Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN.

W DENGAN DIAGNOSA
APENDISITIS AKUT DI RUANG BEDAH/ RUANG DAHLIA

RSUD KABUPATEN BATANG

DISUSUN OLEH :

Ruli Rahmawati

22020113130119

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat ini telah banyak negara yang maju di seluruh dunia.
Perkembangan dan pertumbuhan di berbagai bidang berkembang pesat. Hal
ini selaras dengan perkembangan berbagai penyakit yang muncul akibat
berbagai penyebab. Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh penduduk
negara maju yaitu apendisitis. Adapun apendisitis itu sendiri merupakan suatu
peradangan pada apendiks yang menjadi penyebab penyakit perut yang paling
sering. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan semua jenis kelamin.
Apendisitis disebabkan karena adanya penyumbatan lumen apendiks yang
diakibatkan karena peradangan, benda asing, penyempitan, atau neoplasma
(Librianty, 2015).
Prosentase penyakit apendisitis di dunia yaitu laki-laki yaitu 8,6% dan
perempuan 6,7% walaupun apendistis jarang diderita oleh bayi, namun
kejadian ini mengalami peningkatan penderita pada laki-laki maupun
perempuan usia 15 hingga 25 tahun. Penderita apendisitis oada usia 45 tahun
mengalami penurunan hingga 25%. Laki-laki lebih berisiko menderita
apendisitis dari pada perempuan dengan perbandingan 1,4:1 (Mandell,
Douglas, and Bennetts, 2014).
Menurut data Global Burden Disease WHO 2004 terdapat 259 juta
kasus apendisitis pada laki-laki di seluruh dunia yang tidak terdiagnosis,
sedangkan pada perempuan terdapat 160 juta kasus apendisitis yang tidak
terdiagnosis. Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis didiagnosa per
tahun, rata-rata usia anak yang mengalami apendisitis adalah 10 tahun. Di
Amerika Serikat angka kematian akibat apendisitis 0.2-0.8% (Santacroce &
Craig, 2006). Di Indonesia Apendisitis menjadi penyakit terbanyak diderita
dengan urutan keempat tahun 2006 setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis
(DepKes RI, 2006).
Menurut data diatas dapat disimpulkan bahwa peyakit appendisitis
merupakan penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu
penulis bermaksud menyampaikan tentang gambaran penyakit apendisitis dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis appendisitis post
operasi laparatomi appendiktomi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang gambaran penyakit apendisitis dan cara
perawatan pasien post operasi laparatomi appendiktomi.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian apendisitis
b. Untuk mengetahui etiologi apendisitis
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis apendisitis
d. Untuk mengetahui klasifikasi apendisitis
e. Untuk mengetahui komplikasi yang timbul akibat apendisitis
f. Untuk mengetahui patofisiologi apendisitis
g. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang apendisitis
h. Untuk mengetahui diagnosa dan penatalaksanaan apendisitis
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien apendistis

A. DEFINISI
Ada beberapa pengertian mengenai appendicitis, diantaranya yaitu:
1. Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang
berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal
(Long, Barbara C, 1996).
2. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).
3. Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai
jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal
(Brunner dan Sudarth, 2002).
4. Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Arif Mansjoer dkk, 2000).
5. Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan,
tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur (Anonim, 2007).

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari foikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan
sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur
15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena
peningkatanjaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Apendiks yang terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks
d. Kelainan katup di pangkal apendiks
(Nuzulul, 2009)

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yaitu:
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau
parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis
kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.

D. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia foikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapdesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bet=rtambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu peah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007).

APENDIKS (Mansjoer, 2007)

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekait Sreiktur Tumor

limfoid apendiks

Obstruksi
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
karakteristik nyeri
Mukosa terbendung 2. Jelaskan pada pasien
tentang penyebab nyeri
Apendiks teregang 3. Ajarkan tehnik untuk
pernafasa diafragmatik
lambat/napas dalam
Tekanan intraluminal 4. Berikan aktivitas hiburan
5. Observasi TTV
Aliran darah terganggu 6. Kolaborasi dengan tim
Nyeri medis dalam pemberian
analgesik
Ulserasi dan invasi bakteri

pada dinding apendiks

Apendisitis

Ke peritonium trombosis pd vena intramural

Peritonitis pembengkakan dan iskemia


Perforasi
Cema 1. Kaji ulang pembatasan
Pembedahan operasi aktivitas pasca operasi
1.
s
Evaluasi tingkat 2. Anjurkan menggunakan
ansietas, cacat verbal dan non laksatif/pelembek feses ringan bila
verbal perlu dan hindari enema
2. Jelaskan dan persiapkan 3. Diskusikan perawatan insisi,
Luka insisi PK termasuk mengamati balutan,
untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan Pembed pembatasan mandi, dan kembali ke
3. Jadwalkan istirahat ahan dokter untuk mengangkat
adekuat da periode jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi medik, contoh
Defisit
Nyeri Jalan masuk kuman
1. self pasien
Mandikan
setiap hari sampai klien 1. Kaji skala nyeri lokasi,
mampu melaksanakan karakteristik dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat Resiko
sendiri serta cuci
rambut dan potong
2. Monitor TTV infeksi
3. Pertahankan istirahat 1. Kaji adanya tanda-tanda
kuku
dengan posisi semi fowler infeksi pada area insisi
2. Ganti pakaian
4. Dorong ambulasi dini 2. Monitor TTV, perhatikan
yang kotor dengan 5. Berikan aktivitas demam, menggigil, berkeringat,
yang bersih hiburan
3. Berikan hynege perubahan mental
6. Kolaborasi tim dokter 3. Lakukan teknik isolasi untuk
edukasi pada klien dan
E. MANIFESTASI
keluarga tentang
KLINIKdalam pemberian analgetika enterik, termasuk cuci tangan efektif
4. Pertahankan teknik aseptik
1. Nyeri
pentingnya kuadaran bawah terasa dan biasanya disertai
kebersihan dengan demam
ketat pada perawatan luka
diri
4. ringan,
Berikan mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. insisi/terbuka, bersihkan dengan
pujian
betadine
2. Nyeri
pada klien tentangtekan lokal pada titik McBurney bila dilakukan5. tekananAwasi/batasi pengunjung dan
kebersihanya
5. 3. Nyeri
Bimbing tekan lepas dijumpai siap kebutuhan
4. Terdapat konstipasi atau diare
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih
atau ureter
8. Pemeriksaan rektal positif jika appendiks berada di ujung pelvis
9. Tanda Rovsing denga melakukan palpasi kuadran kiri bawahyang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar,
disertaiabdomen terjadi akibat ileus paralitik
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadiruptur appendiks.
(Arif Mansjoer dkk, 2000).

Nama Pemeriksaan Tanda dan Gejala


Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztovas sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina
Dunphys sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (kosher)s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau nyeri sekitar perut, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut
(Rosenstein)s sign kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanovas sign Bertambahnya nyeri denga jari pada petit
triangle kanan(akan positif Shchetkin-
Bloombergs sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

F. KOMPLIKASI
Adapun jenis komplikasi di antaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah dan daerah pelvis.
Massa ini mula-mula berupa flegmon dan beekembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi
dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak skit, panas lebih dari 38,5C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear
(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritononitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Bila nfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis
disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
(Arif Mansjoer dkk, 2000).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Labolatorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat.

2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis
akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat.

3. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.

4. Radiologi.
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

6. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.

7. Barium enema.
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga
untuk menyingkirkan diagnosis banding.

8. Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan
secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi
umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.
(Arif Mansjoer dkk, 2000).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi
1. Penanggulangan konservaif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks
(apendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (menggeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
penurunan peristaltik
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi appenditimi)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi
post pembedahan)
3. Defisit self care berhubugan dengan nyeri
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang stimulus
DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.


2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000,
Jakarta.
3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III,
EGC, 2000, Jakarta.
4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan
Gastrointestinal), EGC, Jakarta.
6. Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula.
Bina Aksara Jakarta
7. Librianty, Nurfanida. (2015). Panduan mandiri melacak penyakit.
Lintas Kata: Jakarta
8. Mandell, Douglas, and Bennetts. (2014). Principles and practice of
infectious diseases eight edition volume 1. Elsevier Sunders: Canada
9. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai