Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kontipasi biasanya terjadi pada wanita (karena faktor fisik dan


psikologis), orang berusia lanjut (karena kinerja sistem pencernaan pada
orang tua mulai menurun), dan anak-anak (karena sistem pencernaan pada
anak-anak belum terlalu sempurna). Sekitar 12% dari populasi penduduk
di seluruh dunia mengalami konstipasi. Di Inggris ditemukan 30%
penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur
menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65
tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita
dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun
1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi
terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Sebuah
penelitian di Amerika Utara pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 14,8%
orang dewasa mengalami konstipasi. Angka ini lebih tinggi daripada
penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes melitus.
(Simadibrata, dkk, 2009).

Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin


karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang
tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak
adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) . Konstipasi
merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama
terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses
diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan

1
2

melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat


menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter & Perry, 2005).

Konstipasi pada anak merupakan masalah umum dengan


prevalensi antara 0,69-29,6% (Van Den Berg dkk., 2006). Penelitian
prevalensi sebelumnya banyak dilakukan di negara maju dan negara
berkembang. Penyebab konstipasi bersifat multifaktorial. Beberapa faktor
risiko yang berhubungan dengan konstipasi pada anak telah diteliti.
Penelitian Roma dkk. (1999) didapatkan bahwa anak dengan konstipasi
terbukti mengkonsumsi asupan serat makanan yang tidak sesuai dengan
nilai yang dianjurkan. Penelitian ini didukung oleh Lee dkk. (2008) yang
menyatakan asupan serat makanan anak dengan konstipasi lebih rendah
dibandingkan dengan anak tanpa konstipasi.

Penelitian sebelumnya di Indonesia (Firmansyah, 2007), riwayat


penyakit kronis merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
konstipasi fungsional, sedangkan penelitian lain mendapatkan hasil
riwayat konstipasi pada keluarga merupakan salah satu risiko terjadinya
konstipasi (Rajindrajith dkk., 2010; Ip dkk., 2005). Meningkatnya
konsumsi makanan siap saji dan makin banyaknya restoran siap saji dapat
meningkatkan prevalensi konstipasi pada anak yang tinggal di wilayah
perkotaan (Ludviggson, 2006; Rajindrajith dkk., 2009).

Faktor risiko asupan serat yang rendah merupakan penyebab


tersering konstipasi fungsional karena asupan serat yang rendah dapat
menyebabkan masa feses berkurang, dan sulit dibuang (Lee dkk., 2008).

Sembelit atau konstipasi dapat dipacu oleh berbagai hal, antara lain
pola makan yang salah dan kurang berolahraga. Sembelit bisa juga
disebabkan oleh masalah mental dan emosi. Seseorang yang sangat tegang
akan mengalami ketegangan pula pada fungsi-fungsi tubuhnya. Jenni Fox
dan Paul Gould, guru yoga dari Pura Vida Retreat Center, Miami,
3

Amerika, mengatakan sembelit disebabkan ketidakseimbangan aliran


energi arus bawah, karena itu gerakan yang baik untuk mengatasi sembelit
antara lain adalah pose terbalik.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas yoga (senam perut) bagi penderita konstipasi


fungsional di STIKes Hang Tuah Pekanbaru.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi penderita konstipasi di STIKes Hang Tuah
Pekanbaru
b. Untuk mengetahui efektifitas senam perut yoga terhadap
penderita konstipasi di STIKes Hang Tuah Pekanbaru.

1.3. Rumusan Masalah

Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin


karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang
tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak
adekuat dan abnormalitas usus. Mahasiswa merupakan seorang yang
sangat aktif dengan kegitan-kegitan kampus yang juga sangat banyak
menghabiskan waktu untuk selalu duduk setiap harinya, sehingga beresiko
tinggi untuk terkena konstipasi. Berjalan nya waktu banyak cara untuk
menangani peristiwa ini antara lain nya adalah terapi yoga, maka dari itu
peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dari efektifitas senam perut
yoga terhadap penderita konstipasi.

1.4. Manfaat penelitian


1.4.1. Bagi institusi pendidikan
4

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan


kepustakaan S1 Keperawatan STIKes Hangtuah Pekanbaru dan
dapat dijadikan sebagai referensi penelitian selanjutnya.
1.4.2. Bagi Ilmu keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi
perawat dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan penderita
konstipasi.
1.4.3. Bagi masyarakat
a. Memberikan informasi tentang efektifitas yoga terhadap
penderita konstipasi.
b. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang yoga
kepada mahasiswa khususnya mahasiswa penderita konstipasi.
1.4.4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan, dan peneliti juga
dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama proses
perkuliahan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Gastrointestinal


Makanan yang ditelan akan bercampur dengan air liur
yang mengandung amilase, enzim pemecah tepung. Didalam
lambung terjadi beberapa hal penting, makanan diteruskan oleh
gemlombang peristaltik sedikit demi sedikit kedalam usus halus.
Didalam lambung berlangsung langkah awal pemecahan protein
menjadi asam amino. Disamping itu sel lambung juga membuat
zat-zat yang penting yang kalau tidak dibuat dapat menimbulkan
penyakit. (W. Herdin sibuea, 2009)
5

2.1.1. Esofagus

Setelah menelan, suatu gelombang peristaltik dengna


cepat membawa bolus makanan kebawah menuju ke esogafus.
Pada bagian bawah esofagus gelombang ini akan membuka
sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter ini tidak dapat
membuka dengan sempurna pada beberapa penyakit, tetapi perlu
diingat bahwa sfingter ini hampir selalu tertutup, untuk
mencegah isi lambung mengalir kembali ke esofagus. (W.
Herdin sibuea, 2009)

2.1.2. Lambung

Lambung berfungsi untuk menyimpan makanan dengan


beberapa tugas khusus. Fungsi utama ialah menyimpan makanan
dan minuman yang masuk sewaktu makan, kemudian
menyesuaikan suhunya dengan yang dibutuhkan dan
meneruskannya kedalam duodenum dalam porsi-porsi kecil.

2.1.3. Usus halus

Makanan dipecah menjadi molekul zat makanan yang


kecil didalam 50sentimeter pertama dari usus halus dibawah
pengaruh dari enzim usus dan pankreas dan untuk lemak dibantu
oleh garam empedu. Diantara susunan sistem pencernaan, usus
halus merupakan bagian dari organ pencernaan terpanjang yaitu
sekitar 8,25 meter. Tepat ditiap-tiap dinding usus, terdapat jonjot
atau penjuluran halus seperti jari yang bertugas menyerap
nutrien dari usus menuju kapiler-kapiler darah dan pembuluh
limpa. (Vievid. D. Utami, 2012)

2.1.4. Kolon
6

Berdasarkan bentuknya, usus besar cenderung lebih


pendek dan tebal dibandingkan usus kecil. Coecum, merupakan
kantong yang menuju usus tebal (colon). Secara garis besar
terdiri fungsi usus besar selain menyerap air dan garam-garam
mineral dari feses juga mengatur kadar air sisa makanan.
( Vievid. D. Utami, 2012).

Pada anatomi dan fisiologi usus besar ini pleksus


transmural mempersyarafi mulai dari dinding esofagus sampai
anus fleksus ini terdiri dari 2 lapisan neuron, lapisan luar disebut
pleksus mienterikus atau pleksus aubach yang terletak antara
lapisan otot longitudinal dan sirkuler, sedangkan lapisan bagian
dalam disebut pleksus meinterikus terutama berfungsi motoris
dan jauh lebih besar daripada pleksus submukosa yang terutama
bersifat sensoris, menerima sinyal terutama dari epitel usus dan
dari rengangan reseptor-reseptor dalam dinding usus.

