Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

HIPOGLIKEMIA PADA NEONATUS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat


Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
Di Rumah Sakit Tidar Kota Magelang

Diajukan Kepada :

dr. Woro Triaksiwi W. MSc,. Sp.A

Disusun Oleh :
Fahrizal Kusuma Wijaya
20100310007

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : By. Ny. R
b. Tanggal lahir : 17 Maret 2017
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Nama Ibu : Ny. R
e. Umur : 38 tahun
f. Pekerjaan : IRT
g. Agama : Islam
h. Pendidikan terakhir : SMP
i. Suami : Tn. T
j. Umur : 45 tahun
k. Pekerjaan : Jualan
l. Agama : Islam
m. Pendidikan terakhir : SD
n. Alamat : Paten Gunung 5/9
o. Masuk RS : 17 Maret 2017

I. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu bayi di bangsal Perinatalogi tanggal 20 Maret 2017 pukul
14.00 WIB)
1. Keluhan Utama : Bayi berat lahir rendah dan asfiksia ringan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi laki-laki lahir dari ibu 38 tahun, P3A0 usia kehamilan 37 minggu, persalinan
secara sectio sesaria atas indikasi Antepartum Haemoragic dan Preeklamsi Ringan.
Sesaat setelah lahir bayi meringis, warna merah jambu, tonus lemah. Skor APGAR
4/6/8, air ketuban jernih. Berat badan lahir 2147 gr, panjang badan 43 cm,
lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 31 cm, lingkar lengan atas kiri 8 cm. Terdapat
napas cuping hidung dan retraksi, tidak sesak, tidak sianosis. Mekonium (+),
miksi (-), diberi injeksi vit K 1x1 mg dan tetes mata gentamisin ODS. Kemudian
bayi dibawa ke ruang perinatalogi untuk dimonitor lebih lanjut.
Di ruang perinatalogi
Bayi laki-laki tampak kemerahan, menangis lemah, sikap telentang, semifleksi
ekstremitas, verniks kaseosa sedikit dilipatan-lipatan kulit, lanugo (+), ubun-ubun
datar, tidak tampak sekret mata, tidak sesak, tidak sianosis, napas cuping hidung
(+), terdapat retraksi, paru-paru vesikuler, tidak ada wheezing maupun ronkhi.
Suara jantung S1>S2 reguler tidak terdapat bising. Anus (+), genital laki-laki.
Tonus otot baik, BAK (+), BAB (+). Saturasi oksigen 100%, GDS 57, frekuensi
jantung 142x/menit, frekuensi napas 38x/menit, suhu aksila 35.9OC. Ballard score
sesuai dengan umur kehamilan 38 minggu.
Bayi didiagnosis N. Aterm sesuai masa kehamilan, Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), dan Asfiksia ringan. Dilakukan pemeriksaan darah rutin (hasil
terlampir) dan mendapat terapi Inf. D10% 80cc/kgBB/24jam, Inj. Cefotaxim
2x100 mg, Inj. Gentamisin 2x5mg, Inj. Ca. Gluconas 3x1mg serta oksigenasi
dengan nasal kanul 2 liter/menit
Hari kedua perawatan
Bayi bergerak aktif, tampak kemerahan, menangis lemah, tonus otos baik, tidak
terdapat napas cuping hidung, tidak retraksi dan tidak sesak. BAK dan BAB
normal. GDS 36 (jam 05.30), GDS 37 (jam 07.30), SpO2 93% frekuensi jantung
123x/menit. Terapi dan oksigenasi tetap dilanjutkan. Bayi diberi asupan enteral
ASI 12x5 mljam melalui pipa orogastric.
Hari kelima perawatan
Bayi bergerak aktif, tampak kemerahan, menangis kuat, tonus otos baik, tidak
terdapat napas cuping hidung, tidak retraksi dan tidak sesak. BAK dan BAB
normal. GDS 68, SpO2 93% frekuensi jantung 121x/menit. Menetek dan KMC

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung,
penyakit ginjal, alergi, anemia, serta kelainan darah sebelum hamil disangkal.
Riwayat ibu keputihan berbau busuk atau menderita penyakit menular seksual
selama masa kehamilan atau saat proses kehamilan seperti gonorea, klamidia,
trikomonasis, kandidiasis disangkal.
Riwayat obstetri ibu baik.
Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya
hamil disangkal.
Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat
pengobatan paru selama 6 bulan disangkal.
Riwayat demam pada ibu selama kehamilan dan perinatal disangkal
Simpulan : riwayat penyakit keluarga tidak ada (baik)

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Antenatal
Ibu usia 38 tahun, kehamilan ketiga. UK 37 minggu. Kontrol rutin di bidan
setiap satu bulan sekali. Keluhan selama hamil: mual (+) muntah (+) saat
trimester pertama, kadang kadang pusing tetapi membaik dengan istirahat,
tekanan darah biasanya dalam rentang normal, demam waktu hamil (-).
Selama hamil nafsu makan baik, ibu makan 3 kali 1 porsi nasi dengan lauk
tahu, tempe, telur dan sayur. Kenaikan berat badan selama hamil 7 kg
(sebelum hamil 50 kg, menjelang persalinan 57 kg). Satu hari sebelum
persalinan, ibu mengalami kontraksi hebat dan keluar darah. Kemudian ibu
pergi ke bidan, oleh bidan dirujuk ke RS Budi Rahayu. Di RS Budi Rahayu
tekanan darah ibu 140/90 mmHg
b. Natal
Bayi lahir tanggal 17 Maret 2017 pukul 09.35 pada usia kehamilan 37 minggu.
Persalinan secara sectio sesaria atas indikasi antepartum haemoragic dan
preeklamsi ringan. BBL 2147 gram, PB: 43 cm. Lingkar kepala 32 cm,
lingkar dada 31 cm, dan lingkar lengan atas 8 cm. Tampak retraksi (+) dan
nafas cuping hidung (+) tidak sesak, tidak sianosis. Mekonium (+), miksi (-),
diberi injeksi vit K 1x1 mg dan tetes mata gentamisin ODS. Kemudian bayi
dibawa ke ruang perinatalogi untuk dimonitor lebih lanjut.
c. Postnatal
Ibu dan bayi selamat. BAB/BAK bayi < 24 jam setelah lahir. Bayi gerak aktif
(+), menangis (+), tampak kemerahan, sianosis (-), demam (-), terdapat napas
cuping hidung dan retraksi ringan. ASI ibu (+) belum keluar pada hari
pertama. Ibu mondok 2 hari di RS sedangkan bayi diobservasi di ruang
perinatalogi.
Simpulan : Riwayat kehamilan, persalinan dan pasca persalinan tidak baik.

5. Riwayat Makan Minum


Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif dan susu formula saat umur 3 hari, frekuensi
minum asi tiap kali ibu berangkat kerja, menangis dan tampak kehausan,
bergantian kiri dan kanan
Usia 6-8 bulan : bubur susu diselingi dengan ASI. Buah seperti pisang

Simpulan : Riwayat makan minum tidak baik.


6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
O Mengangkat kepala : 3 bulan
O Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
O Duduk sendiri : 6 bulan
Bahasa
O Bersuara aah/ooh : 2,5 bulan
O Berkata (tidak spesifik) : 8 bulan
Motorik halus
O Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
O Tersenyum : 2 bulan
O Mulai makan : 6 bulan
Simpulan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
7. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien rajin membawa pasien ke posyandu untuk imunisasi
BCG : pada umur 1 bulan
Hep B : 3x pada usia 1 minggu, 2 dan 3 bulan
DPT : 3x pada usia 2, 3, 4 bulan
Polio : 4x pada usia 2 hari, 2, 3, 4 bulan
Campak : belum dilakukan (bulan april)
Simpulan : riwayat imunisasi belum lengkap
8. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pasien adalah anak pertama. Ayah pasien bekerja sebagai pekerja swasta di
perusahaan otomotif, ibu pasien juga bekerja sebagai pekerja swasta di perusahaan
tekstil. Penghasilan dari kedua orang tua untuk memenuhi kebutuhan mereka
dirasa cukup.

Simpulan : Sosial baik, ekonomi cukup, dan kondisi lingkungan baik.

9. Anamnesis Sistem
a. Sistem serebrospinal : pasien sadar, demam (+), sakit kepala (-), gangguan
neurologis (-)
b. Sistem kardiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
c. Sistem respiratorius : sesak nafas (-), nafas cepat (-), batuk (-), pilek (-),
mimisan (-)
d. Sistem gastrointestinal : perdarahan gusi (-), mual (-), muntah (-), BAB (+)
normal
e. Sistem urogenital : BAK (+) normal, nyeri saat BAK (-)
f. Sistem integumentum : turgor kulit baik, luka (-), ptekie (-), purpura (-)
g. Sistem mukuloskeletal: gerakan bebas kekuatan dan sensibilitas normal, nyeri
sendi (-), bengkak pada sendi (-)
Simpulan : terdapat gangguan pada sistem serebrospinal
II. PEMERIKSAAN FISIK
(dilakukan pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 16.30, perawatan hari pertama)
1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum : Baik


b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign
Frekuensi jantung : 120 x/menit, teratur, kuat angkat, isi dan tegangan
cukup
Frekuensi napas : 30 kpm
Suhu aksila : 39,2 C
Simpulan : tidak takikardi, tidak takipnea, hipertermia
d. Status Gizi
Berat Badan lahir : 6,8 kg
Panjang badan lahir : 61 cm
Berdasarkan WHO growth chart standart, status gizi pasien :
BB/TB: 6,8/61 = 0SD s/d 2SD ( Normal )
TB/U: 61/8 = 0SD s/d 2SD ( Tinggi )
BB/U: 6,8/8 = 0SD s/d 2SD ( Gizi Lebih )
BB/ U : 6.8/ 8 =0SD s/ d 2SD ( gizi lebih )

TB/ U : 61/ 8 bulan=0SD s/ d 2SD (Tinggi)

BB/ TB : 6.8/ 61=0SD s/ d 2SD (Normal)

Simpulan : status gizi lebih


2. Pemeriksaan Khusus
a. Leher : Tak tampak adanya pembesaran limfonodi
b. Pemeriksaan Thorax :
Paru - paru
o Inspeksi : Simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada
ketinggalan gerak, retraksi dinding dada intercosta (-)
o Palpasi : Vokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan dan kiri,
tidak ada pembesaran limfonodi axilaries.
o Perkusi : Lapang paru sonor
o Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, suara tambahan ada (-), ronkhi
basah halus (-/-), wheezing (-/-)

Simpulan : pemeriksaan paru dalam batas normal


Jantung
o Inspeksi : iktus cordis tak terlihat
o Palpasi : iktus kordis tak teraba
o Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV LPS dextra
Kiri atas : SIC II Linea Mid Clavicula sinistra
Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
o Auskultasi : SI-SII reguler, tunggal, tidak terdapat bising jantung
Simpulan : pemeriksaan jantung dalam batas normal
c. Abdomen
o Inspeksi : datar, dinding dada // dinding perut, massa (-), sikatrik (-), tanda-
tanda radang (-)
o Auskultasi : peristaltik (+) Normal
o Perkusi : timpani (+)
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik
o Simpulan : pemeriksaan abdomen dalam batas normal
d. Ekstremitas
Akral hangat, perfusi jarngan baik, tidak ada sianosis ataupun ptekie

Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral Dingin -/- -/-

Akral Sianosis -/- -/-

CRT <2 <2

Tonus Normal Normal

o Simpulan : pemeriksaan ekstremitas dalam batas normal


e. Kepala
Bentuk mesochephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung : nafas cuping
hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), stomatitis angularis (-), glositis (-), lidah
kotor (-), atrofi lidah (-), nyeri telan (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Simpulan : pemeriksaan fisik dalam batas normal
3. Pemeriksaan Neurologis

Refleks fisiologis Refleks patologis Rangsang Motorik


Meningeal

Patella : +/+ Babinski : (-) Kaku Kuduk : (-) Gerakan : baik


Achiles : +/+ Oppenheim: (-) Kernig Sign : (-)
Kekuatan :baik
Trisep : +/+ Brudzinski 1 : (-)
Bisep : +/+ Brudzinski 2 : (-) Tonus : eutoni /
eutoni

Trofi : eutrofi /
eutrofi

o Simpulan : pemeriksaan neurologis dalam batas normal


III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin

Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan Keterangan

Hemoglobin 10.0 13,5-19.5 g/dL Low

Angka Leukosit 20.1 6.000-18.000/uL High

Angka Eritrosit 4.0 3.200 4.800/uL

Hematokrit 29.9 36 44 % Low

Angka Trombosit 546 150.000 High


450.000/uL

Eosinofil 0 1-6% Low

Basofil 0 0-1%

Netrofil Segmen 56 40-75%

Limfosit 38 20-45%

Monosit 6 2-10%

RDW-CV 12.5 11,6 14,4 %

RDW-SD 34.1 35,1 43,9 fL Low

P-LCR 13.9 9,3 27,9 %

MCV 75.5 70-86 fL

MCH 25.3 23 31 pg

MCHC 33.4 30-35 g/dL

Dengue NS-1 Negatif Negatif

Simpulan : peningkatan leukosit


2. Urin Rutin

Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan Keterangan


Warna Kuning Kuning muda

Kekeruhan Agak keruh Jernih

Berat Jenis 1.015 1.010-1.025

pH/Keasaman 7.0 6.0-7.0

Glukosa urin Negatif Negatif

Protein urine 1+ Negatif

Bilirubin urine Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Normal

Keton Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Lekosti urine 100 /uL Negatif High

Blood urine 25 /uL Negatif High

Lekosit 8-10 2-4 /lbp

Eritrosit 0-3 0-1 /lbp

Epitel 3-5 1-3 /lbp

Kristal AMORF (+)

Silinder SILINDER
GRANULAR (+)

Bakteri POS (3+)

Lain-lain Negatif

Simpulan : peningkatan leukosit dan blood urin, bakteri dan silinder positif

IV. DIAGNOSIS KERJA


1. Infeksi Saluran Kemih
V. PLANNING
a. Diagnostik
Cek Urin Rutin
b. Medikamentosa :
o Inf KaEn 3A
10 kg I : 100 cc /kgBB/ hari
980cc / 24 jam = 41 cc / jam = 13 tpm makro
o Inj Paracetamol 70 mg iv k/p
o Paracetamol drop 4xcth
o Inj Cefotaxime 3x250mg iv
50-100 mg/kgBB/hari = 340 680 mg/hari= 113 230 mg sekali minum
c. Monitoring
Pemantauan keadaan umum
Pemantauan nutrisi dan cairan

VI. FOLLOW UP

Ket 3/3/2017 4/3/2017 5/3/2017

S Demam (+),mual(-), Demam (+),mual(-), Demam (-),mual(-),


muntah(-), batuk(-), muntah(-), batuk(-), muntah(-), batuk(+),
pilek(-),BAK(+ pilek(-),BAK(+ pilek(-),BAK(+),BAB(+)
+),BAB(+)1x +),BAB(+)normal normal

O S/N : 38/106 S/N : 36/120 S/N : 36/110


Ku:Sedang Ku:Sedang Ku:Baik
Kesadaran:CM Kesadaran:CM Kesadaran:CM
Thorax:SDV+/+,ST-/-, Thorax:SDV+/+,ST-/-, Thorax:SDV+/+,ST-/-,
retraksi-/- retraksi-/- retraksi-/-
Abdomen:BU(+)N, Abdomen:BU(+)N, supel, Abdomen:BU(+)N, supel,
supel, tympani tympani tympani
Eksr:Akral hangat +/+ Eksr:Akral hangat +/+ Eksr:Akral hangat +/+
Kepala:Ca-/-, Si -/- Kepala:Ca-/-, Si -/- Kepala:Ca-/-, Si -/-
A Febris H-5 ISK ISK
Dd ISK, DF, DHF Dd Cystitis, ABU, Dd Cystitis, ABU,
pyelonefritis pyelonefritis
P -Inf KaEn 3A -Inf KaEn 3A -Inf KaEn 3A

-Inj Paracetamol 70 mg -Inj Paracetamol 70 mg iv -Inj Paracetamol 70 mg iv


iv
-PCT drop 4xcth -PCT drop 4xcth
-PCT drop 4xcth
-Inj Cefotaxime 3x350mg -Inj Cefotaxime 3x350mg
-Inj Cefotaxime iv iv
3x350mg iv

-Cek urin rutin


Ket 6/3/2017 -Inf KaEn 3A

S Demam (-),mual(-),-Inj Paracetamol 70 mg


muntah(-), batuk(-),iv
pilek(-),BAK(+),BAB(+)
1x -PCT drop 4xcth

O S/N : 36/110 -Inj Cefotaxime

Ku:Baik 3x359mg iv

Kesadaran:CM
-BLPL
Thorax:SDV+/+,ST-/-,
retraksi-/- -Cefixime 2x1 cc

Abdomen:BU(+)N,
supel, tympani
Eksr:Akral hangat +/+
Kepala:Ca-/-, Si -/-

A ISK
Dd Cystitis, ABU,
Pyelonefritis

P
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
ISK adalah keadaan adanya infeksi (pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri)
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung
kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.

Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK
ataukontaminasi dari uretra, vagina ataupun dari flora di periuretral. Dalam
keadaan normal, urin baru dan segar adalah steril. Bakteriuria bermakna yaitu
bila ditemukan jumlah koloni > 105/ml spesies yang sama pada kultur urin dari
sampel mid-stream urine. Ini merupakangold standard untuk diagnostik ISK.

2. EPIDEMIOLOGI

ISK merupakan penyebab ke-2 morbiditas penyakit infeksi pada anak sesudah
infeksi saluran nafas. ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki.
Pada anak perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan
puncaknya pada bayi dan anak-anak yang sedang toillete training. Setelah ISK pertama,
60%-80% anak perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada
anak laki-laki, ISK paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh
lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi. Prevalensi ISK bervariasi
berdasarkan usia. Selama tahun pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio
wanita adalah 2,8-5,4 : 1 atau laki-laki 3,7% dan perempuan 2%. Sedangkan dalam tahun
pertama sampai tahun kedua kehidupan, terjadi perubahan yang mencolok, dimana rasio
laki-laki: rasio perempuan adalah 1:10.
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8% dibandingkan
dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi
bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%). Selain
itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis bersamaan

3. ETIOLOGI

Penyebab terbanyak ISK pada anak (sekitar 80-90%), baik yang


simtomatikmaupun yang asimtomatik adalah kuman gram negatif Escherichia coli (E.
Coli). Penyebab lainnya adalah Klebsiella, Proteus, Staphylococcus Saphrophyticus. ISK
nosokomial sering disebabkan E. coli, Pseudomonas sp, Coagualase-negatif
Staphylococcus, Klebsiella sp, Aerobacter sp jarang ditemukan.
Pada uropati obstruktif dan pada kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-
laki sering ditemukan Proteus. ISK nosokomial sering disebabkan E.coli, Pseudomonas
sp, coagulase-negative Staphylococcus, Klebsiella sp, dan Aerobacter species.
Infeksi virus, terutama adenovirus,juga dapat terjadi, terutama sebagai penyebab
sistitis.
Faktor Risiko
Bila ISK didiagnosis pada anak, upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor risiko pada anak (misalnya, anomali anatomi, disfungsi berkemih, dan
sembelit). Anak yang menerima antibiotik spektrum luas (misalnya, amoxicillin,
cephalexin) yang bisa mengganggu kondisi fisiologis gastrointestinal (GI) dan
periurethral flora, hal tersebut akan meningkatkan risiko untuk ISK, karena obat ini
mengganggu pertahanan alami saluran kemih dalam menghadapi kolonisasi oleh bakteri
patogen.
Lamanya inkubasi urin dalam kandung kemih akibat beberapa hal merupakan
salah satu faktor terjadinya ISK. Inkubasi urin ini bisa terjadi akibat anak memiliki
disfungsi berkemih atau anak memilih untuk menahan pipisnya. Berbagai keadaan bisa
menjadi penyebab disfungsi berkemih. Sembelit, dengan pembesaran rectum oleh feses
merupakan penyebab penting terjadinya disfungsi berkemih. Kelainan neurogenik atau
kelainan anatomi kandung kemih juga dapat menyebabkan disfungsi
berkemih. Sedangkan kebiasaan menahan pipis biasanya terjadi pada anak usia
prasekolah dan sekolah.
Bayi laki-laki yang disunat bisa mengurangi risiko ISK sekitar 90% khususnya
selama tahun pertama kehidupan. Risiko ISK pada bayi disunat adalah sekitar 1 dari 1000
jika mereka disunat selama tahun pertama, dan bayi yang tidak disunat memiliki 1 dari
100 risiko terjadinya ISK. Secara keseluruhan, tingkat ISK pada anak laki-laki yang telah
disunat diperkirakan 0,2%-0,4%, dengan tingkat faktor risiko anak laki-laki tidak disunat
menjadi 5-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki yang disunat.

4. KLASIFIKASI

- ISK Atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal, lazimnya
disebut sebagai pielonefritis.
- ISK bawah (lower UTI): bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas
antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter. Untuk membedakan ISK atas
dengan bawah.
- ISK simpleks: ISK sederhana (uncomplicated UTI), ada infeksi tetapi tanpa penyulit
(lesi) anatomik maupun fungsional saluran kemih.
- ISK kompleks: ISK dengan komplikasi (complicated UTI), adanya infeksi disertai lesi
anatomik ataupun fungsional, yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun
fungsional saluran kemih, misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter,
urolitiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Dalam kelompok ini
termasuk ISK pada neonatus dan sebagian besar kasus dengan pielonefritis akut.

5. PATOGENESIS

Patogenesis dari ISK ditentukan oleh mekanisme proteksi dan faktor predisposisi.
Mekanisme proteksi yaitu pengosongan vesika urinaria berkala dan pertahanan tubuh
penjamu. Faktor predisposisi termasuk pengosongan vesika urinaria yang tidak komplit
menyebabkan urin residu (contohnya neurogenic bladder dan refluks vesikoureter), terapi
antibiotik sebelumnya (yang mana dapat mengeradikasi bakteri komensal dan
menyebabkan bakteri yang virulen dapat menyerang), anak laki-laki yang tidak
disirkumsisi (disebabkan kolonisasi bakteri di foreskin), dan faktor virulensi uropatogen.
Parut ginjal atau refluks nefropati telah ditemukan pada 12-58% pasien yang diperiksa
setelah tahap awal ISK. Faktor risiko parut termasuk: uropati obstruktif,refluks
vesikouretra khususnya dengan refluks intra renal, ISK pada usia muda, diagnosis dan
terapi yang lambat, ISK rekuren
Anak dengan traktus urinarius yang abnormal lebih banyak menderita ISK yang
disebabkan organisme dengan virulensi lebih rendah seperti Pseudomonas atau
Staphylococcus aureus. Bakteri-bakteri ini merupakan flora yang sering mengkontaminasi
genital dan kulit.11

Anak yang terinfeksi bakteri Proteus memiliki risiko terbentuknya batu di saluran
urinarius. Ini terjadi karena bakteri memproduksi amoniak melalui metabolisme urea. Hal
ini meningkatkan pH urin, yang mana menyebabkan pembentukan presipitat garam
kalsium dan magnesium fosfat. Ini dapat muncul pada mukus dan debris sel yang
disebabkan proses inflamasi dan membuat lendir tebal yang mengisi saluran drainase lalu
presipitat kimia dapat membuatnya menjadi lebih padat. Pada sistem pelvikaliks dapat
menjadi stag-horn calculi, dan pada ureter menjadi bentuk seperti date stone.
Bakteri patogen asalnya dari flora usus (E.coli) pasien sendiri yang berkoloni di
area periuretra. Lalu naik ke vesika urinaria dan memulai proses proliferasi dan invasi
jaringan. Toksin bakteri menyebabkan kemotaksis dan mengaktivasi granulosit. Ini diikuti
pelepasan radikal bebas dan produk lisosomal yang mana menyebabkan kerusakan
jaringan dan kematian dan fibrosis lanjut dan scarring.

Gambar 1. Struktur E.coli


Inti bakteri E.coli terdiri dari sitoplasma dan nukleus dari material DNA. Materi
genetik tambahan dapat muncul pada 1 plasmid atau lebih yang mana seluruhnya terpisah
dari inti sel. Plasmid-plasmid ini dapat mengkode resistensi tipe antibiotik tertentu dan
kepentingan klinis karena plasmid replikasi sendiri dan dapat ditransmisi dari bakteri ke
yang lain dan bahkan dari satu spesies ke yang lain. Dinding sel mengelilingi sitoplasma.
Antigen dinding sel telah didesain antigen O. Ada lebih dari 150 antigen O. Antigen O
terdiri dari lapisan lemak, lipid A, yang mana melekat di membran, berkaitan dengan
lapisan polisakarida terluar bertanggung jawab pada serotip O individu. Bakteri lisis
berikut, lipid A dilpeaskan sebagai endotoksin. Roberts telah menunjukkan endotoksin
menurunkan peristaltik ureter. Ini aktivator penting untuk respon inflamasi penjamu dan
mengaktifasi alur komplemen klasik.
Dinding sel yang mengelilingi adalah kapsul polisakarida yang bertanggung jawab
pada antigenitas K. Antigen K dikaitkan dengan virulensi E.coli pada pielonefritis
akutdan infeksi lain. Bakteri pembawa antigen K lebih dapat melakukan kolonisasi di
vesika urinaria dan menginvasi ginjal daripada bakteri yang lain.
Beberapa E. coli memiliki antigen H atau flagella yang membuat organisme
bergerak. Fimbriae juga penting untuk adhesi ke permukaan.
Reseptor P terdapat pada membran mukosa manusia, termasuk sel epitel vesika
urinaria dan ureter. Fimbriae tipe 1 dapat menginisiasi kerusakan respiratori dari leukosit
polimorfonuklear dan pada penelitian hewan telah menunjukkan dapat menyebabkan
parut. Peran fimbriae tipe II yang terbentuk dari M, S, dan X masih dalam penelitian.
Urin memiliki konsentrasi zat besi yang rendah dan menunjukkan bahwa zat besi
penting untuk perlengketan ke permukaan. Kolisin V adalah plasmid yang juga memiliki
kemampuan untuk meningkatkan ambilan zat besi oleh bakteri.
Pada anak perempuan, bakteri gram negatif muncul pada area dari anus ke uretra.
Pada bayi laki-laki, di mana organisme berkolonisasi di prepusium, kejadian ISK dapat
diturunkan dengan sirkumsisi.
Mayoritas ISK pada bayi baru lahir menyebar melalui darah. Septikemia akibat
E.coli gram negatif sering terjadi pada masa ini. Manifestasi klinis akan terlihat beberapa
hari berupa bakteriuria. Immunoglobulin yang terdapat dalam air susu ibu mempunyai
efek proteksi dan masuknya organisme ini sering pada bayi yang tidak disusui. Hal ini
juga terjadi pada Salmonella, Tuberculosis, Histoplasmosis, dan parasit.
Gambar 2. Patogenesis ISK
6. MANIFESTASI KLINIS

Makin muda usia anak maka manifestasi klinis makin tidak khas. Demam dapat
menjadi satu-satunya gejala ISK. Manifestasi klinis dari ISK pada anak terbagi atas dua
macam yaitu manifestasi klinis yang berasal dari traktur urinarius serta manifestasi klinis
sistemiknya.

Manifestasi klinis yang berasal dari traktus urinarius :

Disuria

Perubahan frekuensi buang air kecil


Mengompol padahal anak telah diajarkan toilete training

Urin yang sangat berbau

Hematuri

Scoatting

Nyeri abdomen atau supra pubik

Manifestasi klinis sistemik :

Demam

Muntah/ diare

Nyeri pinggang

Sedangkan manifestasi klinis menurut usia, bisa dibedakan atas:


1. Usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, tidak menunjukkan gejala yang khas,
dapat berupa :
Demam
Irritable
Kelihatan sakit
Nafsu makan berkurang
Muntah, diare, dan lainnya
Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.

2. Usia prasekolah dan sekolah gejala ISK umumnya terlokalisasi pada saluran kemih.
ISK Bawah (Lower UTI) :
Disuria
Polakisuria
Urgency.
ISK Atas (Upper UTI) :
Enuresis diurnal ataupun nocturnal terutama pada anak wanita
Sakit pinggang
Demam
Menggigil
Sakit pada daerah sudut kostovertebra.

7. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau
temuan pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk
konfirmasi dan pemberian terapi yang sesuai. Pemeriksaan fisik pada laki-laki,
diperhatikan ada tidaknya kelainan kongenital seperti hipospadia, fimosis atau sudah
disirkumsisi atau belum, pembesaran ginjal pada saat palpasi, nyeri ketok sudut
kostovertebra.
Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam, terutama ketika
demam yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa mengurangi
angka kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 C [102,2 F]
atau lebih tinggi) yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan pemeriksaan
urinalisis dankultur urine untuk semua kasus pada semua anak laki-laki dengan usia
kurang dari enam bulan dan semua anak perempuan dengan usia kurang dari dua tahun.
Diagnosis ISK yang tepat tergantung pada pengambilan sampel urin yang tepat

Pengumpulan dan Analisa Urin


Standar kriteria untuk mendiagnosis ISK adalah isolasi kuman patogen dari kultur
urin yang diperoleh melalui aspirasi suprapubik. Meskipun aspirasi suprapubik adalah
metode kriteria standar untuk mendapatkan urin, namun kateterisasi adalah teknik yang
paling umum digunakan pada bayi dan anak-anak muda. Selain untuk pengambilan urin,
kateterisasi juga dapat digunakan untuk mengetahui volume residu urin sehingga dapat
mengetahui klinis pasien seperti kemungkinan adanya neuropati bladder. Pengambilan
spesimen urin midstream untuk anak-anak yang lebih tua dinilai cukup adekuat untuk
menegakkan ISK. ISK didefenisikan jika ditemukan sejumlah 100.000 CFU/ mL dalam
spesimen mid stream urine. Sedangkan pengambilan spesimen melalui urine bag dinilai
tidak cukup valid untuk menilai ISK pada anak karena tingginya angka positif palsu.
Meskipun kultur urin adalah standar kriteria untuk diagnosis UTI, mungkin
diperlukan waktu selama 48 jam untuk budaya menjadi positif. Oleh karena itu, urine
sering dibutuhkan untuk membantu membuat diagnosis awal ISK.
Untuk penapisan pertama adanya ISK atau untuk mengetahui adanya ISK
berulang dapat digunakan:
a. Cara dip slide yaitu suatu gelas objek yang dilapisi media biakan diatasnya, direndam
kedalam pot yang berisi urin didalamnya dan siintubasi sebelum 24 jam.
b. Plastik dip stick test (Multistix, Ames Company) yaitu suatu batang plastic tipis yang
pada ujungnya terdapat reagent pads.
1. Untuk mengetahui adanya nitrit dalam urin. Bakteri gram negatif dalam urin di
kandung kemih mengubah nitrat (yang berasal dari makanan) menjadi nitrit.
Nitrit paling baik ditemukan bila urin dalam kandung kemih sudah tertahan
lebih dari 4 jam.
2. Menghitung bakteri gram negatif (bacteri count)
Leukosit granulosit mengandung esterase yang merupakan katalisatorhydrolysis
pyrole aminoacid ester yang menghasilkan 3-hydroxy 5-phenyl pyrrole; pyrrole ini
bereaksi dengan gram diazonium, yang memberikan warna ungu pada reagent pads.
Dengan dip-stick ini diketahui 1,6% kulturnya positif palsu. (IDAI)Penghitungan
jumlah bakteri dari sediaan langsung urin tanpa sentrifugasi yang diwarnai dengan
pewarnaan gram dengan satu tetes urin diletakkan diatas gelas objek dan sesudah kering
diwarnai dengan pewarnaan gram, memberikan korelasi yang tinggi dengan biakan urin.
Bila ditemukan suatu bakteri gram negatif/ lapang pandang dengan minyak emersi (oil
immersion field = oil); maka 88% daripadanya ditemukan hasil biakan kuman yang
bermakna (significant bacteriuria). Weinberg menyatakan bila ditemukan dua atau lebih
bakteri/oif97,6% dari padanya ditemukan biakan bakteri yang bermakna. Pyuria,
proteinuria dan hematuria dapat terjadi dengan atau tanpa ISK. Sebaliknya, ISK dapat
terjadi tanpa pyuria. Pada Urinalisis terdapat sensitivitas dan spesifitas yang bervariasi.

Sebagian besar ISK disebabkan oleh organisme tunggal, kehadiran dua atau lebih
organisme biasanya menunjukkan adanya kontaminasi. Sebuah kultur urin tidak wajib
pada perempuan remaja, khususnya dengan episode pertama. Pada episode ISK berulang,
episode yang gagal terapi dan pada anak perempuan dengan pyuria tanpa bakteriuria,
pemeriksaan kultur urin dianjurkan.

Pemeriksaan Pencitraan
Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi
kelainan anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan
dengan imaging yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan kontroversi.

Gambar 3. Algoritma Pemilihan Pemeriksaan Dengan Pencitraan


1. Ultrasonografi

Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal untuk


ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk investigasi ISK pada anak-
anak, karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi refluks vesicoureteral, parut ginjal
ataupun perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau kelainan morfologi dapat
diidentifikasi, renal scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk
pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran
kemih. Sebuah rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan pada ISK pada
anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi pengobatan (afebril dalam
waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada kelainan berkemih atau bahkan massa intra
abdomen.

2. Miksisio Uretrografi (MSU)


Sebaiknya dilakukan pada anak < 2 tahun dengan ISK + gejala panas karena
kemungkinan RVU besar pada umur tersebut. Pemeriksaan ini invasif dengan
menggunakan kateter

Tujuan pemeriksaan ini untuk melihat:


a. 1. Refluks vesikoureter
b. 2. Valvula uretra posterior
Dianjurkan untuk memberi antibiotik 48 jam sebelum pemeriksaan dan bila
ditemukan refluks maka segera dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis bila belum
diberikan sebelumnya. Pada MSU pertama sebaiknya dilakukan dengan zat kontras
tetapi pada pemeriksaan ulang dipakai isotop DTPA (sistografi isotop) karena dosis
radiasinya lebih rendah.

3. Skintigrafi Kortikal Ginjal


Skintigrafi Kortikal Ginjal dengan technetium-99mlabeled
glucoheptonate maupun Dimercaptosuccinic Acid (DMSA) sangat sensitif dan
spesifik. Pemakaian DMSA menawarkan keuntungan dalam deteksi dini perubahan
inflamasi akut dan luka yang permanen dibandingkan dengan USG atau urografi
intravena. Hal ini juga berguna pada neonatus dan pasien dengan fungsi ginjal yang
buruk. Computed tomography (CT)sensitif dan spesifik untuk mendeteksi
pielonefritis akut, tetapi tidak ada studi yang membandingkan CT dan skintigrafi.
Selain itu, CT lebih mahal daripada skintigrafi, selain itu pemaparan radiasi pada
pasien juga lebih tinggi.

8. PENATALAKSANAAN

Prinsip umum dari penatalaksanaan ISK pada anak adalah :


1. Diagnosa dini ISK

2. Pemberian antibiotika segera


3. Pencegahan infeksi berulang
4. Mencari faktor predisposisi
5. Merencanakan pengobatan selanjutnya
6. Tindak lanjut sampai gejala hilang dan risiko kerusakan ginjal tidak ada lagi serta
dilanjutkan dengan pemantauan berkala

