Manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki akal, senantiasa
berusaha mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Pada awalnya, semua pengetahuan manusia yang mencakup segala usaha pemikiran mengenai manusia dan alam sekitarnya termasuk masyarakat menjadi satu dalam filsafat. Akan tetapi, sejalan dengan semakin kompleksnya pemikiran manusia, maka terjadilah spesialisasi. Filsafat alam berkembang menjadi berbagai cabang ilmu, seperti astronomi, fisika, kimia, biologi, dan geologi. sedang filsafat kejiwaan dan filsafat sosial berkembang menjadi psikologi dan sosiologi. Pada saat sosiologi masih dianggap bernaung didalam ilmu filsafat dan disebut filsafat sosial, materi yang dibahas tidak bisa disebut sosiologi seperti yang kita kenal seperti sekarang ini. Ada beberapa ilmuwan yang mengembangkan filsafat sosial, diantaranya adalah Plato (429-347 SM) yang membahas tentang unsur-unsur dan sosiologi negara. Sedangkan Aristoteles (384-322 SM) membahas tentang unsur-unsur sosial yang hubungan dengan etika antara individu satu dengan individu yang lain. Menurut Durkheim Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan which is general over the whole of a given society whilst having an existence of Us own, independent of its individual manifestations bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi- manifestasi individual. Sehingga fakta sosial yang berada dalam masyarakat saat ini yang sesuai dengan definisi Durkheim misalnya seorang yang menggunakan atribut yang dilarang negara seperti palu arit (lambang PKI) apabila diketahui oleh polisi maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini menandakan bahwa peraturan yang berlaku berada di luar individu, berlaku bagi setiap individu yang berarti universal di wilayah atau negara itu, serta memaksa individu tersebut untuk bertindak yang seharusnya. Hal ini menunjukkan bahwa Durkheim memberikan definisi agar sosiologi terpisah dari ilmu filsafat dan psikologi. Durkheim berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada individu, namun mesti di pelajari sebagai realitas mereka. Durkheim menyebut fakta sosial dengan istilah latin sui generis, yang berarti unik. Istilah tersebut digunakan Durkheim untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual. Jika fakta sosial dianggap bisa dijelaskan dengan merujuk pada individu, maka sosiologi akan tereduksi menjadi psikologi. Pengaruh aliran filsafat dan psikologi sudah mulai hilang ketika Emile Durkheim untuk pertama kalinya menggunakan metode riset ilmiah dalam mengkaji informasi demografi dari berbagai negara, dan mempelajari hubungan antara angka bunuh diri yang ada di negara- negara itu dengan faktor agama dan status perkawinan, maka sosiologi benar-benar lepas dari pengaruh filsafat. Dalam penelitiaanya, masyarakat Kristen Protestan memiliki tingkat angka bunuh diri lebih tinggi dibanding masyarakat Katolik. Diantara kedua ajaran agama tersebut pasti tidak bisa membenarkan tindakan tersebut, tapi ada perbedaan yang cukup menarik. Masyarakat Protestan lebih memberikan kebebasan dalam berpikir dan bertindak kepada penganutnya, bagi agama ini manusia adalah pemilik utama dirinya sendiri sebelum Tuhan. Sedangkan masyarakat Katolik tingkat integritasnya sosianya relatif lebih kuat, dimana para pendeta menjadi perantara masyarakat dengan Tuhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kuat ikatan sosial didalam masyarakat, maka rata-rata tingkat bunuh diri semakin rendah. Durkheim mencoba menghubungkan masalah perilaku individu seperti bunuh diri dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial) maka ia akan dapat menciptakan alasan yang meyakinkan tentang pentingnya disiplin sosiologi. Durkheim sendiri memberikan beberapa contoh tentang fakta sosial , termasuk aturan legal, beban moral, dan kesepakatan sosial. Dia juga memasukan bahasa sebagai fakta sosial, dan menjadikannya contoh yang paling mudah dipahami. Pertama bahasa adalah sesuatu yang harus dipelajari secara empiris. Kedua bahasa adalah sesuatu yang berada di luar individu. Meskipun individu menggunakan bahasa, namun bahasa tidak dapat didefinisikan atau diciptakan oleh individu. Ketiga, bahasa memaksa individu. Bahasa dapat membuat sesuatu itu sulit dikatakan. Terakhir, perubahan dalam bahasa dapat dipelajari dengan fakta sosial lain dan tidak bisa hanya keinginan individu saja. Sebagai contoh, seorang balita yang baru belajar bicara, akan diajar dan dituntun orang tuanya untuk mengucapkan perkataan atau bahasa yang sama digunakan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak manusia lahir dia telah dibentuk oleh lingkungan sosial dimana ia di didik dan diharusi untuk mengikuti aturan main yang berlaku pada lingkungan sekitarnya itu, atau boleh dikata kebebasan manusia kecil ini sama sekali tidak ada subjektifitas dalam dirinya karena dia sama sekali tak bisa melepaskan diri dari aturan tersebut. Artinya, fakta sosial mempunyai kekuatan untuk memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh semua fakta sosial. Dari karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa fakta sosial menagarahkan pada sesuatu yang ada diluar individu yang sifatnya memaksa, seperti norma yang berlaku. Dengan kata lain, fakta sosial seperti tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang berpedoman dengan norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain.