Anda di halaman 1dari 23

BAB I

RINGKASAN

Pasien anak berusia 6 tahun dengan berat badan 17 kg ini didiagnosis appendicitis
acute, akan dilakukan tindakan Appendectomy dengan teknik anetesi yang digunakan adalah
General Anestesi (GA) dengan Intubasi menggunakan ETT No. 5. Status fisik pada pasien ini
dimasukkan ke dalam ASA 2E

Obat anestesi yang digunakan untuk premedikasi adalah Sulfas Atropin 0,5 mg,
midazolam 1,5 mg, analgesik fentanyl 25 mcg, untuk induksi general anastesi menggunakan
propofol 40 mg, relaksan vecuronium 2mg, maintenance dengan O2, N2O dan Isoflurane, lalu
dilanjutkan dengan pemberian dexametason 10 mg.

Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu


anestesiolog mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, agar dapat bekerja
dengan aman. Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan
intravena Ringer Laktat. Teknik yang digunakan pada pasien ini sudah sesuai dengan indikasi
General Anastesi pada tindakan Appendectomy. Pada monitoring, didapatkan Tekanan darah
98/40 119/60, SpO2 100, HR: 124-125 x/menit, RR : 20-24x/menit, Suhu : 36 C

Pasien dipindah ke ruang perawatan pada pukul 19.20, dengan TD : 100/60 mmHg,
RR : 20x/menit, HR : 100x/menit, Suhu : 35,7 C dan STEWARD SCORE (5)

1
STATUS PASIEN

A. SUBJEKTIF
Identitas Pasien
Nama : An. D.L
NRM : 00085068
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perpolonia No 2A, RT 009/006, Bidara Jatinegara
Pekerjaan :-
Agama : Katolik
Suku : Batak
Berat badan : 17 kg
Tinggi Badan : 112 cm
Diagnosis pra bedah : Appendicitis Akut
Jenis Pembedahan : Appendectomy
Diagnosis pasca bedah : Appendicitis Gangrenous
Tanggal masuk RS : 15 Maret 2017
Tanggal Operasi : 15 Maret 2017
Dr. Anestesi : dr. Robert Sirait, Sp.An
Dr. Bedah : dr. E.Surya D. Pohan, Sp.B-KBD M.Kes
Jenis anestesi : General Anastesia
Lama Operasi : 75 menit

2
B. Keadaan Pra Bedah
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Frekuensi nadi : 110 x/menit

Frekuensi nafas : 28 x/menit

Suhu tubuh : 36 oC

Berat badan : 17 kg

Tinggi badan : 112 cm

C. Pemeriksaan Penunjang
1 Laboratorium
Hb : 11,9 g/dL
Leukosit : 26,1 x103/L
Hematokrit : 34,6 %
Trombosit : 391 x103/L
Ureum : 21 mg/dl
Creatinin : 0,64 mg/dl
Masa perdarahan : 2 menit
Masa pembekuan : 13 menit
Na : 138 mmol /L
K : 3,5 mmol/L
Cl : 102 mmol/L

Airway/Respiratory :
Clear; snoring (-), gurgling (-), crowing (-), BND vesikuler, Rhonki -/-,

Wheezing -/-, gigi caries (-), gigi palsu (-), riwayat asma (-), riwayat

alergi (-), mallampati 1.


Sirkulasi :

3
Akral hangat, CRT < 2, sianosis (-), BJ I & II reguler, murmur (-),

gallop (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat hipertensi (-).


Saraf :
Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5, riwayat kejang (-), riwayat

stroke (-), riwayat penyakit saraf (-). Defisit neurologis (-).


Gastro Intestinal : Mual (+) , muntah (-), riwayat maag (-), Nyeri

Perut (+) regio iliaka dextra


Renal : Kateter (-), CVA -/-
Metabolik : Riwayat DM (-)
Hati : Riwayat hepatitis (-)
Status fisik : ASA IIE
Riwayat Alergi : Disangkal

2 Pencitraan
Foto Thoraks : Kesan Bronkopneumonia

D. DIAGNOSIS KERJA
Appendicitis Acute dengan status fisik ASA IIE
Rencana General Anestesi pada tindakan Appendectomy

E. PENATALAKSANAAN
1 Persiapan Operasi
Lengkapi Informed Consent Anestesi
Stop makan dan minum / puasa 7 jam pra bedah
Memakai baju khusus kamar bedah
2 Premedikasi : Sulfas Atropin 0,5 (iv), Fentanyl 25 mcg (iv),
midazolam 1,5 mg (iv)
3 Jenis anestesi : General Anestesia
4 Respirasi : Kontrol Respirasi
5 Posisi : Supine
6 Teknik : Intubasi dengan ETT No. 5, nkk, Cuff (+) 5 ml, dan
menggunakan guedel
7 Anestesi dengan : Induksi : Propofol 40 mg pada General Anastesia.
Maintenance : O2 (3 lpm), N2O (3,5 lpm), Isoflurane
(1,5%)

4
8 Relaksasi : Vecuronium 2 mg
9 Obat-obat an selama operasi :
Medikasi
Propofol 40 mg iv
Fentanyl 25 mcg iv
Sulfas Atropine 0,5 mg iv
Midazolam 1,5 mg iv
Vecuronium 2 mg iv
Dexametason 10 mg iv
10 Jenis cairan : Ringer Lactate 600cc
11 Jumlah cairan yang masuk selama operasi
Kristaloid = 600 cc (RL 500 cc)

12 Perdarahan selama operasi : 50cc


13 Urin selama operasi : -

Keadaan selama operasi

TD : 119/60 mmHg

Nadi : 140 x/menit

Pernafasan : 28x/menit

Suhu : 36 oC

SpO2 : 100%

Pada pukul 18.35 operasi dimulai, pasien tidur dengan posisi tidur terlentang
dengan General Anestesi. Dilakukan insisi oerasi transversa di titik Mc Burney. Rongga
abdomen dibuka dan keluar cairan kuning keruh, identifikasi usus buntu dan didapatkan
appendiks oedem sekitar dinding terdapat pus, hiperemis ukuran 7cm x 1 cm, kinking,
kemudian dilakukan appendectomy, operasi selesai pada pukul 19.50

Pada monitoring selama operasi, didapatkan TD: 98/40 119/60, SpO 2 100,
HR: 124-125 x/menit, RR : 20-24x/menit,

Pasien dipindah ke ruang perawatan pada pukul 19.20, dengan TD : 100/60


mmHg, RR : 20x/menit, HR : 100x/menit, Suhu : 35,7 C dan STEWARD SCORE (5)

5
BAB II

Anestesi Pada Anak

II. Anatomi dan Fisiologi

A. Sistem Pernafasan.
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang
dewasa. Pada orok dan bayi antara 30 - 40 x semenit. Tipe pemafasan; orok, dan
bayi ialah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua bagian ini
memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. . Paru-paru lebih mudah rusak
karena tekanan ventilasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan
pneumotoraks, atau pneumomediastinum.4 Laju metabolisme yang tinggi
menyebabkan cadangan oksigen yang jauh lebih kecil; sehingga kurangnya
kadar oksigen yang tersedia pada udara inspirasi, dapat menyebabkan terjadinya
bahaya hipoksia yang lebih cepat dibandingkan pada orang dewasa. Neonatus
tampaknya lebih dapat bertahan terbadap gangguan hipoksia daripada anak
yang besar dan orang dewasa, tetapi hal ini bukan alasan untuk mengabaikan
hipoksia pada neonatus .4
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan
dewasa.2
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar

6
2. Laring yang letaknya lebih anterior setinggi CIII- CIV
3. Epiglottis yang lebih panjang dan kecil seperti U
4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

Variable Anak-anak Dewasa


Frekuensi pernafasan 30-50 12-16
Tidal Volume ml/kg 6-8 7
Dead space ml/kg 2-2.5 2.2
Alveolar ventilation 100-150 60
FRC 27-30 30
Konsumsi Oxygen 6-8 3
Tabel 1. Perbedaan fisiologi pernafasan pada anak dan dewasa2
B.
Sistem Kardio-Sirkulasi
Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 x
permenit. Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih
dominan. Kadar hemoglobin orok tinggi (16-20 gr%), tetapi kemudian
menurun sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal)
menjadi HbA (adult). Jumlah darah bayi secara absoluts sedikit, walaupun
untuk perhitungan mengandung 90 mililiter berat badan Karena itu perdarahan
dapat menimbulkan gangguan sistem kardiosirkulasi. Dan juga duktus
arteriosus dan foramina pada septa interatrium dan interventrikel belum
menutup selama beberapa hari setelah lahir. 4

Umur Heart Rate Tekanan Systolic Tekanan Diastolic


Preterm 1000g 130-150 45 25
Baru lahir 110-150 60-75 27
6 bulan 80-150 95 45
2 tahun 85-125 95 50
4 tahun 75-115 98 57
8 tahun 60-110 112 60
Tabel 2. Perbedaan heart rate, dan tekanan darah pada pediatric berdasarkan umur
Bayi bersifat poikilotennik, karena luas permukaan tubuhnya relative
lebih luas dibanding orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya
hipotermia pada lingkungan yang dingin, dan hipertermia pada lingkungan
yang panas. Disamping itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus belum
berkembang dengan baik1,6,7

C. Cairan tubuh.

7
Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat
badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% clan setelah dewasa
menjadi 55-60 %. Cairan ekstrasel orok ialah 40% dari berat badan,
sedangkan pada dewasa ialah 20%. Pada Tabel 4. dapat dilihat perbedaan
EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur.

Umur EBV
Premature 90-100cc/kg
Baru lahit 80-90 cc/kg
3 bulan-1 tahun 70-80 cc/kg
>1tahun 70 cc/kg
Dewasa 55-60 cc/kg
Tabel 3. Estimate Blood Volume

II. Penerapan Anestesi Pada Pediatri


1. Tahap Pra Bedah
Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam
sebelum tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita .sangat
penting untuk memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesia
yang akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita mengadakan penilaian tentang
keadaan. umum, keadaan fisik dan mental penderita.
1.1 Premedikasi pada anak
Anak-anak dan orang tuanya sering merasa cemas saat-saat pre
operatif. Kecemasan saat pre-operasi dapat bervariasi dengan berbagai macam
cara. Sesuai dengan umurnya, bentuk-bentuk kecemasan ini dapat berupa
verbal atau tingkah laku. Menangis, agitasi, retensi urine, nafas dalam, tak
mau bicara, pernafasan dalam, merupakan bentuk dari anak yang cemas.
Kecemasan ini dapat mencapai puncaknya saat induksi anestesi. Ada berbagai
cara untuk menekan kecemasan pre-operatif ini.
Tujuan dan definisi dari premedikasi ini bervariasi pada tiap tenaga
medis, dan pasien dan orangtuanya memiliki persepsi sendiri terhadap arti
5,7
premedikasi . Bagi tenaga medis, premedikasi berfungsi untuk pendekatan
psikologis memberikan penjelasan pada pasien dan keluarganya, tentang apa

8
yang akan dilakukan sebelum dan sesudah operasi beserta yang akan terjadi
kemudian. Dan juga untuk memisahkan sang pasien dari orang tuanya dengan
tenang pada saat akan dilakukan operasi, dan juga penggunaan obat-obatan
analgesi dan hipnotik yang bertujuan untuk membuat amnesia ataupun
mengurangi nyeri post operasi. Tujuan lainnnya dapat berupa menekan biaya
obat yang akan digunakan, anti emesis, memudahkan saat induksi, dan hal-hal
lain yang tak diinginkan.
1.1.1. Indikasi , Keuntungan dan Kerugian pada Premedikasi
Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi
untuk membuat mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di
bawah ini:
a. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya
sehingga menjadi terlalu takut akan ketidaknyamanan akan
perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya.
b. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan
dari orang tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa
kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan
menguntungkan.
c. Anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan
karena keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan orang
tua berperan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan
sang anak saat induksi.
d. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada
usaha perlawanan dari ataupun sikap tidak kooperatif, atau
menangis dari sang anak.
e. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja
sering merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya,
kematian.

1.1.2 Cara Pemberian Obat


Banyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral dan rectal
merupakan cara yang sering dipilih. Meskipn begitu, bukan berarti kedua
cara di atas merupakan cara yang paling aman, dimana tidak dapat
diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas dan substansi first past
effect.
a. Cara Oral
Biasanya merupakan cara yang paling dapat diterima. Hal-hal
yang perlu diperhatikan berupa jumlah obat , onset, durasi, tingkah

9
laku selama penyembuhan, interaksi dengan obat lain, dan efek
samping. Kadang kala anak membuang kembali obat yang telah
ditelan. Biasanya ini terjadi karena kurang kooperatifnya anak
ataupun kurang lembutnya sikap sang premedikator. Obat-obat
yang sering digunakan per-oral dapat dilihat pada table 5. 5
Nama Obat Agen Cara Dosis Onset Efek
Pemberian (menit)
Benzodiazepin Midazolam Oral 0,3- 15-30 Depresi system
Diazepam Nasal 0,7mg/kgBB 5-10 pernafasan,
0,1- eksitasi
0,2mg/kgBB postoperative
Eksitasi
Dissosiatif Ketamin Oral 3-8mg/kgBB 10-15 Eksitasi
IM 2-5mg/kgBB 2-5 Meningkatkan TD,
tekanan intra
cranial meningkat
Opioids Morfin IM 0,1-0,2 15-30 Depresi system
Meperidin IM mg/kgBB 15-30 pernafasan
Fentanil Oral 0,5-1 5-15 Depresi system
mg/kgBB pernafasan
10-15 Depresi sitem
g/kgBB pernafasan
Barbiturat Pentobarbital Oral 3mg/kgBB 60 Eksitasi
Tiopental Rectal 30mg/kgBB 5-10 postoperative yang
memanjang
Depresi system
pernafasan,
Eksitasi
postoperative yang
memanjang
Antikolinergik Atropin Oral 20g/kgBB 15-30 Flushing
Scopolamin IM 20g/kgBB 5-15 Mulut kering
IV 10- 30 Rasa gembira
IM 20g/kgBB 15-30 Halusinasi
20g/kgBB

10
H2 Antagonis Cimetidine Oral 7,5mg/kgBB 60
Ranitidine Oral 2 mg/kgBB 60
Keterangan : IM : Intra Muscular
IV : Intra Vena
TD : Tekanan Darah
Tabel 5. Nama obat-obat premedikasi, dosis, cara pemberian dan efeknya 5

a Midazolam
Obat makan yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan adalah 0,05-
0,1mg/kgBB. Dosis ini hampir selalu efektif dan mempunyai batas aman yang
luas. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah pemberian.
5
Patel dan Meakin telah membandingkan midazolam oral dan diazepam-
droperidol sampai trimeprazine, dan mendapatkan hasil yang lebih baik pada pre-
operatif dan post-operatif pada midazolam dalam menghilangkan kecemasan dan
menimbulkan efek sedasi.
b Fentanyl
Telah banyak berhasil digunakan. Memiliki efikasi yang sama dengan obat
oral cair meperidine, diazepam dan atropine. Namun efek samping yang tak dapat
diramalkan berupa depresi pernafsan, pruritus dan mual muntah merupakan
kerugian sehingga tidak diterima secara universal. Dosis 1-3g/kgBB,
analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit karena itu hanya dipergunakan
untuk anesthesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.
c Sulfas Atropin
Atropin lebih unggul dibandingkan skopolamin untuk mengendalikan
bradikardia dan aritmia lainnya terutama pada bayi usia kurang dari 6 bulan.
Biasanya bradikardia timbul karena manipulasi pembedahan atau karena obat-
obat anestesi seperti halotan dosis tinggi dan suksinilkolin. Sedangkan apabila
diharapkan mengurangi sekresi liur (drying effect) yang disertai dengan efek
sedasi dan amnesia maka dipilih skopolamin.
Sulfas Atropin berguna untuk mengurangi sekresi lender dan mengurangi efek
bronkial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat
anestesi atau tindakan operasi. Dalam dosis 0,5 mg, atropin merangsang N. Vagus
dan takikardi. Pada dosis yang besar sekali, atropin menyebabkan depresi napas,
eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi. Pada orang muda efek samping mulut
kering, gangguan miksi, meteorisme. Pada orang tua dapat terjadi sindrom

11
demensia. Keracunan biasanya terjadi pada anak-anak karena salah menghitung
dosis. Dosis yang digunakan adalah 0,02-0,003 mg/kgBB.

b. Cara Nasal
Premedikasi Intranasal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tetes
dan inhalasi. Dosis yang tepat tentu diperlukan dan onset yang berulang dapat
dicapai jika cara nasal digunakan. Namun, pasien biasanya akan merasakan
rasa yang tidak nyaman, meskipun hanya sebentar. Sewaktu midazolam
100g/kgBB intranasal dibandingkan dengan 10g/kgBB afentanyil
intranasal, efek sedasi yang didapatkan sama, namun tidak ditemukan rasa
hidung terbakar pada anak-anak yang menerima alfentanil, dimana 70% dari
anak-anak yang mengunakan midazolam merasakan rasa hidung terbakar 5

c. Cara Rectal
Cara ini kadangkala bergantung pada sang ahli anestesi sendiri. Telah
dilaporkan bahwa cara rectal merupakan cara yang popular di
Eropa,sedangkan di Negara-negara lain tidak 5Cara rectal telah dibandingkan
5
dengan midazolam oral oleh Khazin dan Ezra yang menemukan bahwa
keduanya sama efektif, namun cara rectal lebih di toleransi. Pada anak
dewasa, cara rectal tidak begitu dianjurkan karena alas an estetika dan
volume yang dibutuhkan untuk menghantarkan dosis yang adekuat.

d. Cara Intramuskular dan Subkutan


Cara ini tidak begitu dianjurkan mengingat anak-anak sangat takut
denga jarum, dan bahkan dapat membuat rasa ketakutan yang berlebih pada
tindakan tindakan selanjutnya. Keuntungan cara ini adalah tidak
dibutuhkannya sikap kooperatif dari pasien , dan tanpa harus
mengkhawatirkan pasien tersebut memuntahkan kembali obat yang telah
diberi secara oral 5
e. Cara Sublingual
Meskipun cara ini memiliki keuntungan , yaitu onset yang lebih cepat,
namun tidak begitu popular karena sulit memberikannya pada anak yang
tidak kooperatif.

1.1.4 Puasa
Merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak. Dulu pentingnya
puasa tidak begitu diapresiasi dengan baik. Namun setelah ada laporan bahwa
regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada anak yang tidak

12
dipuasakan, akhinya puasa menjadi suatu persiapan pre operasi yang mulai
banyak digunakan 5
Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor, seperti jenis
operasi, waktu makan terakhir samapi terjadinya cedera (pada operasi
emergensi), tipe makanan, dan pengobatan yang diberikan pada pasien sebelum
operasi.
Tipe makanan Rekomendasi lama puasa
Cairan jernih
Pasien sehat Minimum 2 jam

Pasien sakit Minimum 4 jam


Penganganan tersendiri (pasang NGT, dll)
Operasi emergensi
Susu
ASI Minimum 4 jam

Susu non ASI Minimum 6 jam


Padat
Operasi elektif 1 hari sebelum operasi

Operasi emergensi Penanganan tersendiri


Tabel 6. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah dikutip dari 5

1.1.5 Induksi Pada Pediatri


Cara induksi pada pasien pediatric tergantung pada umur, status fisik
,dan tipe operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan
taktik tersendiri dalam menginduksi pasien pediatric, namun juga harus
memiliki rencana kedua jika rencana pertama gagal dilakukan yang mungkin
disebabkan oleh situasi klinik tertentu.
Namun, apapun jenis situasi klinik yang dialami, tujuan dari induksi adalah
sama, yaitu 5:
Memisahkan sang pasien dari orangtuanya sebisa mungkin
Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan induksi
Induksi yang berjalan mulus tanpa komplikasi apapun
Pencapaian dan pemantauan system respirasi, kardiovaskular, dan cairan
yang stabil selama induksi
Tercapainya efek hipnotik, sedative dan relaksasi

1.1.6 Persiapan induksi


Ahli anestesi harus memiliki informasi yang adekuat dari pasien yang
akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis pembedahan,

13
apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak)
pasien.
Dari informasi ini, tentu dapat dipersiapkan keperluan-keperluan
seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif,
ventilasi, dan perawatan intensif yang memadai. Jika hal-hal ini telah
terpenuhi, tentu intubasi akah berjalan dengan lancar dan dengan komplikasi
yang minimal. Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi 5:
Persiapan kamar operasi
Rencana untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien
Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
Obat adjuvant untuk induksi anestesi
Monitoring pasien
Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam
situasi klinik yang tak terduga.

1.1.7 Penggunaan klinik dari agen-agen induksi


Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil
mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.
Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau
pada yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau
campuran N20 dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula
rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5
vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa
sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan
ke muka penderita. N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini
bersifat anestetik lemah, tetapi analgesik kuat.
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik
atau subanestetik menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen,
tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial.
Digunakan dengan dosis untuk induksi, ditingkatkan bertahap dari
0,5% - 3% dalam oksigen atau dinitrogenmonoksida-oksigen.
Induksi intravena.

14
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau
pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya
dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg
pada anak.Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV.
Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular. 1
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam
menangani vena yang kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton
3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi
disertai dengan campuran kaya oksigen disertai atau tanpa nitrogen
oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus menggunakan
kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering
dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan,
sehingga seringkali tidak disediakan.
Propofol digunakan baik untuk anestesi induksi maupun
pemeliharaan sebagai bagian dari teknik anestesi intravena total atau
anesthesia berimbang, dan merupakan anestetik terpilih untuk bedah
rawat jalan. Penggunaan propofol untuk menimbulkan sedasi pada
anak kecil dalam kondisi kritis dapat menyebabkan asidosis berat bila
terdapat infeksi pernapasan, dan mungkin juga menyebabkan sekuele
neurologik setelah obat diberhentikan, setelah pemberian intravena,
distribusi terjadi dengan waktu paruh 2-8 menit dan waktu
pembuangan (redistribution half-life) propofol kira-kira 30-60 menit.
Dosis pemberian 2,5-3,5 mg/kgBB. Propofol menyebabkan penurunan
tekanan darah yang nyata selama induksi anestesi melalui penurunan
tahanan arteri perifer dan vasodilatasi.
II. Intubasi.
Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anakanak dengan berat badan
kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya. Risiko stridor meningkat karena
pembengkakan mukosa pada saluran pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh
pipa, perala tan atau uap. Pipa tak bertutup yang cukup kecil untuk pengeluaran
gas dapat dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghentikan cairan melalui
pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg
tidak dapat mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit,
sehingga hams diberikan ventilasi. 4

15
Para ahli anestesi harus memutuskan antara penggunaan masker anestesi
dan intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa bantuan
relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat kelainan saluran
pernapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi sampai pipa dapat
disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung. Jika terdapat keraguan
tentang kemampuan saluran pernapasan untuk dilalui pipa, seorang ahli anestesi
harus memperlibatkan bahwa ia dapat memberikan ventilasi pada paru
menggunakan kantong, dan masker sebelum membuat penderita menjadi lumpuh
dengan relaksan otot
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala
bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis
padajalan nafas bagian atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah
lurus pada bayi.
Blade laringkoskop yang lebib kecil digunakan untuk anak, jenisnya
tergantung pada pilihan ahli anestesi dan adanya gangguan saluran pernapasan.
Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat dibengkokkan tidak
digunakan di bawab nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila
diperlukan. Daerah aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah
pita suara
Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau
diperkirakan akan menjumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi
sadar pada neonatus usia kurang dari 10-14 hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan
meningginya tekanan intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan
dalam otak akibat laringoskopi dan intubasi.
Lebih digemari intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot.
Kalau tidak menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam
lalu diberikan analgesia topikal barn dikerjakan intubasi. Dengan pelumpuh otot
digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB secara intravena setelah bayi/anak
tidur.
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff.
Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau
jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea
.sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung.
Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi cukup
bulan 2.5-3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail tahun 4.5 mm. Untuk
usia diatas 1 tahun digunakan minus sebagai berikut: Garis tengah bagian dalam

16
pipa trakea ialah : umur dalam tahun /4+ 4. 5 mm. Pilihlah pipa trakea yang paling
besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada tekanan inspirasi 20-25
mm H2O terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut faring
untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat.
Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma,
perdarahan adenoid dan infeksi.
Peralatan dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-
Jackson Rees harus digunakan. Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena
daerah permukaan kulit yang luas dibandingkan massa tubuhnya, perkembangan
system pengaturan suhu yang belum berkembang, dan lemaknya masih
merupakan penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah sekurang-kurangnya
22C (75F), selimut, dan kasur hangat digunakan
III. Tahap Intra Bedah
III.1 Pemeliharaan anestesia.
Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas
kendali. Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pacta bayi hanya
untuk tindakan ringan yang tidak lama.
Gas anestetika yang umum digunakan adalah N2O dic;ampur dengan
O2 perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N2O mempunyai sifat
analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering
dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran.
Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat
diatas 10 kg .Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg.
Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan
dan diberikan secara sedikit demi sedikit.
Vekuronium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang
baru dan merupakan homolog pankuronium bromide yang berkekuatan lebih
besar dengan lama kerja yang singkat. Tidak memiliki efek akumulasi
berulang atau kontinyu per infus. Tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskular yang bermakna. Dosis : 0,1mg/kgBB/IV, mulai kerja terjadi
pada menit ke 2-3 dengan lama kira-kira 30 menit. Sekitar 50-60% dosis
injeksi vekuronium dieliminasikan melalui empedu.
Infus.
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan
banyaknya cairan yang hilang. Untuk bedah kecil, ringan sebentar dengan perdarahan
yang sangat minimal tidak diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah

17
pembedahan diperbolehkan mmum. Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka
untuk memasukkan obat-obatan pacta waktu anestesia, atau kalau diperlu kan infus
segera dapat diberikan. Biasanya dipasang semprit berisi NaCI fisiologis dengan
jarum sayap
Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu
puasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-
sebab lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya.
Besamya cairan yang hilang akibat trauma bedah/anestesia yang hams diganti
menurut Lockhart1 Cairan yang seharusnya masuk,karena puasa harus dtganti.
Misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan.dasar 2,.4 jam.
Cara menggantinya sebagai berikut:
Pada jam I diberikan 50% nya
Pada jam II diberikan 25% nya
Pada jam III diberikan 25% nya
Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan
kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan1:
1. Mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum
dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya
kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang
menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain penutup dan lain-
lain.
2. Mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada
neonatus harus diganti dengan darah.

IV. Tahap Pasca Bedah


IV.1 Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan
pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan
rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan
prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi nafas
oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-0,4mg
secara titrasi.
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar
benar, anggota badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan

18
adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebab
kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam
keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis.
Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik
dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi

IV.2 Perawatan di Ruang Pulih.


Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita
dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah,
walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya.
Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya
menurut Steward1 . Jika jumlah >5 boleh dipindahkan ke ruangan
Pergerakan Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Pernapasan Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan napas 1
Perlu bantuan 0
Kesadaran Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0

V. Komplikasi
Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk
mengalami komplikasi pada anestesi pediatric. Biasanya hal ini dapat
ditanggulangi dengan acetaminophen 2
Mual dan munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada
pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu erat,
sehingga mukosa trachea menjadi bengkak.
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi.
Biasanya terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat
digunakan, bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.

19
III
PEMBAHASAN

Penatalaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila dibandingkan dengan


dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mendasar antara anak dan dewasa
meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon farmakologi dan psikologi disamping prosedur
pembedahan yang berbeda pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang mendasar, tetapi
prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan, keamanan, kenyamanan, dan perhatian yang
seksama baik pada anak maupun dewasa adalah sama.
Obat anestesi yang digunakan untuk premedikasi adalah sulfas atropine 0,5mg, sesuai
yang disarankan untuk pemberian SA pada anak terutama dalam kasus ini Dosis minimal
0,1mg dan maximal 0,5mg (0,02-0,03mg/kgbb), SA diberikan karena terjadi peningkatan
aliran dari saliva dan aliran saliva pada anak laki-laki lebih tinggi dikarenakan ukuran
kelenjar saliva pria lebih besar. SA juga dapat mecegah efek bradikardia pada pemberian
fentanyl, walaupun efek fentanyl terhadap jantung minimal. Pemberian propofol juga dapat
menurunkan tekanan darah dan sedikit perubahan nadi, maka dari itu pemberian
antikolinergik dianjurkan sebelum pemakaian propofol.
Midazolam 1,5 mg diberikan untuk pemedikasi, obat golongan ini sangat spesifik
untuk menghilangkan rasa cemas, dosis yang dianjurkan adalah 0,05-0,1mg/kgbb, dosis yang
sudah diberikan pada pasien ini sesuai dengan dosis anjuran, kelebihan dari pemberian
midazolam yaitu tidak menimbulkan rasa nyeri pada penyuntikan (IV/IM) sehingga membuat
anak lebih nyaman.
Premedikasi yang diberikan juga pada anak tersebut adalah Fentanyl 25 mcg,
pemberian tersebut sudah berdasarkan dosis anjuran yaitu 1-3g/kgBB (17-51 g). Fentanyl
dapat menimbulkan flushing dan rasa panas di kulit yang kadang disertai rasa gatal dan
berkeringat. Pruritus yang dipicu oleh golongan opoid tampaknya lebih sering melalui
pemberian parenteral. Pada kasus ini anak tersebut mengalami bitnik-bintik kemerahan,
namun, belum jelas diketahui penyebabnya, karena kemerahan tersebut ditemukan saat pasien
sudah berada di meja operasi sebelum di berikan fentanyl. Untuk mengatasi hal tersebut
akhirnya diberikan dexametason 10mg, dosis tersebut sudah sesuai untuk menanggulangi
peradangan ataupun alergi. Dosis anjurannya adalah (0,1-0,5 mg/kgbb iv).
Penggunaan obat induksi general anastesi dalam kasus ini menggunakan propofol 40
mg. Propofol digunakan untuk dosis induksi yaitu 2,5-3,5 mg/kgBB (42,5-59,5mg). Pada

20
penyuntikannya propofol dapat menimbulkan nyeri, nyeri tersebut dapat diminimalkan
dengan pemberian lidokain sebelumnya.
Relaksan yang digunakan pada kasus ini adalah vecuronium 2mg, Penggunaan
vecuronium dalam anestesi adalah memudahkan intubasi, membuat relaksasi otot selama
pembedahan meskipun hanya anestesi ringan dan menghilangkan spasme laring. Dosis yang
diberikan pada kasus ini sudah sesuai yaitu 0,1mg/kgbb (1,7mg). dengan durasi 45-90 menit.
Maintenance diberikan dengan O2, N2O dan Isoflurane dengan perbandingan 3 : 3 :
1,5%. Sesuai untuk maintenance kombinasi dari N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% ; 30%, atau
50 % ; 50%, Pada system saraf pusat, N 2O pada konsentrasi 25% menyebabkan sedasi
ringan, efek analgetik timbul pada konsentrasi 27%. Pada konsentrasi 50% menimbulkan
analgesi setara dengan analgesi yang ditimbulkan oleh morfin. Pemberian anestesia dengan
N2O harus disertai O2 minimal 25%.. Isoflurans merupakan cairan yang tak berwarna dan
berbau tajam dan dapat menimbulkan spasme ataupun iritasi jalan napas sehingga membuat
induksi tidak nyaman. Pemeliharaan anestesi antara 1-2,5% dengan kombinasi N 2O dan O2.
Pemberian sevofluran lebih dianjurkan pada anak karena zat ini merupakan cairan jernih,
tidak berwarna, berbau enak, dan tidak iritatif.
Pada pasien ini sebelum dilakukan anestesi adalah 100cc dengan larutan kristaloid
(Ringer Laktar), kemudian diberikan 500cc RL pada saat anestesi berlangsung, total cairan
yang didapat adalah 600cc. Kebutuhan cairan peri operatif pada pasien ini terdiri dari
kebutuhan pengganti puasa + cairan maintenance + stress operatif + perdarahan. Pasien ini
dipuasakan selama 7 jam maka diberikan cairan sebanyak 378cc, ditambah dengan
maintenance yaitu 54 cc, stress operatif termasuk ringan (4cc/kgbb/jam) yaitu 68 cc,
ditambkan perdarahn yang dialami pasien sekitar 50 cc dan digantikan dengan cairan
kritaloid 150 cc. Jadi total kebutuhan cairan pada anak tersebut sekitar 650 cc.

21
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien anak berusia 6 tahun dengan berat badan 17 kg ini didiagnosis appendicitis
acute, akan dilakukan tindakan Appendectomy dengan teknik anetesi yang digunakan adalah
General Anestesi (GA) dengan Intubasi menggunakan ETT No. 5, kingking, cuff +. Status
fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA 2E

Obat anestesi yang digunakan untuk premedikasi adalah sulfas atropine 0,5mg,
midazolam 1,5 mg, dan fentanyl 2,5 mcg, untuk induksi general anastesi menggunakan
propofol 40 mg, relaksan vecuronium 2mg, maintenance dengan O2, N2O dan Isoflurane, lalu
dilanjutkan dengan pemberian dexametason 10 mg, semua indikasi dan dosis pemberian pada
anak tersebut sudah sesuai.

Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu


anestesiolog mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, agar dapat bekerja
dengan aman. Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan
intravena Ringer Laktat. Teknik yang digunakan pada pasien ini sudah sesuai dengan indikasi
General Anastesi pada tindakan Appendectomy. Pada monitoring, didapatkan Tekanan darah
SpO, HR, Suhu stabil, tidak ada permasalahn selama operasi berlangsung.

Pasien dipindah ke ruang perawatan pada pukul 19.20, dengan TD : 100/60 mmHg,
RR : 20x/menit, HR : 100x/menit, Suhu : 35,7 C dan STEWARD SCORE (5)

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan


Terapi Intensif FKUI.

2. Pediatric Anesthesiolgy:The Basics. http://www.anesthesia.wisc.edu/ med3/ Peds/


pedshandout.html. accessed on March 10th, 2014.

3. Anatomy of The Respiratory System. http://www.ohsuhealth.com/dch/ health/


respire/acute_lower_bronchio. Accessed on March 10th, 2014.

4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Pudjiadi A, Latief A, Budiwardhana N. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat:


Sedasi dan Analgesia. Unit Kerja Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia 2013.

6. Parent Present Induction. http://www.archildrens.org/


medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. accessed on
March 10th, 2014.

7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. http://anesthesia.stanford.edu/


kentgarman/ clinical/ped%20orient. Accessed on 9th March, 2014

23

Anda mungkin juga menyukai