Anda di halaman 1dari 11

X.

Berpikir kritis

BERPIKIR KRITIS

1.1. Apa itu berpikir kritis

Berpikir kritis tidak dilahirkan tetapi dibentuk. Disiplin berpikir kritis adalah
kunci menjadi seorang pemikir kritis. Memiliki sejumlah pengetahuan tidak cukup
untuk menjadi seorang pemikir kritis. Belajar berpikir kritis adalah belajar
tentang cara berpikir itu sendiri. Belajar berpikir kritis bukan menyangkut apa-
nya tetapi tentang bagaimana-nya materi, informasi, pengetahuan yang
diperoleh. Bahkan bagaimana menerima, menilai, menimbang dan memutuskan
sesuatu. Intinya adalah bagaimana seseorang berpikir hingga mendapat
pengertian dan makna yang paling tinggi.

Acap kali berpikir kritis diartikan sempit, negatif bahkan sesuatu yang
kurang etis. Misalnya ketika seorang mahasiswa membantah pendapat dosen.
Atau ketika mahasiwa demonstrasi menentang kenaikan harga BBM. Di sini
berpikir kritis diartikan tanggapan atau perlawanan terhadap suatu keputusan
atau gagasan, jadi hanya sebuah istilah umum yang menunjuk keahlian kognitif
untuk mencapai suatu makna tertinggi, untuk mencapai tujuan, keputusan,
ideologi, atau tujuan politik. Berpikir kritis lebih luas dari itu.

1.2. Standar berpikir kritis.

Berpikir kritis diatur oleh disiplin berpikir dengan standar intelektual yang jelas.
Standar inilah yang menjadi norma dan mengatur kita dalam berpikir kritis. Di
antara standar intelektual penting adalah: klarifitas, presisi, akurasi, relevansi,
konsistensi, kebenaran logis, kelengkapan, dan fairness.

Klarifitas, adalah kejelasan dari suatu ungkapan, pengertian, konsep,


gagasan sehingga kita dapat memahaminya secara objektif. Dapat terjadi bahwa
kita mengerti suatu persoalan, suatu ungkapan, informasi secara samar-samar
dan dengan demikian hanya sebagian dari keseluruhan yang kita tahu. Pada hal
kita memerlukan pemahaman yang terang, objektif dan komprehensif apa yang
dikatakan seseorang itu sebelum kita mengevaluasinya. Dalam profesi dokter
-tepatnya hubungan dokter-pasien- kepentingan itu sangat jelas; bagaimana
seorang dokter mengambil keputusan medis jika ia tidak mempunyai informasi
yang memiliki klarifitas tentang pasien ?. Namun inilah persoalannya, kadang-
kadang pasien tidak mampu mengungkapkan dengan jelas apa yang mereka
alami. Kesulitan ini dapat juga terjadi karena kemalasan, ketidak seriusan,

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
1 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

ketidakpedulian, atau kurangnya kemampuan atau ketidak berdayaan. Dalam hal


inilah klarifikasi diperlukan.

Presisi, adalah kebutuhan yang paling menentukan dalam berbagai hal


terutama dalam kerja teknologi tinggi. Proses dan hasil-hasil teknologi tinggi
ditandai dengan presisi tinggi. Kita dapat menduga apa yang terjadi jika presisi
tidak tercapai dalam pekerjaan menngambil keputusan medis oleh seorang
dokter, membedah, ketika dokter memberikan resep kepada pasien, dalam
program astronout, dalam menjatuhkan vonis oleh hakim, dan berbagai
pekerjaan dalam bermacam-macam profesi. Apa yang diperlukan dalam
membentuk pemikiran kritis adalah komitmen terhadap presisi. Penggunaan kata
yang kurang tepat misalnya dapat mengaburkan pendapat. Tetapi penggunaan
kata yang tepat akan memudahkan kita merumuskan konsep, gagasan, idee
sehingga mampu mengungkapkan apa yang kita inginkan. Oleh karena itu
dibutuhkan kehati-hatian dan pengamatan yang tinggi, lalu dengan proses
penalaran logika kita memutuskan sesuatu.

Akurasi, contoh yang paling mudah adalah komputer, data yang masuk
itulah yang keluar (input =output). Jika kita memasukkan data yang salah maka
data yang salah itu juga yang keluar dan sebaliknya, jika kita memasukkan data
yang benar itulah juga data yang keluar. Konon, salah satu sebab kekalahan
Amerika dalam perang Vietnam adalah tidak akurasinya informasi. Akibatnya
keputusan yang diambil berpotensi salah.

Relevansi, sangat penting bagi pekerjaan seorang dokter, hakim atau


jaksa, politikus dan berbagai profesi lain. Informasi yang relevan akan
memperjelas masalah dan membantu untuk pemecahannya. Sebaliknya
informasi yang tidak relevan tidak bermanfaat bagi pemecahan persoalan dan
tidak dapat memperkuat argumentasi. Suatu penyakit sering kali berkaitan
dengan berbagai faktor, seperti keadaan fisik, sosial, ekonomi, tradisi bahkan
lingkungan. Kualitas informasi yang berkaitan itulah yang dimaksud dengan
relevansi.

Konsistensi, adalah penting dalam berpikir kritis karena berpikir kritis


mementingkan kebenaran dan memperbaiki kesalahan. Logika mengajarkan
kepada kita, jika seseorang tidak konsisten (dalam keyakinan, pendapat, data,
atau informasi) maka salah satu data yang diperoleh pasti salah. Dengan alasan
ini maka pemikiran kritis secara konstan memperhatikan ketidakkonsistenan,

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
2 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

memperhatikan baik dalam pemikiran mau pun dalam argumen dan


penegasannya.

Dalam pemikiran kritis ada dua jenis inkonsistensi: inkonsistensi logis dan
inkonsistensi praktis. Inkonsistensi logis, melibatkan ucapan yang menyangkut
keyakinan tentang benda ini atau itu. Inkonsistensi praktis, menyangkut
pengakuan/ ucapan tentang sesuatu tetapi melakukan yang lain. Kadang-kadang
ada juga orang yang dengan sengaja (sadar) melakukan inkonsistensi dengan
tujuan tertentu, atau mengucapkan sesuatu dan melakukan yang lain. Contoh
seperti ini sering terdapat dalam dunia politik. Namun semua itu juga
mengecewakan pendengar dan akibatnya mereka dituduh munafik (hypocrites).
Konsistensi adalah kata yang penting dalam membangun integritas moral
pribadi. Integritas moral pribadi adalah satunya kata dan perbuatan.

Kebenaran logis, berpikir secara logis adalah bernalar secara benar,


yaitu menyimpulkan dengan tepat dari keyakinan yang kita miliki. Kita
membutuhkan akurasi dan dukungan keyakinan dalam berpikir kritis. Tetapi juga
kita harus dapat bernalar sesuai dengan keyakinan hukum logika itu. Sayangnya
dalam kehidupan nyata sering kita mengalami hal-hal yang tidak logis namun
kita anggap sebagai yang tidak salah.

Kelengkapan, dibutuhkan dalam menilai dan menyimpulkan.


Pemahaman yang hanya menyangkut luar (kulit persoalan) dan tidak memahami
sampai kepada inti permasalahan akan menggiring kita pada kesimpulan yang
spekulatif, bisa salah bisa benar, atau bersifat dangkal. Dalam banyak hal
seorang dokter terkadang membutuhkan waktu dan upaya agar informasi yang
dibutuhkan tentang penyakit yang diderita pasien lengkap, dengan demikian
dimungkinkan mengambil keputusan medis yang paling akurat. Kita tidak dapat
menggunakan hukum penalaran dengan baik jika kelengkapan informasi tidak
kita miliki. Penyimpulan induktif, misalnya, sangat membutuhkan informasi
selengkap mungkin. Bagaimana pun, dalam pemikiran kritis lebih baik bila
informasinya mendalam dari pada dangkal/kulit-kulitnya saja.

Fairness, akhirnya pemikiran kritis menuntut berpikir yang fair, yaitu


terbuka, tidak memihak, dan bebas dari distorsi, bias serta segala pra-anggapan.
Mungkin sukar untuk dikembangkan tetapi itulah tuntutannya.

Tentu masih banyak hal dibutuhkan untuk dapat berpikir kritis namun
setidaknya beberapa hal di atas akan membantu kita.

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
3 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

1.3. Manfaat berpikir kritis.

Berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam segala kehidupan. Namun sebagai


mahasiswa berpikir kritis pertama barmanfaat untuk kepentingan di kelas, dalam
proses belajar yang lebih efektif, atau juga di tempat kerja, dalam setiap profesi,
bahkan dalam semua bidang kehidupan.

Manfaat di sekolah. Pendidikan di perguruan tinggi sangat berbeda


dengan pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Di perguruan tinggi dapat
saja seorang mahasiswa terkejut karena si Dosen kurang peduli terhadap apa
yang dia yakini atau ketahui ketimbang mengapa mereka meyakini atau
mengetahui. Pusat pemikiran di perguruan tinggi adalah: kecerdasan aktif
menilai ide atau informasi. Jadi bukan apanya (know what) yang lebih
dibutuhkan tetapi yang lebih mendapat tekanan adalah bagaimananya (know
how) ide atau informasi itu. Dalam hal ini pemikiran kritis sangat dibutuhkan.

Dalam studi berpikir kritis mahasiswa mengenal bermacam-macam


keahlian berpikir yang sangat memperbaiki suasana penampilan kelas yang
meliputi:

Mengerti argumen dan pandangan-pandangan orang lain.


Mengevaluasi argumen dan pandangan itu secara kritis.
Mengembangkan dan memercayai pandangan yang didukung argumen
dari seseorang.
Supaya berhasil di perguruan tinggi harus mampu mengerti materi kuliah
dengan baik. Belajar berpikir kritis tidak otomatis mudah memahami materi
kuliah yang sulit, tetapi memberikan pilihan-pilihan keahlian, yang jika
dipraktikkan, dapat secara signifikan memperbaiki kemampuan untuk
memahami argumen dan issu yang dibahas di kelas atau dalam buku referensi.

Berpikir kritis dapat membantu mengevaluasi secara kritis apa yang


dipelajari di kelas. Dalam kuliah sering ada tugas untuk berdiskusi secara kritis
tentang argumen atau pendapat yang dikemukakan. Belajar berpikir kritis adalah
juga membahas strategi dan keahlian yang sangat memperbaiki kemampuan
mengevaluasi secara kritis. Mungkin juga diminta mengembangkan argumen
yang dimiliki. Misalnya, mengapa di Indonesia penderita demam berdarah
cenderung meningkat di musim penghujan? Apakah benar bahwa untuk

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
4 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

mengatasi endemi flu babi harus juga memusnahkan semua babi? Pertanyaan ini
tentu memerlukan pembahasan mendalam, argumen dan pandangan kritis, oleh
karena banyak hal yang terkait semisal perilaku dan budaya, lingkungan, curah
hujan, tingkat kemampuan pemerintah mencegah, lalulintas manusia dsb..
Pendek kata, berpikir kritis adalah karakter yang mutlak dimiliki oleh mahasiwa
yang berhasil.

Berpikir kritis di tempat kerja. Ada survei yang membuktikan bahwa


hanya setengah lebih sedikit tamatan perguruan tinggi yang siap kerja, pada hal
telah lima tahun kuliah di perguruan tinggi. Jika survei ini benar maka di satu sisi
tampak kesenjangan antara dunia kerja dengan pendidikan di perguruan tinggi
tetapi, di pihak lain juga realitas tantangan yang dihadapi dalam dunia kerja.
Ditambah lagi, seringnya pengusaha mencari tenaga bukan yang memiliki
keahlian tinggi, karena keahlian itu kelak akan diperoleh dalam pengalaman
bekerja. Dalam dunia kerja dibutuhkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi
yang baik, yang cepat belajar memecahkan persoalan, berpikir secara kreatif,
menghimpun dan menganalisa informsi, menarik kesimpulan-kesimpulan yang
sesuai dengan data, dan mengkomunikasikan idenya dengan jelas dan efektif.
Belajar berpikir kritis akan membantu mahasiswa menyiapkan diri memenuhi
tuntutan dunia kerja.

Berpikir kritis dalam kehidupan. Dalam banyak konteks kehidupan


berpikir kiritis juga sangat bernilai. Pertama, berpikir kritis menolong kita
menjauhkan keputusan personal yang tidak tepat. Dapat terjadi pada suatu
waktu kita membuat keputusan yang tidak tepat -terhadap pasien, konsumen,
pelanggan, teman, saudara, orang tua, tetangga, hubungan dsb.- yang
dikemudian hari kita sesali sebagai keputusan/tingkah laku yang tidak masuk
akal. Berpikir kritis menjauhkan kita dari kekhilafan atau kesalahan yang seperti
itu jika kita selalu memikirkan secara lebih hati-hati dan lebih logis setiap
keputusan-keputusan.

Kedua, berpikir kritis memainkan sebuah peran vital dalam


mempromosikan proses demokrasi. Sekali pun kita memiliki kesan yang lucu
bahkan sinis terhadap perjalanan demokrasi tetapi harus diakui bahwa di dalam
demokrasilah kita menjadi rakyat yang memiliki suara yang dapat menentukan
pemerintah dan segala konsekuensi keputusannya. Kita dapat memberi
sumbangan yang berarti bagi proses perjalanan pemerintahan apabila kita
mampu mengkritisi dengan baik kekurangan yang ada di tengah masyarakat.

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
5 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

Banyak masalah sosial yang serius saat ini-kerusakan lingkungan, poliferasi


nuklir, dekadensi budipekerti, prasangka rasial, standar pendidikan kurang
memuaskan, standar kesehatan yang masih rendah di berbagai tempat, dan
banyak lagi yang lain -yang semuanya disebabkan oleh miskinnya berpikir kritis.
Einstein pada suatu saat berkata: Persoalan nyata yang kita hadapi tidak dapat
dipecahkan di tingkat pemikiran kita saat ini saat di mana kita telah
menciptakannya.

Ketiga, berpikir kritis patut dipelajari demi berpikir kritis itu sendiri.
Dengan pengayaan dan pemenuhan pribadi menyadarkan kita betapa
pentingnya berpikir kritis. Adalah kenyataan bahwa cara berpikir manusia dari
waktu ke waktu berubah-ubah. Dalam sejarah yang panjang orang menerima
tanpa bertanya bahwa bumi ini adalah pusat alam semesta, bahwa setan adalah
penyebab bencana, bahwa perhambaan adalah adil, dan bahwa wanita lebih
rendah dari pria. Dan banyak gagasan, konsep, aturan yang telah menjadi
bagian budaya manusia yang lalu kini telah ditinggalkan. Berpikir kritis, secara
jujur dan berani telah menolong kita mengoreksi pendapat, asumsi-asumsi yang
tidak teruji, dogma, budaya dan prasangka didikan masyarakat. Berpikir kritis
membawa kita pada suatu pembebesan dalam menanggapi, meyakini,
memutuskan apa yang baik dan benar untuk kita. Pendeknya berpikir kritis
memperkenankan kita memimpin diri langsung, dan menguji kehidupan. Inilah
yang menyebabkan para pendahulu kita mampu membuat keputusan, gagasan
yang mengubah hidup bangsa dan menjadi gaya hidup yang kita alami saat ini.
RA Kartini misalnya mengkritisi budaya yang tidak masuk akal di zamannya di
mana kaum perempuan tidak memiliki derajat dan kesempatan yang sama
dengan pria. Karena itu dia menulis Habis Gelap Terbitlah Terang dia mana ia
memperjuangkan kesetaraan gender. Dan banyak tokoh-tokoh lain di dunia.

Keempat, berpikir kritis dapat membentengi diri dari korban moralitas


murahan. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang hidup dengan
mementingkan diri, orang-orang yang tidak jujur dan tidak memiliki integritas.
Kadang-kadang mereka tidak hanya mendustai diri tetapi juga merugikan orang
lain. Ini berkaitan dengan menurunnya moral atau budi pekerti di tengah-tengah
masyarakat. Dalam suatu kesempatan berbincang dengan seorang teman,
dokter, mengatakan, bahwa terkadang ada juga pasien yang nakal.
Sebetulnya ia (pasien) adalah orang yang tergolong mampu, tetapi berlagak
seperti orang tidak mampu hanya untuk meminta keringanan biaya pengobatan.

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
6 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

Bila menghadapi kasus seperti itu, katanya, sewaktu pemeriksaan perhatikan


pakaian dalam yang di pakai. Jika dari produk yang bermerek mahal maka ada
kemungkinan ia berbohong. Tentu pada setiap profesi hal seperti ini,
menyimpang dari yang seharusnya, kita temukan. Dari cerita sederhana ini kita
dapat memahami bahwa berpikir kritis bukan sekedar kepentingan teoritis,
tetapi juga untuk kepentingan praktis.

1.4. Hambatan berpikir kritis

Sekali pun berpikir kritis perlu dan dibutuhkan dalam segala bidang
kehidupan tetapi dalam kenyataannya orang tidak selalu berberpikir kritis;
termasuk orang berpendidikan tinggi. Pernah terjadi seorang Menteri terobsesi
menggali satu tempat untuk mencari harta karun hanya berdasarkan
mimpi/wangsit/tahayul. Berbagai hambatan untuk tidak berpikir kritis dapat
terjadi. Hambatan itu bersifat kompleks seperti, kurangnya pengetahuan tentang
informasi yang relevan, prasangka, penstereotipan, kebohongan, pemikiran yang
sempit, pentahyulan, egosentrisme (self-centered thinking), sosiosentrisme
(group-centered thinking), tekanan kelompok, mayoritasisme, kedaerahan,
adat/tradisi, kemapanan, prasangka, primordialisme, khayalan (wishful thinking),
pikiran yang pendek, pikiran yang sempit, dan berbagai alasan yang lain. Empat
macam hambatan yang paling sering terjadi adalah: egosentrisme,
sosiosentrisme, asumsi-asumsi yang tidak terjamin, dan impian.

Egosentrisme, adalah kecenderungan melihat kenyataan seperti diri


sendiri; egoistis (selfish), orang yang terpikat pada diri sendiri; yang
kecenderungannya melihat pada interes pribadi, gagasan, nilai-nilai pribadinya
sebagai yang terbaik. Dalam bentuk yang ekstrim dapat menjadi suatu penyakit,
misalnya seseorang yang memandang diri sendiri sebagai Tuhan, sebagai
presiden atau idola lain.

Egosentrisme dapat muncul dalam dua bentuk yaitu pemikiran


ketertarikan-diri (self-interested thinking), dan bias pelayanan-diri (self-serving
bias)). Self-interested thinking adalah kecenderungan menerima dan membela
keyakinan yang condong pada minat pribadinya sedangkan bias self-serving
adalah kecenderungan menilai diri atau kecenderungan melihat seseorang lebih
dari pada apa yang patut. Narsisme juga termasuk dalam hal ini. Narsisme
adalah kecenderungan melihat diri sebagai tolok ukur, selalu mandasari
pandangannya pada diri sendiri dan mengajak orang lain untuk mengikuti apa

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
7 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

yang dialamai atau dinikmati. Kelemahannya adalah belum tentu apa yang kita
alami itu bermutu lebih tinggi dari yang dialami orang lain.

Sosiosentrisme, adalah pikiran yang berpusat pada kelompok. Seperti


halnya pemikiran egosentrisme dapat mengesampingkan pemikiran kritis karena
terpusat pada diri sendiri demikian juga sosiosentrisme membuat pemikiran
kritis tidak muncul karena terlalu berpusat pada kelompok. Sosiosentrisme dapat
mengubah pikiran yang kritis dengan berbagai cara. Dua bentuk yang paling
penting adalah bias kelompok dan insting kelompok. Bias kelompok adalah
kecenderungan melihat kelompoknya sendiri (bangsanya, sukunya, sektenya,
kelompok/gengnya) selalu lebih baik dari yang lain. Misalnya, seseorang tidak
lagi berpikir apakah itu benar atau salah, pantas atau tidak pantas, relevan atau
tidak relevan, hanya karena sudah menjadi keputusan kelompok. Dalam
kehidupan masyarakat, juga dalam sejarah bangsa-bangsa sering kita temukan
hal seperti ini dan tidak selalu disadari. Tetapi juga dalam kelompok anak-anak,
terutama kaum remaja awal. Insting kelompok (konformisme) menunjuk pada
kecenderungan mengikuti pendapat/pilihan, standar, nilai-nilai orang banyak,
anutan orang banyak; mengikuti pilihan kebanyakan orang tanpa melihat benar
salahnya. Keinginan menjadi bagian dari kelompok adalah motivasi yang paling
kuat yang dapat melumpuhkan daya kritis dalam keputusan seseorang.

Asumsi-asumsi yang tidak terjamin, adalah sesuatu yang kita anggap


pasti, sesuatu yang kita yakini benar tanpa alasan yang benar. Dalam banyak hal
perbuatan kita sering didasarkan atas asumsi. Misalnya, Lembaga Meteorologi
dan Geofisika mengatakan hari ini akan turun hujan, maka kita membawa
payung, kita menganggap mereka tidak mungkin bohong karena didasarkan
pada analisis ilmiah. Tanpa berpikir apakah benar atau tidak kita merasa lebih
bijaksana kalau membawa payung. Contoh lain, kita pergi ke sekolah karena
yakin dosen matakuliah anu akan mengajar, tanpa kita bertanya apakah beliau
memenuhi jadwal atau tidak. Seorang dokter percaya bahwa cerita/informasi
yang diungkapkan pasien benar dan memberi terapi yang sesuai. Jika semua
informasi objektif dan respon dokter juga tepat maka proses itu ideal. Dokter
yang kritis tidak menerima begitu saja informasi pasien tetapi dia membutuhkan
pembuktian (penelitian) selanjutnya, mungkin juga diperlukan alat-alat canggih.
Dalam kehidupan nyata, kebanyakan keyakinan dan opini didasarkan pada
asumsi. Salah satu tipe yang paling umum dari asumsi tidak terjamin adalah
stereotip. Kata stereotip berasal dari bahasa percetakan. Yaitu lembaran-

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
8 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

lembaran yang dicetak sesuai dengan pelat atau masternya. Pelat atau
masternya adalah tipe awal, sebagai contoh. Jika seorang dokter meyakini
bahwa pasien yang selalu minta discount/ potongan adalah orang miskin, karena
beberapa kali ia mengalami hal yang sama, maka ia telah jatuh pada
penstereotipan. Bagaimana kalau pasien tersebut orang yang nakal?. Jika kita
menganggap setiap bule menganut free sex, karena dalam film sering
ditampilkan, kita jatuh pada hal yang sama, penstereotipan. Pada dasarnya
penstereotipan adalah generalisasi, yaitu sikap yang
menggambarkan/menyamakan kelompok yang lebih luas sama dengan sampel
kecil/sempit. Tuntutan berpikir kritis secara praktis adalah kita wajib menyadari
apa yang kita pikirkan, termasuk asumsi kita. Asumsi yang disadari adalah
sesuatu yang kita sadar tentangnya. Jadi kita berkata, Saya mau
mengasumsikan bahwa laporan ini benar, atau Saya berasumsi bahwa kelas
kuliah... pada hari ini ada, atau Saya mengasumsikan bahwa informasi pasien
benar, dst.

Impian khayalan/keinginan (wishful thinking), adalah meyakini


sesuatu oleh karena membuat merasa nyaman, bukan karena faktanya baik atau
dasar rasional pemikirannya benar. Percaya sesuatu bukan karena memiliki fakta
tentangnya tetapi karena ingin benar. Dalam sejarah manusia, penalaran/akal
sehat sering berhadapan dengan pikiran mistik. Manusia berkhayal tentang
sesuatu yang dia tidak tahu. Misalnya, tentang alam semesta, tentang kematian,
tentang hidup sesudah mati. Buah dari khayalan atau impian ini sering disebut
mistik. Misalnya petani membayangkan akan mendapat panen melimpah jika
melakukan berbagai upacara tertentu; kelompok masyarakat mengusir wabah
penyakit mala petaka dengan upacara tertentu. Ada keinginan yang diharapkan
tercapai dengan melakukan sesuatu, apakah oleh seseorang yang diyakini
memiliki kemampuan gaib lalu melakukan petunjuknya?. Di balik itu semua ada
keinginan yang kuat (wishful thinking).

Jadi, orang-orang yang berpikir kritis selalu berkeinginan memperlihatkan


sifat-sifat berpikir kritis dan membedakannya dengan berpikir tidak kritis. Di
antara sifat-sifat itu adalah klarifitas, presisi, akurasi dan standar intelektual lain
yang menandai kehati-hatian dan disiplin berpikir; suatu sensifitas terhadap cara
berpikir kritis. Sensifitas itu perlu untuk mencapai keyakinan rasional, kejujuran
dan kerendahan hati intelektual, pola berpikir terbuka, keingintahuan intelektual,
cinta kebenaran, dan keteguhan intelektual yang menjadi ciri-ciri pemikir kritis.

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
9 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

Sensitifitas seperti itu perlu karena berbagai hal seperti egosentrisme,


sosiosentrisme, asumsi-asumsi yang tidak terjamin, khayalan dan rintangan-
rintangan psikologis lain dapat memiringkan pemikiran kritis.

1.5. Karakteristik Pemikir Kritis

Sejauh ini kita telah membahas: (1) hakekat berpikir kritis, (2) standar-
standar berpikir kritis seperti klarifitas, presisi, akurasi, fairness dan juga
hambatan-hambatan berpikir kritis seperti: kurangnya pengetahuan kita tentang
informasi yang relevan, prasangka, penstereotipan, kebohongan, pemikiran yang
sempit, pentahyulan, (3) keuntungan berpikir kritis, dan (4) beberapa hambatan
berpikir kritis yang penting seperti egosentrisme, sosiosentrisme, asumsi-asumsi
tidak terjamin dan impian/khayalan. Dari semua pembahasan di atas dapat
dikemukakan suatu profil umum berpikir kritis sbb.:

No PEMIKIR KRITIS BUKAN PEMIKIR KRITIS

1 Memiliki semangat berpikir yang Sering berpikir tidak jelas, tidak


digerakkan oleh: klarifitas, presisi, persis, tidak akurat, tidak
akurasi, relevansi, konsistensi, relevan, tidak konsisten, tidak
kelogikaan, kelengkapan dan logis, tidak lengkap dan tidak
fair.
ke-fair-an.

2 Sensitif terhadap cara-cara yang Sering menjadi mangsa


dpat membuat miring berpikir kritis egosentrisme, sosiosentrisme,
seperti egosentrisme, khayalan, asumsi-asumsi yang
sosiosentrisme, khayalan, asumsi- tidak terjamin dsb.
asumsi yang tidak terjamin dsb

3 Memahami makna nilai berpikir Melihat hanya sedit kegunaan


kritis, baik terhadap individu berpikir kritis.
maupun masyarakat.

4 Jujur terhadap diri sendiri secara Seolah-olah lebih banyak tahu


intelektual, mengakui apa yang ia dari pada yang diketahui
tidak/belum mengerti dan sebenarnya dan masa bodoh
mengenal keterbatasannya terhadap yang dia tidak
diketahui

5 Berpikir terbuka (open mindedly) Berpikir tertutup dan kebal


dalam mendengar pandangan yang terhadap kritik keyakinan dan

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
10 Universitas Mercu Buana
X. Berpikir kritis

bertentangan dan suka mengkritik asumsi-asumsi.


keyakinan dan asumsi-asumsi.

7 Sadar akan kemungkinan bias dan Kurang kesadarannya tentang


pra-konsepsi yang membentuk bias dan pra-konsepsi yang
dunia yang mereka terima dimiliki

8 Berpikir bebas dan tidak takut Cenderung mengikuti pendapat


berseberangan dengan pandangan kelompok, mengikutinya tanpa
kelompok. mengkritisi nilai-nilai dan
keakinan orang banyak

9 Mampu menghayati suatu masalah Mudah terganggu dan kurang


atu persoalan, tanpa terganggu mampu menghayati inti
dengan hal-hal yang kecil persoalan atau masalah

10 Memiliki keingintahuan intelektual Takut dan kebal terhadap


untuk menghadapi dan menilai ide pendapat yang menantang
yang menantangnya secara fair keyakinan dasarnya
walau pun menyangkut keyakinan-
keyakinan dasarnya

11 Mencintai kebenaran dan ingin tahu Secara relatif sering tidak


tentang sebuah isu yang luas. membedakan kebenaran dan
kurang ingin tahu.

12 Memiliki ketekunan intelektual Cenderung tidak tekun ketika


mengikuti pandangan atau berjumpa kesulitan dan
kebenaran, meskipun sulit atau ada rintangan intelektual
rintangan

Psikologi Pendidikan
12 Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Hanum Swandarini M.Psi
11 Universitas Mercu Buana

Anda mungkin juga menyukai