Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS April, 2017

NEURALGIA POST HERPES

DisusunOleh:

AYU SYLVIA LESTARI


N 111 16 033

PEMBIMBING KLINIK
dr. Nur Hidayat, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

1
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 53 thn
Alamat : Bulili
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal pemeriksaan: 05/04/2017
Ruangan : Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Rasa nyeri pada sisi kiri wajah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pria usia 53 tahun datang ke poliklinik kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan nyeri pada sisi kiri wajah. Keluhan ini dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai dengan krusta hitam. Awalnya timbul
vesikel hingga ke dalam telinga kemudian pecah. Setelah itu, pasien berobat ke
puskesmas tetapi keluhannya bertambah parah sehingga pasien berhenti memakai
obat yang diberikan oleh puskesmas dan pasien menggunakan sari tumbuhan untuk
menutupi lukanya. Pasien juga tidak membasahi lukanya tersebut dan dibiarkan
mongering dengan daun. Pasien merasa bertambah nyeri dan mengalami penurunan
pendengaran sehingga pasien datang berobat ke RSUD Undata Pasien memiliki
riwayat alergi udang dan riwayat hipertensi, riwayat keluarga disangkal.

2
Riwayat penyakit dahulu :
- Keluhan baru pertama kali dialami oleh pasien
- Riwayat DM (-)
- Riwayat kolesterol (-)
- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat alergi (+) udang

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalisata
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi cukup
b. Vital Sign
Tekanan darah : 180/120 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : Tidak dilakukan pengukuran

c. Status Dermatologis
Lokalisasi:
1. Kepala : Terdapat krusta hitam berukuran plakat
dengan
batas difus dari region facialis sinistra hingga ke
meatus acusticus externus.
2. Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
3. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
4. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
5. Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
6. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
7. Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
8. Ekstremitas atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)

3
9. Ekstremitas bawah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)

IV. GAMBAR

Gambar 1. Terdapat krusta hitam berukuran plakat dengan batas difus dari
region facialis sinistra hingga ke meatus acusticus externus

4
Gambar 2. Setelah dilakukan pembersihan

Gambar 3. Setelah pemberian terapi selama 1 minggu.


V. RESUME
Seorang pria usia 53 tahun datang ke poliklinik kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan nyeri pada sisi kiri wajah. Keluhan ini dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai dengan krusta hitam. Awalnya timbul
vesikel hingga ke dalam telinga kemudian pecah. Setelah itu, pasien berobat ke
puskesmas tetapi keluhannya bertambah parah sehingga pasien berhenti memakai
obat yang diberikan oleh puskesmas dan pasien menggunakan sari tumbuhan untuk

5
menutupi lukanya. Pasien juga tidak membasahi lukanya tersebut dan dibiarkan
mongering dengan daun. Pasien merasa bertambah nyeri dan mengalami penurunan
pendengaran sehingga pasien datang berobat ke RSUD Undata Pasien memiliki
riwayat alergi udang.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pasien datang dengan
keadaan umum sakit ringan, status gizi baik,dan kesadaran compos mentis. Tanda-
tanda vital dalam batas normal. Pada status dermatologis Terdapat krusta hitam
berukuran plakat dengan batas difus dari region facialis sinistra hingga ke meatus
acusticus externus.
VI. DIAGNOSA KERJA
Neuralgia Post Herpes

VII. DIAGNOSA BANDING


- Neuralgia Trigeminal
- Nevus Ota

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


Histopatologi

IX. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya
- Tetap menjaga higinitas diri
- Mencegah gosokan atau garukan
- Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur
b. Medikamentosa
a. Pengobatan sistemik
- Cefadroxil tab 500 mg 1x1
- Amitriptilin tab 25 mg 2x1
b. Pengobatan topikal
Asam fusidat cream 2% 2x1

X. PROGNOSIS
a. Qua ad vitam : ad bonam
b. Qua ad fungtionam : dubia ad bonam
c. Qua ad sanationam : ad bonam
d. Qua ad cosmetikam : dubia ad bonam

6
PEMBAHASAN

Seorang pria usia 53 tahun datang ke poliklinik kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan nyeri pada sisi kiri wajah. Keluhan ini dirasakan sejak
2 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai dengan krusta hitam. Awalnya timbul vesikel
hingga ke dalam telinga kemudian pecah. Setelah itu, pasien berobat ke puskesmas
tetapi keluhannya bertambah parah sehingga pasien berhenti memakai obat yang
diberikan oleh puskesmas dan pasien menggunakan sari tumbuhan untuk menutupi
lukanya. Pasien juga tidak membasahi lukanya tersebut dan dibiarkan mongering
dengan daun. Pasien merasa bertambah nyeri dan mengalami penurunan pendengaran
sehingga pasien datang berobat ke RSUD Undata Pasien memiliki riwayat alergi
udang.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pasien datang dengan
keadaan umum sakit ringan, status gizi baik,dan kesadaran compos mentis. Tanda-
tanda vital dalam batas normal. Pada status dermatologis Terdapat krusta hitam
berukuran plakat dengan batas difus dari region facialis sinistra hingga ke meatus

7
acusticus externus. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan
diagnosis neuralgia post herpes.
Herpes zoster adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikuler
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang
umumnya berbatas di satu dermatom. Herpes zoster meupakan manifestasi reaktivasi
infeksi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks
dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomic yang menyebar ke
jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.[1]

Virus berdiam diganglion posterior susunan saraf tepi dan saraf kranialis.
Kelainan kulit yang ditimbulkan memberikan lokasi setingkat dengan daerah yang
dipersarafi. Kadang menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga
memberikan gejala-gejala gangguan motorik. Masa tunas penyakit 7-12 hari, masa
aktif kira-kira 1 minggu ditandai dengan lesi baru yang tetap timbul sedang masa
resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat dijumpai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi unilateral dan bersifat
dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang
menimbulkan kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat lebih sering
dikarenakan struktur ganglion kranialis yang memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi
pada daerah yang terkena merupakan gejala khas. [2,3]

Neuralgia pascaherpetik, 10-15% terjadi pada pasien berumur diatas 40 tahun,


makin tua penderita makin tinggi persentasinya. Penderita dengan defisiensi imunitas,
infeksi HIV, keganasan atau usia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering
menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. Komplikasi herpes zoster oftalmikus dapat
berupa ptosis paralitik, keratitis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optic.[4]

Faktor risiko utama terjadinya NPH selain bertambahnya usia yaitu adanya
nyeri prodromal, nyeri berat selama fase akut HZ, ruam kulit yang lebih parah,

8
gangguan sensorik yang meluas pada dermatom yang terkena HZ, keadaan
imunosupresi, keterlibatan mata, dan jenis kelamin perempuan. [5]

Rowbotham dkk dan Field dkk menyebutkan bahwa terdapat dua mekanisme
patofisiologik yang berbeda pada berkembangnya NPH: sensitisasi dan deaferensiasi.
Baik sensitisasi perifer dan sentral terlibat dalam patofisiologi NPH. Sensitisasi
perifer terjadi terutama pada serabut nosiseptor C tidak bermielin yang kecil.
Sensitisasi ini bertanggung jawab terhadap terjadinya nyeri seperti terbakar spontan
dan hiperalgesia namun dengan hilangnya sensibilitas yang minimal. Alodinia pada
sebagian pasien NPH diduga disebabkan karena penjalaran ektopik dari serabut
nosiseptor C yang rusak dalam mempertahankan keadaan sensitisasi sentral.
Deaferensiasi berkaitan dengan hilangnya sensoris dan alodinia pada daerah yang
mengalami parut. Deaferensiasi ini menyebabkan alodinia yang diperantarai sistim
saraf pusat. Dugaan bahwa hilangnya hubungan sistim saraf pusat dengan ganglion
radiks dorsalis pada beberapa pasien, nyeri mungkin disebabkan adanya perubahan
sistim saraf pusat. [5]

Tujuan terapi NPH agar pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Terapi
nonfarmakologik dapat berupa :1) Neuroaugmentif seperti counter irritation, TENS,
Akupuntur, low intensity laser therapy; 2) Neurosurgikal; 3) Psikososial. Terapi
farmakologi NHP yaitu : [4]

Obat Dosis awal Titrasi


Lini Pertama :
Trisiklik Antidepresan 10 mg setiap malam (2 Ditingkatkan 20 mg setiap 7
jam sebelum tidur) hari menjadi 50 mg,
kemudian menjadi 100 mg
dan 150 mg tiap malam
Gabapentin 100mg 3x perhari 100-300 ditingkatkan setiap 5
hari sampai dosis 1800-3600
mg perhari
Pregabalin 75 mg 2x perhari Tingkatkan sampai 150 mg
2x perhari dalam 1 minggu

9
Lini Kedua :
Tramadol 50 mg perhari Tingkatkan 50 mg setiap 3-4
hari sampai dosis antara 100-
400mg per hari dalam dosis
terbagi

Nevus ota merupakan melanositosis dermis. Gambaran klinisnya berupa


makula berwarna biru keabuan unilateral dengan distribusi pada cabang oftalmik dan
cabang malar dari nervus trigeminus. Sebagian besar gambaran tipikalnya sekitar
mata, area zigomatik, dahi, alis dan hidung. Pigmentasinya berbintik dengan nuansa
biru, hitam, ungu atau coklat. Mukosa ipsilateral, sklera dan membran timpani
mungkin terlibat. Lebih sering terjadi pada ras Asia dan kulit hitam, 40% terjadi pada
saat lahir dan hilang pada dekade pertama atau kedua kehidupan, meskipun kasus
dengan onset yang lebih lambat pernah dilaporkan. Predileksinya lebih banyak pada
wanita (wanita:laki-laki=4:1), gambaran histologinya terdapat pemanjangan bipolar
melanosit dermis pada setengah bagian atas dermis. Epidermis biasanya normal tetapi
mungkin tampak hiperpigmentasi fokal[6].

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat
paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus
trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan
nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada
rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi
dalam beberapa detik. Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti distribusi
sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula
(V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari
disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan
diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin menandakan nyeri
sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural[7].

10
.

DAFTAR PUSTAKA

1 Pusponegoro, Aisah S (ed). Penyakit Virus : Herpes Zoster. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. (3), 2003: 121-4.
2 Siregar, R.S. Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2002 : 218-220.
3 Badan Penerbit FK UI. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia 2014. Badan
Penerbit FK UI. Jakarta. 2014
4 Cohen, Salbu, Frank, et al. Presentation and Management of Herpes Zoster
(Shingles) in Geriatric Population. 2013.
5 Sumaryo, S. prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to be
Travelling. 2010.
6 Indira IE, Dewi AA. Penggunaan Laser untuk Terapi Lesi Pigmentasi pada
Bidang Kosmetik. Journal of Indonesian Medical Association. Vol 63. No. 2.
2013.
7 Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N,
editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson
Gale; 2006.

11

Anda mungkin juga menyukai