Anda di halaman 1dari 46

CASE REPORT

HERNIA INGUINALIS

DISUSUN OLEH

Army Setia Kusuma


NIM 030.12.034

PEMBIMBING
Dr. Mozart, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
PERIODE 19 DESEMBER 2016 20 FEBRUARI 2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
HERNIA INGUINALIS

Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu bedah


Periode 19 Desember 2016 - 20 Februari 2017
Di Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo

Disusun oleh :
Army Setia Kusuma
03012034

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Mozart, Sp. B, selaku dokter
pembimbing
Departemen Ilmu Bedah RS AL dr. Mintohardjo

Jakarta, Januari 2017

...................................
dr. Mozart, Sp. B

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................... 2
Daftar isi. 3
Bab I Pendahuluan....... 4
Bab II Laporan kasus...... 5
2.1 Identitas Pasien..................................................................................... 5
2.2 Anamnesis............................................................................................. 5
2.3 Pemeriksaan Fisikk.............................................................................. 7
2.4 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 10
2.5 Resume................................................................................................ 11
2.6 Diagnosa Kerja.................................................................................... 11
2.7 Diagnosa Banding................................................................................ 11
2.8 Penatalaksanaan................................................................................... 11
2.9 Prognosis.............................................................................................. 13
2.10 Follow Up Post OP.............................................................................. 13
Bab III Tinjauan pustaka. 15
3.1 Embriologi ............................................................................................ 15
3.2 Anatomi .... 16
3.3 Definisi ..... 27
3.4 Epidemiologi .... 27
3.5 Etiologi dan Faktor Risiko ... 28
3.6 Klasifikasi ......... 29
3.7 Patofisiologi .. 32
3.8 Diagnosis . 33
3.9 Diagnosis Banding ... 37
3.10 Tatalaksana ..
37
3.11 Komplikasi ..
43
3.12 Prognosis .
43
Bab IV Kesimpulan 44
Daftar Pustaka 45

3
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia adalah penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia
yang didapat atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan
lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis dan lain-
lain. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk,
indirek serta hernia femoralis.1
Hernia merupakan kasus bedah yang banyak terjadi disamping apendisitis akut
dan sering menimbulkan masalah-masalah penyerta. Hernia dapat terjadi akibat
kelainan kongenital maupun didapat. Dari hasil penelitian pada populasi hernia
ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya
pada pria. Hernia inguinalis lateralis merupakan hernia yang paling sering ditemukan
yaitu sekitar 50%, sedangkan hernia ingunal medialis 25% dan hernia femoralis
sekitar 15%. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Simarmata (2003) bahwa
insidensi hernia inguinalis diperkirakan diderita oleh 15% populasi dewasa, 5-8 %
pada rentang usia 25-40 tahun, dan mencapai 45 % pada usia 75 tahun.2
Operasi hernia terutama hernia inguinalis merupakan operasi yang paling
sering dilakukan di Amerika Serikat, kurang lebih 800.000 kasus per tahun,
sedangkan di Indonesia sekitar 438.332 kasus per tahun. Diperkirakan jumlah
penderita hernia di Indonesia melebihi estimasi 438.332 kasus, hal ini dikarenakan
hernia bukan hanya sekedar problem kesehatan tapi juga merupakan problem sosial,
banyak orang dengan tonjolan di lipat paha datang ke dukun sebelum dibawa ke
rumah sakit atau dokter, adapula sebagian masyarakat yang merasa malu bila
penyakitnya diketahui orang lain, sehingga hal-hal inilah yang kadangkala
memperlambat penanganan penyakit ini. Problem kedokteran yang penting saat ini
adalah bagaimana meningkatkan kesadaran penderita mengenai pentingnya
penanganan yang tepat pada kasus-kasus hernia guna mengurangi frekuensi timbulnya
komplikasi. 1,3

4
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Tanggal Lahir / Umur : 30-10-1963 / 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki.
Alamat : Jl. K. H. Masmansyur, No. 25 A, Blok 31
RT 015/016, Jakarta Pusat
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status pernikahan : Sudah menikah
Pendidikan terakhir : S1
Asuransi : BPJS
Tanggal masuk bangsal Salawati : 29 Desember 2016.

2.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 29/012/2016 pada pukul 15.00 WIB di
bangsal Salawati RSAL Mintohardjo.

1. Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha kanan bawah
2. Keluhan Tambahan
-
3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
OS datang ke poli klinik RSAL Mintohardjo hari Kamis, 29 Desember 2016
dengan keluhan terdapat benjolan di lipat paha kanan sejak 1 tahun. Benjolan
berjumlah satu, lunak, berbentuk lonjong dan ukurannya semakin membesar kearah
skrotum. Benjolan tidak merah, tidak meradang, tidak nyeri namun akhir-akhir ini
terasa sedikit tegang dan terasa seperti mengganjal. Benjolan dirasakan hilang timbul,
dimana benjolan muncul saat OS sedang batuk, capek, mengedan dan setelah
olahraga. Benjolan juga dirasa turun hingga ke skrotum sehingga skrotum kadang

5
tampak membesar. Benjolan hilang saat ditekan masuk kearah perut, berbaring dan
istirahat.
Os mengaku tidak ada demam, tidak ada mual muntah, tidak ada penurunan
berat badan, tidak ada masalah dengan BAK, BAB normal seperti biasa dengan
frekuensi 3 kali seminggu.

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):


OS mengaku benjolan sudah ada sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat diabetes
melitus, asma, hipertensi, infeksi TB paru, alergi obat obatan dan makanan
disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat trauma ataupun oprasi sebelumnya

5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


Os mengaku di keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama. Ayah os
menderita hipertensi. Riwayat diabetes mellitus, asma, batuk-batuk lama, kelainan
jantung dan keganasan dalam keluarga disangkal oleh OS.

6. Riwayat Kebiasaan
OS mengaku mempunyai kebiasaan mengejan saat BAB karena konsistensi
tinja yang seringkali keras. Os mengaku sering minum air putih dan jarang
mengonsumsi makanan berserat. OS tidak memiliki kebiasaan atau rutinitas yang
mengharuskan mengangkat beban berat. Os tidak merokok atau minum alkohol.

7. Riwayat Pengobatan
OS mengaku belum pernah berobat, dan benjolan tidak pernah diurut.

6
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Cukup (BB/TB 68kg/171cm)
Tanda vital : Tekanan darah: 120/80mmHg
Nadi: 84 x/menit
Respirasi: 20 x/menit
Suhu: 36,7 C

Status generalisata
1. Kulit
Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik tidak sianosis tidak ada ruam,
tidak terdapat hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi
Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul dan pustul maupun
lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagin tubuh yang
lain.
Turgor : baik
Suhu raba : hangat

2. Mata
Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris, tidak eksoftalmus, tidak
endoftalmus
Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan,
blefaritis, maupun xanthelasma
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, didapatkan isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya langsung
positif pada mata kanan dan kiri, reflex cahaya tidak langsung
positif pada mata kanan dan kiri

7
3. Telinga
Bentuk : normotia
Liang telinga : lapang
Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun
kiri
Nyeri tarik auricular : tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan
Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

4. Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah, simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
Cavum nasi : tidak ada perdarahan

5. Mulut dan tenggorok


Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi-geligi : hygiene baik
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis
Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor
Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

6. Leher
Bendungan vena : tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan menelan, simetris
Trakea : di tengah

7. Kelenjar getah bening


Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

8
8. Thorax
Paru-paru
Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal, tipe pernapasan
abdominothorakal, retraksi (-)

Palpasi : gerak simetris, vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax

Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI pada linea
midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada
sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior sinistra.

Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing pada
kedua lapang paru

Jantung
Inspkesi : tidak tampak thrill dan pulsasi ictus cordis

Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di linea midklavikularis sinistra

Perkusi :

Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalis dextra


Batas jantung kiri : ICS V , 1 cm medial dari linea midklavikularis
sinistra
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, tidak terdengar
murmur maupun gallop

9. Abdomen
Inspeksi : abdomen simetris, datar, tidak terdpat pelebaran vena
Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan
dan pada pemeriksaan ballottement didapatkan hasil negative
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen.
Auskultasi : bising usus positif 2x/menit, normal

9
10. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas, akral hangat pada keempat ekstremitas dan tidak
terdapat oedema pada keempat ekstremitas
11. Status lokalis genitalia
Inspeksi : terdapat massa dengan bentuk agak lonjong didaerah ingunal dekstra,
memanjang dari arah kraniolateral ke kaudomedial menuju skrotum,
tidak tegang dan tidak terdapat tanda-tanda radang.
Palpasi :
teraba massa dengan bentuk agak lonjong dengan ukuran 5 x 3 cm di
daerah inguinal dekstra, permukaan rata, nyeri tekan (-) massa teraba
kenyal, fluktuasi (-), dapat didorong masuk kedalam rongga perut.
Finger test : teraba pada sisi jari.
Visible test : bejolan seperti berjalan keluar dari kraniolateral menuju
kaudomedial
Tes oklusi : benjolan tidak keluar
Auskultasi : bising usus (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi pada tanggal 28 Desember 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 14,1 g/dl 14 16 g/dl

Hematokrit 42 % 42 48 %

Eritrosit 4,8 juta / L 4,6 6,2 juta / L

Leukosit 6700 /L 5000 10000 /L

Trombosit 191.000 /mm3 150.000 450.000 /mm3

Bleeding time 3 menit 1 3 menit

Clotting time 12 menit 5 15 menit

Gula darah sewaktu 147 mg/dL < 200 mg/dl

2.5 Resume
Laki-laki 53 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan sejak 1 tahun,
tunggal di lipat paha sebelah kanan, lunak, lonjong. Benjolan tidak merah, tidak

10
meradang, tidak nyeri namun akhir-akhir ini terasa tegang dan seperti mengganjal.
Ukuran benjolan semakin membesar kearah skrotum sehingga skrotum tampak
membesar. Benjolan terutama muncul ketika batuk, capek, mengedan, dan setelah
olahraga namun hilang saat tidur dan ditekan kearah perut. OS mempunyai
kebiasaan mengejan saat BAB karena konsistensi tinja yang seringkali keras.
Tidak ada riwayat mengangkat beban berat dan trauma. BAK normal, tidak ada
demam, mual, dan muntah dan riwayat batuk lama. Tanda vital dan pemeriksaan
fisik generalisata dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis ditemukan
adanya massa lonjong didaerah ingunal dekstra, memanjang dari arah
kraniolateral ke kaudomedial menuju skrotum, tidak tegang dan tidak terdapat
tanda-tanda radang, ukuran 5x3 cm permukaan rata, teraba kenyal, fluktuasi (-),
dapat didorong masuk kedalam rongga perut, masa teraba pada sisi jari pada
Finger test, pada Visible test bejolan seperti berjalan keluar dari kraniolateral
menuju kaudomedial dan pada tes oklusi saat dilakukan penutupan anulus
inguinalis externus benjolan tidak keluar serta pada pemeriksaan auskultasi bising
usus (+).

2.6 Diagnosa Kerja

Hernia Inguinalis Lateral Dextra Reponible

2.7 Diagnosa Banding


Hernia Inguinalis Medial Dextra Reponible
Hernia Femoralis Dextra

2.8 Penatalaksanaan
a. Operasi : Herniorraphy
- Pasien dengan posisi supine di meja operasi
- Dilakukan spinal analgesia
- Desinfeksi lapangan operasi
- Cuci di area kanan bawah
- Tutup dengan duk steril
- Insisi 2 jari dari sebelah atas dan sejajar dari garis inguinal dekstra
- Insisi kutis, subkutis, fascia Camper dan Scarpa, aponeurosis M. Oblikuss
abdominis eksternus
- Cari funiculus spermaticus, M cremaster dipisahkan
- Bebaskan funiculus spermaticus lalu gantung dengan kasa
- Buka funiculus spermaticus internus, cari kantung hernia dengan pinset.
Tampak kantung hernia, lalu bebaskan dari jaringan sekitarnya, masukan
isi hernia kedalam rongga abdomen. Kantung hernia diklem setinggi

11
mungkin lalu dipotong pada bagian distal klem, potongan bagian
proksimal dari klem dipisahkan dari bagian distal dan dijahit. Kantung
distal dibiarkan.
- Pasang mesh. Ikat mesh ke bagian medial pada conjoint tendon, lalu
bagian lateral diikat ke ligamentum inguinale, bagian kaudamedial diikat
ke tuberkulum pubicum
- Luka operasi dijahit kembali lapis demi lapis
- Membersihkan lapangan operasi
- Berikan salep antibiotic diatas luka operasi, tutup dengan kasa steril
- Operasi selesai
b. Instruksi Post Operasi
- Bedrest
- Awasi tanda vital
- Infus habis aff
- Setelah sadar makan/ minum
- Mobilisasi bertahap
- Kontrol poli bedah
c. Pengobatan umum
Infuse RL 30 tpm
d. Medikamentosa
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Asam mefenamat 3 x 500mg oral
- Pronalges sup 3x1
e. Anjuran
- Diet tinggi serat setelah operasi agar BAB lancar
- Tidak melakukan aktivitas berat
- Rencana pulang
2.9 Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad sanationam : bonam
- Ad fungsionam : bonam

2.10 Follow-up Post OP


A. 30 Desember 2016

Subjektif :
Pasien merasakan nyeri di daerah operasi
Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,8 C
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit

12
Status Lokalis Region Inguinal dan Genitalia
- Inspeksi : terdapat tempat bekas operasi di inguinal kanan yang
tertututp perban.
- Palpasi : Nyeri tekan (+) di daerah bekas op, supel
- Perkusi :-
- Auskultasi : Bising usus 2x intensitas sedang
Asessment
Hernia Inguinalis Dextra Post Op Herniorraphy
Pengobatan
- Cefadroxil 2 x500 mg
- Asam mefenamat 3 x 1
- Vitamin c 3 x 1

B. 31 Desember 2016
Subjektif :
Pasien sudah bisa kentut, merasakan nyeri di daerah operasi.

Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,4 C
Nadi : 88 x/ menit
RR : 18 x/ menit
Status Lokalis Region Inguinal dan Genitalia
- Inspeksi : Terdapat tempat bekas operasi di inguinal kanan yang
tertututp perban.
- Palpasi : Nyeri tekan (+) di daerah bekas op, supel
- Perkusi :-
- Auskultasi : Bising usus normal
Asessment
Hernia inguinalis Dextra Post Op Herniorraphy hari pertama
Pengobatan
- Cefadroxil 2 x 500 mg oral
- Asam mefenamat 3 x 500 mg oral

13
- Vitamin c 3 x 1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Embriologi
Pembentukan gonad terjadi pada minggu kelima gestasi, berawal dari
kumpulan sel yang terletak di sebelah anteromedial nephrogenic ridges menjadi
jaringan terdeferensiasi yang letaknya retroperitoneal. Diferensiasi gonad menjadi
testis atau ovarium terjadi saat usia kehamilan tuju sampai delapan minggu. Pada
janin laki-laki, dibawah pengaruh hormonal, gonad jantan atau testis yang
letaknya retroperitoneal turun menuju anulus inguinalis internus pada usia
kehamilan 12 14 minggu, saat usia 28 minggu testis sudah berada di anulus
inguinalis ekternus dan ketika usia kehamilan 36 - 40 minggu terjadi penyelesaian
poses penurunan testis menuju skrotum. 4
Penonjolan dari peritoneum mendahului turunnya testis melalui kanalis
inguinalis pada tingkat cincin inguinalis internal saat bulan ke tiga usia kehamilan.
Hasil dari proses ini berupa divertikulum peritoneal yang disebut sebagai prosesus
vaginalis. Pada janin perempuan juga terjadi proses ini, menghasilkan struktur
yang disebut kanal Nuck, sinonim dengan prosesus vaginalis. Penurunan testis
pada janin dipengaruhi oleh calcitonin gene-related peptide (CGRP) yang
dihasilkan oleh kelenjar androgen fetal, CGRP juga mempengaruhi penutupan
prosesus vaginalis. Akan tetapi, proses pembentukan dan penutupan proses
vaginalis belum dipahami sepenuhnya.2,4

14
Gambar 3.1 Penutupan prosesus vaginalis
Pada janin laki-laki, gonad dan skrotum dihubungkan oleh gubernaculum yang
berfungsi memandu penurunan testis menuju skrotum. Ketika testis turun,
prosesus vaginalis didorong ke dalam skrotum melalui kanalis inguinalis, dan
ketika proses ini selesai, prosesus vaginalis proksimal dari testis secara normal
mengalami obliteransi dan berfusi baik sesaat sebelum atau sesudah lahir.
Kegagalan obliterasi prosesus vaginalis mengakibatkan berbagai anomali inguinal.
Bagian dari prosesus vaginalis yang berdekatan dengan testis tetap paten dan
disebut sebagai tunika vaginalis dari testis yang memiliki lapisan visceral dan
parietal.1,4
Lapisan dinding perut juga anterior berkontribusi pada pembentukan lapisan
spermatic cord. Fasia tranversalis membentuk fasia spermatika internal, musculus
obliquus internus abdominis membentuk musculus cremasterica serta aponeurosis
musculus obliquus eksternus abdominis membentuk fasia spermatika eksterna.4,5

15
Gambar 3.2 Gubernaculum dan lapisan spermatic cord

3.2 Anatomi
Struktur dinding anterior abdomen terdiri atas lapisan-lapisan dinding abdomen
dari luar ke dalam, yaitu kulit, fascia superficialis, terdiri dari fascia camperi dan
fascia scarpae, otot dinding anterior abdomen, antara lain: muskulus obliquus externus
abdominis, muskulus obliquus internus abdominis, dan muskulus transversus
abdominis, fascia transversalisl, lemak extraperitoneal, dan peritoneum parietale.6

Gambar 3.3 Lapisan-lapisan dinding abdomen

Kulit6
Garis-garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir horizontal
di sekitar tubuh. Secara klinis hal ini penting karena insisi sepanjang garis
lipatan ini akan sembuh dengan sedikit jaringan parut sedangkan insisi
yang menyilang garis-garis ini akan sembuh dengan jaringan parut yang
menonjol.
Fascia superficialis:6

16
- Lapisan luar, Panniculus adiposus (fascia camperi): berhubungan
dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin
sangat tebal (8cm atau lebih pada pasien obesitas)
- Lapisan dalam, Stratum membranosum (fascia scarpae): stratum
membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas. Dibagian
inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini
bersatu dengan fascia profunda pada satu jari di bawah ligamentum
inguinale.

Otot dinding anterior abdomen:


Otot otot dinding abdomen memiliki dwifungsi, yaitu fungsi umum
dan fungsi pergerakan. Fungsi umum otot dinding abdomen adalah utuk
melindungi organ dalam abdomen, menigkatkan tekanan intra-abdominal
dan menahan efek gaya berat terhadap organ-organ dalam abdomen.
Fungsi peningkatan tekanan intra-abdominal diperankan oleh musculus
obliqus externus abdominis, musculus obliqus internus abdominis dan
musculus tranversus abdominis. Peningkatan tekanan intra-abdominal
terjadi sewaktu miksi, defekasi, muntah, partus normal dan saat ekspirasi
paksa seperti saat batuk dan bersin. Fungsi pergerakan sendiri tergantung
dari otot dinding abdomen mana yang berkontraksi.7,8

Lapisan otot dinding abdomen antara lain:


- Musculus rectus abdominis
M. Rectus abdominis berorigo pada tulang rawan iga ke V, VI, VII dan
pada processus xyphoideus sterni dan berinsertio pada bagian atas os.
Pubis konstraksinya menyebabkan fleksi badan pada daerah thoracales
dan lumbales.2,7,8
- Musculus obliquus externus abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar dan paling superfisial, memiliki
serat dari lateral atas ke medial bawah. Memiliki origo pada
permukaan luar iga 5-12 dan memiliki insersi pada processus
xiphoideus, linea alba serta crista iliaca. Aponeurosis obliqus eksternus
menjadi batas superfisial dari kanalis inguinalis. Ligamentum inguinale

17
(Poupart) merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus
obliqus eksternus, terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior
tulang pubis. .2,7,8
- Musculus obliquus internus abdominis
Merupakan lembaran otot yang terletak di profunda muskulus obliquus
externus abdominis. Memiliki arah serabut yang berlwanan dengan
musculus obliqus externus abdominis yaitu dari lateral bawah ke
medial atas. Origonya berasal dari fascia thoracolumbalis, 2/3 bagian
anterior dari crista iliaca dan 2/3 bagian lateral ligamentum inguinale
serta berinsersi pada rawan iga 10-12 dan processus xiphoideus.
Serabut tendon yang terbawah bergabung dengan serabut-serabut yang
sama dari muskulus transversus abdominis membentuk conjoined
tendon / falx inguinale. Funiculus spermaticus yang berjalan pada
pinggir bawah otot ini membawa serta beberapa serabut otot menjadi
musculus cremaster.2,7,8
- Musculus transversus abdominis
Merupakan lembaran otot yang tipis dan terletak di profunda muskulus
obliquus internus abdominis dan serabut-serabutnya berjalan horizontal
ke depan. Otot ini berorigo dari permukaan sebelah dalam iga 7-12, 2/3
bagian depan krista iliaca, 1/3 bagian belakang ligamentum inguinale.
Serabut-serabutnya kearah mediana menjadi aponeurosis untuk
berinsersi pada processus xiphoideus, linea alba dan simfisi pubis. 3/4
bagian atas dari aponeurosisnya berjalan dibelakang musculus rectus
abdominis membentuk tunika vaginalis posterior otot tersebut
sedangkan 1/4 bagian bawah bersatu dengan aponeurosis musculus
obliqus internus abdominis, berjalan diatas musculus rectus abdominis
menjadi tunika vaginalis otot tersebut.7,8
Fascia transversalis
Merupakan lapisan fascia tipis yang membatasi muskulus transversus
abdominis pada bagian dalam dengan lemak extraperitonela.2,8
Lemak extraperitoneal

18
Merupakan selapis tipis jaringan ikat yang mengandung lemak dalam
jumlah yang bervariasi dan terletak diantara fascia transversalis dan
peritoneum parietale.7,8
Peritoneum parietale
Merupakan membrana serosa tipis (pelapis dinding abdomen) dan
melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietale yang melapisi
rongga pelvis.7,8

Saraf-saraf dinding anterior abdomen:6


Rami anterior nervi thoracici 7-12. Berjalan di dalam celah antara
muskulus obliquus internus abdominis dan muskulus transversus
abdominis. Saraf tersebut menyarafi kulit dinding anterior abdomen,
otot-otot (termasuk muskulus rectus abdominis dan muskulus
pyramidalis), dan peritoneum parietale. Saraf-saraf ini berakhir dengan
menembus dinding anterior vagina muskuli recti abdominis.
Percabangan saraf segmen L1 yang merupakan saraf sensoris murni.
Saraf ini bercabang menjadi nervus iliohipogastrik dan ilioinguinalis.
Nervus iliohipogastrik berjalan menembus aponeurosis muskulus
obliqus externus abdominis di atas anulus inguinalis superficialis untuk
kulit bagian bawah dinding depan abdomen. Nervus ilioinguinalis yang
berjalan keluar dari pinggir lateral muskulus psoas, menembus
muskulus oblikus internus abdominis, masuk ke dalam kanalis
inguinalis, nervus ini keluar melalui anulus inguinalis superfisialis dan
mempersarafi kulit lipat paha dan skrotum atau labium majus.
Nervus Genitofemoralis, berasal dari segmen L2-3. Nervus ini berjalan
dari bagian depan muskulus psoas menuju ke bawah dan bercabang
dua menjadi ramus femoralis dan ramus genitalis. Ramus genitalis (n.
spermatikus externus) merupakan saraf motoris yang masuk kedalam
funikulus spermatikus di dalam kanalis inguinalis dan mempersarafi
muskulus kremaster. Ramus femoralis mempersarafi sebagian kecil
kulit paha atas.

19
Gambar 3.4 Persyarafan daerah inguinal

Arteria dinding anterior abdomen:6,7


Arteri epigastrika superior: merupakan salah satu cabang terminal
arteri thoracica interna. Mendarahi bagian tengah atas dinding anterior
abdomen dan beranastomosis dengan arteria epigastrika inferior
Arteri epigastrika inferior: merupakan cabang arteria iliaca externa
tepat diatas ligamentum inguinale. Mendarahi bagian tengah bawah
dinding abdomen anterior dan beranastomosis dengan arteria
epigastika superior.
Arteri circumflexa iliaca profunda merupakan cabang arteria iliaca
externa tepat diatas ligamentum inguinale. Mendarahi bagian lateral
bawah dinding abdomen.
Arteri circumflexa iliaca superfisialis merupakan caba arteri femoralis
berjalan di bawah ligamentum inguinale menuju SIAS untuk
memperdarahi kulit bagian lateral bawah abdomen.
Arteri intercostales 7-12 berjalan tidak mengikuti costae menuju
sternum namun berbelok kebawah menuju abdomen diantara muskulus
oblikus abdominis internus dan muskulus tranversus abdominis. Arteri
ini memperdarahi kulit dan punggu di bagian posterior dan kemudian
menuju ke depan memberikan cabang rami cutanei lateral dan

20
berakahir menjadi cabang-cabang kecil rami cutanei anterior di bagian
depan abdomen

Vena dinding anterior abdomen:6


Vena epigastrika superior, vena epigastrika inferior dan vena
circumflexa ilium profunda mengalirkan darah menuju vena thoracica
interna dan vena iliaca
Vena intercostales posterior mengalirkan darah ke vena azygos
Vena lumbales mengalirkan darah ke vena cava inferior

Struktur Anatomi Keseluruhan di Daerah Inguinal


1. Fasia Superfisialis
Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus (Scarpa). Bagian
superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan turun ke sekitar penis, skrotum,
perineum, paha, bokong. Bagian yang profundus meluas dari dinding abdomen ke
arah penis (Fasia Buck).6
2. Aponeurosis muskulus obliqus eksternus
Di bawah linea arkuata (Douglas), bergabung dengan aponeurosis muskulus
obliqus internus dan transversus abdominis yang membentuk lapisan anterior
rektus. Penebalan aponeurosis otot ini membentuk tiga struktur anatomi di dalam
kanalis inguinalis berupa ligamentum inguinale, lakunare dan refleksi ligamentum
inguinale (Colles).6
a. Ligamantum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus
eksternus. Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang
publis.
b. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan bagian terbawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk
dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah SIAS.
Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum
melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk
pinggir medial kanalis femoralis.

21
c. Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis muskulus oliqus
externus yang berasal dari crus inferior cincin externa yang meluas ke
linea alba.

Gambar 3.5 Aponeurosis muskulus obliqus ekternus daerah inguinal

3. Ligamentum pektineal (Cooper). ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk
dari ligamentum lakunare dan aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus
abdominis dan muskulus pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke periosteum dari
ramus superior pubis dan ke bagian lateral periosteum tulang ilium.6
4. Conjoint tendon (falx inguinal)
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis obliqus internus
dengan aponeurosis transversus abdominis yang berinsersi pada tuberkulum
pubikum dan ramus superior tulang pubis.6
5. Traktus iliopubika
Perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus superior pubis, membentuk bagian
dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama muskulus transversus abdominis dan
fasia transversalis. Traktus ini berjalan di bagian medial, ke arah pinggir inferior
cincin dalam dan menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk pinggir
anterior selubung femoralis.6
6. Fasia transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis dari sisi
bagian dalam.6

22
7. Ligamentum interfoveolaris (Hasselbach)
Struktur ini bukan merupakan ligamentum, namun penebalan dari fasia
transversalis pada sisi medial cincin interna.6
8. Segitiga Hasselbach
Struktur berbentuk segi tiga yang dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum
pektinea. Segitiga ini dibatasi oleh :6
a. Supero-lateral : Pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial : Bagian lateral rektus abdominis
c. Inferior : Ligamentum ingunale

Daerah inguinal terbentang antara SIAS dan tuberkulum pubikum. Daerah ini
merupakan area yang penting secara anatomis dan klinis karena pada daerah ini
terdapat suatu struktur untuk keluar dan masuk rongga abdomen sehingga merupakan
tempat yang potensial untuk terjadinya suatu hernia.6
Ligamentum inguinal merupakan pita yang berbentuk padat yang terletak di
bagian paling bawah dari aponeurosis oblik eksternal. Traktus iliopubikum berupa
penebalan batas inferior dari fasia transversalis yang tampak sebagai pita fibrosa
yang berjalan paralel dan posterior dari ligamentum inguinal. Keduanya bersama-
sama membentuk suatu area yang lemah di dinding abdomen pada daerah inguinal,
area ini disebut orifisium miopektineal yang merupakan tempat potensial terjadinya

hernia inguinal (direk dan indirek).6,7

23
3.6 Kanalis ingunal

Terdapat dua struktur anatomi penting yang mengambil bagian dalam patogenesis
hernia inguinal yaitu kanalis inguinalis dan trigonum Hesselbach. Defek pada pintu
masuk kanalis inguinalis dapat menyebabkan hernia ingunalis indirek dan defek pada
trigonum Hesselbach dapat menyebabkan hernia inguinalis direk.4
Kanalis inguinal merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah dinding
anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Pada laki-laki, saluran ini
merupakan tempat lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis ke abdomen
dan sebaliknya. Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum teres uteri
(rotundum) yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain itu, saluran ini
dilewati oleh pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan saraf ilioinguinal baik laki-laki
maupun perempuan.2,6,7
Kanalis inguinal panjangnya sekitar 1.5 inci (4cm) pada orang dewasa dan
terbentang dari anulus inguinalis profundus (lubang berbentuk oval terletak sekitar 1.3
cm diatas ligamentum inguinale pada pertengahan antara sias dan symphisis pubica)
pada fascia transversalis, berjalan ke bawah dan medial sampai anulus inguinalis
superficialis (lubang berbentuk segitiga) pada aponeurosis obliquus externus
abdominis. Kanalis inguinal terletak sejajar dan tepat diatas ligamentum inguinale.
Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah:6
a. Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/3
lateralnya muskulus obliqus internus.
b. Posterior: Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang
bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior dibagian
lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin tendon.
c. Superior: Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus dan
muskulus transversus abdominis.
d. Inferior : Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.

Fungsi kanalis inguinal, pada laki-laki, memungkinkan struktur-struktur yang


terdapat di dalam funiculus spermaticus berjalan dari atau ke testis menuju abdomen
dan sebaliknya. Funikulus spermatikus berawal pada anulus inguinalis profundus dan
berakhir di testis. Funikulus spermatikus ini mengandung matriks jaringan ikat yang
berhubungan dengan jaringan ikat preperitoneal. Struktur-struktur pada funikulus
spermatikus :2,6,7

24
1. Duktus deferens
2. 3 arteri yaitu :
a. Arteri spermatika interna (arteri testikularis)
b. Arteri diferential
c. Arteri spermatika eksterna (arteri kremaster)
3. Vena testikularis yang kemudian membentuk pleksus vena pampiniformis
4. 3 nervus:
a. Cabang genital dari nervus genitofemoral
b. Nervus ilioinguinalis
c. Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
A. 3 lapisan fasia:
a. Fasia spermatika eksterna
b. Lapisan muskulus kremaster
c. Fasia spermatika interna

Gambar 3.7 Funiculus spermaticus

Trigonum Hasselbach merupakan daerah dengan batas:


Inferior: Ligamentum Inguinale.
Lateral: Vasa epigastrika inferior.
Medial: Tepi m. rectus abdominis.

25
Gambar 3.8 Trigonum hesselbach

Dasarnya dibentuk oleh fascia trasnversalis yang diperkuat serat aponeurosis m.


Tranversus abdominis. Hernia yang melewati trigonum Hesselbach disebut sebagai
hernia direk, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum ini adalah hernia
indirek.

3.3 Definisi
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan, sedangakan hernia ingunal adalah
penonjolan isi rongga perut melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut daerah ingunal atau lipat paha. Struktur hernia sendiri
terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.. 1,2,5

3.4 Epidemiologi
Secara epidemiologi, 75% dari semua hernia di abdomen merupakan hernia di
daerah lipat paha yang mana 95% dari hernia tersebut merupakan hernia inguinalis
dan sisanya hernia femoralis. Saat ini sudah terdapat hubungan yang jelas antara usia
dengan hernia yaitu prevalensi hernia pada lipat paha akan semakin meningkat
dengan semakin meningkatnya usia.9
Pada pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah inguinalis, 2 % sebagai hernia
femoralis dan 1% sebagai hernia umbilicalis. Pada wanita variasinya berbeda, yaitu

26
50 % terjadi pada daerah inguinalis, 34 % pada canalis femoralis dan 16 % pada
umbilikus.
Hernia indirek lebih banyak muncul pada sisi kanan. Alasannya adalah karena
testis kiri lebih dulu turun dari retroperitonel ke skrotum dibanding testis kanan,
sehingga obliterasi kanalis inguinalis kanan terjadi lebih akhir. Pada kasus terjadinya
hernia indirek kiri, 50% kasus akan disertai dengan hernia indirek kanan.1
Pada bayi dan anak-anak hernia lebih sering terjadi pada anak dengan riwayat
lahir prematur. Hernia inkarserata muncul pada 9%-20% kasus dan lebih sering
muncul pada bayi yang berumur kurang dari enam bulan, umumnya dapat mengalami
reduksi spontan dan harus segera dilakukan operasi repair elektif.1,2

3.5 Etiologi dan faktor risiko


Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada lelaki
ketimbang perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu
masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh
kantong hernia dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong
isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.2,3,5
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur
m.oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum
Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini
dapat menyebabkan terjadinya hernia.1,2
Faktor yang dipandang kausal adalah prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena
usia.3
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang
dari 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur 1 tahunsekitar
30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus
vaginalis menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai
prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak melebihi 20%,

27
umumnya disebabkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan menjadi penyebab
tunggal terjadinya hernia., tapi dibutuhkan faktor lain seperti annulus inguinalis yang
cukup besar.3
Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronis,
hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.2,6
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis
antara lain:2
1 Kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis,
2 Prosesus vaginalis yang terbuka, baik kongenital maupun didapat,
3 Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi, dan asites,
4 Kelemahan otot dinding perut karena usia,
5 Defisiensi otot,
6 Hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok, penuaan atau penyakit
sistemik.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi,
kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga
dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding
perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan iliofemoralis setelah
apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia
disebut hernia skrotalis.6

3.6 Klasifikasi
Terdapat tiga kompenen yang selalu terdapat pada hernia, yaitu :3

- Kantong hernia : Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis.

- Isi hernia : Berupa organ atau jaringan yang menempati kantong hernia, misalnya
usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).

- Cincin hernia : Bagian tersempit dari kantong hernia dan merupakan tempat
masuk dan keluarnya isi hernia.

28
Gambar 3.9 Bagian-bagian Hernia

Jenis jenis hernia inguinal dapat di klasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Hernia ingunalis dibagi menjadi hernia inguinalis direkta dan hernia ingunalis
indirekta.

a. Hernia Inguinalis Direkta (Medialis)


Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan oleh
faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di
trigonum Hesselbach. Jalannya langsung (direct) ke ventral melalui annulus
inguinalis subcutaneous. Hernia ini sama sekali tidak berhubungan dengan
pembungkus tali mani, umumnya terjadi bilateral, khususnya pada laki-laki tua.
Hernia jenis ini jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan
strangulasi. 6
b. Hernia Inguinalis Indirekta (lateralis)
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis
akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. 6

c. Hernia Pantalon

Merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada satu sisi.
Kedua kantung hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior. Keadaan ini

29
ditemukan kira-kira 15% dari kasus hernia inguinalis. Diagnosis umumnya sukar
untuk ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dan biasanya baru ditemukan
sewaktu operasi. 6

Gambar 3.10 Hernia inguinalis indirek dan direk

2. Menurut penyebabnya.3,5

a. Hernia kongenital atau bawaan

b. Hernia akuisita

3. Menurut sifatnya.10,11

a. Hernia reponibel adalah bila isi hernia dapat keluar masuk. Isi hernia keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

b. Hernia irreponibel adalah bila isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga

4. Menurut keadaanya.2,3

a. Hernia akreta adalah kondisi dimana isi hernia tidak dapat kembali ke rongga
abdomen akibat terbentuk jaringan fibrosis yang mengakibatkan isi hernia
melekat ke kantong hernia. Pada hernia jenis ini tidak ditemukan adanya

30
gejala klinis, hal ini disebabkan karena belum adanya gangguan pasase
maupun vaskularisasi dari isi hernia.

b. Hernia inkarserata adalah bila isi kantong terjepit oleh cicin hernia sehingga
tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa
gangguan pasase.

c. Hernia strangulata adalah jika bagian usus yang mengalami hernia terpuntir
atau membengkak, dapat mengganggu aliran darah normal dan pergerakan
otot serta mungkin dapat menimbulkan penyumbatan usus dan kerusakan
jaringan.

5. Klasifikasi hernia berdasarkan The European Hernia Society.

3.7 Patofisiologi
Pada bulan ke 8 dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui
kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum
sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis

31
peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga
isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering
belum menutup. Karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal
yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. 2,3
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka
terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa terjadi kerana usia lanjut, karena pada
umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis
tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance,
maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti
batuk batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang barang berat,
mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia
inguinalis lateralis akuisita.3,5
Jumlah pederita hernia pria lebih banyak dari wanita, karena adanya
perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin.
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan
terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia
menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus sehingga muncul
gejala klinis gangguan pasase usus. Apabila cincin hernia semain mencekik isi hernia
maka akan terjadi gangguan vaskularisasi, pada awalnya aliran balik vena yang
terganggu sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik vena, menimbulkan
terjadinya ekstravasasi cairan vena menuju jaringan intertisial disekitarnya, sebagai
hasilnya timbul edema pada isi hernia yang semakin memperketat cincin hernia yang
kemudian menggaunggu aliran darah melalui arteri, hasil akhir dari mekanisme ini
adalah terjadinya nekrosis isi hernia yang menimbulkan gejala toksik.3,5

3.8 Diagnosis

A. Anamnesis

32
Anamnesis dari hernia inguinalis dinilai dari awal munculnya gejala sampai
melihat adanya kegawat daruratan bedah seperti inkaserasi dan stranggulasi. Pasien
yang datang dengan keluhaan pada area inguinal, umumnya mengalami keluhan
nyeri. Hernia inguinalis mungkin menekan saraf yang berada disekitarnya, hal ini
menyebabkan penekanan secara keselurhuan, nyeri lokal yang bersifat tajam, dan
nyeri pindah. Perasaan seperti tertekan pada daerah inguinal merupakan keluhan
yang sering dialami, terutama setelah melakukan aktivitas lama. Nyeri yang terjadi
biasanya tidak berhubungan dengan tingkatan aktivitas fisik yang dilakukan pasien.
Perubahan dalam pola defekasi atau gangguan berkemih mungkin mengindikasian
adanya sliding hernia yang terdiri dari isi intestinal atau saluran kemih dalam
kantung hernia.1

Pada umumnya, akan ada keluhan benjolan yang muncul tiba-tiba, hilang timbul
di lipat paha. Benjolan akan timbul pada waktu mengedan, batuk atau mengangkat
beban, pada anak kecil saat menangis dan hilang saat berbaring. Jika pasien akan
gelisah atau menangis pada anak kecil dan kadang perut kembung, harus dipikirkan
hernia strangulata. Dapat terjadi inflamasi akibat peregangan dari peritoneum visceral
atau parietal.7

Hal penting untuk ditanyakan meliputi durasi dan waktu munculnya gejala.
Pertanyaan juga harus diarahkan untuk mengetahui apakah hernia reponibel. Pasien
umumnya mengembalikan isi hernia ke dalam abdomen, pada saat ukuran defek
meningkat isi hernia akan sulit untuk dimasukan kembali. 1

Keluhan nyeri jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah


epigastrium atau periumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri
yang disertai mual muntah baru timbul kalau terjadi inkaserata karena ileus atau
strangulasi karena nekrosis atau gangren.2,12 Anak kemungkinan tidak nafsu makan
dan menangis terus menerus. Pada kulit dapat ditemukan perubahan warna, eritema
dan edema.

B. Pemeriksaan fisik

33
Pemeriksaan fisik merupakan hal yang penting dalam mendiagnosis hernia
inguinalis. Pasien yang tidak merasakan adanya keluhan umumnya di diagnosis
dengan pemeriksaan fisik atau datang dengan keluhan adanya benjolan yang
abnormal. Pada saat melakukan pemeriksaan posisi ideal pasien dalam keadaan
berdiri untuk meningkatkan tenakan intra-abdomen, dengan memperlihatkan daerah
lipat paha dan skrotum.2

1. Inspeksi.10,11
Untuk mengidentifikasi adanya benjolan abnormal pada daerah inguinal
sampai ke skrotum. Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul
pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah
berbaring. Kulit yang melapisi hernia biasanya normal, tetapi bila isi hernia
terjepit mungkin akan tampak kemerahan
a. Hernia inguinal
Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral
ke medial, tonjolan berbentuk lonjong.
Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
b. Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan
tojolan lanjutan dari hernia inguinalis lateralis.
2. Palpasi.10
a. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus
sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini disebut sarung tanda sarung
tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat direposisi pada waktu
jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien mulai mengedan kalau
hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau
samping jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
b. Nyeri tekan dan teraba hangat mungkin dijumpai pada hernia inkarserata dan
strangulata.
3. Perkusi.2,3
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan
hernia inkarserata dan strangulata.
4. Auskultasi2,3,10.
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang
mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata). Auskultasi juga dapat dilakukan
dengan meletakkan stetoskop di atas benjolan atau permukan kulit skrotum.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui isi dari hernia tersebut.

34
Apabila terdengar bisisng usus, isi dari hernia skrotalis tersebut adalah usus dan
apabila tidak terdengar bisin usus, isinya adalah omentum.
5. Colok dubur. 10
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship romberg (hernia
obtutaratoria).
6. Tanda tanda vital biasanya masih dalam batas normal, namun apabila terdapat
peningkatan suhu, nadi, tekanan darah dan respirasi mungkin sudah terjadi gejala
toksik pada hernia strangulata. 2,3
7. Teknik pemeriksaan sederhana finger tip test, Ziemen test dan Tumb test.13
a. Pemeriksaan Finger Test :

Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.

Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal


inguinal.

Penderita disuruh batuk:

Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 3.11 Finger test

b. Ziemen test
Penderita dalam keadaan berdiri atau telentang bila kantong
hernia terdapat isi hernia kita masukkan dalam cavum peritonei,
lakukan pemeriksaan bagian kanan dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
Dengan jari 2 tangan pemeriksa diletakkan diatas annulus
internus (1,5 cm diatas pertengahan SIAS-tuberculum pubicum).
Dengan jari 3 diletakkan di atas annulus axternus dan dengan jari 4
pada fossa ovalis. Bilamana ada dorongan pada jari 2 maka hernia

35
ingunal lateral, jika pada jari 3 maka hernia inguinal medial dan jika
pada jari 4 maka hernia femoralis.

Gambar 3.12 Ziement test

c. Pemeriksaan Thumb Test :


Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh
mengejan

Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.

Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Gambar 3.13 Thumb test

Pemeriksaan fisik sulit dilakukam pada pasien dengan obesitas, sehingga


diagnosis hernia inguinalis sulit ditegakan. Pada pasien dengan obesitas, hernia
femoralis dapat disalahartikan menjadi hernia inguinalis. Hernia femoralis sendiri
dapat diraba dibawa ligamentum inguinal.13

C. Pemeriksaan Penunjang

Pada umumnya tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang, namum pemeriksaan


seperti USG, CT scan, dan MRI terkadang dibutuhkan. Pemeriksaan herniogram

36
digunakan dengan menyuntikan kontras dalam rongga peritonium, kemudian dilihat
apakah adanya kantung atau tonjolan yang tidak simetris pada daerah inguinal.6
USG merupakan pemeriksaan paling tidak invasif dan tidak memberikan radiasi
kepada pasien dan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau dinding
abdomen dan membedakan penyebab pembengkakan testis.8
MRI memberikan gambaran statis yang dapat mendeteksi hernia ingunalis, dan
dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya. MRI digunakan jika pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan pada daerah inguinal, namun pada hasil
pemeriksaan USG tidak mendukung hasil pemeriksaan fisik. Penggunaan MRI
sekarang jarang digunakan, dikarenakan harganya yang mahal dan akses yang
terbatas. 1

3.9 Diagnosis banding


1 Hidrokel:
Tidak dapat dimasukan kembali. Testis pada pasien hidrokel tidak dapat
diraba. Pemeriksaan transluminasi positif. Hidrokel dapat dikosongkan dengan
pungsi, tetapi sering kambuh kembali. Pada pungsi didapatkan cairan jernih.3
2 Kriptokismus
Testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi kemungkinanya hanya sampai
kanalis inguinalis.3
3 Limfadenopati inguinal:
Sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama yang
bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi merupakan
penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva,
limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.3

3.10 Tatalaksana
A. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anak-
anak, reposisi spontan lebih sering (karena cincin hernia yang lebih elastis). Reposisi
dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan
perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.2

37
B. Pembedahan
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar
operatif hernia adalah herniorafi, terdiri atas herniotomi dan hernioplasti. Pada
herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong
hernia dipotong setinggi mungkin lalu diikat.2

Gambar 3.13 Langkah-langkah Herniotomi pada hernia inguinalis


Ket: A,B: Insisi hernia dapat berupa transverse atau oblik. C: Buka aponeurosis m. Obliquus abdominis externus.
D: Identifikasi funikulus spermatikus. E,F: Identifikasi dan bebaskan kantong hernia. G,H: Ligasi kantong hernia

Pada hernioplasti dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus inguinalis


internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis. Hernioplasti lebih
penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Hernia
bilateral pada orang dewasa, dianjurkan melakukan operasi dalam satu tahap kecuali
jika ada kontra indikasi. Begitu juga pada anak-anak dan bayi, operasi hernia bilateral
dilakukan dalam satu tahap, terutama pada hernia inguinalis sinistra.2
Terdapat beberapa metode hernioplasti pada tatalaksana hernia inguinalis,
yaitu:
1. Bassini repair
Tindakan herniorafi pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah Italia
bernama Eduardo Bassini pada tahun 1889. Prinsip hernioplasti yang dilakukan
Bassini adalah jahitan interrupted guna mengaproksimasi conjoint
tendon dan the bassini triple layer (fasia transversalis, otot tranversus abdominis
dan otot obliqus internus abdominis) dengan ligamentum inguinal. 15,16

38
Gambar 3.14 Bassini hernioplasti

2. Shouldice repair (multilayered repair)


Metode Bassini kemudia dikembangkan dengan berbagai variasinya, salah
satunya adalah yang dikemukakan oleh Shouldice pada tahun 1953 yaitu
multilayered repair / Shouldice repair. Pada tenik ini jahitan yang digunakan
adalah running sutures / countinues. Jahitan pertama dimulai dari tuberculum
pubicum kemudian ke lateral untuk aproksimasi bassini triple layers dengan
ligamentum inguinal dan iliopubic tract. Jahitan diteruskan hingga ke arah anulus
inguinalis profundus. Jahitan yang sama kemudian dilanjutkan dengan berbalik
arah, dari anulus inguinalis profundus ke tuberculum pubicum. Jahitan kedua
dilakukan aproksimasi antara otot obliqus internus dengan aponeurosis otot
obliqus abdominis eksternus dimulai dari anulus inguinalis internus menuju
tuberkulum pubis, kemudian jahitan diteruskan secara berlawanan mulai dari
tuberkulum pubis menuju anulus inguinalis internus. Karena jahitan aproksimasi
pada teknik ini yang berlapis, kejadian rekurensi dari teknik ini jarang
dilaporkan.15,16

39
Gambar 3.15 Multilayered Repair Metode Shouldice

3. Herniorafi tension-free dengan nylon darn repair


Moloney memperkenalkan teknik nylon darn modern pertama kali pada tahun
1948. Moloney memodifikasi jahitan tipe Bassini dengan menggunakan benang
monofilament nilon kontinyu untuk membawa conjoint tendon pada ligamentum
inguinalis, tetapi tanpa usaha untuk mendekatkan dua struktur ini secara paksa jika
jahitan terlalu tegang. Tahap penjahitan pada metode ini dibagi menjadi 3 yaitu
penjahitan kontinyu secara mendatar diikuti penjahitan kontinyu secara obliq ke arah
medial dan penjahitan kontinyu secara obliq ke arah lateral. Penjahitan yang
dilakukan akan menghasilkan struktur mirip jaring-jaring. Angka kekambuhan nylon
darn repair dilaporkan sebesar 0,8%, ekuivalen dengan penggunaan mesh. 15,16,17,18

40
Gambar 3.16. Langkah-langkah metode darn repair
Ket: A: Jahitan pertama dibuat dengan arah mendatar, kontinyu dari ligamentum inguinalis ke conjoint
tendon. B: Jahitan kedua, sama dengan jahitan pertama tetapi dengan arah oblik ke medial. C: Jahitan
ketiga, sama dengan jahitan kedua tetapi dengan arah berlawanan. D: Hasil akhir darn repair.15

4. McVay (Cooper Ligament) repair


Pada teknik ini terdapat dua komponen berupa repair dan relaxing incision.
Repair dilakukan dengan cara aproksimasi menggunakan benang non-absobable pada
fasia tranversalis ke ligamentum cooper mulai dari tuberkulum pubis menuju anulus
inguinalis internus menggunakan teknik jahitan interrupted. Langkah
berikutnya adalah relaxing incision dengan menginsisi fasia anterior
otot rektus abdominis.16,17

Gambar 3.17 Langkah-langkah metode McVay


5. Herniorafi Tension-Free dengan metode Lichstenstein

41
Funikulus spermatikus dipisahkan dari dinding posterior kanalis inguinalis dan
kantong hernia telah diikat serta dipotong, kemudian lembaran polypropylene mesh
dengan ukuran lebih-kurang 8x6 cm dipasang dan dipaskan pada daerah yang terbuka.
Mesh dijahit dengan benang polypropylene monofilamen 3.0 secara kontinyu.
Sepanjang tepi medial dan inferior mesh dijahitkan pada ligamentum inguinalis. Tepi
superior dijahitkan ke conjoint tendon. Bagian lateral mesh dibelah menjadi dua
bagian sehingga mengelilingi funikulus spermatikus pada cincin internus, dan kedua
bagian mesh yang terbelah tadi disilangkan dan difiksasi ke ligamentum inguinalis
dengan jahitan. Kemudian dilakukan penjahitan aponeurosis obliquus eksternus
kembali.14,18

Gambar 3.17. Langkah-langkah herniorafi metode Lichstenstein


3.11 Komplikasi

42
Komplikasi hernia dapat terjadi mulai dari inkarserata sampai strangulata
dengan gambaran klinik dari kolik sampai ileus dan peritonitis. Komplikasi lainnya
berupa kekambuhan, yaitu pada pasien dengan keluhan nyeri, munculnya tonjolan
atau masa pada lokasi dilakukannya operasi hernia. Hal ini dapat berlangsung karena
adanya permasalahn medis seperti malnutrisi, imunosupresi, diabetes, penggunaan
steroid, dan merokok. Penyebab teknis seperti ukuran mesh yang tidak tepat, iskemi
jaringan, infeksi, dan tegangan pada daerah oprasi. Komplikasi operasi hernia dapat
berupa cedera vena femoralis, nervus ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus
deferens, atau buli-buli. Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan
karena jika tidak maka dapat timbul nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.2
Komplikasi pasca operasi dapat berupa komplikasi dini dan jangka panjang.
Komplikasi dini pasca operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, nyeri, infeksi
luka, bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi jangka panjang
dapat berupa, nyeri jangka panjang dan atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau
bendungan pleksus pampiniformis dan residif.1,6
Nyeri pasca herniorhaphy juga disebut "inguinodynia" yang biasanya
disebabkan oleh kerusakan saraf, jepitan saraf oleh jaringan parut, mesh atau jahitan,
neuroma, jaringan parut, misplace mesh, mesh yang mengeras (meshoma), infeksi,
rekurensi hernia, penyempitan cincin inguinal di sekitar korda spermatika, dan
periostitis.1

3.12 Prognosis
Prognosis hernia inguinalis lateralis pada bayi dan anak sangat baik. Insiden
terjadinya komplikasi pada anak hanya sekitar 2%. Insiden infeksi pascah bedah
mendekati 1%, dan recurent kurang dari 1%. Meningkatnya insiden recurrent
ditemukan bila ada riwayat inkarserata atau strangulasi.1
Insiden hernia yang residif bergantung pada usia pasien, letak hernia, teknik
hernioplasti yang dipilih dan cara melakukannya. Hernia inguinalis indirek pada bayi
sangat jarang residif. Angka residif hernia inguinalis indirek pada segala usia lebih
rendah bila dibandingkan dengan hernia inguinalis direk atau hernia femoralis.2

43
BAB IV
KESIMPULAN

Hernia adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang
lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai
tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah
inguinal.
Hernia yang terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh prosesus vaginalis yang
belum menutup dan hernia terjadi pada orang dewasa biasanya terjadi kerana usia
lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan
bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada
orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus
minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal
meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang
barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul
hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar
melalui defek tersebut. Pajanan faktor fakor risiko diatas juga dapat memicu
terjadinya hernia.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. Schwartzs Principles of


Surgery. 10th edition. USA: McGraw-Hill;2010.
2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th
Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.
3. Sjamsuhidajat, de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2010.
4. Abantanga F.A, Lakhoo K. Inguinal and Femoral Hernias and Hydroceles.
USA: McGraw-Hill;2008.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W.K, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. 3rd ed, Jilid II. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI; 2014.
6. Widjaja, H. Anatomi abdomen. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007.
7. Norman SW, Bulstrode CJK, Oconnell PR. Bailey & Loves : short practice
of surgery. 26th edition. Boca Raton : Taylor & Francis Group; 2013.
8. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th edition. Philadelphia:
Lipincott Williams & Wilkins; 2006.
9. Ellis H. Clinical Anatomy Applied Anatomy for Students and Junior Doctors.
11th edition. New York: Wiley-Blackwell; 2006.
10. Zinner MJ, Ashley SW. Maingots Abdominal Operation. 11th edition. United
States of America: McGraw-Hill Companies; 2007.
11. Burkitt HG, Quick CRG, Gatt DT, Deakin PJ. Essential Surgery. London:
Churchill livingstone; 2003.
12. Palanivelu C. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I.
GEM Foundation; 2004.
13. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 12th edition. USA:
McGraw-Hill; 2006.
14. Ellis BW, Brown SP. Emergecy surgery. Edisi XXIII. London: Hodder Arnold;
2006.
15. Fitzdibbons RJ, Greenburg AG, Nyhus LM. Nyhus and Condons Hernia, 5th
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2002.
16. Henry T, Maleachi A, Riwanto I. Perbedaan kejadian infeksi dan hitung
kuman antara mesh monofilament dan multifilament makropori serta pure
tissue repair studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi in vivo pada
tikus wistar (tesis). Semarang: Bagian Bedah Universitas Diponegoro; 2007.
17. Zuidema GD, Yeo CJ. Shackelfords Surgery of Alimentary Tract. 5th edition.
Philadelphia: WB Saunders; 2002.

45
18. Kaynak B, Celik F, Guner A, et al. Moloney darn repair versus Lichtenstein
mesh hernioplasty for open inginal hernia repair. Surg Today 2007; 37: 958-
60.

46

Anda mungkin juga menyukai