan yang mengarahkan harus dihindari.
Beberapa pasien mungkin tidak mengetahui nama-nama obat yang sedang mereka
gunakan. Apabila hal ini terjadi, minta pasien menggambarkan bagaimana bentuk dari obat,
dengan sebanyak mungkin detail yang memungkinkan. Deskripsi ini harus meliputi bentuk
sediaan, ukuran, bentuk, dan warna; dan angka, huruf, atau kata-kata dalam bentuk sediaan.
Ketika mendokumentasikan informasi ini, farmasis harus memasukkan deskripsi detail dari
pasien dan, jika daftar obat-obat yang resep tersedia, catat jika daftar itu konsisten dengan
pengobatan yang pasien harus gunakan.
Farmasis juga harus memperoleh jadwal pemberian dosis yang diresepkan (misalnya: dua
kali sehari, satu kali sehari), jadwal pemberian dosis aktual yang digunakan pasien, dan perkiraan
waktu dimana pasien menggunakan obat. Jika pasien tidak menggunakan pengobatan sesuai
dengan yang diresepkan (misalnya: pasien menggunakan pengobatan satu kali sehari ketika
seharusnya tiga kali sehari), tentukan alasan ketidaksesuaian ini. Baik jadwal pemberian dosis
yang diresepkan dan yang aktual harus didoumentasikan bersama dengan alasannya untuk
pengkajian kepatuhan pengobatan pasien di masa mendatang.

Farmasi Klinis Page 9


Jika pasien menggunakan pengobatan yang prn atau dalam basis jika diperlukan,
penting untuk menghitung seberapa sering pasien sebenarnya menggunakan pengobatan oleh
karena istilah kadang-kadang dapat berarti satu dosis dalam satu hari atau satu dosis dalam
satu bulan. Salah satu cara untuk memperoleh informasi ini adalah dengan menanyakan pasien
berapa dosis yang dia konsumsi dalam satu hari, satu minggu, atau satu bulan. Menanyakan
kepada pasien seberapa sering dia harus memperoleh persediaan pengobatan baru dapat pula
berguna.
Farmasis juga harus menentukan kapan pasien mulai menggunakan pengobatan, alasan
menggunakannya, dan hasil dari penggunaan dari perspektif pasien. Jika memungkinkan, tanggal
mulai yang pasti harus diidentifikasi, terutama jika reaksi berlawanan atau alergi dianggap
karena disebabkan oleh pengobatan tertentu. Adalah penting juga untuk memperoleh alasan
pasien menggunakan pengobatan, oleh karena beberapa pasien dapat salah paham atau tidak
tahu sama sekali mengapa pengobatan tersebut diresepkan. Akibatnya, pasien mungkin
menggunakan pengobatan untuk permasalahan atau kondisi-kondisi yang tidak disembuhkan
dengan pengobatan tertentu tersebut. Sebagai tambahan, farmasis harus mengkaji pendapat
pasien mengenai seberapa baik pengobatan menyembuhkan atau mengontrol kondisi spesifik
tersebut.

2.2.2 Obat-Obat Bebas yang Sedang Digunakan Pasien

Karena obat bebas dapat berinteraksi dengan pengobatan yang diresepkan, menyebabkan
reaksi berlawanan, dan digunakan oleh pasien untuk menyembuhkan reaksi berlawanan
disebabkan oleh obat resep, farmasis harus memperoleh informasi mengenai setiap obat bebas,
termasuk produk-produk herbal dan vitamin, yang mungkin digunakan pasien. Informasi ini
harus meliputi nama obat dan dosis, jadwal pemberian dosis aktual, durasi terapi, alasan
menggunakan obat, dan hasil dari terapi. Banyak obat bebas digunakan secara prn atau
sebagaimana dibutuhkan), maka selalu tanyakan penggunaan persis pengobatan tersebut.
Menanyakan berapa kali dalam satu hari, satu minggu, atau satu bulan pasien mengunakan
pengobatan, atau seberapa sering pasien harus membeli persediaan baru, dapat membantu
farmasis menghitung jumlah obat yang digunakan.

Farmasi Klinis Page 10


2.2.3 Obat-Obat Resep dan Bebas yang Pernah Digunakan
Sebelum membuat rekomendasi-rekomendasi saat sekarang ini, farmasis harus
memperoleh sebanyak mungkin informasi mengenai obat-obat resep dan obat bebas yang pernah
dikonsumsi pasien di masa lalu. Informasi ini meliputi nama, dosis, dan resep jadwal pemberian
dosis obat yang aktual, alasan penggunaan obat, durasi dan hasil terapi, dan mengapa pasien
berhenti menggunakannya. Informasi ini membantu farmasis untuk memahami pengobatan yang
berhasil (dan tidak berhasil) mengatasi permasalahan-permasalahan medis masa lalu dan saat ini.
2.2.4 Alergi
Reaksi alergi adalah suatu kondisi hipersensitif terhadap antigen atau alergen tertentu,
yang menyebabkan gejala-gejala karakteristik kapanpun dialami. Untuk mencegah terulangnya
suatu reaksi alergi, farmasis harus bertanya apakah pasien memiliki alergi terhadap obat atau
makanan (misalnya: beberapa vaksin berasal dari produk-produk telur). Oleh karena reaksi obat
yang tidak diinginkan atau efek samping dapat diidentifikasi secara tidak tepat sebagai suatu
alergi, penting untuk menanyakan pasien jenis reaksi apa yang dialami (misalnya: bintik merah,
permasalahan dalam bernapas, dan lain-lain). Jika alergi obat teridentifikasi, farmasis harus
bertanya kepada pasien tanggal terjadinya reaksi, apa yang digunakan untuk merawatnya, hasil
dari perawatan, dan apakah pasien mengalami suatu reaksi dengan obat-obat lain dari kelas obat
yang sama.
2.2.5 Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
Tidak seperti reaksi alergi, reaksi obat yang tidak diinginkan, yang juga umumnya
disebut efek samping, merupakan suatu efek farmakologi yang tidak diinginkan yang
berhubungan dengan pengobatan. Salah satu cara untuk memperoleh informasi mengenai reaksi
obat yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi saat ini atau lampau adalah dengan
menanyakan apakah pasien pernah menggunakan obat yang membuat dirinya merasa sakit
atau yang dia rasa lebih baik tidak pernah menggunakannya. Beberapa pasien mungkin tidak
menghubungkan gejala-gejala yang mereka alami dengan obat-obat yang mereka gunakan
(misalnya: batuk dengan angiotensin-converting-enzyme inhibitors). Dengan demikian, bertanya
apakah pasien pernah mengalami efek samping tertentu yang umumnya berhubungan dengan
pengobatan adalah bermanfaat. Jika reaksi obat yang tidak diinginkan teridentifikasi, farmasis
harus mendapatkan nama obat, dosis, frekuensi, alasan menggunakan obat, detail reaksi yang

Farmasi Klinis Page 11


tidak diinginkan, dan bagaimana reaksi yang tidak diinginkan tersebut dikelola (misalnya: dosis
diturunkan, obat dihentikan).

2.2.6 Kepatuhan Terhadap Pengobatan


Menentukan kepatuhan pasien terhadap pengobatan (juga disebut sebagai kesesuaian,
walaupun kepatuhan sekarang menjadi istilah yang lebih diterima) merupakan salah satu
tujuan utama riwayat pengobatan. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dapat mengarah pada
semakin buruknya gejala-gejala pasien, pemeriksaan diagnostik yang tidak perlu, perawatan di
rumah sakit, dan penggunaan obat-obat tambahan, terutama jika ketidakpatuhan tidak
teridentifikasi dan dokter percaya bahwa pasien menggunakan obat sesuai dengan yang
diresepkan.
Bertanya kepada pasien mengenai kepatuhan dapat menjadi sulit karena sebagian besar
pasien mengetahui bahwa mereka harus patuh dan mungkin merasa bersalah atau malu jika
dihadapkan kepada subyek ini oleh tenaga ahli asuhan kesehatan yang berwenang. Beberapa
pasien mungkin berkata mereka patuh bahkan ketika mereka tidak. Oleh karena itu, farmasis
harus menggunakan pertanyaan terbuka untuk mencari tahu sebenarnya obat-obat apa yang
pasien gunakan dan seberapa sering dia menggunakannya. Sekali lagi, berhati-hatilah untuk
menghindari bertanya pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan dimana pasien hanya perlu
menjawab ya (misalnya: Tuan Smith, anda meminum metoprolol, 100 mg dua kali sehari, bukan
begitu?). Untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan pasien, adalah
sangat penting bagi farmasis untuk tetap tidak menghakimi ketika bertanya kepada pasien
mengenai kepatuhan. Tingkah laku yang tidak menghakimi mendorong pasien untuk
mempercayai farmasis, yang mengijinkan mereka untuk lebih jujur mengenai kepatuhan
terhadap aturan pengobatan yang diresepkan.
Cara lain untuk mengkaji kepatuhan adalah dengan membiarkan pasien menjelaskan
rutinitas sehari-hari dalam menggunakan pengobatan mereka. Pasien-pasien yang menjelaskan
rutinitas mereka dengan sangat detail cenderung lebih patuh daripada mereka yang memberikan
penjelasan yang sangat samar-samar atau tidak memiliki rutinitas sama sekali. Pernyataan-
pernyataan empatik juga mungkin membantu farmasis untuk memperoleh informasi lebih
mengenai kepatuhan; pernyataan-pernyataan seperti itu mungkin termasuk mengakui bahwa
suatu aturan pengobatan dapat sulit untuk diikuti, bahwa sangat mudah untuk lupa menggunakan

Farmasi Klinis Page 12


obat, dan bahwa obat-obatan mahal ketika mengikuti anggaran belanja yang ketat. Jika
ketidakpatuhan teridentifikasi, farmasis harus menentukan alasan dari ketidakpatuhan sehingga
dapat diperbaiki, jika memungkinkan (misalnya: pasien tidak mampu membiayai obat
antihipertensi yang mahal, sehingga farmasis merekomendasikan alternatif yang lebih ekonomis
kepada dokter).
Kepatuhan terhadap pengobatan juga dapat dikaji dengan bertanya kepada pasien
seberapa sering dia perlu menambah persediaan obat atau berapa lama satu botol obat
biasanya bertahan sebelum pasokan baru diperlukan. Jika rekaman kefarmasian pasien yang
terkomputerisasi dapat diakses, farmasis juga dapat mengulas pola penambahan persediaan
pasien.

2.2.7 Pengambilan Riwayat yang Efisien


Tidak perlu dipertanyakan lagi, farmasis sangat sibuk dengan tanggung jawab pemberian
obat dan tidak memiliki waktu untuk bertanya atau mewawancarai semua pasien secara seksama.
Ketika dihadapkan dengan tekanan waktu dan beban pekerjaan, metode penapisan awal mungkin
bermanfaat untuk membantu farmasis mengutamakan pasien-pasien yang paling membutuhkan
bantuan dan mungkin menjadi cara yang lebih praktis untuk menerapkan asuhan berorientasi
pada pasien. Sebagai contoh, ketika memberi tambahan obat atau pada akhir sesi konseling rutin,
farmasis dapat menanyakan kepada pasien seberapa baik mereka pikir pengobatan bekerja atau
jika mereka memiliki pertanyaan atau kekhawatiran mengenai pengobatan mereka. Jika
jawabannya adalah ya, maka farmasis dapat melanjutkan dengan diskusi dan pertanyaan spesifik
berdasarkan permasalahan pasien. Jika jawabannya adalah tidak, maka farmasis dapat
melanjutkan dengan tugas di tangan selanjutnya. Pendekatan yang lebih fokus dalam
mewawancarai pasien bermanfaat tidak hanya untuk menginvestigasi permasalahan-
permasalahan terkait obat yang potensial tetapi juga dalam meciptakan suatu hubungan dengan
pasien. Di masa mendatang, pasien akan merasa lebih nyaman dalam mendekati farmasis dengan
pertanyaan, permasalahan, atau kekhwatiran-kekhawatiran terkait pengobatannya, sebagaimana
halnya dengan bertanya mengenai informasi terkait kesehatan dan saran. Pada kesempatan lain,
farmasis juga mungkin memiliki waktu untuk wawancara dan riwayat pasien yang lebih
mendalam.

Farmasi Klinis Page 13


Cara lain bagi farmasis untuk memusatkan waktu wawancaranya adalah dengan secara
rutin menapis pasien yang berusia lanjut yang menggunakan 5 obat atau yang memiliki 3
kondisi penyakit. Kemungkinan lebih besar bahwa individu-individu ini berada pada resiko
untuk permasalahan terkait obat dan menerima manfaat dari farmasis yang mengumpulkan
riwayat kesehatan dan pengobatan yang lebih seksama, mencari permasalahan-permasalahan
terkait obat yang potensial. Farmasis juga dapat berfokus pada pasien dengan kondisi penyakit
khusus seperti diabetes, hipertensi, dan hiperlipidemia. Penggunaan formulir pengambilan data
yang terstandardisasi (lihat bagian dokumentasi di bawah) dapat pula mempercepat proses
mewawancara pasien pasien dapat mengisi formulir sambil menunggu resep mereka dilayani.
Sesudahnya, ketika berbicara dengan pasien, farmasis dapat mengulas formulir tersebut dan
menjernihkan dan mengembangkan setiap informasi yang mungkin merupakan permasalahan.
Perlu diingat bahwa mengumpulkan informasi dengan cara seperti ini menempatkan tanggung
jawab substansial pada kemampuan pasien untuk membaca dan memahami formulir dan
memberikan jawaban yang akurat. Farmasis mungkin perlu untuk menginvestigasi lebih jauh
apabila tampaknya ada permasalahan dengan informasi yang diberikan pasien.

2.2.8 Kesalahan-Kesalahan Umum dalam Mewawancarai Pasien


Ketika berbicara kepada pasien, mudah sekali untuk jatuh ke dalam teknik-teknik
komunikasi nonproduktif, yang dapat membatasi komunikasi pasien dengan farmasis.Kesalahan
komunikasi ini dapat menurunkan jumlah data yang diperoleh dari pasien dan menghalangi
perkembangan hubungan. Oleh karena sifat alaminya yang melemahkan, tanggapan-tanggapan
berikut harus senantiasa dihindari ketika mengumpulkan informasi dari pasien: mengganti
subyek, memberi nasihat, memberikan penghiburan yang tidak tepat, menanyakan pertanyaan
yang mengarahkan atau bias, dan menggunakan terminologi profesional (Tietze, 2004).
3.1 Penyusunan Rencana Asuhan Kefarmasian
Asuhan kefarmasian berorientasi pada pasien. Pada tahun 1990, Hepler dan Strand
mendefinisikan asuhan kefarmasian sebagaipenyediaan terapi obat secara bertanggung jawab
yang ditujukan untuk memperoleh hasil-hasilnyata yang meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hasil-hasil tersebut antara lain:
Penyembuhanpenyakit.
Menghilangkan atau mengurangi gejala-gejala penyakit yang dialami pasien.

Farmasi Klinis Page 14


menahan atau memperlambat proses penyakit
mencegah penyakit atau gejala-gejala.
Filosofi asuhan kefarmasian berfokus pada empat elemen utama:
1. Kebutuhanmasyarakat akan farmasis untuk memahami permasalahan-permasalahan
terkait obat
2. Pendekatan berorientasi kepada pasien untuk memenuhi kebutuhannya
3. Suatu praktek yang berdasarkan pada perhatian dan untuk pasien
4. Suatu tanggung jawab untukmenemukan dan menanggapi permasalahan-permasalahan
terapi obat pasien.
Komponen sentral dari asuhan kefarmasian adalah perhatian kepada pasien. Hal ini berarti
memberikan perhatian tulus kepada pasien dan mempergunakan waktu dan upaya untuk
menolong pasien tersebut sebagai farmasis dan tenaga ahli asuhan kesehatan. Apabila seorang
farmasis betul-betul memperhatikan pasien, farmasis tersebut akan memasukkan asuhan
kefarmasian ke dalam prakteknya, tanpa menghiraukan kondisi dari praktek (misalnya
masyarakat, perawatan akut/rumah sakit, rawat jalan, perawatan di rumah, rumah sakit lansia)
atau hambatan-hambatanyang mungkin terjadi. Asuhan kefarmasian dirancang untuk melengkapi
praktek-praktek asuhan pasien yang telah ada agar terapi obat menjadi lebih aman dan efektif.
Berdasarkan filosofi asuhan kefarmasian, farmasis, sebagaimana halnya tenaga ahli asuhan
kesehatan lainnya bertanggung-jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akanterapi obat
yang tepat, efektif, dan aman. Untuk itu, farmasis harus memusatkan prakteknya kepada pasien
sebagai keseluruhan individu; sebagai orang yang memiliki kebutuhan kesehatanumum, tetapi
juga kebutuhan khusus terkait obat. Farmasis yang menyediakan asuhankefarmasian akan
memberikan tanggapan terhadap seluruh kebutuhan kesehatan dan pengobatan pasien sambil
mengembangkan dan melanjutkan hubungan terapeutik dengan pasien. Jenishubungan ini
menuntut farmasis untuk menanamkan dalam dirinya suatu etika perhatian danuntuk pasien,
yang diartikan ke dalam pengungkapan perhatian terhadap kesehatan dankebahagiaan mereka.
Perilaku perhatian umumnya melibatkan toleransi, kepercayaan, kejujuran,integritas, empati, dan
sensitivitas. Sebagai tambahan untuk karakteristik umum tersebut, perhatian dalam filosofi
asuhan kefarmasian menuntut farmasis untuk mengutamakan pasien,untuk bertanggung-jawab
dalam memastikan pengobatan pasien yang seefektif dan seamanmungkin, serta untuk
memastikan bahwa pasien memahami bagaimana menggunakanpengobatannya secara tepat.

Farmasi Klinis Page 15


Sejak Helper dan Strand pertama kali memperkenalkan konsep asuhan kefarmasian,AphA
dan Perhimpunan Farmasis Sistem Kesehatan Amerika (American Society of Health-System
Pharmacist /ASHP) telah memperluas deskripsi awal masing-masing melalui Prinsip-
prinsipPraktek Asuhan Kefarmasian (Principles of Practice for Pharmaceutical Care)
danPernyataan tentang Asuhan Kefarmasian (Statement on Pharmaceutical Care). Pernyataan
dariASHP mendeskripsikan lima elemen utama asuhan kefarmasian: terkait dengan
pengobatan;merupakan asuhan yang diberikan langsung kepada pasien; diberikan untuk
menciptakan hasil-hasilnyata; hasil tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan penyediaasuhan (farmasis) menerima tanggung jawab pribadi untuk hasil. Prinsip-
prinsip AphA menggambarkan lima karakteristik kunci asuhan kefarmasian:
1. Hubungan profesional harus diciptakan dan dipertahankan
2. Informasi medis spesifik terhadap pasien harus dikumpulkan, diatur, disimpan, dan
dipertahankan.
3. Informasi medis spesifik terhadap pasien harus dievaluasi dan rencana terapi obat
diciptakanbersama dengan pasien.
4. Farmasis menjamin pasien memilki persediaan, informasi, dan pengetahuan yang
dibutuhkan.
5. Untuk menjalankan rencana terapi obat.
6. Farmasis meninjau, memantau, dan memodifikasi rencana terapeutik secara tepat dan
biladiperlukan, bersama-sama dengan pasien dan tim asuhan kesehatan.
Secara lebih spesifik, farmasis memiliki tiga tanggung jawab utama: (i) memastikanbahwa
terapi obat pasien diindikasikan secara tepat, paling efektif yang tersedia, paling aman, paling
nyaman digunakan, dan paling ekonomis; (ii) mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah
permasalahan-permasalahan terapi obat; dan (iii) memastikan bahwa tujuan terapi obat pasien
terpenuhi dan hasil-hasil optimal terkait kesehatan tercapai. Semua tanggung jawab tersebut
berpusat pada menghadapi permasalahan-permasalahan terapi obat pasien.
Permasalahan terapi obat adalah setiap peristiwa tidak diinginkan yang dialami pasienyang
melibatkan terapi obat dan pada kenyataannya (atau kemungkinan besar) mengganggu hasil yang
diharapkan pasien. Dengan kata lain, permasalahan terapi obat adalah permasalahan pasien yang
diakibatkan oleh atau dapat diatasi dengan obat. Permasalahan terapi obat dalam masyarakat
mengakibatkan jumlah morbiditas dan mortalitas yang berarti. Diperkirakan bahwa morbiditas

Farmasi Klinis Page 16


terkait obat di Amerika Serikat membutuhkan biaya beberapa milyar dolar setiap tahunnya.
Supaya farmasis dapat memecahkan permasalahan terapi obat yang diidentifikasi dan untuk
mencegah permasalahan di kemudian hari, dia harus memahami penyebab permasalahan
tersebut. Untuk mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan terapi obat,
farmasis harus memastikan bahwa hal-hal berikut telah dipenuhi:
a. Pasien memiliki indikasi yang tepat untuk setiap obat yang mereka minum.
b. Terapi obat pasien efektif.
c. Terapi obat pasien aman.
d. Pasien dapat patuh pada terapi obat dan aspek lain dalam rencana asuhan mereka.
e. Pasien memiliki seluruh terapi obat yang diperlukan untuk mengatasi berbagai indikasi
yangtidak ditangani.

3.2 Proses asuhan pasien


Untuk memenuhi berbagai tanggung jawab dan mencapai tujuan-tujuan terapi (yaitu: terapi
obat yang tepat, efektif, aman, nyaman, dan ekonomis), farmasis harus menggunakan suatu
proses yang konsisten, sistematis, dan menyeluruh. Proses asuhan pasien, dimulai dari
memprakarsai hubungan dengan pasien. Hubungan ini dapat dimulai dari pasien membawa
resep baru ke apotek, meminta resep untuk tambahan persediaan, menanyakan produk bebas,
atau menanyakan tentang gejala-gejala yang dia alami. Pada tahap selanjutnya, farmasis
mengumpulkan seluruh informasi yang berkaitan untuk mengevaluasi permasalahan kesehatan
pasien dan terapi obat secara tepat. Tindakan spesifik berhubungan dengan tahap ini akan
beragam sesuai dengan permasalahan kesehatan pasien, terapi obat, dan adanya permasalahan
terapi obat yang berkaitan. Informasi yang diperoleh dapat bersifat subyektif maupun obyektif.
Informasi subyektif, seperti gejala-gejala yang dialami atau keluhan utama pasien, kondisi
kesehatan umum dan tingkat aktivitas, riwayat atau penyakit yang
sedang dialami, riwayat medis masa lampau, dan riwayat sosial, diperoleh langsung dari
pasiendan atau pemberi asuhan dan umumnya tidak dapat diukur. Oleh karena data subyektif
tidakdapat diukur atau diamati, farmasis dibatasi pada kemampuannya untuk memeriksa
ketepatandata-data yang diberikan oleh pasien atau pemberi asuhan. Di lain pihak, data obyektif
sepertitanda-tanda vital dan hasil uji laboratorium, dapat diamati, dapat diukur, dan tidak
dipengaruhi oleh ingatan, emosi, atau prasangka.

Farmasi Klinis Page 17


Berbagai cara dapat digunakan untuk memperoleh data subyektif dan obyektif antara
lainmelalui pembicaraan dengan pasien pada saat pemberi asuhan; komunikasi dengan dokter,
dantenaga kesehatan lain yang merawat pasien; memeriksa resep; profil terapi obat; atau
rekaman farmasi lain; memeriksa rekam medis pasien, jika memungkinkan; dan memperoleh
data pemeriksaan fisik (misalnya mengukur tanda-tanda vital).

4.1 Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut
mencakup: pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang
tidak dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan terapi
obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode
tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui.
Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah terkait obat.
Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang sangat individual
meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan
PTO dalam praktek profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang
tidak dikehendaki.
Hasil meta-analisis yang dilakukan di Amerika Serikat pada pasien rawat inap didapatkan
hasil angka kejadian ROTD yang serius sebanyak 6,7% dan ROTD yang fatal sebanyak 0,32%.
Sementara penelitian yang dilakukan di rumah sakit di Perancis menunjukkan : masalah terkait
obat yang sering muncul antara lain: pemberian obat yang kontraindikasi dengankondisi pasien
(21,3%), cara pemberian yang tidak tepat (20,6%), pemberian dosis yang sub terapeutik (19,2%),
dan interaksi obat (12,6%). Data dari penelitian yang dilakukan di satu rumah sakit di Indonesia
menunjukkan 78,2% pasien geriatri selama menjalani rawat inap mengalami masalah terkait
obat.
Beberapa masalah yang ditemukan dalam praktek apoteker komunitas di Amerika
Serikat, antara lain: efek samping obat, interaksi obat, penggunaan obat yang tidak tepat.
Sementara di Indonesia, data yang dipublikasikan tentang praktek apoteker di komunitas masih
terbatas.

Farmasi Klinis Page 18


Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam mencegah munculnya masalah
terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan memiliki peran penting
dalam PTO. Pengetahuan penunjang dalam melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit;
farmakoterapi; serta interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnostik. Selain itu,
diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina hubungan interpersonal, dan
menganalisis masalah. Proses PTO merupakan proses yang komprehensif mulai dari seleksi
pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi terapi, rencana
pemantauan sampai dengan tindak lanjut. Proses tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan sampai tujuan terapi tercapai.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan PTO di rumah sakit dan komunitas, Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik perlu menyusun pedoman pemantauan terapi obat.

4.2 Seleksi Pasien


Pemantauan terapi obat (PTO) seharusnya dilaksanakan untuk seluruh pasien. Mengingat
terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan dengan jumlah pasien, maka perlu ditentukan prioritas
pasien yang akan dipantau. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
1. Kondisi Pasien
a. Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga menerima polifarmasi.
b. Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika
c. Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal
d. Pasien geriatri dan pediatri
e. Pasien hamil dan menyusui
f. Pasien dengan perawatan intensif.
2. Obat
a. Jenis Obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti :
obat dengan indeks terapi sempit (contoh:digoksin,fenitoin)
Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan hepatotoksik (contoh: OAT)
Sitostatika (contoh: metotreksat)
Antikoagulan (contoh: warfarin, heparin)
Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS)

Farmasi Klinis Page 19


Obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).
b. Kompleksitas regimen
Polifarmasi
Variasi rute pemberian
Variasi aturan pakai
Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)

4.3 Identifikasi Masalah Terkait Obat


Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait
obat. Masalah terkait obat menurut Hepler dan Strand dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Ada indikasi tetapi tidak di terapi
Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak
diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik harus diterapi
dengan obat.
2. Pemberian obat tanpa indikasi
Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
3. Pemilihan obat yang tidak tepat.
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan
merupakan pilihan pertama, obat yang tidak costeffective, kontra indikasi.
4. Dosis terlalu tinggi
5. Dosis terlalu rendah
6. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
7. Interaksi obat
8. Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab
Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain:
masalah ekonomi
obat tidak tersedia
Ketidak patuhan pasien
kelalaian petugas.

Apoteker perlu membuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi pasien, dan menentukan
masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi akan terjadi. Masalah yang perlu penyelesaian
segera harus diprioritaskan.
4.4 Pengumpulan Data Pasien

Farmasi Klinis Page 20


Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO. Data tersebut dapat
diperoleh dari:
1. Rekam medik
2. Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
3. Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.

Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien mengenai pemeriksaan,
pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. Data yang dapat diperoleh dari rekam medik,
antara lain: data demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik,
laboratorium, diagnostik, diagnosis dan terapi.
Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan pemberian obat oleh
perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga farmasi. Profil tersebut mencakup data
penggunaan obat rutin, obat p.r.n (obat jika perlu), obat dengan instruksi khusus (contoh:
insulin).
Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian dikaji. Data yang berhubungan
dengan PTO diringkas dan diorganisasikan ke dalam suatu format yang sesuai.
Sering kali data yang diperoleh dari rekam medis dan profil pengobatan pasien belum cukup
untuk melakukan PTO, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan data yang diperoleh dari
wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
4.5 Rencana Pemantauan

Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan perencanaan


pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang
tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat rencana pemantauan perlu menetapkan langkah-
langkah:

1. Menetapkan parameter farmakoterapi

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter pemantauan, antara lain:
1. Karakteristik obat (contoh: sifat nefrotoksik dari allopurinol, aminoglikosida). Obat
dengan indeks terapi sempit yang harus diukur kadarnya dalam darah (contoh: digoksin)

Farmasi Klinis Page 21


2. Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
3. Perubahan fisiologik pasien (contoh: penurunan fungsi ginjal pada pasien geriatri
mencapai 40%)
4. Efisiensi pemeriksaan laboratorium
Kepraktisan pemantauan (contoh: pemeriksaan kadar kalium dalam darah untuk
penggunaan furosemide dan digoxin secara bersamaan)
Ketersediaan (pilih parameter pemeriksaan yang tersedia),

Biaya pemantauan.

2. Menetapkan sasaran terapi (end point)

Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal atau yang disesuaikan
dengan pedoman terapi. Apabila menentukan sasaran terapi yang diinginkan, apoteker harus
mempertimbangkan hal-halsebagai berikut:
a) Faktor khusus pasien seperti umur dan penyakit yang bersamaan diderita pasien (contoh:
perbedaan kadar teofilin pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis/PPOK dan asma)
b) Karakteristik obat
a. Bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara pemberian akan mempengaruhi sasaran
terapi yang diinginkan (contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah pada
pemberian insulin dan anti diabetes oral).

c) Efikasi dan toksisitas

3. Menetapkan frekuensi pemantauan


Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan risiko yang
berkaitan dengan terapi obat. Sebagai contoh pasien yang menerima obat kanker harus dipantau

Farmasi Klinis Page 22


lebih sering dan berkala dibanding pasien yang menerima aspirin. Pasien dengan kondisi relatif
stabil tidak memerlukan pemantauan yang sering.
Berbagai faktor yang mempengaruhi frekuensi pemantauanantara lain:
a) Kebutuhan khusus dari pasien
Contoh: penggunaan obat nefrotoksik pada pasien gangguan fungsi ginjal.
b) Karakteristik obat pasien
Contoh: pasien yang menerima warfarin.
c) Biaya dan kepraktisan pemantauan
d) Permintaan tenaga kesehatan lain
4. Rekomendasi Terapi
Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas hidup pasien, yang dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)
2. Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh: nyeri)
3. Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan fungsi ginjal)
4. Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi antara lain: derajat
keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau kronis). Pilihan terapi dari berbagai alternatif
yang ada ditetapkan berdasarkan:
Efikasi
Keamanan
Biaya
regimen yang mudah dipatuhi

BAB III
KESIMPULAN

Farmasi Klinis Page 23


Wawancara riwayat pengobatan merupakan langkah atau tahap dalam mengenal pasien dan
bertujuan mendapatkan informasi mengenai berbagai aspek penggunaan obat pasien sehingga
dapat membantu pengobatan secara keseluruhan. Tahap-tahap pelayanan kefarmasian serta
karakteristiknya hampir sama seperti pada pelayanan kefarmasian di medical center yang lainnya
yakni rumah sakit dan puskesmas.
Untuk mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan terapi obat, farmasis
harus memastikan bahwa hal-hal berikut telah dipenuhi:
Pasien memiliki indikasi yang tepat untuk setiap obat yang mereka minum.
Terapi obat pasien efektif.
Terapi obat pasien aman.
Pasien dapat patuh pada terapi obat dan aspek lain dalam rencana asuhan mereka.
Pasien memiliki seluruh terapi obat yang diperlukan untuk mengatasi berbagai indikasi
yangtidak ditangani
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi antara lain: derajat
keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau kronis). Pilihan terapi dari berbagai alternatif
yang ada ditetapkan berdasarkan:
Efikasi
Keamanan
Biaya
regimen yang mudah dipatuhi

Daftar Pustaka

Farmasi Klinis Page 24


Cassell EJ, Coulehan JL, Putnam SM. Making good interview skills better. Patient Care
1989;23:14-16.
Kaplan CB, Siegel B, Madill JM, et al. Communication and the medical interview: strategies for
learning and teaching. J Gen Intern Med 1997;12(suppl 2):S49-S55.
Kassam R, Farris KB, Cox CE, et al. T ools used to help community pharmacists implement
comprehensive pharmaceutical care. J Am Pharm Assoc 1999;39:843-856.
McDonough RP. Interventions to improve patient pharmaceutical care outcomes. J Am
Pharm Assoc 1996;NS36:453-464.
Rovers JP. Patient data collection. In: Rovers JP, Currie JD. A Practi cal Guide to
Pharmaceutical Care, 2nd ed. Washington, DC: American Pharmaceutical
Association, 2003: 26-51.
Tietze KJ. Communication skills for the pharmacist. In: Cl i ni cal Ski l l s for Pharmacists: A
Patient-focused Approach, 2nd ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 2004.
Tindall WN, Beardsley RS, Kimberlin CL. Communi cation Ski l ls in Pharmacy Practi ce: A
Practi cal Guide for Students and Practi tioners, 4th ed. Baltimore: Lea & Febiger, 2003.

Farmasi Klinis Page 25

Anda mungkin juga menyukai