Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa anak-anak di negara maju.
Sebanyak 5-10% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan menderita asma pada masa anak-
anak.
World Health Organitation (WHO) menyatakan bahwa prevalensi dan derajat asma
semakin meningkat dari derajat ringan sampai berat bahkan dapat mematikan penderita.
Prevalensi total penderita asma di dunia diperkirakan 7,2% dari total penduduk di seluruh
dunia. Di Amerika Serikat lebih dari 50% orang-orang yang menderita asma, memiliki
keluarga dekat yang menderita atopi. Sebanyak 54% dari penderita asma ekstrinsik menderita
rhinitis, sedangkan untuk penderita asma intrinsik sekitar 7% penderita yang menderita
rhinitis. Di Indonesia prevalensi asma pada anak-anak berkisar antara 1,4-11,4%.
Morbiditas dan mortalitas asma relative tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000
kematian akibat asma. Beberapa waktu yang lalu, asma bukanlah penyebab kematian yang
berarti. Namun, akhir-akhir ini berbagai negara melaporkan terjadi peningkatan kematian
akibat penyakit asma, termasuk pada anak-anak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernapasan?
2. Apakah definisi dari asma?
3. Apa sajakah klasifikasi dari asma?
4. Apakah etiologi dari asma?
5. Bagaimana patofisiologi dari asma?
6. Apa sajakah tanda dan gejala dari asma?
7. Bagaimana pathway dari asma?
8. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mengetahui asma?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis dari asma?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit asma?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernapasan.
2. Untuk mengetahui definisi dari asma.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari asma.
4. Untuk mengetahui etiologi dari asma.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari asma.
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari asma.
7. Untuk mengetahui pathway dari asma.

1
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada pasien asma.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari asma.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit asma.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan

Sistem respirasi adalah suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen (O 2) dan O2
yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan. Pada keadaan
tertentu tubuh kelebihan karbondioksida (CO2), tubuh akan berusaha untuk mengeluarkan
kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi), sehingga terjadi suatu
keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh (Syaifuddin, 2014).

2
1. Anatomi sistem pernapasan

Gb. 1. Anatomi sistem pernapasan

Organ-organ pernapasan terdiri dari :


a. Hidung (nasal)
Merupakan organ pernapasan yang berfungsi sebagai alat pernapasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau). Dalam keadaan normal, udara masuk
dalam sistem pernapasan melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi
serabut-serabut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang
mengganggu proses pernapasan.
b. Tekak (faring)
Merupakan persimpangan jalan napas dan jalan makanan. Tekak merupakan
saluran otot selaput yang kedudukannya tegak lurus antara basis kranii dan
vertebrae servikalis VI. Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada saat
menelan makanan.
c. Laring (pangkal tenggorokan)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara yang terletak
di bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis.

3
d. Trakea (batang tenggorokan)
Trakea atau batang tenggorokan adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C
yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan dan terletak diantara vertebrae servikalis
VI sampai tepi bawah kartilago krikoidea vertebra torakalis V.
e. Bronkus (cabang tenggorokan)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terletak pada ketinggian
vertebrae torakalis IV dan V. Terdapat 2 bronkus, dimana bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri. Bronkus kanan terdiri dari 6-8 cincin
dan mempunyai 3 cabang, sedangkan bronkus kiri yang lebih panjang dan lebih
ramping memiliki 9-12 cincin dan memiliki 2 cabang. Cabang-cabang kecil dari
bronkus disebut dengan bronkiolus (jamak: bronkioli). Pada ujung bronkioi terdapat
gelebung paru-paru yang disebut dengan alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan salah satu organ sistem pernapasan yang sebgian besar
terdiri dari alveoli. Paru-paru berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura
parietalis dab pleura viseralis. Pulmo terdapat di dalam rongga thoraks, dan bersifat
ringan dan terapung dalam air. Paru-paru berwarna keabu-abuan dan berbintik-
bintik karena adanya partikel-partikel debu yang masuk karena termakan oleh
fagosit (Syaifuddin, 2014).
2. Fisiologi sistem pernapasan

4
Gb. 2. Fisiologi sistem pernapasan

Paru-paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis, dalam keadaan
normal terdapat cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada. Paru-paru dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada di bawah tekanan atmosfir.
Saat menarik napas dalam, otot berkontraksi tetapi pengeluaran pernapasan dalam
proses pasif. Diafragma menutup ketika penarikan napas, rongga dada kembali
memperbesar paru-paru, diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas
bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk ketika bernapas dalam dan
volume udara bertambah.
Pada saat inspirasi, udara melewati hidung dan faring. Udara dihangatkan dan
diambil uap airnya. Udara berjalan melalui trakea, bronkus, bronkiolus, dan duktus
alveolaris ke alveoli. Alveoli dikelilingi oleh kapiler-kapiler.
Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu
bernapas dalam. Pada waktu istirahat, pernapasan menjadi dangkal akibat tekanan
abdomen yang membatasi gerakan diafragma (Syaifuddin, 2014).

2.2 Definisi Asma

5
Asma adalah suatu kedaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan
ini bersifat sementara. Asma umumnya terjadi pada anak-anak usia dibawah 5 tahun, dan
pada orang dewasa usia sekitar 30 tahun (Saheb, 2011).

Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran napas yang sangat peka
terhadap berbagai rangasangan, baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini, terjadi penyempitan pada saluran napas secara menyeluruh
(Abidin, 2012).

Global Initiative for Asthma (GINA) pada tahun 2006 mendefinisikan asma sebagai
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk
khususnya pada malam atau dini hari. gejala ini berhubungan degan obstruksi saluran napas
yang bersifat reversibel, dan hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan
(Depkes RI, 2009)

Menurut Depkes RI (2009) asma merupakan suatu keainan berupa inflamasi atau
peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang seperti mengi, batuk,
sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel.

2.3 Klasifikasi Asma

1. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik)

6
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu-bulu hewan,
obat-obatan (aspirin dan antibiotik), dan spora jamur.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap faktor pencetus
yang tidak spesifik, seperti udara dingin, infeksi saluran pernapasan, dan emosi.
Serangan asma menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik
dan emfisema.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum terjadi. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non alergik.
(Smeltzer & Bare, 2002)
2. Berdasarkan Derajat
Pembagian derajat asma menurut GINA (2006 dalam Depkes RI, 2009), yaitu :
1. Asma Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali/minggu, dan serangan singkat, gejala pada malam hari
kurang dari 2 kali/bulan.
2. Asma Mild Persistent (persisten ringan)
Gejala lebih dari 1 kali/minggu, tetapi kurang dari 1 kali/hari, serangan
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari kurang dari 2 kali/bulan.
3. Asma Moderate Persistent (persisten sedang)
Gejala terjadi setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada
malam hari kurang dari 1 kali/minggu.
4. Asma Severe Persistent (persisten berat)
Gejala terjadi setiap hari, serangan terus-menerus, gejala pada malam hari setiap
hari, terjadi pembatasan aktivitas fisik.

Pembagian derajat asma menurut Phelan, dkk dalam Nurarif dan Kusuma (2015), yaitu
sebagai berikut :

1. Asma Episodic Jarang


Ditandai dengan gejala 1 kali tiap 4-6 minggu, mengi setelah beraktivitas berat.
2. Asma Episodic Sering
Ditandai dengan frekuensi serangan yang lebih sering, dan timbul mengi pada
aktivitas sedang. Gejala kurang dari 1 kali/minggu.
3. Asma Persisten
Ditandai dengan gejala yang terjadi 3 kali/minggu, mengi pada aktivitas ringan.

2.4 Etiologi Asma

7
Menurut berbagai penelitian, patologi dan etiologi asma belum dapat diketahui dengan
pasti penyebabnya, hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon
saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor, tumor, dolor, dan function
laesa (Sudoyo Aru, dkk, 2009).

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), sebagai pemicu timbulnya asma dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :

1. Infeksi, seperti infeksi virus RSV.

2. Iklim, seperti perubahan mendadak cuaca, suhu, dan tekanan udara.

3. Inhalan, seperti debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu hewan, bau asap.

4. Makanan, seperti putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat.

5. Obat-obatan.

6. Kegiatan fisik, seperti olahraga berat, tertawa terbahak-bahak.

7. Emosi.

Menurut Lewis, et al (2000 dalam Purnomo, 2008) etiologi dari asma yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Presdisposisi
a. Genetik
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga yang menderita
penyakit alergi. Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut penderita dapat dengan
mudah terkena penyakit asma jika terpapar oleh faktor pencetus tersebut. Selain itu,
hipersensitivitas saluran pernapasan juga dapat diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu hewan,
serbuk bungam spora jamur, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan, dan obat-obatan seperti
aspirin, epinefrin, dan antibiotik.

8
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti logam, perhiasan,
dan jam tangan.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
atau olahraga yang berat. Asma dapat dipicu oleh adanya kegiatan fisik yang disebut
sebagai Exercise Induces Asthma (EIA) yang biasanya akan terjadi sesaat setelah
beraktivitas, seperti jogging, aerobik, berjalan cepat.
c. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksasebasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakea
bronkial. Oleh karena itu, terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
d. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma, dan dapat memperberat
serangan asma yang sudah ada.
e. Gangguan pada sinus
Gangguan pada sinus yang dapat menyebabkan asma yaitu rhinitis alergik dan polip
pada hidung, yang menyebabkan inflamsi membrane mukus.
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa dingin sering mempengaruhi asma.

2.5 Patofisiologi Asma

9
Gb. 3 dan Gb. 4 Patofisiologi Asma
Menurut Herdinsibuae (2005), patofisiologi dari asma dapat digolongkan menurut
klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik (alergen) menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa brobkus
yang mengakibatkan kontraksi otot polos, hyperemia serta sekresi lender putih yang
tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini yaitu penderita yang telah disensitisasi terhadap
satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen tersebut.
Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel
mast pada mukosa bronkus.
Jika satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu
molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan
yang menyebabkan konstriksi bronkus. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor
beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 adrenergik dirangsang dengan obat anti asma
Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat banyak eosinophil. Adanya eosinofil
dalam sputum dapat dengan mudah dilihat. Dalam butir-butir granula eosinofil terdapat
enzim yang berfungsi menghancurkan histamin dan prostaglandin. Dengan kata lain,
eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian kadar IgE
akan meninggi dalam darah tepi.
2. Asma Intrinsik

10
Pada asma intrinsik (non alergen) proses terjadinya asma sangatlah berbeda dengan
asma ekstrinsik. Akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut
nervus vagus yang merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan
batuk dan sekresi lendir dalam satu refleks. Serabut-serabut vagus sangat hipersensitif,
sehingga secara langsung menimbulkan refleks kontriksi bronkus.
Lendir yang sangat lengket akan disekresikan, sehingga pada kasus-kasus yang berat
dapat menimbulkan sumbatan pada saluran napas yang hampir total yang mengakibatkan
timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan, dan kematian.
Faktor pencetus dari refleks ini adalah infeksi saluran pernapasan oleh flu (common
cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri. Polusi udara oleh gas iritatif yang bersasal dari
industri, asap, serta udara dingin juga berperan.
2.6 Tanda dan Gejala Asma
1. Tanda dan gejala awal
Tanda dan gejala yang muncul pada awal asma, yaitu sebagai berikut :
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar saat penderita menghembuskan napas
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar
f. Adanya peningkatan eosinophil darah dan IgE
g. BGA belum patologis
2. Tanda dan gejala berat
Tanda dan gejala berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau disebut
juga stadium kronik, diantaranya sebagai berikut :
a. Serangan bartuk hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis
d. Sulit tidur
e. Kesadaran menurun
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. BGA Pa O2 kurang dari 80%
h. Suara napas lemah, hampir tidak terdengar. (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik,
2007).

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) manifestasi klinis dari asma dapat digolongkan
menjadi beberapa tingkatan, diantaranya yaitu :

1. Asma tingkat I

11
Penderita asma secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma dan keluhan
yang khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun dalam fungsi paru-paru. Asma akan
muncul apabila penderita terpapar oleh faktor pencetus.

2. Asma tingkat II
Penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru-paru akan Nampak adanya obstruksi saluran pernapasan.
3. Asma tingkat III
Penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi saat dilakukan pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru-paru memiliki tanda-tanda obstruksi saluran pernapasan.
4. Asma tingkat IV
Penderita dengan keluhan sesak napas, batuk, dan napas berbunyi (mengi). Pada
tingkat ini, dapat dilihat tanda dan gejala asma yang semakin banyak, yaitu:
a. Kontraksi otot-otot bantu pernapasan, terutama sternokleidomastoideus.
b. Sianosis
c. Silent chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
5. Asma tingkat V
Status asma yang merupakan suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
yang berat dan hebat.

2.7 Pathway Asma

12
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita asma, diantaranya :
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Tes ini dilakukan untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Cara yang
paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah dengan melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemeberian bronkodilator aerosol (nebulizer atau inhaler) golongan adrenergic.
Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
2) Spiral curshmann, yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mukus plug.
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Terkadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadangan di atas 150.000/mm 3 yang
menandakan terdapatnya infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan IgE pada saat serangan
dan menurun saat tidak terjadi serangan.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yaitu radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Jika
terdapat komplikasi, maka akan terdapat kelainan, sebagai berikut :
a. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru-paru.
d. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumothoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
4. Pemeriksaan tes kulit (skin test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan beberapa alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Scanning paru-paru

13
Dengan scanning paru-paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Nurarif dan Kusuma, 2015).

2.9 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan asma dibagi menjadi pengobatan non farmakologi dan pengobatan farmakologi.
1. Pengobatan Non Farmakologi
a. Penyuluhan
Ditujukan pada peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakit asma, sehingga
pasien dapat menghindari faktor-faktor pencetus serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Pasien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
ligkungannya, serta diajarkan cara menghidari dan mengurangi faktor pencetus.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi, dan fibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologi
a. Agonis beta
Berbentuk aerosol, diberikan 3-4 kali dalam sehari. Salah satu bentuk obat ini
adalah metaproterenol.

b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalah aminophilin dan teoppilin. Obat ini diberika jika
golongan beta agonis tidak memberikan efek pada pasien. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empat kali/hari.
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik. Steroid ini berbentuk aerosol dengan dosis 800 ug dan diberikan empat
kali semprot dalam sehari.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, yang biasanya diberikan kepada anak-
anak. Dosis yang diberikan berkisar 1-2 kapsul, empat kali dalam sehari.
e. Ketotifen
Ketotifen berefek sama dengan kromolin, dan diberikan dengan dosis 2 x 1 mg
perhari.
f. Ipratropium bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.

14
3. Pengobatan selama serangan asma
a. Infus RL
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg/kg BB
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam diberikan secara subcutan
e. Dexamatason 10-20 mg/6 jam secara intra vena
f. Antibiotik spektrum luas.

2.10 Asuhan Keperawatan Asma


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit asma yaitu:
sesak nafas biasanya disertai dengan batuk dan nyeri pada bagian dada.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan penyakit asma biasanya diawali dengan sesak nafas , batuk
yang timbul secara tiba tiba.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita Asma,
tanyakan kepada pasien apakah pasien memiliki alergi terhadap asap rokok,debu,
dan beberapa jenis makanan atau obat. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada
tidaknya faktor predisposisi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama dengan pasien.
c. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak, batuk, lendir susah keluar.

15
2) Makan dan Minum
Observasi seberapa sering pasien makan dan seberapa banyak pasien
menghabiskan makanan yang diberikan. Minum seberapa banyak dan seberapa
sering pasien minum.
3) Eliminasi
Observasi BAB dan BAK pasien, bagaimana BAB atau BAK nya normal
atau bermasalah, seperti dalam hal warna feses /urine, seberapa sering,
seberapa banyak, cair atau pekat, ada darah atau tidak, dll.

4) Gerak dan Aktivitas


Observasi apakah pasien masih mampu bergerak, melakukan aktivitas atau
hanya duduk saja (aktivitas terbatas). Biasanya pasien dengan anemia
mengalami kelemahan pada tubuhnya akibat kurangnya suplai oksigen ke
jaringan tubuh.
5) Istirahat dan tidur
Kaji kebutuhan/kebiasaan tidur pasien apakah nyenyak/sering terbangun
di sela-sela tidurnya.
6) Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain. Berapa kali pasien mandi.
7) Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal (36-37C), pireksia/demam (38-40C),
hiperpireksia =40C< ataupun hipertermi <35,5C.
8) Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Pasien
dengan penyakit asma biasanya mengalami sesak nafas, batuk, dan nyeri di
daerah dada.
9) Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakitnya.
10) Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakah pasien mampu berkomunikasi dengan keluarganya,
seberapa besar dukungan keluarganya.
11) Prestasi dan Produktivitas
Prestasi apa yang pernah diraih pasien selama pasien berada di bangku
sekolah hingga saat usianya kini.
12) Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kalipasien sembahyang, dll.

16
13) Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik
yang tepat saat depresi.
14) Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi mual yang dirasakan
dan caranya meningkatkan nafsu makannya.Disinilah peran kita untuk
memberikan HE yang tepat.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut dan hygene kepala
Warna rambut hitam, tidak berbau, rambut tumbuh subur, dan kulit kepala
bersih.
2) Mata ( kanan/kiri )
Posisi mata simetris, konjungtiva merah muda, skelera putih, dan pupil
isokor, dan respon cahaya baik.
3) Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakkan, dan berfungsi dengan baik.
4) Mulut dan tenggorokan
Rongga normal, mukosa terlihat pecah-pecah, tonsil tidak ada pembesaran.
5) Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, dan pendengaran tidak terganggu.
6) Leher
Kelenjer getah bening, sub mandibula, dan sekitar telinga tidak ada
pembesaran.
7) Dada/ thorak
a) Inspeksi
Pada klien dengan asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya
tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap),
penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan
abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot bantu napas

17
(sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas
bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.
b) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menurun.
d) Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan
gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu,
mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional). Paru yang
mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus
tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf dihasillkan. Klien rentan
terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah
infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum
terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
e) Kardiovaskular
1. Irama jantung regular; S1,S2 tunggal.
2. Nyeri dada ada, biasanya skala 6 dari 10
3. Akral lembab
4. Saturasi Hb O2 hipoksia
f) Persyarafan
a Keluhan pusing ada
b Gangguan tidur ada
g) Perkemihan B4 (bladder)
a Kebersihan normal
b Bentuk alat kelamin normal
c Uretra normal
h) Pencernaan
a Anoreksia disertai mual
b Berat badan menurun
i) Muskuloskeletal/integument

18
a Berkeringat
b Massa otot menurun
e. Data Penunjang
1) Pengukuran fungsi paru (spirometri)
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
b) Pemeriksaan darah
3) Pemeriksaan Radiologi
2. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan,
peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan dan
deformitas dinding dada.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbondioksida.
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakbilitas dan volume
sekuncup jantung.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan laju
metabolik, dispnea saat makan, kelemahan otot pengunyah.
g. Ansietas berhubungan dengan keadaan penyakit yang diderita (NANDA, 2015)
3. Rencana Keperawatan

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran napas yang sangat peka
terhadap berbagai rangasangan, baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini, terjadi penyempitan pada saluran napas secara menyeluruh.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan derajatnya.
Menurut berbagai penelitian, patologi dan etiologi asma belum dapat diketahui dengan
pasti penyebabnya, hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon

19
saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor, tumor, dolor, dan function
laesa.

Tanda dan gejala asma, yaitu Batuk terutama pada malam atau dini hari, sesak napas,
napas berbunyi (mengi) yang terdengar saat penderita menghembuskan napas, rasa berat di
dada, dahak sulit keluar, adanya peningkatan eosinophil darah dan IgE.

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien asma, yaitu spirometri,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, skin test, dan scanning paru-paru.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu dengan pengobatan farmakologi dan non
farmakologi.

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan asma meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan, pada tahap ini dilaksanakan
pengumpulan, pengelompokkan, dan penganalisaan data.

Dari pengkajian yang dilakukan, maka didapatkan diagnosa keperawatan yang akan
muncul diantaranya :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebihan, peningkatan
produksi mukus, esudat dalam alveoli dan bronkospasme.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan dan deformitas dinding dada.
3. Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbondioksida.
4. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontakbilitas dan volume sekuncup jantung.
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai kebutuhan oksigen (hipoksia)
kelemahan.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d laju metabolik, dispnea saat
makan, kelemahan otot pengunyah.
7. Ansietas b.d keadaan penyakit yang diderita.

3.2 Saran
Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori penyakit bagi seorang perawat.
Infomasi yang adekuat dan pendidikan kesehatan sangat bermanfaat bagi pasien, agar pasien
mampu mengatasi masalahnya dengan mandiri.

20
21

Anda mungkin juga menyukai