Gambar 4. Alur Penatalaksanaan ISK

Sistitis akut harus ditangani segera untuk mencegah perkembangan mungkin


untuk pielonefritis. Jika gejalanya berat, spesimen urine kandung kemih diperoleh untuk
kultur, dan pengobatan segera dimulai. Jika gejala yang ringan atau diagnosis diragukan,
perawatan dapat ditunda sampai hasil kultur diketahui, dan kultur dapat diulang jika hasil
tidak pasti. Jika pengobatan dimulai sebelum hasil kultur dan sensitivitas yang tersedia,
terapi dengan trimetoprim-sulfametoksazol selama 5 hari efektif terhadap sebagian besar
strain E. coli. Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam 3 sampai 4 dosis terbagi) juga
efektif dan memiliki keuntungan yang aktif terhadap organisme-Enterobacter Klebsiella.
Amoksisilin (50 mg/kg/24 jam) juga efektif sebagai pengobatan awal tetapi tidak
memiliki keunggulan yang jelas atas sulfonamid atau nitrofurantoin.
Pada infeksi demam akut dengan kemungkinan pielonefritis, penggunaan
antibiotik spektrum luas selama 14 hari mampu mencapai tingkat jaringan yang
signifikan. Anak-anak yang dehidrasi, karena muntah, atau tidak dapat minum cairan
kemungkinan harus dirawat di rumah sakit untuk rehidrasi intravena dan terapi antibiotik
intravena. Pengobatan parenteral dengan ceftriaxone (50-75 mg/kg/24 jam, tidak lebih
dari 2 g) atau ampisilin (100 mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti gentamisin
(3-5 mg/kg/24 jam dalam 1 untuk 3 dosis terbagi) adalah lebih baik. Potensi otoxicity
dan nefrotoksisitas dari aminoglikosida harus dipertimbangkan, dan kadar kreatinin
serum harus diperoleh sebelum memulai pengobatan dengan gentamisin harus diperoleh
sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dengan aminoglikosida terutama efektif
terhadap Pseudomonas spp. Oral sefalosporin generasi ke-3 seperti cefixime efektif
terhadap berbagai organisme gram negatif selain Pseudomonas, dan obat ini dianggap
oleh beberapa pihak menjadi pilihan perawatan untuk terapi oral. Nitrofurantoin tidak
boleh digunakan secara rutin pada anak-anak dengan demam ISK karena tidak mencapai
tingkat yang signifikan terhadap jaringan ginjal. Ciprofloxacin yang merupakan
fluorokuinolon yang digunakan secara oral adalah agen alternatif untuk mikroorganisme
resisten, terutama Pseudomonas, pada pasien yang lebih tua dari 17 tahun. Ini juga telah
digunakan pada anak dengan cystic fibrosis dan infeksi paru sekunder untuk
Pseudomonas. Keamanan dan efektivitas ciprofloxacin oral pada anak diteliti. Pada
beberapa anak-anak dengan ISK demam, injeksi intramuskular dosis loading ceftriaxone
diikuti dengan terapi oral dengan sefalosporin generasi ke-3 efektif.
Anak dengan abses ginjal atau perirenal atau dengan infeksi pada saluran kemih
terhambat sering memerlukan drainase bedah atau perkutan selain terapi antibiotik dan
langkah-langkah pendukung lainnya.
Pada anak dengan ISK berulang, identifikasi faktor predisposisi sangat
bermanfaat. Profilaksis terhadap infeksi ulang, menggunakan-trimetoprim
sulfametoksazol, trimetoprim, atau nitrofurantoin pada dari dosis terapi normal sekali
sehari,sering efektif. Pada
bayi dan anak usia 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam pertama, dengan
menampakkan gejala klinis ISK, maka spesimen urine untuk urinalisis dan kultur harus
diperoleh dengan aspirasi suprapubik atau kateterisasi sebelum pengobatan dimulai.
Beberapa bukti menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
keberhasilan antara terapi IV diberikan antibiotik selama 3 hari diikuti dengan terapi oral
selama 11 hari dan 14 hari terapi oral. Data ini didasarkan pada percobaan kontrol secara
acak dari 306 anak usia 1-24 bulan bahwa dibandingkan sefiksim oral selama 14 hari
dengan cefotaxime IV selama 3 hari diikuti oleh sefiksim oral selama 11 hari. Tidak ada
perbedaan penting diamati pada hasil jangka pendek atau jangka panjang. Jadi
direkomendasi bahwa anak-anak dengan demam ISK harus menerima pengobatan oral
dengan sefalosporin-kedua atau generasi ketiga, amoksisilin klavulanat, atau
sulfametoksazol-trimetoprim (TMP-SMZ).
Rawat Inap pengobatan anak-anak dengan pielonefritis rumit.
Berikan cairan parenteral yang tepat, biasanya pada 1-1,5 kali tingkat pemeliharaan
biasa, berikan pengobatan parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti
ceftriaxone atau cefotaxime. Tambahkan ampisilin jika terdapat cocci gram positif dalam
sedimen urin atau jika tidak ada organisme yang ditemukan. Gentamisin merupakan
alternatif untuk bayi yang lebih tua dari 7 hari, untuk anak-anak yang lebih tua, dan bagi
remaja yang alergi terhadap sefalosporin. Monitor fungsi ginjal dan pembuluh darah jika
obat ini diperlukan untuk lebih dari 48 jam.
Hasil studi kultur urin dan sensitivitas biasanya tersedia dalam waktu 48 jam. Jika
patogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan dan jika anak itu membaik, maka
teruskan pengobatan dengan rute parenteral sampai anak tidak demam selama 24-36
jam.Pasien dirawat di rumah sakit biasanya dapat pulang ke rumah setelah 48-72 jam.
Lanjutkan dosis terapi antibiotik selama 10-14 hari terapi antibiotik.

Tabel 5. Antibiotik Agen untuk parenteral Pengobatan ISK

Obat Dosis dan Rute Pemberian Keterangan

Ceftriaxone 50-75 mg/kg/d IV/IM sebagai dosis tunggal Tidak digunakan pada bayi < 6
atau dibagi setiap 12 jam. minggu; antibiotic parenteral
dengan waktu paruh panjang.

Cefotaxime 150 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 6-8 jam. Aman digunakan pada bayi < 6
minggu, digunakan dengan
ampisilin pada bayi usia 2 8
minggu.

Ampicillin 100 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 8 jam Digunakan bersama gentamisin
pada neonatus <2 minggu, untuk
kuman enterokokus dan pasien
yang alergi dengan sefalosporin.

Gentamicin Neonatus < 7 hari: 3.5-5 Monitor darah dan fungsi ginjal.
mg/kg/dosis IVsetiap 24 jam
Bayi dan anak < 5 tahun: 2.5
mg/kg/dosisIV setiap 8 jam atau dosis
tunggal dengan fungsi ginjal normal yaitu 5-
7.5 mg/kg/dosis IV setiap 24 jam

Anak =5 tahun: 2-2.5 mg/kg/dosis IVsetiap


8 jam atau dosis tunggal dengan fungsi
ginjal normal 5-7.5 mg/kg/dosis IVsetiap 24
jam

Tabel 6. Agen antibiotik untuk Pengobatan Oral ISK3

Agen Antibakteri Dosis Harian

Sulfisoxazole 120-150 mg/kg dibagi setiap 46 jam.

Sulfamethoxazole and trimethoprim 6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMZ, dibagi stiap
12 jam

Amoxicillin and clavulanic acid 20-40 mg/kg dibagi tiap 8 jam

Cephalexin 20-50 mg/kg dibagi tiap 6 jam

Cefixime 8 mg/kg dibagi tiap 12-24 jam


Cefpodoxime 10 mg/kg dibagi tiap 12 jam

Nitrofurantoin* 5-7 mg/kg dibagi tiap 6 jam

*Nitrofurantoin dapat digunakan pada infeksi saluran saluran kemih bawah. Tapi, karena
daya penetrasi terhadap jaringan yang terbatas, nitrofurantoin tidak cocok digunakan untuk
pengobatan infeksi pada ginjal.

Tabel 7. Agen antibiotik untuk mencegah infeksi ulang3

Agent Single Daily Dose

Nitrofurantoin 1-2 mg/kg PO

Sulfamethoxazole and trimethoprim 1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMZ PO

Trimethoprim 1-2 mg/kg PO

9. KOMPLIKASI

Reaksi alergi terhadap terapi antibiotik sering terjadi. Pada nak-anak dengan
pielonefritis dapat terjadi radang lobar dari ginjal (lobar atau nephronia fokal) atau abses
ginjal. Setiap peradangan pada parenkim ginjal dapat menyebabkan pembentukan parut.
Komplikasi jangka panjang pielonefritis adalah hipertensi, gangguan fungsi ginjal,
penyakit ginjal kronik dan komplikasi kehamilan (misalnya UTI, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, neonatus berat lahir rendah), dehidrasi adalah
komplikasi yang paling umum dari ISK pada populasi anak-anak. Pengganti cairan
intravena diperlukan dalam kasus yang lebih parah.. Angka kesakitan terkait dengan
pielonefritis ditandai dengan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, muntah dan
dehidrasi. Bakterimia dan sepsis dapat terjadi. Anak dengan pielonefritis dapat juga
terdapat sistitis. Kematian akibat ISK jarang terjadi pada anak sehat pada negara
berkembang.

ISK menyebabkan morbiditas yang signifikan dan penderitaan untuk anak-anak,


ketidaknyamanan dan kecemasan bagi keluarga, dan kebutuhan pengobatan yang cukup
tinggi.Meskipun kebanyakan anak dengan ISK memiliki prognosis jangka panjang yang
sangat baik, ada risiko komplikasi yang serius dalam sebagian kecil penderita, terutama
pada mereka dengan anomali kongenital hipoplasia atau displastik dan refluks
melebar. Gangguan fungsi ginjal mungkin terjadi, kadang-kadang menyebabkan gagal
ginjal kronis dan bahkan end stage darirenal disease, hipertensi, dan komplikasi
kehamilan.16

Gagal Ginjal Kronis

Pendekatan diagnostik dan terapi lebih agresif yang digunakan pada masa bayi dan
anak usia dini selama dekade terakhir tampaknya memiliki penurunan risiko ISK
menyebabkan gagal ginjal kronis. Sebuah laporan di Inggris mencerminkan manajemen ISK
tahun 1960-an dan 1970-an, penyebab utama dari end stage renal failure adalah pielonefritis
dengan atau tanpa adanya refluks sebanyak 21% (60). Dalam studi Prancis dari tahun 1975
sampai 1990, pielonefritis dengan refluks merupakan penyebab 12% anak dengan Gagal
Ginjal Kronis. Untuk periode 1986 sampai 1995, hanya 1 dari 102 anak-anak yang
mencapai end stage renal failure di Kansas memiliki diagnosis utama ISK dengan refluks. Di
Swedia, dengan total populasi 8,5 juta, situasinya bahkan lebih baik dimana tidak seorang
pun anak dengan insufisiensi ginjal kronis, yang didefinisikan dengan GFR di bawah 30
mL/min/1.73 m2, karena ISK baru terdeteksi pada tahun 1986. Smellie dan kawan-
kawan. mempelajari suatu kelompok 226 orang dewasa setelah tindak lanjut dari 10 sampai
35 tahun yang lalu. Mereka awalnya dirujuk ke klinik ISK karena memiliki gejala ISK
selama masa kanak-kanak. Sebagian besar telah mengalami ISK yang berulang dan refluks
vesicoureteral. Dari 226 pasien, 85 orang memiliki temuan jaringan parut pada ginjal di hasil
pemeriksaan radiologis pada usia 10 tahun, dan tidak ada bekas luka yang terdeteksi
setelahnya. Di antara 72 orang dewasa dengan jaringan parut ginjal yang diperiksa
kembali pada usia rata-rata 27 tahun, 18 (25%) orang mengalami peningkatan nilai plasma
kreatinin; tiga dari mereka telah mencapai end stage renal failure.16

Hipertensi
Dalam studi di Australia dan Inggris, pengembangan hipertensi ditunjukkan pada 10% dari
anak-anak dan dewasa muda dengan pyelonephritic renal scarring (reflux
nephropathy).Risiko berhubungan dengan tingkat kerusakan; 15% sampai 30% anak dengan
hipertensi akibat jaringan parut bilateral dalam waktu 10 tahun. Dalam studi 27 tahun setelah
identifikasi jaringan parut ginjal nonobstructive focal, 30 orang dewasa diperiksa kembali ; 7
orang (23%) memiliki hipertensi > 140/90 mm Hg. Smellie dan kawan-kawan, pada follow
up jangka panjangmereka menunjukkan adanya 14 orang (19%) dari 72 orang yang dari hasil
pemeriksaan radiologisnya memiliki jaringan parut pada ginjal. Sehingga paling tidak dalam
perspektif 20 tahun dari masa kanak-kanak, perawatan yang baik mungkin efektif untuk
meminimalkan risiko jangka panjang.16

Komplikasi Kehamilan
Anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk ISK berulang sejak kecil maka
akan memiliki peningkatan risiko infeksi baru setelah dewasa khususnya selama
kehamilan.Perempuan dengan jaringan parut ginjal memiliki peningkatan
signifikan tekanan darah selama kehamilan. Pada wanita dengan refluks nefropati yang
parah sebagian besar memiliki gangguan selama masa kehamilan. Pasien wanita dengan
jaringan parut ginjal harus diikuti dengan hati-hati sampai dewasa dan saat melalui masa
reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono


PP, Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h.
142-57.
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.
3. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/article/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15.
5. Alatas H. Anatomi dan fisiologi ginjal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 1-3.
6. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA,et al,
penyunting. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 867-91.
7. Faller A, Schnke M, Schnke G. The human body, an introduction to structure and
function. New York: Thieme; 2004. h. 444-8.
8. MacGregor J. Introduction to the anatomy and physiology of children, second edition.
Oxon: Routledge; 2008. h. 110-20.
9. Alatas H. Perkembangan fisiologi ginjal dan gangguan sistem kemih-kelamin pada
neonatus. Dalam: Markum AH, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 1999. h. 337-9.
10. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in
children. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai