Disusun Oleh :
1102012093
Dokter Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
NOVEMBER 2016
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas kehendak-NYA,
penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus dengan judul Pneumonia dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik
ilmu kesehatan anak di Rumah Sakit Umum dr. Drajat Prawiranegara Serang.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, penulis akan menerima
segala kritik dan saran yang membangun. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RAP
Umur : 7 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orang tua : Tn. R
Alamat : Komp. Panjunan Indah Kasemen
Tanggal Masuk : 29 Oktober 2016
Ruang Rawat : Flamboyan 3
3
pasien mengalami batuk dan pilek, nafsu makan pasien berkurang. Saat sebelum sakit, nafsu
makan pasien normal. Keluhan muntah setiap batuk disangkal. Keluhan sulit menelan
disangkal. Riwayat tersedak disangkal. Lalu pasien langsung dibawa ke IGD RSU dr. Drajat
Prawiranegara Serang.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi biasanya dilakukan di puskesmas. Imunisasi yang telah dilakukan
Polio, DPT, Hepatitis B. BCG (-). Ibu Pasien lupa waktunya kapan. Kesan : Imunisasi
dasar kurang lengkap sesuai umur menurut rekomendasi Depkes.
Saat ini pasien sudah bisa tengkurap dan mulai merangkak, pasien juga sudah
mengoceh tanpa makna. Kesan : Tumbuh kembang normal
4
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tampak sesak
5
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Perempuan, rambut pubis (-)
V. DIAGNOSA KERJA
Pneumonia
VII. PENATALAKSANAAN
6
O2 0,5 1 L/menit
IVFD 2A 7 tpm
Ranitidin 2 x 5 mg IV
Cefotaxim 3 x 200 mg i.v
Paracetamol 4 x 0,6ml bila panas
Rhinos Syrup 3 x 0,2 ml
Diet : ASI ad Libitum NGT
Kebutuhan cairan anak dengan BB = 5,2 kg
[5,2 x 100] x 20 = 7 tpm mikro
24 x 60
Edukasi :
- Bila menyusui, posisi anak harus setengah duduk, tidak boleh sambil ibu berbaring
atau anak berbaring
- Bila anak bertambah sesak (RR > 50x/menit) maka sementara anak dipuasakan
terlebih dahulu dan dipasang NGT
- Bila anak demam, beri minum ASI yang cukup, kompres hangat, dan beri obat
penurun panas.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad funtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
29/10/2016 S/ Demam (+), Sesak nafas (+), Batuk (+), Muntah (-), BAB Cair (-)
Di ruangan IGD
7
RSDP O/ KU : Sedang KS : Composmentis
HR : 105x/menit RR : 70 x/menit Suhu : 39,7 C
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-
THT : PCH (+), POC (-)
Thorax : SSD, retraksi (+)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rh +/+, Wh -/-
Cor : BJ I BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abd : BU (+), supel
Ext. : akral hangat, CRT < 2 detik
P/ O2 0,5 L/menit
8
Foto simetris
Cor tidak membesar
Sinuses dan diafragma normal
Pulmo :
- Hilus normal
- Corakan bronkhovaskuler bertambah
- Tampak infiltrat di medial kedua paru
Kesan : Bronkhopneumonia
A/ Pneumonia
P/ O2 0,5 1 L/menit
IVFD Dektrosa 5% NS 7 tpm
Ranitidin 2 x 5 mg IV
Cefotaxim 3 x 200 mg i.v
Paracetamol 4 x 0,6ml bila panas
Rhinos Syrup 3 x 0,2 ml
9
A/ Pneumonia
A/ Pneumonia
P/ BLPL
Cefixime 2 x 30 mg
Rhinos 3 x 0,3 ml
Salbutamol 3 x 0,5 mg (pulv)
Apialys 1 x 0,4 ml
10
RESUME
Anamnesis
Seorang pasien anak perempuan diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU dr. Drajat
Prawiranegara Serang pada tanggal 29 November 2016 dengan keluhan sesak yang dirasakan
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien terlihat kesulitan bernapas dan mulut pasien
terlihat biru. Keluhan di sertai dengan demam. Demam dirasakan tinggi mendadak tanpa
disertai mengigil. Keluhan kejang disangkal. Sebelumnya, pasien mengalami batuk dan pilek
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak sekali mengganggu pasien. Sejak
pasien mengalami batuk dan pilek, nafsu makan pasien berkurang. Saat sebelum sakit, nafsu
makan pasien normla. Keluhan muntah setiap batuk disangkal. Keluhan sulit menelan
disangkal. Riwayat tersedak disangkal. Lalu pasien langsung dibawa ke IGD RSU dr. Drajat
Prawiranegara Serang. Pasien merupakan anak kedua, lahir di Puskesmas, cara persalinan
pervaginam, cukup bulan (9 bulan), berat lahir 2.900 gram, menangis spontan, kelainan
bawaan (-), riwayat kuning maupun sianosis (-).Imunisasi biasanya dilakukan di puskesmas.
Imunisasi yang telah dilakukan Polio, DPT, Hepatitis B. BCG (-). Ibu Pasien lupa waktunya
kapan. Kesan : Imunisasi dasar kurang lengkap sesuai umur menurut rekomendasi Depkes.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tampak sesak, kesan status gizi
cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Nadi : 132x/mnt
RR : 54x/menit
11
Status Antropometri : BB : 5,2 kg
PB : 61 cm
Status Gizi : ( Weight for Lenght girls )
BB/PB : -3 <z score < -2 (kurang)
Kesan : Gizi Kurang
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephale
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
THT : Pernafasan cuping hidung (+)
Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1
tenang.
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bunyi jantung I & II regular, Gallop (-), Murmur (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2detik
12
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa yang
ditegakkan pada pasien ini ialah : Pneumonia
1. Anamnesis
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk RS
Batuk berdahak dan pilek sejak 2 hari Sebelum Masuk RS
Demam yang terjadi sejak 1 hari Sebelum Masuk RS
2. Pemeriksaan Fisik
Pernafasan cuping hidung (+)
Terdapat retraksi (+)
Frekuensi pernafasan > 40x/menit
Terdapat Rhonki (+) pada pemeriksaan auskultasi thorax
3. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan Foto Thorax PA (AP) dengan kesan :
Bronkhopneumonia
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.
9
15
Virus non typeable
Moxarella catarrhalis
Respiratory syncytial virus
Staphylococcus aureus
Influenza virus
Ureaplasma urealyticum
Para influenza virus 1,2
Virus
and 3
Adenovirus Cytomegalovirus
16
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B
(adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,
Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
17
Pneumonia Kesadaran turun, letargis Kesadaran turun, letargis
Sangat Berat Tidak mau menetek / Tidak mau minum
Kejang
minum
Kejang Sianosis
Demam atau hipotermia Malnutrisi
Bradipnea atau pernapasan
ireguler
Pneumonia Berat Napas cepat Retraksi (+)
Retraksi yang berat Masih dapat minum
Sianosis (-)
Pneumonia Takipnea
Ringan Retraksi (-)
Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO. 2
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak
mempunyai faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus
pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga Virus penyebab infeksi
pernapasan (Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
tidak khas atypical yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain
penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang
mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 4
2. Berdasarkan Mikroorganisme Penyebab
18
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 9
3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia yang
terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi
di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 9
b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan pneumonia
yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit.
Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus
aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong
tinggi untuk bakteri penyebab HAP. 9
c. Pneumonia aspirasi
4. Berdasarkan lokasi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar
umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram.
Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui
pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus
pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus
seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan. 9
b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 9
c. Pneumonia interstisial
19
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak
merata.9
20
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
21
Gambar 1. Patofisiologi4
22
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 9
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-
paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia.
23
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu : batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, merintih, dan sianosis.
24
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 2 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm2 dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan
LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.
25
yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
- Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau
segment paru secara anantomis.
- Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
- Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
- Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di
lobus medius kanan.
- Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
- Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
- Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
- Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi.
Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada
lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. 9
1. Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
26
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA
maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya
ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
27
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
28
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria
dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu
bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 9
29
- Sianosis
- Distres pernapasan berat
30
darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus
ditanggulangi dengan adekuat.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman empiris
yakni didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan
keadaan klinis pasien serta epidemiologis.
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat
diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis yang
digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau
Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol ulang
anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk, tidak bisa
minum atau menyusu.
Ketika anak kembali :
-Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
-Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke
antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
-Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman di
bawah ini.
31
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya, kejang, letargis
atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai
alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan
klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar, harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien
(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam
sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen
Nutrisi
-Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral, harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak
dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan
yang terkecil.
32
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi
karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik
Kriteria pulang:
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol dan kondisi
rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.
33
dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lainnya.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2 kali
dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun keduanya perlu
dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.
Vaksinasi Hib
Imunisasi Hib dapat mencegah infeksi oleh Haemophilus Influenza tipe B. Organisme ini
dapat menyebabkan pneumonia, meningitis dan infeksi tenggorokan berat. Vaksin ini
berbentuk polisakarida murni (PRP : Purified Capsular Polysaccharide ) kuman H.
Influenza tipe B, antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein-protein
lain seperti toksoid tetanus (PRP-TT), toksoid difteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan
meningokokus (PRP-OMPC). Cara pemberiannya dilakukan dengan suntikan dengan
interval 2 bulan kemudian bosternya dapat diberikan pada usia 18 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
34
7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume
2.Jakarta :EGC.
8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-
acquired pneumonia in infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti. 2003
10. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD RSCM; 2007.
35