Anda di halaman 1dari 28

Ruptur lien

Nuraihan Bt Mohd Jalaludin

102008309

Universitas Kristen Krida Wacana

Kampus II,Arjuna Utara No.6,

Jakarta 11510

nuraihan6624@yahoo.com

Pendahuluan

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini
memberikan gambaran superfisial dari respon fisik terhadap cedera.Trauma juga mempunyai
dampak psikologi dan sosial.Pada kenyataannya,trauma adalah kejadian yang bersifat holistik
dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang.Trauma lebih kompleks dari
sekadar,misalnya suatu fraktur.Untuk menilai kualitas penanggulangan trauma dikembangkan
sistem skoring seperti revised trauma score yang berkembang dari trauma score untuk menilai
keadaan fisiologis,sedangkan abbreviated injury scale berkembang menjadi injury severity
score yang menilai secara anatomis.Kombinasi RTS,ISS ,umur pasien dan tipe cedera menjadi
metode TRISS.Dengan metode ini dapat dihitung kemungkinan ketahanan hidup secara
retrospektif.Triase juga berkembang baik pada fasa pre-RS maupun pada fase RS.Triase dapat
dimanfaatkan pada satu pasien untuk mencari masalah yang dihadapi pasien tersebut,tetapi
dapat juga pada banyak pasien untuk mengelompokkan pasien sesuai dengan beratnya
cedera.Dalam kedua keadaan ini,dipakai prinsip ATLS,iaitu A,B,C,D untuk menilai apa yang
menjadi masalah dan apa yang harus ditanggulangi.

Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau
trauma toraks kiri bagian bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati dan
pankreas. Limpa mendapat vaskularisasi yang banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350 liter
darah per harinya yang hampir sama dengan satu kantung unit darah sekali pemberian. Karena
alasan ini, trauma pada limpa mengancam kelangsungan hidup seseorang.

Limpa kadang terkena ketika trauma pada torakoabdominal dan trauma tembus
abdomen. Penyebab utamanya adalah cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh
dari tempat tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak, seperti yudo, karate, dan silat.
Trauma limpa terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen. Perbandingan laki-laki
dan perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam
olahraga, berkendaraan dan bekerja kasar pada laki-laki. Angka kejadian tertinggi pada umur
15-35 tahun.

Diagnosis untuk trauma tembus limpa mudah ditegakkan karena biasanya pasien
datang dirujuk untuk tindakan operasi. Pada banyak kasus, foto thoraks dan abdomen
menjadi langkah awal untuk menilai pasien dengan trauma tumpul abdomen. Namun efek dari
trauma tumpul abdomen kadang tertutupi oleh trauma yang lebih nyata. Pada beberapa pasien,
kadang tanpa gejala, Hal ini membuat tingginya mortalitas trauma tumpul abdomen dibanding
trauma tembus. Oleh karena itu, radiologis harus mempunyai indeks kecurigaan lebih tinggi
dan menyarankan pemeriksaan pencitraan bentuk lain lebih lanjut untuk mengevalusi ulang.

Mengingat besarnya masalah serta tingginya angka kematian dan kesakitan trauma
limpa serta sulitnya mendiagnosis segera, maka kami menulis referat yang membahas trauma
limpa dan pemeriksaan radiologisnya.

Penilaian derajat trauma

Luas dan beratnya trauma ditentukan oleh nilai derajat trauma yang dipakai sejak 1981
dan memberikan gambaran beratnya trauma,berdasarkan pemeriksaan
pernapasan,perdarahan,dan kasadaran.Angka ini penting untuk menentukan klasifikasi dan
prognosis penderita cedera berat.Penilaian gerak napas di dada dan pengisisan kembali kapiler
tidak digunakan untuk menilai derajat trauma karena sukar menetukan angka bakunya.
Pernafasan ditentukan frekuensinya, perdarahan dinilai berdasarkan tekanan darah
arterial,sedangkan kesadaran diukur berdasarkan skala koma Glasgow.1

Pemeriksaan Angka
Pernafasan (kali per menit)
10-29 4
>29 3
6-9 2
1-5 1
0 0

Tekanan sistolik (mmHg)


>89 4

2
76-89 3
50-75 2
1-49 1
0 0

Skala koma Glasgow


13-15 4
9-12 3
6-8 2
4-5 1
3 0

Tabel : Derajat trauma (nilai 0-12)

Tabel : Skala koma scale

Setiap parameter diberi angka 0 sampai 4 .Beratnya trauma diperkirakan berdasarkan jumlah
semua angka,jadi terendah adalah 0 dan yang tertinggi 12.1

3
Resusitasi
A. Airway ; membebaskan jalan nafas
- Keluarkan penyebab obstruksi orofaring (gigi,prostesis,darah,isi lambung)
- Letakkan lidah di depan (letak aman;rahang ke depan)
- Pasang pipa Mayo Guedel atau lakukan intubasi
B. Breathing ; memelihara pernafasan
- Nafas buatan
- Intubasi
- Tanggulangi luka toraks,penumotoraks,hemotoraks
C. Circulation ; memelihara perdarahan (perfusi jaringan otak dan miokard)
- Atasi hipovolemi
- Pungsi tamponade jantung
- Kempaan toraks atau masase jantung
Cedera yang mengancam jiwa
- Perdarahan intrakranial
- Perdarahan dalam toraks atau perut
- Cedera pembuluh darah besar
Patah tulang besar,dislokasi dan cedera tulang belakang
Cedera kecil
- Luka kulit atau jaringan lunak
- Cedera tendon atau saraf
Tabel : Prioritas tindakan pada cedera berat atau majemuk

Pada cedera berat tindakan pertolongan pertama berupa penghentian perdarahan dan
pemasangan bidai harus dilakukan di tempat kejadian sebelum korban diangkut,Infus tidak
susah dipasang bila jarak tempuh ke RS kurang dari 15 menit.Pada penderita dengan
gangguan jalan napas dianjurkan pemasangan pipa endotrakea.Oleh karena itu,resusitasi dan
pertolongan awal harus mampu dilakukan oleh orang awam yang terlatih maupun oleh
petugas ambulans gawat darurat.Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan di rumah sakit.1

Urutan prioritas tindakan pada penderita cedera berat adalah resusitasi kemudian penanganan
cedera yang mengancam jiwa ,cedera tulang besar ,tulang belakang dan sendi dan akhirnya
cedera kulit,jaringan lunak,tendon dan saraf.1

Pertolongan di luar rumah sakit terdiri atas trias ABC,menghentikan perdarahan,menjamin


perlindungan cedera tulang belakang dan mebidai patah tulang ekstremitas.1

Pengelompokan penderita trauma

Ada tiga ktegori penderita trauma menurut tingkat kegawatan cederanya dan prioritas
penaggulangan sesuai dengan tingkat cedera.Penderita trauma sebelumnya harus diseleksi dan
dikelompokkan.Tindakan seleksi ini dikenal dengan sebutan triase.1

4
Golongan pertama adalah korban trauma yang menyebabkan gangguan faal organ seperti otak
dan jantung sehingga dapat menyebabkan kematian.Pada penderita di atas,umpamanya
pemderita dengan penyumbatan jalan nafas atau perdarahan,tindakan pertama adalah
membebaskan jalan nafas dan menghentikan perdarahan .Bila diperlukan tindak bedah untuk
menghentikan perdarahan,seperti torakotomi atau laparotomi,persiapan pra bedah,bahkan
tindakan asepsis dan antispsis tidak terlalu penting.1

Golongan kedua adalah mereka yang cederanya tidak membahayakan jiwa seperti luka
tembak,luka tusuk atau trauma tumpul toraks dan abdomen dengan tanda vital yang
stabil.Golongan ini mungkin memerlukan tindak bedah.Dalam hal ini,persiapan pra bedah dan
pemeriksaan lengkan untuk menegakkan diagnosis prabedah dapat dilakukan dalam 6 jam
pertama.Namun,penderita seperti ini harus diawasi secara ketat karena dapat tiba-tiba jatuh ke
dalam syok akibat perdarahan.1

Golongan ketiga adalah penderita trauma ringan atau pada pemeriksaan tidak memperlihatkan
kelainan yang jelas.Para penderita ini tersedia cukup waktu untuk pemeriksaan dan
pengamatan.Kadang tanda adanya kelainan baru jelas setelah beberapa hari.1

Golongan pertama : Yang memerlukan pertolongan segera karena ABC tidak ada atau tidak
stabil
Golongan kedua : Yang memerlukan pertolongan tetapi dapat ditunda sampai 6 jam karena
ABC stabil
Golongan ketiga : Yang cedera ringan

3 langkah sebelum memulai resusitasi1

- Penentuan kesadaran ;penderita dipanggil ,jika tidak ada jawaban,diketok atau dicubit
- Usahakan ambulans,polisi dan pertolongan lain
- Telentangkan penderita agar siap untuk resusitasi;perhatikan tulang belakang dan leher

3 langkah sebelum memulai resusitasi

5
Resusitasi

Gambar : CAB

6
Resusitasi merupakan tindakan pertolongan terhadap seseorang yang terancam jiwanya karena
gangguan pernapasan yang kadang disertai henti jantung.Keadaan ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas,kecelakaan kerja,atau kecelakaan di rumah,serangan
jantung,tenggelam,cedera listrik dan keracunan zat kimia maupun obat.1

Sebelum resusitasi dimulai harus diperhatikan keselamatan penolong dan korban.Pada


kecelakaan lalu lintas harus terlebih dahulu dicegah kecelakaan lebih banyak
lagi.Kemudian,segera upayakan pertolongan yang dibutuhkan seperti petugas kesehatan
,ambulans,dan polisi.Setelah kedua hal ini diatur,baru resusitasi dapat dimulai.1

Resusitasi ditujukan untuk menjamin tersedianya zat asam di jaringan vital,terutama otak dan
miokard.Untuk itu dibutuhkan jalan napas yang bebas,pernafasan dan ventilasi paru yang baik
serta transport melalui peredaran darah yang memadai.1

Jalan nafas bebas dapat dicapai dengan hiperekstensi kepala sehingga lidah terletak di depan
dan terlepas dari dinding dorsal faring.Rahang bawah harus didorong ke depan sampai gigi
seri rahang bawah berada di depan gigi seri rahang atas.Hal ini dapat dicapai dengan menarik
dagu ke depan.Bila ada kecurigaan fraktur tulang leher,tindakan membebaskan jalan napas
dilakukan tanpa ekstensi kepala.Setelah itu dapat diusahakan pernafasan dengan tekanan
positif dan dengan mengisap darah atau lendir dari faring atau trakea.Jika tidak ada
sirkulasi,pemulihan peredaran darah dapat dicapai melalui kempaan toraks.Dengan tindakan
ini darah diperas keluar dari jantung melalui pembuluh darah nadi.1

7
Gambar : Membebaskan jalan nafas

Untuk orang dewasa,penilaian pernapasan dilakukan dengan memperhatikan keluar masuknya


udara dari mulut dan hidung dan memperhatikan ada tidaknya gerak napas dadadi dinding
perut.Umumnya jalan nafas harus dibersihkan terlebih dahulu,dibebaskan dan dibersihkan.1

Gambar : Nafas buatan mulut ke mulut

Penilaian aktivitas jantung dilakukan dengan meraba denyut nadi pada a.karotis atau arteri
lain seperti a.brakialis atau a.femoralis.Berhentinya peredaran darah akan segera disusul
dengan henti nafas dalam waktu singkat.Sebaliknya,gangguan pernafasan juga akan disusul

8
oleh berhentinya kontraksi jantung akibat asfiksia.Oleh karena itu,mengupayakan ventilasi
merupakan tindak resusitasi yang mutlak.1

Gambar : Penentuan denyut a.karotis

Sebaiknya diperhatikan juga keadaan pupil.Jika pupil sempit atau sedang besanya artinya
belum atau belum ada asfiksia berat otak.Jika kedua pupil mata lebar,tetapi bereaksi terhadap
cahaya,bererti otak masih bereaksi.Jika kedua pupil menetap lebar maksimal dan tidak
memperlihatkan reaksi terhadap cahaya,berarti otak mengalami asfiksia.Jika keadaan ini
menetap selama 10-15 menit,korban harus dianggap sudah meninggal.Selama pupil tidak
melebar maksimal dan masih bereaksi terhadap cahaya,korban tidak dapat dianggap
meninggal dan resusitasi harus diteruskan dengan teliti dan penuh semangat.1

Pertolongan gawat darurat untuk luka tumpul 1

- Cari jalan untuk membuka jalan nafas

- Ketahui status pernafasan dan sirkulasi

- Jangan gerakkan pasien jika curiga ada kecederaan spinal

- Beri oksigen menggunakan oksigen masker selama 8 hingga 12 liter per menit.

- Letakkan pasien dalam posisi supine

- Pertahankan posisi kaki pasien dalam posisi fleksi dengan menggunakan bantal atau
selimut.Langkah ini akan mengurangkan tekanan pada otot abdomen.

- Letakkan posisi pasien di satu sisi sahaja jika curiga pasien akan muntah.

9
- Letakkan bantalan di tempat yang cedera.

- Sediakan dua set infus RL.

- Segera hantar pasien ke RS secepat mungkin

- Sentiasa memonitor tanda-tanda vital.

Basic life support algorithm

10
Anamnesis

Anamnesis pada pasien dengan trauma tumpul atau trauma tajam pada abdomen yang

memiliki tanda-tanda terjadinya ruptur lien seperti turunnya tekanan darah,takikardi boleh

dilakukan secara auto-anamnesis jika pasien sedar, dan allo-anamnesis jika pasien tidak sedar.

11
Pada ruptur yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda

perdarahan intrabdomen, atau seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang

nyeri tekan disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang

terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus ini. 1 Ditanya selengkapnya cara

terjadi trauma (kecelakaan lalu lintas), arah tabrakan, dan lain sebagainya.

Penderita yang sedar biasanya akan mengeluh nyeri perut. Oleh itu kita tanyakan ke

pasien lokasi nyeri yg dirasai pasien. Biasanya lokasi nyeri terdapat di bagian atas perut,

tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di

daerah puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus. Mungkin

nyeri di daerah bahu kiri baru timbul pada posisi Tredenlenberg. 1,2

Tanda Kehrs ini merupakan salah satu dari tipe nyeri rujukan (referred pain). Nyeri ini

terjadi karena penumpukan darah/iritan di kavum peritoneal dalam posisi pasien terbaring

terlentang dan tungkai dielevasi. Penumpukan darah/iritan akan menyebabkan iritasi

diafragma dan secara langsung mengiritasi nervus frenikus. Oleh karena cervical nerve, C3

dan C4, yang mempersarafi regio collarbone dan bahu berasal dari phrenic nerve yang

teriritasi tadi, nyeri juga akan terasa di regio tersebut.

Selain itu, pada pasien dengan ruptur lien akan terjadi penurunan tekanan darah yang

signifikan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perdarahan dalaman (internal bleeding).

Penurunan tekanan darah bisa menyebabkan beberapa hal seperti penurunan tajam

penglihatan, perasaan keliru, perasaan seperti ingin jatuh, tanda-tanda shok seperti penat yang

berlebihan, cemas dan pucat. Jadi dokter harus menyanyakan kewujudan tanda-tanda ini

untuk membantu menegakkan diagnosis.

12
Pemeriksaan

I. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan
terjadinya ruptur lien dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri atau saat abdomen
kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit
pada bahu kiri yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah trauma.
Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defek muskuler akan muncul setela terjadi
perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi
dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat rupture lien sampai
diperiksa lebih lanjut.

Tanda fisik yang ditemukan pada rupture lien bergantung pada :

Adanya organ lain yang ikot cedera


Banyak sedikitnya perdarahan
Kontaminasi rongga peritoneum

Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik


hebat yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat
sehingga sulitdiketahui pada pemeriksaan.

Pada setiap kasus trauma lien harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara
berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah mengamati
perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas, rangsangan
peritoneum). Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa di kiri atas dan pada perkusi
terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang
membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Balance. Kadang-kadang
darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.

Pada ruptur lien yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda
perdarahan intraabdomen atau seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang
nyeri tekan disertai anemia sekunder. Riwayat trauma arus ditnayakan semasa anamnesis
untuk menghadapi kasus seperti ini. Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat
hipovolemi dengan atau tanpa (belum) takikardi dengan penurunan tekanan darah. Penderita

13
mengeluh nyeri perut bagian atas atau di kuadran kiri. Nyeri di puncak bahu (tanda Kehr) juga
bisa dikeluhkan pasien.

II. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu lazimnya didapatkan


leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi
perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. Sedangkan bila
terdapat eritrosit dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran kencing.

III. Pemeriksaan Radiologi

Lien yang cedera sering kali membentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya mencoba
untuk mengatasi trauma ini dengan konservatif, ruptur lien mungkin baru disadari setelah
seminggu atau sepuluh hari setelah trauma pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan, diantaranya USG,CT scan dan angiography.

Jika ada kecurigaan trauma lien, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan
dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding lien. Daerah
hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau laserasi, dan area
seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom. Kadang,
dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat
diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun
spesifikasinya rendah, dan kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan
diagnosis banding.

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah. Fraktur iga
menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas yang menyebabkan keadaan
patologi pada lien. Fraktur iga kiri bawah terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur lien dan
perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.

Tanda klasik yang menentukan adanya ruptur lien akut (tingginya diafragma sebelah kiri,
atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada dan tidak bisa dijadikan tanda
yang pasti. Namun, tiap pasien dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan
trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma lien sampai dibuktikan sebaliknya.

14
Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan ke
medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara lien. Ruptur lien sering
menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas dan menunjukkan adanya hematom
subkapsular atau perisplenik. Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser
bayangan dari tepi caudal bawah lien, menjadi gambaran splenomegali.

Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yang hampir sama, dan massa yang ada
memiliki batas yang tegas. Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan.

Gambaran yang dapat menunjang yaitu ketika adanya perdarahan retroperitonial atau darah
bebas intraabdominal terlihat kontras dengan yang disebutkan diatas adalah :

- Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas
- Batas lien tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik.
- Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan batas otot psoas.
- Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara pada
kolondesenden ke medial.
- Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan garis flank.
- Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh kumpulan darah

Hematom lien kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih kompleks karena diikuti
dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan dari hematom subkapsuler atau
parenkimal yaitu menetap, menjadi cair, dan biasanya terserap lagi. Sekitar 80 % dari kista
lien diperkirakan berasal dari posttrauma. Sekitar 80 % terbentuk dari kista hemoragik, dan 20
% dari kista serous dan kemungkinan adanya darah telah diserap kembali semuanya.

Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma lien dankarakteristik g
ambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam penyembuhanhematom, kalsifikasi dari b
atas kavitas dapat muncul. Tergantung pada proyeksi,kalsifikasi kavitas dapat muncul linear
atau diskoid. Derajat dari efek masa tergantungdari ukuran regresi hematom.

1. USG

Pemeriksaan USG sulit dilakukan pada pasien trauma yang distensi abdomen, luka-luka.USG
berguna untuk mendiagnosis darah bebas intraperitoneal. Darah dalam peritoneum
tampak sebagai gambaran cairan anechoic, kadang dengan septiasi, memisahkan

15
bagian usus dengan organ solid disekitarnya. USG kurang sensitif dibanding CT
Scan untuk mendiagnosis trauma organ solid atau trauma intestinal.

Tujuan utama pemeriksaan USG lien pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk
menentukanapakah ada darah di kuadran kiri atas. Gambaran yang dapat dilihat adalah :

- Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic.


- Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa tanda
dapatditemukan yaitu :
- Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi lien dapat dipikirkansebagai
subkapsular.
- Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya bentuknya tidak reguler.
- Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus,
perdarahan subkapsular lebih mungkin merubah bentuk lien.
- Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh karena
itu tidak adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis.

Dalam beberapa jam, pembekuan darah terjadi. Echogenesiti meningkat seiring pembentukan
trombus. Hematom yang telah lama menunjukkan echogenesiti yang sama
atau lebih terang dibanding parenkim dan tetap tampak dalam 48 jam sampai lisis dimulai.
Fase echogenik biasanya sesuai dengan waktu ketika pencitraan dilakukan dalam keadaan
yang paling akut. Sebagai hasil lisis, hematom kembali ke echogenesiti cairan, dan patologi
ini kembali lebih jelas.

Kelainan parenkim umum yang halus.

Laserasi tampak sebagai daerah yang hipoechoic, yang dapat berbentuk tidak teratur
ataupun linear.
Infark lien mempunyai gambaran yang sama, tapi biasanya lebih baik dapatditentukan.
Infark berbentuk baji, dengan puncak mengarah ke hilus.Dibandingkan dengan cedera
traumatis dimana distribusi lebih kompleks terlihat.

16
Kehalusan cedera parenkim mungkin berhubungan dengan perdarahan lokal yang
terkait. Setiap darah terjebak segera menggumpal, menjadi isoechoic dengan jaringan
sekitarnya

2. Computed Tomography

CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak hanya sebagai awal,
tetapi juga untuk tindakan lanjut, ketika pasien ditangani secara non-bedah. CT juga
semakin banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara tradisional ditangani dengan
operasi.

CT pada trauma abdomen:

1.Evaluasi awal dari:

a.Trauma tumpul.

b.Trauma tembus

2.Follow up dari pengelolaan non-operatif

3.Menyingkirkan adanya cedera

Tabel 1 : Grading untuk trauma lien menurut gambaran CT-Scan


Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale

Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah:

i. Grade 1 kurang dari 1 cm.


ii. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm).
iii. Grade 3 lebih dari 3 cm.
iv. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm
v. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

Kelemahan grading ini adalah:

Sering meremehkan tingkat cedera.


kemungkinan variasi antar pembaca
Tidak memasukkan:
o Adanya perdarahan aktif

17
o Kontusio
Post-traumatik infark
Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen non-operasi (NOM)

The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the Surgery
of Traumajuga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada
tahun 1994, sebagai berikut:

Grade I

Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan


Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

Grade II

Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan


Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm
Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh darah
trabecular.

Grade III

Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan at


a u m e l u a s d a n terdapat ruptur hematoma subcapsular atau parenkim
Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan
Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau
melibatkan pembuluh darahtrabecular.Grade IV
Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan
devascularisasi lebihdari 25% dari lien.Grade V

18
Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.Tingkat KeyakinanDalam pengalaman
penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT dalam deteksi
cedera lien mendekati 100%

Penemuan

Trauma lien dapat menghasilkan berbagai temuan angiografik, baik secara langsungmaupun
tidak langsung. Tanda-tanda tidak langsung termasuk perpindahan lien dari dinding perut dan
daerah parenkim avaskular dari hematoma. Ketidakteraturan parenkim atau bintik- bintik pada
lien mungkin akibat dari edema lokal dari memar tanpa kelainan yang jelas.Fragmentasi lien
atau cedera arteri utama menandakan komplikasi yang mengancamnyawa pada kebanyakan
pasien, dan mereka memerlukan intervensi bedah segera.

Working diagnosis

Trauma yang dialami pasien di dalam kasus ini adalah trauma tumpul abdomen .Di mana
organ yang paling sering mengalami trauma tumpul abdomen adalah limpa ,ginjal ,hati dan
usus .

Diagnosis ruptur limpa ditegakkan berikutan laki-laki 45 tahun mengalami kecelakaan ,tidak
sadarkan diri .Di mana sebelumnya pasien mengeluh nyeri pada perut sebelah kiri atas dan
tampak hematom serta bintik-bintik perdarahan .Tekanan darah yang menurun menjadi 80/50
mmHg dan denyut nadi yang meningkat sebanyak 124x/menit menandakan pasien terkena
syok akibat perdarahan trauma tumpul abdomen yang dialaminya .

Ruptur limpa digambarkan sebagai suatu situasi emergensi / darurat di mana limpa
mengalami ruptur atau pecah pada permukaannya .Limpa terletak di bawah sangkar tulang
rusuk di bagian kiri abdomen .Limpa membantu dalam melawan infeksi tubuh dan menyaring
sel darah tua dari aliran darah .

Ruptur limpa merupakan suatu kondisi serius yang bisa berlaku apabila lien mengalami suatu
trauma .Dengan gaya atau kekuatan yang cukup kuat dapat berakibat kepada ruptur limpa
sama ada trauma daripada kecelakaan lalu lintas ,kecelakaan motor ,olahraga atau perkelahian
.Tanpa rawatan emergensi /darurat ,ruptur limpa dapat mengakibatkan perdarahan internal

19
yang mengancam nyawa . Walaupun sebagian kasus ruptur limpa membutuhkan perawatan
bedah darurat ,sebagian kasus lagi bisa dirawat selama beberapa hari di RS .

Simptom-simptom pada ruptur limpa bisa berupa seperti nyeri pada abdomen ,umumnya
parah tetapi tidak sering .Derajat keparahan dan lokasi terjadinya nyeri tergantung pada
seberapa parah limpanya pecah / ruptur dan berapa banyak kebocoran darah yang keluar .Rasa
nyeri dapat dirasakan di beberapa lokasi di bawah ini :

Sisi kiri abdomen ,di bawah thorax

Bahu kiri ,oleh karena saraf pada bahu kiri dan saraf pada sisi kiri diafragma berasal
dari lokasi yang sama ,dan ruptur dapat mempengaruhi saraf-saraf ini

Perdarahan internal akibat ruptur limpa dapat menyebabkan tekanan darah menurun .
Keadaan ini mengakibatkan :

Penglihatan kabur

Kebingungan

Pingsan / hilang kesadaran

Light-headedness

Tanda-tanda syok termasuk pucat ,anxiety ,restlessness

Tes dan prosedur yang digunakan untuk mendiagnosa kasus ruptur limpa :

a. Pemeriksaan fisik

Dokter akan meraba daerah abdomen pasien itu untuk mendeterminasi


saiz atau ukuran limpa serta merasakan tenderness pada abdomen .Pada

20
kasus ini ,daerah abdomen akan terasa keras dan terlihat bengkak karena
telah penuh dengan darah .Jika pasien kehilangan banyak darah dari limpa
,pasien mungkin memiliki tekanan darah rendah dan peningkatan cepat
denyut jantung .Penurunan tekanan darah secara mendadak (sudden
drop) pada seseorang yang dipercayai terkena injuri pada limpa
,merupakan petanda bahawa kondisi yang dialaminya parah dan operasi
darurat dibutuhkan .

b. Menarik cairan daripada abdomen

Dokter mungkin akan menggunakan jarum untuk menarik sampel cairan


dari abdomen pasien.Jika sampel cairan mengandung darah ,pasien akan
dirujuk untuk rawatan emergensi .

c. Imaging test pada abdomen

Jika diagnosa tidak berapa jelas ,dokter akan merekomendasi CT scan


abdomen atau tes-tes imaging yang lain untuk identifikasi penyebab-
penyebab yang mungkin bagi simptom yang dialami .

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat


mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen
terhadap infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-
anak, ditatalaksana dengan observasi dan transfusi.

Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan
V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian, embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan
menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utamadalam pembahasan tentang perbedaan
antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arterilienalis selektif atau superselektif, dan
embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat.

Embolisasasi ini menghambat aliran ada pembuluh darah yang mengalami perdarahan. Jika
pembedahan diperlukan lien dapat diperbaiki secara bedah. Tindakan bedah yang dapat
dilakukan pada keadaan rupture lien meliputi splenorafi dan splenektomi.

21
Splenorafi

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional denganteknik
bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah
initerdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan
menjahitkapsul lien yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditamba
hkandengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum

Splenektomi

Mengingat fungsi filtrasi lien, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain itu,
splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi lien sering
tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada
diafragma.Pengikatan arteri lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat
berguna.

Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan
splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial bisa terdiri dari
eksisi satu segmen yang dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak
cedera
masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat
kesuksesan paling tinggi.

Pengangkatan lien dapat dilakukan pada kondisi berikut :

1. Pecahnya lien dalam kecelakaan karena lien tidak dapat dijahit karena sangat vaskular dan
rapuh oleh karena itu untuk menyelamatkan lien pasien harus diangkat.

2. Pada penyakit kronis misalnya malaria dan Kala Azar, lien sangat membesar sehingga
menghasilkan ketidaknyamanan kepada pasien karena itu lien harus diangkat.

Efek Pengangkatan Lien :

22
a) Sel darah merah harus benar-benar dihitung (seharusnya mengalami peningkatan sel
darah merah) karena penghancuran sel darah merah oleh lien terhenti, tapi
mengejutkan karena jumlah sel darah merah yang dihitung akan sedikit berkurang
yaitu anemia ringan.
b) Sel darah putih dan trombosit akan meningkat.
c) Mekanisme pertahanan oleh sistem kekebalan tubuh akan kurang.
d) Tidak akan ada pertahanan terhadap tetanus karena lien satu-satunya tempat di mana
ada kekebalan terhadap tetanus. Seperti yang terlihat dari poin di
atas setelah pengangkatan lien orang dapat hidup normal, kecuali dia harus
sangat berhati-hati terhadap infeksi tetanus.

TEKNIK OPERASI

1. Posisi pasien supinasi, dilakukan anestesi general


2. Dilakukan tindakan aseptik pada seluruh abdomen dan dada bagian bawah
3. Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril
4. Dilakukan insisi dilinea mediana mulai dari proses xiphardern hingga subrapubis
5. Insisi diperdalam hingga mencapai cavum peritaneum
6. Darah yang ada dalam cavum peritoneum dihisap keluar sehingga lien tampak jelas
7. Pasang beberapa kasa tebal di postera lateral lien sehingga lien terdorong ke arah apevator
8. Identifikasi hilus lien, lakukan kompresi, sehingga perdarahan dapat dikontrol
9. Dilakukan evaluasi derajat cidera lien
10. Bila derajat ruptur grade I, II atau III dapat dilakkan penyakit dengan benang chronic git
2-0
11. Bila derajat ruptur gradr IV atau lebih, dilakukan pemasangan beberapa klem pada hilus
lien. Vasa lienalis, vasugostrica brevis dan ligamentum gastrosplemik dipotong sedekat
mungkin dengan lien
12. Selanjutnya ligamentum splenokolik, splenorektal, splenophonik diklem dan dipotong.
Lien dibebaskan dari perekatannya dengan jaringan retroperitoneal
13. Evaluasi sumber-sumber perdarahan dan lakukan hemostasis secara cermat
14. Cavum peritoneum dibersihkan dari sisa-sisa perdarahan dengan Nael steril
15. Luka operasi ditutup lapis demi lapis

Komplikasi Operasi

Rebleeding, absess subphrenik kiri, pneumonia, trombositosis, infeksi post splenektomi.

Splenosis

Splenosis adalah autotransplantasi jaringan lien setelah splenektomi traumatik atau pembedah
an. Splenosis biasanya terjadi setelah rupture akibat trauma dari lien dan didefinisikan sebagai
autotransplantasi jaringan lien terhadap ectopic sites (bukan tempatnya). Paling sering terjadi

23
sebagai nodul intraperitoneal yang ditemukan baik kebetulan atau setelah ada gejala
komplikasi, dan mungkin akan menjadi jelas beberapa tahun setelah trauma.

Splenosis kebanyakan tanpa gejala yang menyebabkan dilakukannya investigasi yang tidak
perlu dalam rangka untuk membedakannya dari lesi jinak atau ganas lainnya. Ketika terdapat
pada beberapa tempat (dengan beberapa manifestasi) yang terlibat, keadaannya menjadi lebih
kompleks.

Splenosis terdapat pada satu hingga dua pertiga pasien yang menjalani splenektomi karena
trauma. Implantasi dari serpihan (bagian) lien paling sering terjadi pada permukaan usus halus
dan usus besar, omentum yang lebih besar, peritoneum parietalis, mesenterium,
dibawah permukaan diafragma, dan lebih jarang dalam kasus-kasus trauma berat, terjadi pada
intrahepatik atau bahkan intrathoracic. Meskipun splenosis jarang dapat
menimbulkan gejala sebagai nyeri perut atau nyeri testis yang samar-samar, obstruksi usus
karena adanya perlengketan, perdarahansaluran cerna dan pecah spontan, biasanya
hal tersebut ditemukan secara
tidak sengaja selama operasi, baik dengan laparoskopi ataupun pencitraan.

Kesimpulannya, semua pasien dengan riwayat operasi atau trauma limpa harus
dipertimbangkan hipotesis splenosis dalam diagnosis diferensial dari massa yang baru
ditemukan. Splenosis adalah kondisi jinak yang umumnya terjadi setelah limpa pecah melalui
trauma atau operasi. Splenosis biasanya ditemukan kebetulan dan biasanya tidak mempunyai
gejala dan tidak ada terapi yang diindikasikan.

Namun, secara radiografi splenosis dapat menyerupai keganasan dan kebanyakan pasien harus
menjalani berbagai macam pemeriksaan untuk menentukan diagnosis penyakit yang
dimilikinya. Metode diagnostik pilihan adalah skintigrafinuklear, khususnya, panas-
yang memindai sel darah merah rusak. Splenosis biasanya terjadidalam rongga perut dan
panggul, tetapi beberapa pasien telah dilaporkan dengan lesi splenosis pada intrathoracic,
subkutan, intrahepatik dan intracranial.

Komplikasi

24
1. Komplikasi langsung :
Perdarahan dalaman
Syok hipovolemik
Abses lienalis
Abses kavum peritonealis
2. Komplikasi splenektomi
Komplikasi sewaktu operasi
i. Trauma pada usus dan lambung
ii. Perlukaan vaskular
iii. Trauma pancreas
iv. Trauma pada diafragma.
Komplikasi yang terjadi segera setelah operasi
i. Komplikasi pulmonal
Hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open splenektomi,

termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.


ii. Abses subfrenika
Terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi. Tetapi ini

sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi biasanya

dengan memasang drain di bawak kulit dan pemkaian antibiotic

intravena. Jika pada 24 jam pertama ada manifestasi perdarahan lebih

dari 1 atau 2 unit maka ada indikasi untuk operasi ulang untuk mengontrol

sumber perdarahan dan evakuasi hematom untuk mencegah timbulnya

abses subfrenik (Trunkey, 1990).


Komplikasi yang lambat terjadi setelah operasi
i. Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy

Infection/OPSI)
OPSI adalah komplikasi yang lambat terjadi pada pasien

splenektomi dan bisa terjadi kapan saja selama hidupnya. Pasien

akan merasakan flu ringan yang tidak spesifik, dan sangat cepat

berubah menjadi sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif,

bekateremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam

pada individu yang tak mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah

kecil. Kasus ini sering ditemukan pada waktu 2 tahun setelah

splenektomi.

25
ii. Splenosis : terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang

biasanya terjadi pada setelah trauma limpa.


iii. Pancreatitis dan atelectasis.
iv. Perdarahan awal post operasi harus dimonitor secara teliti, terutama

pasien dengan trombositopenia atau kelainan mieloproliperasi.

Perdarahan umumnya berasal dari vasa gastrika brevis atau kauda

pankreas.
v. Splenektomy mengakibatkan berbagai defek imunologi termasuk

respon antibodi yang buruk terhadap imunisasi, defisiensi tuftsin

dan penurunan level serum Ig M, Properdin, Opsonin. Walaupun

studi pada hewan menunukan bahwa 25 % dari jaringan limpa

sudah cukup untuk berfungsi sebagai pertahanan melawan bakteri.

Komplikasi splenektomy (Trunkey, 1990) :

1. Perdarahan intra peritoneal persisten

2. Pankreatitis post operasi

3. Devaskularisasi lambung

- Fistula gaster

- Abses subfrenik

- Peritonitis

4. Komplikasi tromboemboli

- Trombosis vena suprarenalis

- Trombosis vena dalam (DVT)

- Emboli paru

5. Infeksi

26
- Akut post operasi

- Bahaya yang timbul belakangan

Prognosis

Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur limpa
penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif. Angka
kematian yang berhubungan dengan trauma limpa berkisar antara 10% hingga 25% dan
biasanya akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak.

Kesimpulan

Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau
trauma toraks bagian kiri bawah. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak
langsung, yaitu kecelakaan atau kekerasan lain, iatrogenik ataupun spontan pada penyakit
limpa.

Tanda-tanda trauma limpa yaitu rudapaksa dalam anamnesis, tanda kekerasan di


pinggang kiri atau perut kiri atas, patah tulang iga kiri bawah, tanda umum perdarahan
(hipotensi, takikardi, anemia), tanda masa di perut kiri atas, tanda cairan bebas di dalam
rongga perut, dan tanda iritasi peritoneum lokal (kehr) atau iritasi umum.

Pada foto abdomen mungkin tampak gambaran patah tulang iga sebelah kiri,
peninggian diafragma kiri, bayangan limpa yang membesar, dan adanya desakan terhadap
lambung ke arah garis tengah. Pemeriksaan CT Scan, payaran radionukleotida, atau angiografi
jarang berguna pada keadaan darurat. Namun CT Scan masih merupakan pemeriksaan pilihan
utama karena sensitivitas pada CT Scan tinggi.

Pada pemeriksaan akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding
limpa. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan hematom atau
laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa menunjukkan subkapular
hematom. USG abdomen akan tampak hipoechoic pada perdarahan akut, dan pada
pemeriksaan angiografi akan tampak ekstravasasi agen kontras ke parenkim limpa.

27
Setelah diagnosis ditegakkan, trauma limpa dapat ditatalaksana konservatif ataupun
dengan pembedahan. Pembedahan yang dapat dilakukan yaitu splenorafi dan splenektomi.
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan
splenorafi.

Daftar pustaka

1 Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 2,R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong,Penerbit Kedokteran


ECG,2003,halaman 90;100-5;609-12

2 Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah,Edisi 6,Penerbit Buku Kedokteran


ECG,2000,halaman 65-9

3 Brunicardy, Charles, et all. Schwartzs Principles of Surgery. The Mc Graw-Hill


Companies. 2005.

4 Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition.

McGraww Hill and Lange. 2003.

28

Anda mungkin juga menyukai