Anda di halaman 1dari 16

Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN FUNGSI TIROID

Pada pemeriksaan penunjang, dianjurkan pemeriksaan fungsi tiroid.


American Thyroid Association menganjurkan pemeriksaan fungsi tiroid pada
neonates untuk mengetahui secara dini apakah bayi menderita hipotiroidisme
serta mencegah bayi dari efek kekurangan hormon tiroid tersebut di
kemudian hari.

Bentuk pemeriksaan fungsi tiroid yang diperlukan ialah pemeriksaan kadar


Thyroid Stimulating Hormon (TSH) serta kadar T4 bebas. Pada bayi yang
baru lahir kadar TSH berkisar antara 1.3 - 19 IU/mL, kemudian menurun
menjadi 0.610 IU/mL saat berusia 10 minggu, 0.47.0 IU/mL saat 14
minggu dan terus menurun saat remaja dan dewasa menjadi 0.44.0 IU/mL.
Sedangkan kadar T4 pada bayi baru lahir adalah 13,4 19,8 g/100 ml dan
akan menurun saat bayi berusia 7 10 hari yaitu sekitar 10,4 18,4 g/100
ml.1,2

Pada hipotiroid primer didapatkan penurunan kadar hormon tiroid (T4 dan
T3) serta peningkatan kadar TSH. Peningkatan kadar TSH ini terjadi karena
feedback negatif akibat penurunan kadar hormon tiroid. Pada kondisi
subklinis dimana gejala klinis belum terlihat didapatkan peningkatan kadar
TSH, namun kadar hormon tiroid masih dalam batas normal.

Pada hipotiroidisme sekunder dan tersier didapatkan kadar TSH dan hormon
tiroid bebas yang rendah. Bila mendapatkan hal ini, maka perlu dilakukan tes
provokasi dengan memberi TRH. Pada hipotiroidisme sekunder tidak
didapati peningkatan kadar TSH, sedangkan pada hipotiroidisme tersier akan
didapati peningkatan kadar TSH.3

Diagnosis Kerja
Hipotiroid kongenital merupakan suatu kelainan dimana jumlah hormon
tiroid berada pada level dibawah normal berupa defisiensi hormon tiroid
(tiroksin dan triiodotironin) yang diderita sejak lahir. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh gangguan primer di kelenjar tiroid, gangguan di
hipotalamus dan pituitari, kurangnya iodium serta pemakaian bahan
goitrogenik oleh ibu selama masa kehamilan. Gambaran klinis yang
terlihat adalah didapatkan bayi dengan wajah tipikal (ekspresi bodoh)
dengan pembesaran lidah/makroglosi dan fontanela major/frontal dan
atau fontanella occipital yang terbuka lebar. Bayi umumnya mengalami
ikterus fisiologis lebih dari tiga hari, yang di kemudian hari diikuti
dengan hambatan perkembangan motorik dan mental. Selain itu juga
didapati gagguan perkembangan bicara. Bayi dan anak dengan
hipotiroidisme umumnya terlihat kurang aktif dibandingkan dengan
sebayanya.3
Berbagai bentuk pemeriksaan seperti antropometri, tes denver, skor apgar
hipotiroid, uji tapis dan radiologi dapat membantu diagnosis penyakit ini
selain mengacu pada gejala klinis yang tampak.
Diagnosis Banding
Ada beberapa keadaan yang dapat dibandingkan dengan hipotiroidisme
kongenital, yaitu:
1. Hipotiroidisme didapat
Hipotiroidisme didapat/accuired merupakan kekurangan kadar
hormon tiroid yang terjadi setelah kelahiran. Penyebabnya adalah
tiroiditis, pemakaian obat anti tiroid, tiroidektomi dan kelainan
hipofisis. Sedangkan ada juga jenis hipotiroidisme idiopatik dimana
terjadi reaksi autoimun. Pada hipotiroidisme didapat bisa ditemukan
intoleransi terhadap dingin, kekerdilan, gangguan perkembangan
motorik dan mental, miksudema serta dapat disertai dengan goiter
maupun tidak disertai dengan goiter. Pada hipotiroidisme didapat,
anak umumnya akan bertambah berat badan namun tidak disertai
pertambahan tinggi badan. Gangguan pertumbuhan terjadi pada usia
sekolah. Kurva pertumbuhan juga merupakan suatu alat yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis kelainan ini. Pada hipotiroidisme
kongenital, didapati gangguan pertumbuhan dari bulan-bulan awal
kehidupan, sedangkan pada hipotiroidisme didapat gangguan
pertumbuhan ini cenderung terjadi pada usia sekolah.4
2. Sindrom Down
Merupakan kelainan dimana didapatkan 1 tambahan kromosom 21.
Seperti pada hipotiroidisme kongenital, bisa didapati adanya retardasi
mental, hambatan pertumbuhan, hipotonia dan makroglosi. Namun
ada beberapa hal lain yang menyertai sindrom Down yang tidak
ditemukan pada hipotiroidisme kongenital, seperti bentuk garis
tangan yang tipikal, gangguan jantung kongenital dan pemisahan otot
abdomen.3

Gambar 3: Single Transverse Palmar Crease pada penderita Sindrom Down


3. Sindrom Turner3
Sindrom Turner atau Ullrich-sindrom Turner juga dikenal sebagai
"disgenesis gonad" meliputi beberapa kondisi, yang monosomi X
(tidak adanya kromosom seks seluruh) adalah yang paling umum. Ini
adalah kelainan kromosom di mana semua atau bagian dari salah satu
kromosom seks tidak ada (manusia tidak terpengaruh memiliki 46
kromosom, dimana 2 adalah kromosom seks). Khas perempuan
memiliki 2 kromosom X, tapi dalam sindrom Turner, salah satu
kromosom seks hilang atau memiliki kelainan lainnya. Dalam
beberapa kasus, kromosom hilang hadir dalam beberapa sel tetapi
tidak yang lain, suatu kondisi yang disebut sebagai mosaicism atau
'Turner mosaicism'.3
Terjadi pada 1 dari setiap 2.500 anak perempuan, sindrom
memanifestasikan dirinya dalam beberapa cara. Ada kelainan fisik
karakteristik, seperti perawakan pendek, pembengkakan, dada lebar,
garis rambut rendah, rendah-set telinga, dan leher berselaput. Anak
perempuan dengan sindrom Turner biasanya mengalami disfungsi
gonad (ovarium tidak bekerja), yang mengakibatkan amenore (tidak
adanya siklus menstruasi) dan kemandulan. Masalah kesehatan
Concurrent juga sering hadir, termasuk penyakit jantung bawaan,
hipotiroidisme (sekresi hormon tiroid berkurang), diabetes, masalah
penglihatan, masalah pendengaran, dan banyak penyakit autoimun
lainnya. Akhirnya, pola tertentu defisit kognitif sering diamati,
dengan kesulitan tertentu dalam visuospatial, matematika, dan daerah
memori. Gejala umum dari sindrom Turner meliputi:
Perawakan pendek
Lymphedema (pembengkakan) dari tangan dan kaki
Rendah-set telinga
Peningkatan berat badan, obesitas
Pendeknya metakarpal IV (tangan)
Kuku kecil
Karakteristik wajah yg khas
Gejala lain mungkin termasuk rahang bawah kecil (micrognathia),
cubitus valgus (berbalik-out siku), kuku terbalik lembut, lipatan
palmar dan kelopak mata terkulai. Kurang umum adalah tahi lalat
berpigmen, gangguan pendengaran, dan langit-langit tinggi-arch
(rahang sempit). Sindrom Turner memanifestasikan dirinya berbeda
di setiap wanita dipengaruhi oleh kondisi, dan tidak ada dua individu
akan berbagi gejala yang sama.
Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama masa
pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong
pertumbuhan. Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak
bergantung pada control hormon, ukuran saat lahir terutama ditentukan
oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor hormon mulai berperan
penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor genetik dan
nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.5,6
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi
hormone tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua
hormone tersebut dibentuk dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin.
Untuk itu diperlukan dalam proses metabolic didalam badan, terutama
dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis protein
dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin.
Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A.
Hormone tiroid esensial juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia
sendiri tidak secara langsung bertanggung jawab menimbulkan efek
hormone pertumbuhan. Hormone ini berperan permisif dalam
mendorong pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhan akan
maksimum hanya apabila terdapat hormone tiroid dalam jumlah yang
adekuat. Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu,
tetapi hipersekresi hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan
berlebihan.5,6
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam
makanan dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar
gondok karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk
tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme
sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi
pada anak-anak mengakibatkan kretinisme.

Gejala Klinis
Umumnya gejala defisiensi hormone tiroid tidak terlihat saat bayi baru
lahir. Deteksi didasarkan pada tanda dan gejala yang umumnya mulai
terlihat paling lambat 6-12 minggu setelah kelahiran. Berikut ini
merupakan tabel yang memperlihatkan gejala klinis yang mungkin
ditemukan pada penderita hipotiroid congenital. Berdasarkan
pemeriksaan apgar hipotiroid pada bayi dan anak. Dicurigai hipotiroid
bila didapati skor >5 2

Gejala dan Tanda Skor


Hernia umbilikalis 2
Tipe wajah khas (edematous) 2
Pucat, dingin, hipotermia 1
Makroglosi 1
Hipotonia 1
Ikterus > 3 hari 1
Fontanella posterior terbuka (>3 cm) 1
Kulit kasar kering 1
Konstipasi 1
BB lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Kromosom Y tidak ada 1

Tabel 1: Poin APGAR Gejala dan Tanda Hipotiroid Kongenital

Gambaran wajah khas menunjukkan adanya miksudema pada bayi. Suara


yang parau terjadi akibat miksudema pada pita suara. Hipotirodisme
berkepanjangan mungkin menyebabkan timbulnya hipotonia muscular
yang disertai kelumpuhan mental, hipotermia, hernia umbilikalis,
konstipasi, bradikardia, tekanan nadi yang rendah disertai pembesaran
jantung dan penurunan voltase EKG.
Gangguan metabolic juga dapat dialami, dimana terjadi gangguan sekresi
ADH. Pemberian makanan secara paksa dapat menyebabkan
hiponatremia dan intoksikasi cairan. Sebagian besar bayi menderita
anemia yang tidak berespon terhadap pemberian zat besi. Retardasi
mental yang terjadi mungkin akibat dari terlambat berkembangnya sistem
saraf pusat. Perkembangan sistem saraf pusat hingga 2-3 tahun
bergantung kepada kadar hormon tiroid. Kemunculan hipotiroidisme
setelah masa ini tidak menyebabkan retardasi mental.2,3

Gambar 4. Pengaruh Hipotiroidisme Terhadap Organ Lain


Gambar 5. Patofisiologi Hipotiroidisme Mengganggu Pertumbuhan

Etiologi
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipotiroidisme
kongenital pada bayi. Berbagai kelainan tersebut dapat berasal dari
kelenjar tiroid maupun dari luar kelenjar tiroid yang mempengaruhi
fungsi kelenjar tiroid. Keadaan hipotiroid dapat terjadi secara permanen
atau pun tidak permanen. Berikut penyebab hipotiroidisme secara
permanen :
1. Gangguan embriogenesis tiroid (disgenesis tiroid)
Dapat terjadi pada 1 dari 4000 bayi yang baru lahir. Kasus disgenesis
lebih sering terjadi pada bayi perempuan disbanding bayi laki-laki
dengan ratio 2:1. Yang dimaksud dengan disgenesis ialah kelenjar
tiroid ektopik maupun hipoplastik, maupun bayi dengan agenesis
tiroid total. Pada bayi dengan jumlah jaringan tiroid yang berkurang,
bisa didapati kadar T3 yang normal sedangkan kadar T4 rendah.
Adanya disgenesis kelenjar tiroid dapat dihubungkan dengan
tiroiditis autoimun maternal. Hal ini mungkin terjadi akibat
pemindahan faktor antitiroid transplasental berupa suatu
immunoglobulin yang menduduki reseptor kerja TSH sehingga
menghambat kerja TSH.2
2. Cacat bawaan pada sintesis atau pengaruh hormon tiroid
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timblnya
hipotiroidisme akibat gangguan sintesis hormon tiroid, yaitu:
Defisiensi TSH kongenital
Pada beberap kasus ditemukan penurunan kadar T3 dan T4
disertai penurunan TSH, namun penurunan ini tidak disertai
dengan penurunan hormone hipofisis anterior lainnya seperti LH
dan FSH. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya
mutasi satu pasangan basa pada regio CAGYC pada gen sub unit
beta yang menyebabkan perubahan konfirmational yang
mencegah pengikatan sub unit alfa dan beta.2
Menurunnya ketanggapan TSH
Pada keadaan normal, seharusnya TSH yang berikatan pada
reseptor akan mengaktifkan hormone adenilat siklase yang akan
meningkatkan cAMP sehingga memulai sintesis hormone tiroid.
Namun pada kelainan ini pengikatan TSH pada reseptornya tidak
diikuti dengan aktivasi adenilat siklase. Kelainan ini jarang
ditemukan.
Kegagalan pemekatan iodida
Untuk memulai pembentukan MIT dan DIT, diperlukan
pengambilan iodium darah ke dalam jaringan tiroid. Keadaan ini
akan meningkatkan kepekatan iodium dalam kelenjar tiroid
hingga 50x lipat. Bila proses ini terganggu tentu saja akan terjadi
gangguan pembentukan MIT dan DIT yang akan mengganggu
sintesis hormon tiroid.2
Gangguan pembentukan iodida
Berupa gangguan dimana terdapat defisiensi enzim peroksidase
yang diperlukan untuk oksidasi iodida menjadi iodium reaktif.
Meskipun demikian keadaan ini dapat dipulihkan dengan
pemberian riboflavin, sitokrom b2 teroksidasi, sitokrom c atau
NADH. Pasien ini berciri-ciri memiliki ketulian saraf kongenital
pada nada tinggi maupun ketulian komplit, gondok dalam
berbagai derajat yang muncul pada masa pertengahan maupun
akhir kanak-kanak.2
Gangguan iodotirosin deiodinase
MIT dan DIT dapat bergabung membentuk T3 dan T4 (hormon
tiroid). MIT dan DIT yang tersisa akan mengalami deiodinisasi
oleh enzim iodotirosin deiodinase. Ketiadaan enzim ini
menyebabkan penurunan kadar iodium karena iodotirosin yang
tidak mengalami degradasi ini akan keluar melalui urin sehingga
iodium yang seharusnya mengalami proses daur ulang menjadi
terbuang. Gangguan ini dapat bersifat parsial maupun total.
Umumnya gangguan yang bersifat parsial dapat berkompensasi
jika pasien tinggal di daerah dengan kadar iodium yang tinggi.2
Gangguan sintesis atau transport tiroglobulin
Gangguan ini dapat terjadi akibat ketidaknormalan sintesis
tiroglobulin yang dpaat menyebabkan penurunan iodinasi,
penurunan efisiensi penggabungan MIT dan DIT dan
peningkatan iodinasi substrat alternatif. Gangguan ini dapat
bersifat kuantitatif (dimana ada penurunan sintesis tiroglobulin)
maupun kulitatif (ada produksi tiroglobulin abnormal).
Penunuran ketanggapan perifer terhadap efek hormon tiroid
Pada kelainan ini didapatkan kadar TSH yang normal, sedangkan
kadar T4 dan T3 sangat tinggi. Pada kelainan ini umumnya laju
pertumbuhan, laju metabolisme dan intelegensi normal.
Pemberian T4 dan T3 eksogen tidak meningkatkan laju
metabolism. Gambaran klinisnya ialah bisu tuli dengan bercak
pada epifisis, keterlambatan umur tulang serta adanya gondok.
Seiring berjalannya usia epifisis akan menutup, gondok akan
menghilang serta kadar T4 akan menjadi normal.
Terdapat dua macam gangguan, yaitu resistensi jaringan
generalisata (GTHR) dan resistensi hipofisis. Pada GTHR,
sebagian jaringan lebih resisten dibandingkan jaringan lainnya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa hiperaktivitas, kegelisahan,
takikardia dan gondok.2,3
3. Gangguan hipofisis hipotalamus
Pada hipotiroidisme kongenital sekunder dan tersier bisa didapati
defisiensi dan atau resistensi TRH, defisiensi TSH saja,
panhipopituitarisme familial dan panhipopituitarisme disertai dengan
ketiadaan sela tursika, agenesis hipofisis kongenital. Hipopituitarisme
dapat disertai dengan cacat lainnya seperti labiopalatoschisis,
displasia septo optic maupun cacat genetik seperti cacat pada gen Pit-
I dan cacat autosomal resesif lainnya. Bayi dengan defisiensi TRH
dicurigai dengan nilai T4, T3, dan TSH serum yang rendah secara
persisten.

Dan berikut terdapat beberapa kasus dimana terjadi hipotiroidime yang


hanya untuk sementara waktu, dan dalam berjalannya waktu terjadi
perbaikan terhadap kadar tiroid. Beberapa penyebab hipotiroidisme non-
permanen adalah sebagai berikut :
1. Ingesti obat goitrogenik oleh ibu
Dahulu obat yang paling sering dianggap sebagai penyebab ialah
iodida yang diresepkan dalam bentuk ekspetoran untuk pengobatan
asma dan sebagai pengobatan tirotoksikosis pada ibu. Janin sangat
sensitive terhadap hipotiroidisme yang diinduksi iodida. Hal ini
mungkin terjadi karena mekanisme kompensasi pengambilan iodida
oleh kelenjar tiroid masih imatur. Obat lainnya yang dapat
menyebabkan goiter neonatus serta hipotiroidisme ialah PTU,
sulfonamide dan sediaan hematinik yang mengandung kobal.2
2. Kretinisme endemis
Prevalensi kretinisme endomis yang disebabkan hipotiroidisme
maternal dan fetal di daerah defisiensi iodium berat mungkin berkisar
5-8% populasi. Defisiensi iodide menyebabkan penurunan sintesis
hormone tiroid, sekresi TSH yang meningkat, penjeratan iodida yang
meningkat serta peningkatan ratio T3 terhadap T4, serta adanya
gondok.
Epidemiologi
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720
bayi di daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan
1 : 1000 hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium.
Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan angka kejadian 1 : 1500
hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid
transien karena kekurangan iodium (endemis). Kekurangan hormon tiroid
atau hipotiroid pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun
transien akan mngakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental.
Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum diketahui,
namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta,
maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun,
diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid
kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital
transien karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya.6
Penatalaksanaan
Tujuan atau dasar utama pengobatan hipotiroidisme adalah :
Meringankan keluhan dan gejala
Menormalkan metabolism
Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
Membuat T3 dan T4 normal
Cara Pengobatan terbagi menjadi 2 yaitu secara :
Medika Mentosa
Cara pengobatan medika mentosa hipotiroidisme yang paling baik adalah
dengan pemberian hormone tiroid eksogen. Na-L-tiroksin merupakan
obat pilihan karena potensi dan penyerapannya yang lebih baik. T4
sintetik ini dapat menghasilkan kadar T4 dan T3 yang normal karena
adanya konversi perifer. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting dalam
pemantauan secara lebih lanjut. Kondisi hipotiroid yang ringan juga tetap
memerlukan perhatian. Penyesuaian dosis agar kadar T4 (normal 10-14
g/dL) dan kadar T3 (normal 70-220 ng/dL) menjadi normal juga
diperlukan.7
Bayi dengan hipotiroidisme sementara akibat penggunaan obat
goitrogenik maternal tidak perlu diobati, kecuali bila kadar T4 serum
rendah dan TSH tinggi menetap selama lebih dari 2 minggu. Terapi untuk
keadaan ini dapat dihentikan setelah 8-12 minggu. Ibu hipertiroid yang
mendapat pengobatan dengan PTU dapat tetap menyusui bayinya karena
kadar obat ini dalam ASI sangat rendah.
Terapi berlebihan dapat menimbulkan tanda patologis seperti takikardia,
kegelisahan berlebihan, terganggunya pola tidur dan temuan lain yang
mengesankan adanya tirotoksikosis.2
Tabel dibawah ini menggambarkan dosis Na-L-tiroksin yang harus
diberikan pada bayi dan anak dengan hipotiroidisme kongenital.

Umur g/kg/hari Rentang dosis (g)


1-12 bulan 7-15 25-50
1-5 tahun 5-7 50-100
5-10 tahun 3-5 100-150
10-20 tahun 2-4 100-200
Tabel 3: Dosis Na-L-Tiroksin yang digunakan pada bayi dan anak

Non-Medika Mentosa
Terapi yang paling baik non-medika mentosa untuk hipotiroidisme
kongenital adalah pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan:
Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan
protein
Mengkonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau
pemberian suplemen yodium untuk merangsang produksi
hormon.
Kecukupan kebutuhan vitamin dan mineral
Komplikasi
Perparahan yang dapat terjadi akibat tidak diobatinya hipotiroidisme
kongenital ialah:
1. Retardasi mental
Retardasi mental terjadi akibat gangguan pembentukan sistem saraf
pusat. Pada 2-3 tahun pertama kehidupan, sistem saraf pusat sangat
memerlukan hormon tiroid untuk perkembangan mielinisasi dan
vaskularisasi. Selain itu kurangnya hormon tiroid dapat mengganggu
interaksi aksodendritik dan penurunan konektivitas. Pengobatan
setelah masa ini menyebabkan retardasi mental yang irreversibel.8
2. Kretinisme
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi akibat pembentukan tulang
yang berkurang akibat defisiensi hormon tiroid. Keadaan ini dapat
dipantau melalui kurva tinggi badan terhadap usia.
Pencegahan
1. Menghindari konsumsi zat goitrogenik pada ibu hamil
Zat zat tersebut dapat menyebabkan goiter janin dan adanya
hipotiroidisme ketika lahir. Beberapa zat tersebut ialah iodium dalam
jumlah besar, perklorat, tiosianat, kobal, garam arsenik, garam litium,
PTU, metimazol, asam aminosalat, aminoglutetimid, fenilbutazon,
kacang kedelai dan linamarin (suatu glikosida dalam singkong).2
2. Memberi asupan iodium yang cukup
Pada daerah endemis dianjurkan pemberian suntikan yodium dalam
minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk
dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang
dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
3. Screening test
Pada neonatus dapat dilakukan screening test apabila didapati ikterus
fisiologis yang lebih dari 3 hari. Screening test yang dilakukan berupa
pemeriksaan kadar TSH dan FT4. Bila didapati penurunan kadar FT4
dan peningkatan kadar TSH maka harus dicurigai sebagai suatu
hipotiroidisme primer. Bila kadar FT4 rendah dan kadar TSH
normal/rendah maka lakukan pemeriksaan TRH sebagai indikator
adanya hipotiroidisme sekunder/tersier.8
Prognosis
Bila pasien cepat terdiagnosis dan makin muda dimulai pemberian
hormon tiroid, maka makin baik prognosisnya. Kalau terapi dimulai
sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak akan tercapai IQ yang normal.
Pasien yang terlambat didiagnosis memiliki prognosis yang lebih buruk
karena komplikasi (retardasi mental dan kretinisme) yang mungkin
terjadi.9

DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak.
Jilid 1. Jakarta: Percetakan Infomedika, 2007. h. 266-8.
2. Abraham MR, Julien IEH, Colin DR. Buku ajar pediatrik rudolph.
Jakarta: EGC, 2002. h. 1930-8.
3. Vinay K, Ramzi SC, Stanley R. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7.
Jakarta: EGC, 2007. h. 833-5.
4. Roberts CG, Ladenson PW. Hypothyroidsm. New York : Lancet, 2004. p.
793-803.
5. Mansjoer et al., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, cetakan 1,
Media Aesculapius, Jakarta.
6. Aru WS, Bambang S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3 Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing, 2009. h. 1994-2015.
7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi.
Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. h. 433-45.
8. Van Vliet G. Hypothyroidsm in infants and children. New
York: Lippincott Williams & Wilkins, 2005. p. 1029-47.
9. Boudi, F.B. Hipotiroid kongenital. Diunduh dari www.emedicine.com.
Pada tanggal 11 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai