Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

ISLAM INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
Nama Dokter Muda Andikha Novitasari Caesaria Ningsih
NIM 09711217
Tanggal Presentasi Maret 2015
Rumah Sakit RSUD Purbalingga
Gelombang periode

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 54 tahun
Alamat : Karang Malang 3/4
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
No. CM : 554053
Tanggal masuk : 26 Februari 2015
Tanggal diperiksa : 28 Februari 2015

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Februari 2015
Keluhan Utama : Sesak Nafas.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Purbalingga dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS. Awalnya sesak nafas dirasakan ketika melakukan aktivitas berat saja, lama-
kelamaan muncul ketika aktivitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi, membaik
ketika istirahat.
1 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk (+) grok-grok (+), sehingga memperberat sesak
nafasnya. Demam (-), nyeri kepala (+), kaki bengkak (+) nyeri ulu hati dan terasa penuh
(+), mual (+), muntah (-), BAB/BAK normal. Selain itu, karena sesak nafas pasien
mengaku aktivitasnya berkurang, sulit tidur dan kadang terbangun saat malam hari serta
harus menggunakan minimal dua bantal saat tidur.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Keluhan Serupa (+) 6 bulan SMRS
Riwayat Hipertensi (+), DM (-)
Riwayat Sakit Jantung (+)

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 1
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat Keluhan Serupa (-)
Riwayat HT (+) DM (-)
Riwayat sakit jantung tidak diketahui.
KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN
Merokok (+) menghabiskan minimal 5 batang/hari
Minum minuman beralkohol (-)
ANAMNESIS SISTEM:
Sistem Saraf : pusing (+), kejang (-), demam (-)
Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk (+) grok-grok
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Sistem Digestive : mual (+), muntah (-), nyeri perut (+) diare (-)
Sistem Urogenital : BAK dbn, warna bening (+), nyeri (-)
Sistem Integumentum : akral hangat (+), kemerahan pada kulit (-)
PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Dilakukan pada tanggal 28 Februari 2015
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Suhu tubuh : 36,20C
Denyut nadi : 96x/menit
Respirasi : 22x/menit

III.PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


A. KEADAAN UMUM
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Tinggi badan : 165cm
Berat badan : 85kg
BMI : 31,2
Kesan : Obesitas
Status gizi : Lebih

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 2
Skema manusia

B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : baik
1. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala normocephal, simetris. Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
tidak mudah rontok dan tidak nyeri tekan.
2. Pemeriksaan mata
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/
+), refleks cahaya (+/+).
3. Pemeriksaan Telinga
Bentuk telinga simetris, kelainan bentuk (-/-), nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-),
cairan atau sekret yang keluar dari liang telinga (-/-).
4. Pemeriksaan Hidung
Bentuk hidung simetris, discharge (-/-), cuping hidung (-), deviasi septum (-)
deformitas (-).
5. Pemeriksaan mulut
Bentuk bibir simetris, bibir sianosis (-), mukosa pipi anemis (-), lidah kotor (-),
lidah tremor (-).

6. Pemeriksaan leher
Deviasi trakhea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-), JVP 5+2.
7. Pemeriksaan dada
Thorax
- Inspeksi : bentuk dada normal, simetris (+), retraksi dinding dada (-).

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 3
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa atau benjolan (-), krepitasi (-), vokal fremitus
simetris (+).
- Perkusi : sonor (+) pada semua lapang paru, batas jantung : batas pinggang
jantung pada sic III linea parasternalis kanan, batas jantung kanan pada sic V
linea parasternalis kanan, batas jantung kiri pada sic V linea midclavikularis
kiri.
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (+/+) minimal, RBH (-/-),
wheezing (+).
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tampak di SIC V 1 jari ke medial dari linea
midclavikularis kiri.
- Palpasi : iktus kordis teraba kuat angkat.
- Perkusi : batas jantung kanan atas pada sic II linea parasternalis dekstra,
batas jantung kiri atas terletak di sic II linea parasternalis sinistra, batas
jantung kanan bawah terletak pada sic IV linea parasternalis dekstra, batas
jantung kiri bawah terletak pada sic V linea midclavikularis sinistra.
- Auskultasi : S1>S2 reguler, gallop (+), murmur (-).
8. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : supel, tampak cembung, simetris, tidak tampak adanya massa.
- Auskultasi : bising usus (+) normal.
- Perkusi : bunyi tympani pada seluruh kuadran abdomen, undulasi (-).
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepatosplenomegali (-).
9. Pemeriksaan Ekstrimitas
Ekstrimitas: superior inferior
Clibing finger -/- - /-
Sianosis -/- - /-
Oedem -/- +/+
10. Pemeriksaan integumentum
Inspeksi : ikterik (-)
Palpasi : akral hangat (+), nyeri tekan (-).

IV. PEMERIKSAN PENUNJANG


Pemeriksaan tanggal 26 Februari 2015
a. Pemeriksaan darah
Hb : 12,6 g/dl (13,2-17,3)
Leukosit : 7,9 10^3/ul (3,8-10,6)
Hematokrit : 39 % (40-52)
Eritrosit : 4,3 10^6/ul (4,4-5,9)
Trombosit : 256 10^3/ul (150-440)
MCH : 30 pg (26-34)
MCHC : 33 g/dl (32-36)
MCV : 90 fL (80-100)

Eosinofil :0% (1-3)


Basofil :0% (0-1)
Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 4
Netrofil Segmen : 85 % (50-70)
Limfosit : 10 % (25-40)
Monosit :5% (2-8)

Kimia Klinik
GDS : 126 mg/dl (100-150)
Kolesterol Total : 115 mg/dl (150-200)
Trigliserida : 44 mg/dl (70-140)
Ureum : 79,3 mg/dl (10-30)
Asam Urat : 8,89 mg/dl (< 6,8)

b. EKG

V. DAFTAR MASALAH
MASALAH AKTIF MASALAH PASIF
- Dyspneu de effort - Obesitas
- Edema ekstremitas inferior - Merokok
- Paroximal nocturnal dyspneu
- Tidur menggunakan lebih dari 2 bantal
- Batuk berdahak
- Abnormalitas auskultasi pulmo : RBK dan wheezing.
- Hipertensi
- Lab : hiperuremia, hiperurecemia
VI. DIGNOSIS KERJA
- Congestif Heart Failure NYHA III
- Hipertensi Stage II
- Dyspepsia
- Hiperuremia
- Hiperurecemia
- Obesitas
VII. RENCANA
A. Terapi
1. Non Farmakoterapi
- O2 3-4 liter/menit
- Diet Jantung
2. Farmakoterapi
- Infus D5% 20tpm
- Diuretik : injeksi furosemid 3x2 amp
- AH II : injeksi Ranitidin 2x50mg
- Digitalis : tab digoxin 2x0,25mg
- Beta blocker : tab bisoprolol 1x2,5mg
- Nitrat : tab ISDN 2x5mg
- Antitrombolitik : tab asetosal 1x100mg
- Bronkodilator : tab Salbutamol 3x4mg
- K replacement : tab Aspar K 3x1
Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 5
- PPI : tab lanzoprazole 2x1
-
B. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : kimia darah (LDL, HDL), fungsi ginjal (creatinin)

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 6
CONGESTIVE HEART FAILURE

I. DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi
miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah
perkembangan penyakit menjadi gagal jantung.
Beberapa istilah dalam gagal jantung :
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas
fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi
ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi,
pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri,
dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 7
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun
tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure),
karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal,
hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol,
peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan
tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan
jantung atau seluruh rongga jantung.

II1. ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta
dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu
perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat
berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal
jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan
penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien
dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.

IV. PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 8
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin
kurang efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam
darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan
berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 9
Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan
parasimpatik pada gagal jantung.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :


Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensinI
- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
-
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin
II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 10
Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih
lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan
kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.

V. MANIFESTASI KLINIK

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 11
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala
hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung,
toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan
aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan
merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak
kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.
Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar
membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah
ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal
Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan
dengan dispnea atau ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 12
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan
terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam
hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi
cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara
klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini
dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal
jantung kanan yang nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 13
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas
fisik, antara lain:
NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 14
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG


adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy
(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal
biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung


dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang
efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat
mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,


mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna
adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian
semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan
menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding
regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan
hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat
penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga
memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang
menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan
end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 15
noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas
oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak
ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi
sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).

VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan
untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi.
Terapi :
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik
dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan
panjang.
- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal
jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada
gagal jantung ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
pada yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu
selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 16
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.

b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE,
Antagonis Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -
blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-
trombotik, dan anti-aritmia.
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.
Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,
berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik
dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton,
dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas
pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai
dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada
gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 17
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik,
ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan
fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis
maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient
Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma
ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap.
Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang
mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat
digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada
gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan


(1,5 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada
pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan
gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi
ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita
dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada
penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat
dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis
dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat
penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 18
yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik
biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap
(fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis
seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel
pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi
dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk
mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan
kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan
penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang
dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan
di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,
semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat
metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi
hipoperfusi memperbaiki asidosis,pemberian bikarbonat hanya
diberikan pada kasus yang refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan
menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun
belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin
inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus
dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat
menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan
kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan
pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg
intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus)
mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 19
untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah
bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi
menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga
dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan
antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan.
Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian
intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator
yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien
gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside
dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis
0,3 0,5 g/kg/menit.
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan
vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan
yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki
hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas
susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron
dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan
stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya
adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01
g/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal
jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat
inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal
jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan
sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor
merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan
akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup
memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65
mmHg.
Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 20
akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi
peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15
g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang
akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian
dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2,
menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2
3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis
2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi
penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20
g/kg/mnt.
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-
AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan
inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah
milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi
penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat
terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis
milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus
0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus
kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal
jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah
< 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan
tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah
sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan
adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu
dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau
dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan
sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi
emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 21
afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena
maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik
diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi
nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan
aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan
disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal
ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa
balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable
cardioverter defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra
aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok
kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.
Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju
jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,
diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik
dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter
device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang
mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik.

VIII. PROGNOSA
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark
Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 22
miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah
akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.

Manajemen Kasus I Stase Ilmu Penyakit Dalam (Andikha Novitasari Caesaria 09711217) 23

Anda mungkin juga menyukai