A. DEFINISI
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah
pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang
terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP)
adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal. VAP merupakan bagian dari Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
(PDPI, 2003).
B. ETIOLOGI
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug
resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan
Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).
Patogen yang paling banyak menyebabkan Hospital Acquired Pneumonia
(HAP) adalah bacilli gram-negative dan Staphylococcus aureus, terutama
organisme yang resisten terhadap obat. Secara umum aerobic enteric gram
negatif bacillus diperkirakan sampai sepertiga dari semua kuman patogen yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya pneumonia. Pada pasien yang
menggunakan ventilator, resiko terkena kuman gram negatif bacillus
diperkirakan sekitar 58 - 83 %, sedangkan gram positif coccus hanya 14 -
38 %, dan anaerob hanya 1 - 3 %.Infeksi poli mikrobial tercatat kejadiannya
mencapai 26 - 53 %. Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman
anaerob dan virus jarang terjadi (PDPI, 2003).
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Perburukan dari pertukaran gas (saturasi oksigen <94%), peningkatan
kebutuhan oksigen, meningkatkan kemampuan ventilasi
2. Temperatur tubuh yang instabil dengan penyebab yang tidak diketahui
3. Leukopenia < 4000 wbc/mm3 atau leukositosis > 15.000 wbc/mm3 dan
pergesaran ke kiri (>10% bentuk band)
4. Onset baru mengeluarkan sputum yang purulent atau perubahan dari
karakter sputum , atau meningkatnya dari sekresi respirasi dan
meningkatnya kebutuhan untuk suksion
5. Apneu, Takipneu, dan terdapat napas cuping hidung dengan terdapat retraksi
dari dinding dada atau grunting
6. Terdapat wheezing, rhales dan rhonci
7. Batuk
8. Bradikardia (< 100 bpm) atau takikardia (>170 bpm)
D. PATOFISIOLOGI
Pada kejadian infeksi saluran pernapasan, setidaknya harus ada satu dari
tiga kondisi berikut : pertahanan host terganggu, masuknya organisme ke
dalam saluran pernapasan bawah yang jumlahnya cukup untuk menginfeksi
dan mengalahkan pertahanan host, atau tingginya jumlah organisme patogen
yang ada disekitar.
Patogenesis hospital aqcuired pneumonia pada prinsipnya sama dengan
pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran
napas bagian bawah. Ada tiga rute masuknya mikroba tersebut ke dalam
saluran napas bagian bawah yaitu :
1. Aspirasi
Merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut. Tidak semua jalan efektif untuk masuknya
bakteri sehingga dapat menginfeksi. Jalan yang paling potensial untuk
masuknya bakteri patogen ke dalam saluran pernapasan bawah adalah
melalui mikroaspirasi dari sedikit sekresi orofaringeal yang sebelumnya
sudah terdapat koloni bakteri patogen.
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai
risiko mengalami hospital aqcuired pneumonia. Apabila sejumlah bakteri
dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah
yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum
dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia.
Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar
(eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas
bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia
nosokomial ialah bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang
merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian
atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk
terjadi pneumonia.
Pada pasien yang menderita penyakit sistemik yang parah, kejadian
kolonisasi bakteri patogen orofaringeal oleh enteric gram-negative bacilli
meningkat hingga 35 % pada pasien dengan keparahan yang sedang dan
meningkat 75% pada pasien yang kritis. Kejadian aspirasi meningkat ketika
terdapat gangguan pada refleks muntah, gangguan kesadaran, dan ketika
adanya penggunaan alat seperti nasogastrik atau endotracheal tubes, atau
jika terdapat penyakit esofageal.
2. Inhalasi
Jalan melalui inhalasi merupakan metode efektif untuk penyebaran
Legionella spp., virus terentu, Mycobacterium tuberculosis, dan jamur, serta
melalui kontaminasi alat bantu nafas yang digunakan pasien.
3. Hematogenik
Penyebaran melalui darah terutama terjadi pada pasien postoperative dan
pada pasien dengan kronik intravenus atau pasien dengan pemasangan
kateter pada genito-urinary.
E. PATHWAYS
F. PENATALAKSANAAN
1 Medis
Menurut PDPI (2003), terapi yang dapat diberikan pada HAP adalah :
a Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik
yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen
yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat
b Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan
dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang
maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi
pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran
cerna yang baik.
c Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah
ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan
respons klinis.
d Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan
terinfeksi kuman MDR
e Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis
memburuk
f Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan
empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi
pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak
akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil
yang memuaskan.
2. Keperawatan
a. Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:
1) Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu
2) Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi
3) Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer
4) Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi
5) saluran cerna secara selektif
6) Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut Menggunakan
antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi
7) Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita
8) Mengisolasi penderita risiko tinggi dengan kasus MDR
b. Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
1) Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal
segera mungkin
2) Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
3) Menghindari distensi lambung berlebihan
4) Intubasi oral atau non-nasal
5) Pengaliran subglotik
6) Pengaliran sirkuit ventilator
7) Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak
diperlukan
8) Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
9) Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fungsi paru-paru : volume makin menurun (kongesti dan
b. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya
gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu
tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan
darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak
mengeluarkan keringat.
c. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa
ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.
d. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
e. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan
status nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang
berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
f. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental yang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan
orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
2 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi secret
b. Ketidakefektifan pola nafas b/d suplay O2 tidak adekuat
c. Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan pada alveolus
d. Hipertermia b/d proses peradangan pada alveoli
3. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA