REFLEKSI KASUS - KEJANG DEMAM KOMPLEKS (Putri)
REFLEKSI KASUS - KEJANG DEMAM KOMPLEKS (Putri)
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
di RSUD dr. Raden Soedjati Purwodadi
Disusun oleh :
PUTRI KUSUMA INDRIYANI
30101206704
Pembimbing :
dr.Agustinawati Ulfah, Sp. A
A. IDENTITAS
1. Nama Penderita : An. ADP
a. Umur : 6 tahun 9 bulan
b. Jenis Kelamin : laki-laki
c. Pendidikan : Sekolah Dasar
d. Alamat : Karanggeneng Rt 04/ Rw 01 Godong
e. Masuk RS : 02 Januari 2017
f. Keluar RS : 04 Januari 2017
g. No. RM : 419669
B. DATA DASAR
Alloanamnesis dengan Ayah penderita dilakukan pada tanggal 03 Januari 2017 pukul
17.00 WIB di ruang bangsal anak Bougenville serta didukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama : Kejang disertai demam
5. Riwayat Prenatal
Pemeriksaan kehamilan : Rutin, dilakukan sebanyak 8 kali
selama hamil dan diperiksakan ke bidan.
Penyakit kehamilan : disangkal.
Perdarahan selama kehamilan : disangkal
Obat yang diminum selama kehamilan : obat-obatan dari bidan (vitamin + Fe).
Vaksinasi selama kehamilan : tetanus toxoid
Riwayat ibu muntah berlebih (-), sakit kepala berat (-), riwayat jatuh saat
kehamilan (-), riwayat minum jamu dan pijat perut (-), selama hamil, ibu pasien
hanya menerima dan mengkonsumsi vitamin penambah darah yang diberikan oleh
bidan.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik
6. Riwayat Persalinan
Persalinan : lahir spontan di Bidan
Jenis persalinan : Spontan, UK : 38 minggu
Usia dalam kandungan : aterm
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan : orang tua pasien lupa
Keadaan bayi : Sehat, langsung menangis
Kelainan bawaan : (-)
Kesan : kelahiran normal
7. Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi Dasar
0-7 hari: Hb O
9 bulan: Campak
Pertumbuhan
Status Gizi menurut Z-score
Berat Badan : 20 kg
Tinggi badan : 110 cm
BMI : 16,52 kg/m2
Usia : 6 tahun 9 bulan
Kesan : status gizi cukup, perawakan pendek
10. Riwayat KB
Ibu mengikuti program KB suntik 3 bulan baik setelah melahirkan anak pertama
maupun kedua.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 03 Januari 2017 pukul 17.00 WIB (di bangsal Bougenville)
Status Present
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 6 tahun 9 bulan
Berat badan : 20 kg
Panjang badan : 110 cm
Keadaan umum : pasien rewel (-), tampak sesak (+), nafas cuping hidung (-)
sianosis (-), lemas (+)
Kesadaran : composmentis
Tanda vital :
Nadi : 132 x/menit isi cukup, irama regular, equalitas sama pada keempat
ekstremitas
Frek.nafas : 38 x/menit
Suhu : 39,0o C
Pulmo
Inspeksi : simetris, retraksi intercosta (-), nafas
kussmaul (-)
Palpasi : sterm fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vaskuler (+/+)
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi basah (-/-)
Abdomen Inspeksi : datar, tidak tampak gerakan peristaltik
Auskultas : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, turgor kembali cepat, nyeri tekan
(+), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Genital tidak ada kelainan
Ekstremitas Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill < 2 < 2
Gerakan Bebas Bebas
Reflek fisiologis +/+ +/+
Turgor kulit Cukup Cukup
Edema - -
Kekuatan 5/5 5/5
a. Pergerakan Motorik
Motorik Superior Inferior
Pergerakan Normoaktif / Normoaktif Normoaktif / Normoaktif
Tonus Normotonus / Normotonus Normotonus / Normotonus
Trofi Eutrofi / Eutrofi Eutrofi / Eutrofi
Kesan :
pergerakan motorik & refleks fisiologis keempat ekstremitas Normal
4. N V( TRIGEMINUS )
Membuka mulut : dbN
Mengunyah : dbN
Sensibilitas taktil dan nyeri : Tidak dilakukan
5. N VII (FACIALIS)
Dekstra Sinistra
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis/Tersenyum + +
6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)
Subyektif :
Dextra Sinistra
TES WEBER Tidak dilakukan Tidak dilakukan
TES RINNE Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)
Pengecapan 1/3 posterior lidah : Tidak dilakukan
Arkus faring : dBN, simetris
Sengau : (-)
8. N X ( VAGUS )
Berbicara : dbN
Menelan : dbN
Nadi : 132x/menit reguler.
Reflek muntah : Tidak dilakukan
9. N XI (ACCESORIUS )
Mengangkat bahu : dbN
Memalingkan kepala : dbN
10.N XII ( HYPLOGOSSUS )
Deviasi lidah : (-)
Tremor lidah : (-)
Atrofi lidah : (-)
Artikulasi : jelas
Kesan : pemeriksaan nervi craniales dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
02 Januari 2017
1. Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 12,3 g/dl (14 18)
Leukosit : 18.340/mm3 (4000 10.000)
Trombosit : 300.000/mm3 (150.000 500.000)
Ht : 38,4 % (31-45)
Kesan : leukositosis dan anemia
3. Gula Darah Sewaktu : 103 mg/dl (74-110)
03 Januari 2017
1. usul pemeriksaan EEG
DAFTAR MASALAH
Demam 1 hari yang disertai kejang
Riwayat kejang pada umur 1,2,3 tahun
Batuk dan pilek sebelum kejang
Leukositosis, dan anemia
D. DIAGNOSA BANDING
Kejang Demam Komplek
Gangguan Elektrolit
Epilepsi
DIAGNOSA SEMENTARA
Kejang Demam Komplek
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
O2 nasal canul 2 liter/menit
Mencegah resiko jatuh
Kompres hangat
Medikamentosa
Infus RL 16 tpm
BB=20 kg
10 kg ke I 100cc/kgx bb = 100cc/kg x10 kg = 1000 cc
10 kg ke II 50cc/kgxbb = 50cc/kg x 10 = 500 cc
Dalam 24 jam 1500 cc / 24 = 63 cc/jam
Makrodrip
63 cc x 15 : 60 = 16 tpm
2/1/2017 39 37,5 37,6 Inf. RL 16 tpm Kejang (+), Demam (+), sianosis (+)
110 110 110 Lab Hb, Ht, Trombosit 390C, batuk (+)
32 24 30 O2 2l/menit Aktif, CM
Sibital 2x50 mg BB : 20 kg
PB : 110cm
Pamol inf 200
Ceftri 2x500
3/1/2017 37,8 37,2 38,4 Inf. RL 16 tpm Kejang (-),Muntah (-), Demam (+)
118 110 118 Pamol 2x1/2 mg tab Aktif, CM
24 32 28 Lab Hb, Ht, Trombosit BB : 20 kg
O2 2l/menit PB : 110 cm
Sibital 2x50 mg
Pamol inf 200
Ceftri 2x500
INITIAL MONITORING
Initial Monitoring
Monitoring gejala klinis (demam, kejang )
Monitoring keadaan umum , suhu pasien, renjatan kejang (frekuensi, lama, jenis
kejang).
Monitoring adanya gangguan neurologis
Minitoring hasil laboratorium
Monitoring respon terapi
Initial Edukasi
Memberitahukan pada keluarga pasien tentang penyakit kejang demam
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Memberitahukan cara penanganan bila terjadi kejang kembali yaitu :
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
d. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
e. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut meski lidah tergigit
f. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
g. Tetap bersama pasien selama kejang.
h. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
i. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius atau lebih (Soetomenggolo, 1989;
Lumbantobing, 1995). Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok
neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau
dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak
(Freeman, 1980).
Kejang demam merupakan kegawatan neurologis yang sering dijumpai pada anak.
Hampir 3-5% anak pernah mengalami kejang demam. Kejang demam sering berulang di
rumah, oleh karena itu penjelasan yang terperinci kepada orang tua sangatlah diperlukan.
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 380C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau
metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.
B. Etiologi
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam yaitu imaturitas otak dan
termoregulator; demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat; dan predisposisi genetik: > 7
lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan).
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan oleh :infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Penyebab lain kejang disertai demam
adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik,
amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.
C. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Di
Amerika Serikat, kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan hingga 5 tahun.
Diantaranya, sekitar 70-75% hanya mengalami kejang demam sederhana, yang lainnya
sekitar 20-25% mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5% mengalami kejang
demam simtomatik. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Kejang demam
tergantung pada usia, dan jarang terjadi sebelum usia 9 bulan dan setelah usia 5 tahun.
Puncak terjadinya kejang demam yaitu pada usia 14 sampai 18 bulan, dan angka kejadian
mencapai 3-4% anak usia dini. Di Indonesia sendiri, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2-5%.
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang tidak terulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multipel
(lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kejang demam kompleks tidak memenuhi
salah satu atau lebih dari ketujuh criteria Livingstone.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
E. PATOGENESIS
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dpat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion
Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan
terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik
susunan saraf pusat (korteks serebri)..
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
makin meningkat karena aktifitas otot dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal
ini akan menyebabkan kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Darah rutin, glukosa darah, elektrolit
Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik)
Kultur darah
o Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Usia < 12 bulan sangat dianjurkan
Usia 12-18 bulan dianjurkan
Usia > 18 bulan selektif
o EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan
kelainan likuor. Gelombang EEG lambat di daerah belakang dan unilateral
menunjukan kejang demam kompleks.
o Pencitraan
H. TATALAKSANA :
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3
-0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.5
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan
4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada
suhu > 38,5oC.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan
sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau
lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan,
kejang demam 4 kali per tahun.5
2. Hiperpireksi
1. Riwayat KD keluarga
2. Usia , 12 bulan
J. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. Sedangkan setelah
vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah
imunisasi. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak
demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.
K. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, DwiPutro Widodo danSofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. BadanPenerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. KejangDemam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.