Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Kulit

Penyakit kulit dikenal bermacam-macam, seperti kudis, eksema, kutu air,

biang keringat, koreng dan sebagainya. Untuk mengobati penyakit-penyakit kulit

tersebut digunakan bahan-bahan yang sifatnya mampu melindungi kulit yang

luka, mampu menghaluskan dan melemaskan kulit, mengurangi rasa gatal dan

mempunyai kerja khusus serta bersifat antiseptika (Widjajanti, 1988).

Sediaan farmasi yang digunakan pada kulit adalah untuk memberikan aksi

lokal, berlangsung lama pada tempat yang sakit dan sedikit mungkin diabsorpsi.

Oleh karena itu sediaan pada kulit biasanya digunakan sebagai antiseptik,

antifungi, antiinflamasi, anestetik lokal, emolien, pelindung terhadap sinar

matahari, udara dan iritasi zat kimia. Biasanya bentuk sediaannya berupa salep,

krim dan pasta, sedangkan sediaan lain yang juga digunakan adalah berupa serbuk

tabur, aerosol, larutan dan losio (Anief, 2007).

Contoh obat-obatan yang sering digunakan pada pengobatan penyakit

kulit:

1. Obat antibakteri dan germisida, seperti fenol, kresol, timol alkohol dan lain-

lain.

2. Antibiotik topikal, terdiri dari Penisilin, Neomisin, Framisetin, Gramisidin,

Gentamisin, Polimixin B, Tetrasiklin HCl, Eritromisin dan lainnya.

3. Antifungi topikal, seperti natrium propionat, asam undesilenat, salisilamid,

asam benzoat, asam salisilat dan lain sebagainya (Anief, 1997).

4
2.2 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI,

1995). Sediaan ini memiliki konsistensi relatif cair yang diformulasikan sebagai

air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A).Krim dapat disimpan

dalam wadah tertutup dan diletakkan ditempat sejuk (Jas, 2004).

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke

bagian kulit badan. Yang dimaksud dengan obat luar adalah obat yang

pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan dan ke arah lambung. Menurut

definisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit (salep, krim,

jelly, serbuk tabur), obat hidung, obat mata, obat tetes telinga dan sebagainya

(Widjajanti, 1988). Secara umum obat-obat luar memiliki keamanan yang lebih

baik karena hanya digunakan secara lokal pada lokasi tertentu diluar tubuh. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah iritasi kulit, atau kadang-kadang rasa

terbakar (Widodo, 2004).

Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu krim harus

stabil pada suhu kamar.

b. Lunak. Semua zat dalam keadaan halus, lunak serta homogen.

c. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit.

d. Terdispersi secara merata. Obat harus terdispersi merata di dalam dasar

krim padat atau cair (Widodo, 2013).

5
Basis krim

Seperti salep, krim juga mengandung basis atau bahan dasar tertentu. Ada

beberapa bahan dasar yang sering digunakan dalam pembuatan krim, diantaranya

sebagai berikut:

a. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak dan bersifat asam.

Contohnya asam stearat, adeps lanae, paraffin liquidum, stearil alkohol

dan sebagainya.

b. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air dan bersifat basa.

Contohnya, Na tetraborat, Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH, Gliserin,

Polietilenglikol/PEG, propilen glikol, surfaktan dan sebagainya.

c. Pengemulsi, bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim

disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat. Misalnya:

emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setearil alkohol dan lainnya.

d. Pengawet, yaitu bahan yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas

sediaan. Bahan pengawet yang sering digunakan adalah metil paraben

(nipagin) 0,12-0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05% dan lainnya.

e. Pendapar, yaitu bahan yang digunakan untuk mempertahankan pH

sediaan.

f. Antioksidan, yaitu bahan yang digunakan untuk mencegah ketengikan

akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh (Widodo, 2013).

Sama halnya seperti sediaan bentuk lain, krim juga memiliki keuntungan

dan kerugian dalam penggunaannya. Beberapa keuntungan dari penggunaan krim

antara lain, mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, cara

6
kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket, memberikan rasa dingin

dan lain-lain. Adapun kerugian dari penggunaan sediaan krim antara lain, susah

dalam pembuatannya karena harus dalam keadaan panas, gampang pecah, mudah

kering dan rusak khususnya tipe a/m karena terganggunya sistem campuran yang

disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi (Widodo, 2013).

Salah satu krim yang beredar di pasaran adalah Betason-N krim yang di

produksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Betason-N krim

merupakan salah satu krim yang sering digunakan untuk mengobati penyakit kulit.

Tiap gram krim mengandung Betametason valerat 0.1% dan Neomisin sulfat

0.5%.

2.2.1 Betason-N krim

Gambar 2.1 Betason-N Krim

Tiap gram krim mengandung Betametason-17-valerat 1 mg dan Neomisin

sulfat 5 mg. Betametason merupakan 9-fluorokortikosteroid, yaitu suatu senyawa

dari golongan kortikosteroid yang paling efektif untuk obat kulit. Neomisin

dikenal sebagai suatu antibiotik yang aktif terhadap sejumlah besar bakteri yang

umumnya menyertai radang kulit. Betason-N krim sangat berguna untuk

7
mengobati penyakit kulit dengan radang akut maupun sub-akut seperti eksema,

dermatitis atopik, neurodermatitis, alergi terhadap bubuk sabun atau zat-zat kimia.

Adanya Neomisin dalam Betason-N krim menjamin penyembuhan infeksi

sekunder yang umumnya disertai radang-radang kulit.

2.2.2 Betametason valerat

Gambar 2.2 Struktur kimia Betametason valerat

Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97.0% dan tidak lebih

dari 103.0% C27H37FO6, dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemeriannya

serbuk, putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu lebih kurang

190oC disertai peruraian. Kelarutan, praktis tidak larut dalam air, mudah larut

dalam aseton dan kloroform, larut dalam etanol, sukar larut dalam benzen dan

dalam eter (Depkes RI, 1995). Betametason sering digunakan pada salep sebagai

valerat 0,1 % atau dipropionat 0.05 % yang dua kali lebih kuat (Tan dan Raharja,

2007).

2.3 Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan dari fungi dan bakteri, yang

memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

8
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara

semi-sintesis juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa sintetis

dengan khasiat antibakteri (Tan dan Raharja, 2007).

Kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu

organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau

menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain antibiotik merupakan

zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang mengahambat

mikroorganisme lain (Pelczar, 1988). Pada awalnya istilah yang digunakan adalah

antibiosis, yang berarti substansi yang dapat menghambat pertumbuhan organisme

hidup yang lain dan berasal dari mikroorganisme. Namun pada perkembangannya

antibiosis ini disebut sebagai antibiotik (Pratiwi, 2008).

Penghambatan mikroba yang disebabkan oleh suatu antibiotik mungkin

bersifat tetap atau sementara. Apabila penghambatan itu hanya bersifat sementara

maka keaktifan antibiotik itu disebut sebagai bakteriostatik. Walaupun antibiotik

ini menghambat pertumbuhan sel bakteri, mikroba terus berkembang jika

pemberian antibiotik dihentikan. Sedangkan agen bakterisid mekanisme

tindakannya adalah memusnahkan mikroba (Hadisahputra dan Harahap, 1994).

Antibiotik yang pertama dikenal adalah penisilin, suatu zat yang

dihasilkan oleh jamur Penicillium. Penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming

pada tahun 1929, namun saat tahun 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai

pembunuh bakteri. Selama Perang Dunia Kedua dan sesudahnya bermacam-

macam antibiotik ditemukan dan sekarang jumlahnya ratusan (Waluyo, 2010).

9
Antibiotik dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain

sebagai berikut:

2.3.1 Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimianya

a. Golongan Beta laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin,

sefazolin, sefuroksin, sefadroksil, seftazidim) golongan monosiklik dan

golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen

antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium

chrysogenum.

b. Antibiotik golongan Aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh

jenis-jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan

turunan semi sintetisnya mengandung dua atau tiga gula amino di dalam

molekulnya yang saling terikat secara glikosidis. Spektrum kerjanya luas,

aktifitasnya adalah bakterisid. Contohnya neomisin, streptomisin,

amikasin, gentamisin dan paranomisin.

c. Antibiotik golongan Tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis.

Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman.

Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci Gram positif dan

Gram negatif. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin dan monosiklin.

d. Antibiotik golongan Makrolida, bekerja bakteriostatis terutama terhadap

bakteri Gram positif. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel

pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila

digunakan terlalu lama bisa menyebabkan resistensi.

10
e. Antibiotik golongan Linkomisin, dihasilkan oleh Streptomyces

lincolnensis. Khasiatnya bakteriostatis, spektrum kerjanya lebih sempit

dari pada makrolida terutama terhadap kuman Gram positif dan anaerob.

Contohnya linkomisin.

f. Antibiotik golongan Kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat

bakterisid pada fase pertumbuhan kuman. Golongan ini hanya dapat

digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.

g. Antibiotik golongan Kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum

luas. Bersifat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman Gram positif

dan sejumlah kuman Gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan

perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol (Tan

dan Rahardja, 2007).

2.3.2 Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum atau kisaran kerja

Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan

menjadi dua yaitu :

a. Berspektrum sempit (narrow spectrum), hanya mampu menghambat

segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau

membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja.

b. Berspektrum luas (broad spectrum), dapat menghambat atau membunuh

bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).

2.3.3 Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dikelompokkan

menjadi lima golongan yaitu :

11
a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin,

basitrasin dan vankomisin.

b. Antibiotik yang merusak membran plasma

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah polimiksin, nistatin dan

amfoterisin B.

c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein

Antibiotik yang termasuk kelompok ini adalah golongan aminoglikosida,

makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin.

d. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan

kuinolon.

e. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamid, kotrimoksazol

dan asam p-amino salisilat (PAS) (Pratiwi, 2008).

2.3.4 Bahaya pemakaian antibiotik

Beberapa bahaya yang dapat diakibatkan pada pemakaian antibiotik antara

lain:

a. Gejala resistensi, pada pengobatan yang tidak cukup yaitu terlalu singkat

waktunya atau terlalu lama dengan dosis terlalu rendah atau digunakan

pada pengobatan yang tidak perlu misalnya pada luka kecil dan sebagainya

dapat mengakibatkan resistensi, artinya bakteri akan memberikan

perlawanan terhadap kerja antibiotik, sehingga khasiat antibiotik akan

12
menjadi berkurang atau tidak berkhasiat sama sekali. Bila sudah terjadi

resistensi antibiotik ini sudah tidak efektif lagi melawan kuman dan pada

pengobatan selanjutnya harus diganti dengan antibiotik lain yang

mempunyai khasiat yang sama.

b. Gejala kepekaan yang disebut alergi, misalnya gatal-gatal. Sebagai contoh,

penisilin bila diberikan kepada seseorang yang tidak tahan (peka) dapat

menimbulkan bintik-bintik merah, gatal-gatal bahkan pingsan.

c. Supra infeksi, yaitu seseorang yang telah ketularan suatu kuman, ketularan

kuman sekali lagi dengan kuman yang sama. Ini terutama terjadi pada

pemakaian antibiotik broad spectrum, karena kegiatannya demikian

luasnya sehingga flora bakteri usus juga dimatikan dan keseimbangan

bakteri normal juga terganggu (Widjajanti, 1988).

2.3.5 Resistensi

Resistensi terhadap obat antibiotik, ialah obatnya tidak mampu membunuh

kuman atau kumannya menjadi kebal terhadap obat. Beberapa jenis resistensi

yaitu:

Resistensi bawaan (primer), terjadi secara alamiah. Pada kuman sudah

terdapat resistensi secara alamiah, misalkan adanya enzim penisilinase

yang merusak penisilin dan sefaloridin.

Resistensi yang diperoleh (sekunder), disebabkan kontak kuman dengan

antibiotik.

Resistensi episomal, tipe resistensi ini pembawa faktor genetika berada

diluar kromosom yang ditulari bakteri lain.

13
Resistensi silang, ialah kejadian dimana bakteri resisten terhadap suatu

antibiotika dan semua derivatnya. Contohnya Penisilin dengan Ampisilin

dan sebagainya (Anief, 1996).

Salah satu contoh antibiotik yang beredar dipasaran adalah Neomisin

sulfat yang terdapat dalam krim Betason-N produksi PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Medan. Neomisin dikenal sebagai suatu antibiotik yang aktif terhadap

sejumlah besar bakteri yang umumnya menyertai radang kulit.

2.3.6 Neomisin sulfat

Gambar 2.3 Struktur kimia Neomisin sulfat

Neomisin sulfat adalah garam sulfat dari neomisin, zat antibakteri yang

dihasilkan oleh pertumbuhan Streptomyces fradiae (1949) Waksman (Familia

Streptomycetaceae) atau campuran dari dua atau lebih bentuk garam. Mempunyai

potensi setara tidak kurang dari 600 mcg neomisin per mg, dihitung terhadap zat

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

Neomisin merupakan antibiotik berspektrum luas. Mikroorganisme yang

rentan biasanya dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 mcg/ml atau kurang.

Neomisin tersedia untuk penggunaan topikal dan oral. Neomisin digunakan secara

14
luas untuk penggunaan topikal dan berbagai infeksi kulit dan membran mukus

yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap obat ini. Pemberian

oral neomisin biasanya dalam kombinasi dengan eritromisin basa. Neomisin

diabsorpsi dengan buruk dari saluran gastrointestinal dan diekskresikan oleh ginjal

sebagaimana aminoglikosida lainnya (Goodman dan Gilman, 2012).

Neomisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Aminoglikosida

adalah golongan antibiotik bakterisidal yang terkenal toksik terhadap saraf otak

(ototoksik) dan terhadap ginjal (nefrotoksik). Antibiotik ini merupakan produk

berbagai spesies streptomyces atau fungus lainnya (Istiantoro dan Gan, 2011).

Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotik yang gula aminonya tergabung

dalam ikatan glikosida. Antibiotik ini memiliki spektrum luas dan bersifat

bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis protein. Antibiotik ini

berikatan pada subunit 30S ribosom bakteri (beberapa terikat juga pada subunit

50S ribosom) dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs A ke situs P

dan menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA dan mengakibatkan bakteri tidak

mampu menyintesis protein vital untuk pertumbuhannya (Pratiwi, 2008).

Secara in vitro neomisin aktif terhadap organisme Gram negatif termasuk

Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia, Proteus vulgaris

dan Haemophilus influenza. Neomisin aktif terhadap Gram positif yaitu

Staphylococcus aureus ataupun Staphylococcus epidermidis. Organisme yang

resisten terhadap neomisin termasuk mikroorganisme Gram negatif Pseudomonas

aeruginosa, mikroorganisme Gram positif, bakteri anaerob, fungi dan virus

(Wattimena, 1991).

15
Efek merugikan dari penggunaan neomisin sulfat adalah reaksi

hipersensitivitas, terutama ruam kulit, terjadi pada 6% hingga 8% pasien jika

diberikan secara topikal. Efek toksis neomisin yang paling penting adalah

kerusakan ginjal dan ketulian akibat kerusakan saraf pendengaran. Pada

pemakaian oral efek merugikannya adalah malabsorpsi dan superinfeksi usus

(Goodman dan Gilman, 2012).

Resistensi terhadap aminoglikosida

Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida muncul karena sel

bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat menambahkan fosfat, asetat, atau

gugus adenil pada berbagai macam tempat pada antibiotik aminoglikosida.

Antibiotik aminoglikosida yang telah dimodifikasi tersebut nantinya tidak akan

mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat menghambat

sintesis protein (Pratiwi, 2008).

2.4 Metode Pengujian

Aktivitas potensi antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai

dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas

antimikroba juga akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat

ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau

biologi biasanya merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang

kemungkinan hilangnya aktivitas (Depkes RI, 1995). Mikrobiologi merupakan

suatu istilah luas yang berarti studi tentang organisme hidup yang terlalu kecil

untuk dapat dilihat dengan mata telanjang (Volk dan Wheeler, 1988).

16
Keampuhan biologis dinyatakan dalam mikrogram (atau satuan lain)

sebagaimana ditetapkan dengan cara membandingkan jumlah sel yang mati atau

keadaan bakteriostatis organisme uji yang disebabkan oleh substansi uji, dengan

yang disebabkan oleh siapan baku. Meskipun satuan pengukuran bagi beberapa

antibiotik itu sembarang, bagi antibiotik-antibiotik lain hal tersebut ditetapkan

menurut perjanjian internasional atau peraturan FDA (Food and Drug

Administration). Misalnya unit internasional (International Unit atau IU)

(Pelczar, 1988).

Untuk menentukan aktivitas antibiotik ada dua metode umum yang dapat

digunakan, yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau lempeng dan

penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri (Depkes RI, 1995).

a. Metode Lempeng Silinder

Metode ini berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak

lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng, sehingga

mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa

lingkaran atau zona di sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik.

b. Metode Turbidimetri

Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba

dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media cair yang dapat

menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik.

2.5 Medium Biakan Mikroba

Medium adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat-zat

hara (nutrient) yang digunakan menumbuhkan mikroorganisme di atas atau di

17
dalamnya. Medium dapat digunakan untuk isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-

sifat fisiologis dan perhitungan jumlah mikroorganisme (Waluyo, 2010).

Berdasarkan sifat keheterotrofan mikroba, medium dapat digolongkan

beberapa kelompok besar yaitu :

1. Media hidup, pada umumnya media hidup dipakai dalam laboratorium

virologi untuk pembiakan berbagai virus, sedangkan dalam laboratorium

bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu saja. Contoh media hidup

adalah hewan percobaan, manusia, telur berembrio, biakan jaringan dan

lainnya.

2. Media mati, pada media mati juga dikenal media sintetis. Media sintetis

merupakan media yang mempunyai kandungan dan isi bahan yang telah

diketahui secara terperinci. Media sintetis sering digunakan untuk

mempelajari sifat faali dan genetika mikroorganisme (Waluyo, 2010).

Media mati dapat digolongkan berdasarkan konsistensinya yaitu :

Media padat, diperoleh dengan cara menambah agar-agar. Agar berasal

dari ganggang atau alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat.

Media setengah padat, media ini dibuat dengan bahan sama dengan

media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya.

Media cair, secara umum medium cair adalah medium yang berbentuk

cair. Medium cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti

pembiakan mikroba dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi dan

berbagai macam uji (Waluyo, 2010).

18
Media yang digunakan pada penetapan potensi Neomisin sulfat dalam

krim

Betason-N produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan secara

mikrobiologi yaitu media antibiotik no. 1.

Media antibiotik no. 1

Komposisi media antibiotik no.1 ini adalah campuran dari pepton, Tripton,

ekstrak ragi, lab-lemco powder, glukosa dan agar. Untuk membuat media tersebut

dapat melarutkan bahan-bahan diatas dengan air hingga 1 L dan atur pH nya

dengan menggunakan Natrium hidroksida 1 N atau Asam klorida 1 N, hingga

sesudah sterilisasi uap air pH 6,6 0,1 (Depkes RI,1995).

2.6 Bakteri

Bakteri merupakan organisme mikroskopik yang memiliki peran besar

dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen

penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan

manfaat dibidang pengobatan, pangan, industri dan lain-lain (Wikipedia, 2015).

Berdasarkan struktur kimia dinding selnya, bakteri dapat dibedakan

menjadi dua yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram

positif yaitu bakteri yang dinding selnya banyak mengandung peptidoglikan,

sedangkan bakteri Gram negatif dinding selnya banyak mengandung

lipopolisakarida (Pratiwi, 2008). Contoh bakteri Gram positif antara lain genus

Staphylococcus, Streptococcus, Streptomyces dan lainnya. Sedangkan contoh

bakteri Gram negatif antara lain genus Escherichia, Salmonella, Acetobacter dan

lain-lain (Wikipedia, 2015).

19
Pada penetapan potensi Neomisin sulfat dalam Betason-N krim produksi

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, bakteri yang digunakan adalah

Staphylococcus epidermidis. Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang

sering menyertai radang kulit.

Staphylococcus

Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya

tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini mudah tumbuh

pada berbagai pembenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan

karbohidrat, serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning

tua. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa

manusia. Staphylococcus patogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi

plasma, serta menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin.

Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikroba sehingga

menimbulkan masalah pengobatan yang sulit (Nasution, 2014).

Staphylococcus epidermidis

Gambar 2.4 Staphylococcus epidermidis

20
Klasifikasi ilmiah bakteri Staphylococcus epidermidis

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Class : Bacili

Ordo : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : S. epidermidis

Nama binomial : Staphylococcus epidermidis (Wikipedia, 2013)

Staphylococcus epidermidis adalah salah satu spesies bakteri dari genus

Staphylococcus yang diketahui dapat menyebabkan infeksi oportunistik

(menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah). Secara klinis

bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah (Wikipedia,

2013). Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri koagulase negatif dan

katalase negatif. Mempunyai karakteristik dengan bentuk koloni putih pada

manitol salt agar dan ini dapat digunakan untuk membedakannya dengan

Staphylococcus aureus (Nasution, 2014).

21

Anda mungkin juga menyukai