Persyarafan parasimpatis yang mempersyarafi usus


dibagi dalam divisi kranial dan sakral kecuali beberapa serabut
parasimpatis yang menuju ke mulut dan daerah faring saluran
cerna, parasimpatis sakral hampir seluruhnya dihantarkan
melalui nervus vagus. Parasimpatis sakral berasal dari segmen
sakral kedua, ketiga dan keempat medula spinalis dan berjalan
melalui nervi eregentes menuju kesetengah bagian distal usus
besar. Daerah sigmoid, rektum dan anus mendapat persyarafan
parasimpatis yang lebih baik daripada bagian lainnya. Serbut-
serabut ini khusus berfungsi dalam reflek defikasi. (Sudaryat
suraatmaja, 2005).

2.2. Konstipasi

2.2.1. Definisi
7

Konstipasi adalah keadaan buang air besar jarang, kurang


dari tiga kali seminggu dengan tinja yang keras. Ada yang
menyebutkan kurangnya buang air besar sebanyak 25% dari yang
normal (Turnberg, 1989).

Thomas lamont menyebutkan kebanyakan orang normal


buang air besar 1 sampai 3 kali ssehari dengan bentuk tinja yang
normal. Diare adalah pengeluaran tinja yang encer atau lembek
dengan frekuensi lebih normal, sedangkan konstipasi tidak
seringnya buang air besar dengan tinja yang keras dan kering.
Menurut World Gastroenterologu Organization (WGO) konstipasi
adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/butir obat (44%),
ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi
jarang (33%). (Devanaraya dkk, 2010).

Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di


masyarakat dikenal dengan istilah sembelit, merupakan suatu
keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang
keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin buang air
besar tetapi tidak dapat mengeluarkannya), atau jarang buang air
besar. Seringkali orang berpikir bahwa mereka mengalami
konstipasi apabila mereka tidak buang air besar setiap hari yang
disebut normal dapat bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali
seminggu (Herawati, 2012)
Menurut Connel konstipasi adalah keadaan buang air besar
kurang dari 3 kali perminggu. Berbeda dengan di negara industri
maju, di negara sedang berkembang banyak memakan makanan
berserat, sehingga tinja keras dan sulit mengeluarkannya sudah
dapat dianggap sebagai konstipasi, walaupun buang air besar setiap
hari. (Ali Sulaiman. 1997)
8

Konstipasi mempunyai penyebab yang bervariasi termasuk


disini impak si feses, dehidrasi, obstruksi intestinal, hiperkalsemia,
dan pemakaian obat-obatan yang dapat mengurangi mortilitas usus.
(Michael Eliastam dkk, 1998)

2.2.2. Klasifikasi konstipasi

Ada 2 jenis konstipasi berdasarkan lamanya keluhan yaitu


konstipasi akut dan konstipasi kronis. Disebut konstipasi akut bila
keluhan berlangsung kurang dari 4 minggu. Sedangkan bila
konstipasi telah berlangsung lebih dari 4 minggu disebut
konstipasi kronik. Penyebab konstipasi kronik biasanya lebih sulit
disembuhkan (Kasdu, 2005 )
Konstipasi akut bisa disebabkan oleh aktivitas fisik
berkurang secara tiba-tiba, perubahan makanan, terutama serat
yang berkurang, pemakaian medikasi (misalnya opate, perintang
saluran kalsium, obat antikolinergis), anus sakit, dan pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun (neoplasma kolon). Sedangkan
konstipasi kronis pasien mengalami konstipasi fungsional yang
sebagian disertai kondisi medis , misalnya diabetes, penyakit
parkison atau memakai medikasi yang turut menyebabkan
konstipasi. (Houghton, R Andrew, 2012)

2.2.3. Etiologi konstipasi

Penyebab tersering konstipasi pada anak yaitu fungsional,


fisura ani, infeksi virus dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi
pada anak 95% akibat konstipasi fungsional. Konstipasi
fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasan diet,
kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan,
psikologis, takut atau malu ke toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp
9

dkk., 2003; Ritter band dkk., 2003; Devanarayana dan Rajindrajith


2011)

2.2.4. Faktor resiko konstipasi

Pengenalan dini faktor risiko terjadinya konstipasi dapat


membantu untuk mencegah konstipasi. Beberapa faktor risiko
yang berhubungan dengan konstipasi pada anak telah diteliti yaitu
ketidakcukupan asupan serat dan cairan harian, riwayat penyakit
kronis, riwayat keluarga konstipasi, psikologis, alergi susu sapi dan
riwayat asupan susu sapi pada usia awal kehidupan, kelainan yang
berhubungan kolon dan rektum seperti irritable bowel syndrome,
hirschsprung disease, dan fisuraani (Borowizt dkk., 2003).

2.2.5. Patofisiologi
Konstipasi dapat timbul dari adanya efek pengisian maupun
pengosongan rectum. Pengisian rectum yang tidak sempurna
terjadi bila peristaltic kolon tidak efektif. Statis tinja di kolon
menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan
kegagalan untuk memulai reflek dari rectum yang normalnya akan
memicu evakuasi. Pengosongan rectum melalui evakuasi spontan
tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor
tekanan pada otot-otot rectum, serabut-serabut aferen dan aferen
dari tulang belakang bagian sacrum atau otot-otot perut dan dasar
panggul. Kelainan pada reflaksi sfingter ani juga bias
menyebabkan retensi tinja. Kolon adalah bagian ujung dari saluran
pencernaan manusia, yang terdiri dari usus besar, rektum, dan anus.
Kolon dimulai pada sisi kanan bawah perut, di mana usus
kecil mengosongkan isi pencernaan ke dalam bagian pertama dari
usus besar.
10

2.3. Yoga

2.3.1. Defenisi

Yoga berasal dari bahasa sanskerta yuj yang berarti union


atau penyatuan. (M.S Wiadnyana,2009). Yoga adalah suatu teknik
yang telah dikenal selama ribuan tahun dengan prinsip-prinsip
berdasarkan keselarasan penciptaan antara pikiran, tubuh, dan jiwa.
Berbagai bentuk yoga atau asana dapat membantu untuk
menengani masalah pencernaan karena gerakan-gerakan nya
terpusat pada kesehatan perut dan organ-organ sekitarnya.

Yoga merupakan metode belajar yang berasal dari timur


ribuan tahun lalu melalui praktik sikap badan dan teknik yang
bertujuan untuk mempersatukan pikiran, tubuh, dan jiwa melalui
olah tubuh, pernafasan, relaksasi, dan meditasi. (Kanisius, 2009)

Dikutip dari Galuh H.E. yoga adalah yang telah dikenal


selama ribuan tahun dengan prinsip-prinsip berdasarkan
keselarasan penciptaan antara pikiran, tubuh dan jiwa. Berbagai
yoga atau asana dapat membantu untuk menangani masalah
penernaan karena gerakannya terpusat pada kesehatan perut dan
organ organ sekitarnya.

2.3.2. Manfaat Yoga

Manfaat berlatih yoga menurut Wiadnyana (2013) yaitu :

2.3.2.1. Sistem pencernaan

a. Memperbanyak oksigen dalam tubuh


b. Menyembuhkan dyspepsia
c. Menyembuhkan konstipasi
d. Menyehatkan pankreas sehingga bermanfaat bagi
penderita diabetes
11

2.3.2.2. Sistem tulang dan sendi

a. Meningkatkan kekuatan dna elastisitas otot


b. Membentuk posisi tubuh kearah ideal,sehingga
gerakan tubuh menjadi lebih bebas dan ringan.
c. Menjaga keseimbangan dan koordinasi gerak

2.3.2.3. Pembuluh darah

a. Membantu pengembalian darah kejantung


b. Memperbaiki sistem pembuluh darah kecil
c. Meningkatkan sirkulasi darah sampai ketingkat sel

2.3.2.4. Sistem saraf

a. Menghubungankan dan mengkoordinasi sistem saraf


b. Merelakskan saraf dan otot
c. Memperbaiki saraf aliran darah

2.3.3. Posisi dalam yoga (Asana)

Sebelum melakukan sikap yoga atau asana, persiapkan


tubuh terlebih dahulu melalui serangkaian gerkan perengangan
untuk pemanasan otot-otot.

2.3.3.1. Gerakan kursi goyang

Sikap tubuh ini meliputi serangkaian gerkan untuk


meregangkan tubuh sebelum melakukan asana lain nya, sesuai
dengan namanya, posisi ini membantu untuk menenangkan
tekanan dan membentuk otot, dan dalam waktu yang bersamaan
memijat tulang belakang. Gunakan ritme sedang, menarik napas
melalui hidung ketika bergerak kebelakang dan membuang napas
melalui mulut saat bergerak kedepan. Latihan ini harus diulang
beberapa kali secara utuh untuk meregangkan dan memanaskan
perototan.
12

a. Duduk dilantai (dilakukan pada lampin atau alas yang


empuk). Tekan dagu pada dada dan dengan tangan dibelakang
lutut ditarik tubuh agak kedepan sebagai momentum untuk
mengayun kebelakang.
b. Angkat kaki dan gerakan tubuh kebelakang. Dengan gerakan
yang sangat lambat dan terkendali, letakan punggung dilantai.
Gunakan otot-otot abdomen untuk mengedalikan gerakan,
c. Dengan memanfaatkan momentum tubuh saat menarik tubuh
kebelakang, cobalah untuk menyentuh lantai dengan ujung
jemari kaki. Kembalilah keposisi teggak dengan
menggunakan kekuatan abdomen. Hal ini mempu
melemaskan tulang belakang dan perototan.(Kanisius, 2009)

2.3.3.2. Pose duduk membungkuk

Pose ini menggunakan gerakan-gerakan lambat yang


membantu gejala salah cerna dan meringankan rasa sakit, dan
dalam waktu yang bersamaan merengangkan tulang punggung
dan menstimulasi aliran darah dari punggung.

a. Mulailah duduk dengan kaki rapat dan diluruskan. Jaga agar


punggung tetap tegak dengan lengan dikedua sisi bertumpu
pada telapak tangan. Tubuh membentuk sudut 90 derajat.
b. Tarik napas dalam-dalam melalui hidung dan t arik tangan
keatas setingggi mungkin, jangan melengkungkan punggung.
c. Sembari membuang napas, gerakan dada kearah paha. Tarik
tangan ke kaki dan jika dapat, rentangkan tangan hingga
menyentuh jari kaki. Bernapaslah dengan nyaman sembari
menundukkan tubuh sejauh mungkin. Untuk menyelesaikan
posisi ini, lanjutkan dengna cara membalik langkah-langkah
tersebut, dengan menarik napas, sambil menegakkan punggung
13

dan tangan diatas kepala. Pada saat membuang napas, gerakan


tangan kesamping tubuh dengan telapak menempel dilantai.

2.3.3.3. Menempelkan kepala ke lutut

Pose ini dapat memulihkan salah cerna dan sembelit


sembari membuat seluruh tubuh terasa lebih ringan. Duduklah
dilantai dengan kaki terlentang dan jemari kaki menghadap keatas.
Lipat kaki kanan sampai bagian bawah telapak kaki menekan
bagian dalam paha kanan. Tarik napas dan angkat lengan ke atas
kepala. Saat membuang napas, tarik dada ke arah kaki kanan
sembari berpegang pada telapak kaki kanan, raihlah dan pegang
kaki, pergelangan kaki, atau tulang kering. Tarik napas kemudian
buang napas sambil mencoba semakin menurunkan kepala untuk
menyentuh lutut. Selesaikanlah posisi ini secara pelan-pelan
kemudian ulangi gerakan ini untuk kaki sebelah kiri.

2.3.3.4. Pose busur

Pose ini memusatkan pada area abdominal yang merupakan


satu-satunya bagian yang tetap menyentuh lantai. Gerakan ini
memberikan pijatan internal menyeluruhkan terhadap organ-organ
penernaan, membantu mencegah sembelit.
a. Berbaringlah dengan posisi telungkup dengan kedua kaki
terbuka segaris dengan pinggul. Tarik napas dan lipat kaki,
kemudian raih dengan kedua tangan. Tarik kaki dengan dengan
kedu ajempol kaki saling menyentuh. Buang napas.
b. Sambil menarik napas, angkat kepala dan dada sembari
mengangkat pergelangan kaki, lutut dan paha terangkat.
Lengkungan tubuh kebelakangan dan memandanglah ke atas.
Tetaplah pada posisi ini sambil bernapas melalui rongga dada.
Selesaikan posisi dengan pelan-pelan kembali ke posisi awal.
14

2.3.3.5. Pose anak

Seperti namanya, asana ini sederhana dan memberikan rasa


nyaman. Gerakan ini membantu untuk santai dan merasa nyaman
dan membantu menghilangkan sakit perut.
a. Duduklah dengan bersimpuh, kedua lutut agak terbuka, segaris
dengan pinggul. Tarik napas sambil mengangkat lengan keatas
kepala dann membuang napas sambil membungkukkan tubuh
dan menempelkan tubuh pada paha. Letakan dahi, telapak
tangan dan lengan pada lantai dengan bahu dalam keadaan
santai.
b. Selanjutnya, letakkan tangan kebelakang dan biarkan terkulai
disamping tubuh. Tetaplah pada posisi ini selama nyaman,
sambil bernapas dan memusatkan pikiran pada ruas-ruas tulang
belakang.
15

2.4. Keaslian penelitian

Keterangan Penelitian Hani Zahiyyah Khoiroh Ummah


sekarang Suarsyaf (2015) (2014)
Topik penelitian Efektivitas senam Pengaruh terapi Efektivitas
perut yoga pijat terhadap mobilisasi tiap 2
terhadap penderita konstipasi jam terhadap
konstipasi kejadian
konstipasi pasien
stroke
Desain Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
Variabel Independen : Independen : Independen :
Senam perut yoga Terapi pijat Mobilisasi tiap 2
jam
Dependen : Dependen :
Konstipasi Konstipasi Dependen :
Konstipasi
Subjek Mahasiswa Anak <3 tahun Pasien stoke
penderita penderita dengan konstipasi
konstipasi konstipasi
Tempat STIKes Hang Gardena RSUD
Tuah Pekanbaru Ibnu Sina Gresik
16

2.5. Kerangka teori

Dari tinjauan teori yan telah ada dapat dilihat kerangka teori sebagai
berikut :

Penderita konstipasi

Seseorang yang pola


defekasi nya kurang
dari 3 kali seminggu

Faktor yang - Berkuran


mempengaruhi terjadinya g nya
konstipasi gejala
Senam perut yoga konstipa
- Kebiasaan defekasi
si
yang tidak teratur Mengatur kekuatan - Pola
- Klien yang fisik dan merelakskan defekasi
mengonsumsi diet saraf dan otot menjadi
rendah serat baik
- Tirah baring - Memhub
- Pemakaian laksatif ungkan
yag berat dan
Manfaat senam perut
- Kelainan saluran GI mengko
- Kondisi neurologis yoga
ordinasi
yang menghambat - Membantu sistem
implus saraf ke saraf
melancarkan
kolon - Melancar
buang air besar kan
- Peningkatan stres - Menyembuhkan
psikologi. aliran
sembelit
- Umur
- Merelaksasikan
saraf dan otot
- Melancarkan aliran
darah
17

2.6. Kerangka Konsep

Mahasiswa
Output :
penderita
konstipasi : - Pola
defekasi
Dengan
normal
pola Post test - Gejala
defikasi Pretest
konstipa
kurang dari Pemberian Pemberian si
3 kali kuisioner kuisioner berkuran
seminggu dan dan g
mengidenifi mengidenti
Kelompok fikasi pola
kasi pola
eksperimen defekasi
defikasi
calon responden
responden
Kelompok
kontrol
18

2.7. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara dari


suatu penelitian yang kebenarannya akan dibuktikan pada saat penelitian
dilakukan. Pada hipotesis ini digunakan Ho dan Ha. Apabila Ho di tolak
maka Ha yang diterima. (Notoatmodjo, 2010)

Ho : senam perut yoga tidak efektif menangangi atau menormalkan


pola defekasi pada klien penderita konstipasi di STIKes Hang Tuah
Pekanbaru.

Ha : senam perut yoga efektif menangani atau menormalkan pola


defekasi pada klien penderita konstipasi di STIKes Hang Tuah
Pekanbaru.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental dengan


metode pre-post test with control group. Dalam rancangan ini dilakukan
randomisasi, artinya pengelompokan anggota-anggota kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan acak atau random.
Kemudian dilakukan prestest pada kedua kelompok tersebut, dan diikuti
intervensi pada kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu dilakukan
postest pada kelompok kedua tersebut. (Notoatmodjo, 2010)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di STIKes Hang Tuah


Pekanbaru, Hal ini dikarenakan STIKes Hangtuah merupakan salah satu
19

STIkes dengan mahasiswa yang banyak jadwal perkuliahan sehingga


banyak mahasiswa dengan aktifitas yang statis. Penelitian ini bulan
Oktober sampai dengan November 2016.

3.3. Populasi dan Sempel Penelitian

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah subjek atau objek dengan


karakteristik tertentu yang diteliti (Hidayat, 2009). Populasi dan penelitian
ini adalah seluruh mahasiswa PSIK STIKes Hang Tuah yang berjumlah
183 orang.

b. Sampel

Sampel adalah objek yagn diteliti dan dianggap mewakili seluruh


sebagian populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel pada penelitian ini adalah
orang-orang yang merupakan bagian dari populasi yang terpilih menjadi
sampel penelitian dan memenuhi kriteria insklusi.

Kriteria inklusi adalah ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap


populasi yang dapat diambil sampel (Notoatmodjo, 2010).

Kriteria inskusi pada penelitian ini adalah :

a. Mahasiswa PSIK STIKes Hang Tuah Pekanbaru


b. Mahasiswa PSIK STIKes Hang Tuah yang menderita konstipasi
c. Bersedia menjadi responden

3.4. Besar Sampel

Sampel yang akan peneliti gunakan pada penelitian ini adalah


sampel yang memenuhi kriteria insklusi. Besar sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh Mahasiswa PSIK STIKes Hang Tuah Pekanbaru yang
berjumlah 183 orang diambil dengan salah satu teknik Non Probability
20

Sampling/Non Random Sampling yaitu dengan menggunakan purposive


sampling yaitu penentuan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat
pupulasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

3.5. Tekhnik Sampling

Menurut Nursalam 2003. Tekhnik sampling adalah cara-cara yang


ditempuh dalam pengambilan sampel, , agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. Pengambilan
sampel pada penelitian ini dilakukan dengan tekhnik purposive sampling
yaitu penentuan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti. (Notoatmodjo, 2010)

3.6. Variabel penelitian dan definisi operasional

3.6.1. Variabel penelitian

Variabel merupakan objek penelitian, atau apa yang menjadi


perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini, Senam
Perut Yoga sebagai variabel independen, dan Konstipasi sebagai variabel
dependen.

3.6.2. Definisi operasional

Definisi operasional adalah mendefinikan variabel secara


operasional berdasarkan karakteristik yang diteliti, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengkuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional
ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian,
sedangkan cara pengukuruan merupakan cara dimana variabel dapat
diukur dan ditentukan karakteristiknya. (Hidayat, 2009)
21

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Skal Hasil ukur


. operasional a
ukur
1. Konstip Suatu kondisi Lembar a. Menyiapkan Nom Jika pola
asi pola eliminasi kuisioner / kuisioner inal defekasi <
vekal kurang wawancara yang akan 3 kali
dari 3x langsung diberikan seminggu
seminggu kepada kepada calon maka itu
calon responden penderita
b. Berikan
responden konstipasi
kuisioner
tersebut
kepada calon
responden
untuk di isi.
2. Yoga Suatu usaha Melakukan Senam perut yoga Nom Efektif
mengharmoni gerakan ini dilakukan inal terhadap
sasikan senam perut selama 4 minggu, peningkata
elemen yoga dan dilakukan 12 n siklus
spiritual dan dengan kali perlakuan defekasi
fisik untuk dipandu
mencapai instruktur
kondisi ideal. selama 30
menit :
a. Pemansa
n atau
peregan
gan otot
selama 5
menit
b. Gerakan
22

kursi
goyang
selama 5
menit
c. Pose
duduk
membun
gkuk
selama 5
menit
d. Gerakan
menemp
elkan
kepala
kelutut
selama 5
menit
e. Melakuk
an
gerakan
pose
busur
selama 5
menit
f. Melakuk
an pose
anak
selama 5
menit

3.7. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


23

3.7.1. Data primer

Data primer adalah pengambilan data yang diperoleh dilapangan


langsung kepada objek penelitian (Riduwan, 2008). Adapun data primer
penelitian ini diperoleh langsung dari responden melalui serangkaian
pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner. Kuisioner yang dibuat
untuk variabel penderita konstipasi di STIKes Hang Tuah Pekanbaru dan
terdiri atas beberapa pertanyaan.

3.7.2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui


pengumpulan data yang bersifat studi dokumentasi berupa penelaah
terhadap dokumentasi pribadi, resmi kelembagaan, referensi atau aturan
(Iskandar & Yamin, 2010). Pengumpulan data sekunder yang peneliti
kumpulkan berupa laporan yang berhubungan dengan keluhan susahnya
buang air besar atau konstipasi.

3.8. Cara Pengumpulan Data

Dengan melakukan pertemuan dan memberikan lembar kuisioner


juga memberikan terapi secara langsung pada setiap sampel penelitian
yang telah peneliti tentukan.

3.9. Cara pengolahan data

Menurut hidayat (2009), pengolahan data merupakan salah satu bagian


rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data dan pengolahan data
dilakukan secara bertahap dan dioleh secara komputerisasi, adapun tahapan
dalam pengolahan data adalah sebagai berikut :

a. Editing (pemerikasaan)
24

Setelah lembar kuisioner diisi oleh responden, kemudian dikumpulkan


langsung oleh peneliti. Selanjutnya data yang sudah ditampilkan lalu
diperiksa kembali untuk mengetahui kelengkapan dan kesalahan dalam
melihat konsistensi jawaban.

b. Coding (Pengkodean)

Koding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data


berbentuk angka atau bilangan guna mempermudah analisis data dan
mempercepat meng-entry data.

c. Entry data (memasukan data)


Setelah data dikumpulkan, meneliti meng-entry data untuk selanjutnya
diolah kedalam analisa data. Peneliti meng-entry data dengan memasukan
data isian kuisioner setelah diberi perlakuan terapi senam perut yoga.
d. Cleaning (merapikan)
Peneliti memeriksa kembali data yang telah masuk kedalam program
computer sehingga penelitian tidak menemukan data yang tidak lengkap.
e. Processing (pengolahan data)

Peneliti melakukan memproses data tersebut dengan mengelompokan data


kedalam variabel yang sesuai. Selanjutnya peneliti mengolah data
menggunakan program komputer.

f. Analisa data
Hasil yang diperoleh dari proses analisa data kemudian diinterpretasikan
secara jelas untuk memudahkan menarik kesimpulan dari hasil penelitian
(Hidayat, 2008). Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa
univariat dan analisa bivariat.

3.10. Etika Penelitian

3.10.1. Informed consent (Lembar persetujuan menjadikan responden)


Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan. Jika
25

responden setuju, maka mereka harus menandatangani lembar


persetujuan tersebut. Jika responden menolak maka peneliti tidak
akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
3.10.2. Anonymyty (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subjek penelitian tidak mencantumkan
namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi
kode berupa angka atau huruf pada masing-masing lembar
tersebut.
3.10.3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijamin oleh peneliti,
hanyak kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau
dilaporkan sebagai hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai