Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seeprti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflex memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang
tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat dan akan mengakibatkan
kebutaan.1
Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda, kelompok usisa ini mengalami sebagian cedera mata yang parah.
Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami
trauma tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan aki, cedera yang
berhubungan dengan olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-
keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. Trauma mata yang berat
daoat menyebabkan cedera multiple pada palpebra, bola mata, dan jaringan lunak
orbita.2
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang
populasi. Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita
terbanyak, yaitu sebesar 70%.3 Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita dengan perbandingan 3 : 1.4 Kondisi hifema sendiri dapat memicu berbagai
komplikasi, seperti peningkatan tekanan intraokular yang berujung ke
glaukoma, corneal bloodstaining, sinekia anterior dan posterior, dan atrofi optik.1Bila
penanganan hifema tidak tepat, dapat terjadi komplikasi tersebut dan akhirnya
berujung kepada kebutaan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi vaskularisasi bola mata


Orbita terutama memperoleh darah arterial dari arteri ophthalmica, yaitu
cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini
berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus
menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang
memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-
cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi
glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai
otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke
kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.5

Gambar 1. Vaskularisasi pada bola mata

2
Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus
optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis
satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus
arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis
dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus,
konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan
inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan
vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui
fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura
orbitalis inferior.5

Gambar 2. Vaskularisasi pada segmen anterior

2.2 Definisi Hifema


Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik

3
mata depan. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat
menurunkan penglihatan.2
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.2

2.3 Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang
populasi. Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita
terbanyak, yaitu sebesar 70%.3 Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita dengan perbandingan 3 : 1.4

2.4 Etiologi
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata. Trauma
tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang terekspos ke dunia luar tanpa
perlindungan tulang orbita. Oleh karena itu, benda-benda yang cukup kecil seperti
bola kecil, paintball, batu kerikil, atau peluru airgun merupakan penyebab trauma
tersering yang dapat menimbulkan hifema. Akan tetapi, hal ini tidak menutupi
kemungkinan objek yang lebih besar dibandingkan tulang orbita untuk
mengakibatkan trauma pada mata selama memiliki elastisitas yang cukup untuk
mengenai bagian yang terekspos tadi.4
Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul
tersebut diatas. Hifema dapat terjadi sebagai komplikasi post-operasi intraokuli.
Selain itu, dapat pula terjadi hifema secara spontan, yang biasanya dapat
disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada iris. Hifema spontan karena
neovaskularisasi ini dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus, sikatriks,
uveitis, dan neoplasma okular seperti retinoblastoma. Dapat juga terjadi hifema
karena anomali vaskuler dalam mata lain, seperti yang terjadi pada juvenile

4
xanthogranuloma. Bahkan, hifema idiopatik pun dapat terjadi tanpa penyebab
jelas, meskipun hal ini sangat jarang.4

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi6 :
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma
pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi
mata).
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,
sehingga pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya
juvenile xanthogranuloma).
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) 4,6:
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

5
Gambar 3. Klasifikasi Hifema

Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam


menentukan tatalaksana hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk
cairan sehingga membentuk air fluid level, sementara 40% kasus
membentuk clot dan menempel pada iris. Sisa 10% dari kasus hifema
membentuk clot berwarna gelap dan kontak dengan endotelium.4
Metode lain untuk menentukan grade hifema adalah dengan mengukur
(dalam millimeter) tinggi darah dari limbus inferior (arah jam 6). Metode ini
membantu memonitoring perkembangan penyembuhan ataupun kemungkinan
berulangnya perdarahan.4

2.6 Patofisiologi
Trauma tumpul dapat menyebabkan perdarahan ke dalam bilik mata
anterior dimana perdarahan ini berkumpul dengan batas cairan (hifema). Hal ini

6
disebabkan oleh rupturnya akar pembuluh darah iris atau iris robek dari insersinya
pada korpus siliaris (dialisis iris) sehingga menyebabkan pupil yang berbentuk
D.7. Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan
tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada
sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,
antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri
koroidalis, dan vena-vena badan siliar.

Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata


Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek
pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara
spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang
COA, mengotori permukaan dalam kornea.1
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme
pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan
darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari
bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung
hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah
pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh
aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan

7
darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan
darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik
mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih
hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus
dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena
resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan
adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah
terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin
ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat
ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh
hifema yang penuh disertai glaukoma.8
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis
yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot
siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan
dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan
sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada
keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan.
Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga
ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada
10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis,
robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen

8
posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan
robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan
intraokular.8

2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau
adanya darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan
nyeri pada mata, gangguan penglihatan,dan sensitif terhadap cahaya. Pasien akan
mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien
akan sangat menurun.2 Kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan
adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal. Bila terdapat riwayat
trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang mengenai mata,
arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung mata saat kejadian. Riwayat
penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit yang memengaruhi
tekanan intraokuler. Riwayat tindakan pembedahan atau laser pada mata juga
harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif.9
Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila
jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di
bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA.2

Gambar 5. Hifema 1/3 bilik mata depan Gambar 6. Hifema bilik mata depan

9
b. Pemeriksaan oftalmologi8
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan : Menggunakan kartu mata Snellen;
visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan
retina.
b) Lapangan pandang : Penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler
okuler, glaukoma.
c) Pengukuran tonografi : Mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy : Untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler.
f) Tes provokatif : Digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO
normal atau meningkat ringan.
Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak dianjurkan karena
meningkatkan risiko perdarahan ulang. Pemeriksaan pada mata bagian
anterior diharapkan bisa memberikan assesment mengenai grading
hifema.4,10
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi
atau menyingkirkan diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi kondisi
mata bagian posterior, adneksamata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum
dilakukan berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat
adanya tumor intraokuler. Dapat juga dilakukan angiografi pada iris untuk
melihat adanya neovaskularisasi meskipun sangat jarang dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan darah untuk
melihat adanya sickle cell disease.4,10

2.8 Diagnosa Banding


Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti
hifema adalah10:
Herpes simpleks keratitis

10
Manifestasi sickle cell disesase
Komplikasi glaukoma
Xanthogranuloma juvenile

2.9 Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. 2 Pasien dengan hifema yang
tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan sebaiknya diistirahatkan. Dilatasi
pupil dapat meningkatkan resiko perdarahan kembali sehingga mungkin ditunda
sampai hifema reda dengan penyerapan spontan.1
Pada dasarnya prinsip dari penatalakasanaan pada hifema ini adalah
dengan :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi.8
a. Tindakan Konservatif/Non Operatif
1. Non Medikamentosa
Penderita ditidurkan (bed rest) dalam keadaan terlentang dengan posisi
kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45 o (posisi semi
fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat
dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama
yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari

11
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat
kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih
pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat
tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.8
2. Medikamentosa
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas
digunakan obat-obatan seperti :
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (transamine/ transamic
acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah
diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan
demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan.
Pemberiannya 4x250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu
oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya
glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya pantau tekanan intra
okuler mata
Midriatika Miotika
Untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia posterior.
Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier, meningkatkan
kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Tetapi ternyata
atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi kejadian
perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus. Pemberian midriatika
dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Ocular Hypotensive Drug

12
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara
oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,
manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan
bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan
intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra
okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa
yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila tekanan intra okular turun
sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap
normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9
lakukan juga parasentesa.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.8
b. Tindakan Operatif
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5
hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan
bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal
> 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila
ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior
perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama
9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari
keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

13
3. Total dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk
mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol
dalam 24 jam.8
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat
insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan
iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari
bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik
mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada
parasentesis tidak perlu dijahit.2 Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun
dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneo
scleranya sebesar 1200.8

2.10 Komplikasi

14
a. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan
dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari
setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.8
b. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan
oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir butir / gumpalan darah.
Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh
karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga
terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi
badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan
pengaliran cairan mata.8
c. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA
dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm
sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada
iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian
hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea,
menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis
atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada
perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler.
Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-
kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya

15
10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi
yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.8
d. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik
hifema.Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini
jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering
terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral
anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema
pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih. Patogenesis
dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat
trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian
bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut
bilik mata tertutup.8
e. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.8
Atrofi optik nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien hifema dapat
disebabkan oleh trauma inisial ataupun periode transien dari peningkatan
TIO.4
f. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio
kornea, uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan
siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum)
sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman
penglihatan menurunnya lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula
banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan
tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA
dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular
sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi
seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih
meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.8

16
2.11 Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada
kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa
disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap
kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang
telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar
glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam
penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita
adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.8

2.12 Pencegahan
Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan
peralatan pelindung mata. Walaupun trauma akibat pembedahan jarang terjadi,
pencegahan dengan menggunakan acetazolamid intravena dan manitol perlu
dilakukan apabila terdapat peningkatan TIO atau pasien dengan anestesia
umum. Hal ini diharapkan bisa mencegah hifema intra dan post-operatif. Untuk
menghindari kemungkinan perdarahan ulang, perlu diberikan pengobatan
antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu.4,10

17
BAB III
KESIMPULAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus
(cairan mata) yang jernih.
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata. Hifema juga
dapat terjadi sebagai komplikasi post-operasi intraokuli. Selain itu, dapat pula terjadi
hifema secara spontan. Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi 4 grade.
Untuk menegakkan diagnosis ditemukan adanya nyeri pada mata, gangguan
penglihatan, dan sensitif terhadap cahaya. Pasien akan mengeluh sakit, disertai
dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun.
Kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Perlu ditanyakan riwayat trauma dan
riwayat penyakit mata sebelumnya, serta riwayat pembedahan mata. Dilakukakan
pemeriksaan oftalmologi serta penunjang yang diperlukan.
Penatalaksanaan hifema dapat dengan Non operatif dan dengan operatif.
Prinsip pada penatalaksanaan hifema ini adalah untuk menghentikan perdarahan,
menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan
bola mata dengan mempercepat absorbs, mengontrol glaukoma sekunder dan
menghindari komplikasi yang lain. Prognosis pada hifema umumnya tergantung pada
banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Ofthalmologi Umum. Edisi 17.


Jakarta : Buku Kedokteran

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 4. 2011. Jakarta : Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.268-269.

3. Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari


http://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-epidemiology-
anatomy-and-pathophysiology pada tanggal 2 Januari 2016 pukul 18.00.

4. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview pada tanggal 2
Januari 2016 pukul 18.30

5. Moore Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates. Hal :


377-379

6. Readbox Medical Plus. Hifema. Diakses dari


http://redbooxmedicalplus.wordpress.com/2013/06/20/hifema/ pada
tanggal 3 Januari 2016 pukul 21.00

7. James, Bruce. Dkk. 2007. Lecture Notes Ofthalmologi Edisi Kesembilan :


Trauma. Jakarta : Erlangga. Hal :180.

8. Anonim. Hyphem. Diakses dari


https://www.academia.edu/14169014/76223821-hifema-referat pada
tanggal 4 januari 2016 pukul 15.00

9. Sidarta Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedokteran Edisi ke 2. Jakarta : Sagung Seto. Hal : 263.

10. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview pada tanggal 4
Januari 2016 pukul 16.10.

19

Anda mungkin juga menyukai