Anda di halaman 1dari 5

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Tabel 1, Data Hasil Pengamatan pemeriksaan daging berdasarkan pengukuran


pH Pemeriksaan driplos Pemeriksaan cooking loss.

Jenis sampel Pengukuran pH Pemeriksaan Pemeriksaan


rata-rata driplos cooking loss

Daging ayam 5,7 Berat awal : 5,0 g berat awal :


50,0 gr
Setelah dimasukan
dilemari es : 4,4 gr setelah direbus
: 36,8 gr
Daging sapi Berat awal :
45,5 gr

Setelah direbus
: 32,3 gr

3.2. Pembahasan

3.1. Pengukuran pH Daging Dengan pH Meter

Daya ikat air juga dipengaruhi oleh pH daging (Alvarado dan McKee,
2007; Allen,et al., 1998) air yang tertahan di dalam otot meningkat sejalan dengan
naiknya pH, walaupun kenaikannya kecil. faktor yang dapat mempengaruhi daya
ikat air daging selain protein pH dan yaitu, stress, bangsa, pembentukan akto-
myosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas dan daging,
tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot, pakan, dan lemak
intramuskuler (Soeparno, 2005).

Keberadaan lemak intramuskular (lemak marbling) menyebabkan longgarnya


ikatan mikrostruktur serabut otot daging sehingga banyak tersedia ruangan bagi
protein daging untuk mengikat air (Riyanto, 2001). pH meter adalah sebuah alat
elektronik yang digunakan untuk mengukur pH (keasaman atau alkalinitas) dari
suatu cairan (meskipun probe khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH
zat semi padat). PH meter yang biasa terdiri dari pengukuran khusus probe
(elektroda gelas) yang terhubung ke meteran elektronik yang mengukur dan
menampilkan pH membaca.

Tingkat keasaman (pH) adalah indikator untuk menentukan derajat keasaman atau
kebasaan dari daging segar ataupun produk yang dihasilkan. Dari hasil penelitian
terhadap sampel daging ayam dan daging sapi, didapatkan bahwa kedua sampel
tersebut memiliki nilai pH yang masih tergolong normal yaitu pH daging ayam
berkisar rata-rata 5,7 dan pH daging sapi berkisar antara

Berdasarkan standar SNI nilai pH daging yang normal berkisar antara 5,4-
5,8, daging sapi dan ayam masih tergolong mempunyai nilai pH yang normal.
Dari hasil praktikum, menunjukkan bahwa nilai pH daging ayam tidak berbeda
nyata karena rata rata pH daging yang diukur mengunakan kertas lakmus dan
pH meter adalah 5,7. Praktikum daya ikat air terhadap sampel daging sapi dan
ayam, didapatkan bahwa kedua sampel tersebut tidak terdapat perbedaan yang
terlalu bervariasi.

Biasanya pengukuran pH secara analog dilakukan dengan menggunakan


kertas lakmus yang dicelupkan ke dalam larutan.Kemudian kertas tersebut akan
berubah warna menjadi warna-warna tertentu.Warna kertas lakmus yang telah
berubah tersebut kemudian dibandingkan dengan pengukur pH/kertas pH yang
terdiri dari beberapa warna yang menandakan nilai pH. Setiap larutan memiliki
nilai pH yang berbeda, tergantung dari larutan itu sendiri. Untuk larutan kadar
asam memiliki nilai di bawah 7 dan larutan kadar basa memiliki nilai di atas 7.
Nilai pH 7 adalah netral, berarti larutan tersebut tidak terdapat bahan atau
senyawa yang berifat asam maupun basa (Day dan Underwood 2002).

Langkah-langkah pemeriksaan pH, pH sebagai aktivitas ion hidrogen yang


mengelilingi berdinding tipis kaca bola lampu di ujungnya. Penyidikan
menghasilkan tegangan kecil (sekitar 0,06 volt per pH unit) yang diukur dan
ditampilkan sebagai unit pH meter. Untuk informasi lebih lanjut tentang pH
probe, lihat gelas elektrode.

3.2. Pemeriksaan driplos

Perhitungan driplos :

a. daging sapi
5,0 4,4 100 % = 12%

5,0

3.3. Pemeriksaan cooking loss

Nilai susut masak (cooking loss) merupakan suatu acuan untuk


menentukan jumlah air yang hilang selama berlangsungnya proses pemasakan.
Jumlah air yang hilang selama berlangsungnya proses pemasakan akan
mengindikasikan hilangnya sejumlah zat nutrisi yang terlarut dalam air yang
terikat pada daging tersebut, juga dapat mengindikasikan seberapa besar kekuatan
mengikat air dari daging terutama untuk pengolahan. Faktor yang mempengaruhi
susut masak menurut BOUTON et al. (1976) yakni status kontraksi myofibril.
Serabut otot yang lebih pendek dapat meningkatkan susut masak (cooking loss),
sebaliknya pertambahan umur ternak atau penggemukan yang semakin lama dapat
menurunkan susut masak. Tidak terjadinya perbedaan cooking loss daging sapi ini
juga erat kaitannya dengan kadar air daging yang dikandungnya, dimana
kandungan air diantara perlakuan juga tidak berbeda nyata. Menurut JUDGE et al.
(1989) daya ikat air oleh protein daging mempunyai pengaruh yang besar
terhadap susut masak daging masak, dimana daging yang mempunyai daya ikat
air dan pH yang rendah akan banyak kehilangan cairan sehingga terjadi penurunan
berat daging.

Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), cooking loss atau susut masak
menggambarkan jus daging yang merupakan fungsi suhu dan lama waktu
pemasakan atau pemanasan. Pada filamen filamen pemasakan 75oC, daging yang
mengalami pemendekan dingin pada pH normal 5,4-5,8 menghasilkan susut
masak yang lebih besar daripada susut masak (cooking loss) daging regang
dengan panjang serabut yang sama. Pemasakan pada filamen-filamen 90oC juga
dapat menghasilkan susut masak otot. Susut masak menurun secara linear dengan
bertambahnya umur ternak. Daya ikat air atau yang dapat juga disebut Water
Holding Capaity (WHC) atau Water Binding Capacity (WBC) adalah kemampuan
daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh
kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, pendinginan dan
tekanan (Soeparno, 1992).

Perhitungan cookig loss :

a. Daging sapi

45,5 32,3 100 % = 29%

45,5
b. Daging ayam
50,0 36,8 100 % = 26,4%

50,0

Kualitas daging dipengaruhi oleh nilai pH daging. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Lukman (2010) bahwa daging dengan pH akhir yang tinggi
(penurunan pH yang lambat) akan menghasilkan daging Dark Firm and Dry
(DFD). Sedangkan daging dengan pH akhir rendah (penurunan pH yang cepat)
akan menghasilkan daging PSE. Pada praktikum kali ini daging ayam merupakan
daging DFD, sedangkan daging SAPI merupakan daging PSE.
DAFTAR PUSTAKA

Alvarado, C. dan S. McKee. 2007. Marination to improve functional


properties and safety of poultry meat.Journal Appl Poultry

BOUTON, P.E., A.L. FORT, P.V. HARRIS, W.R. SORTHOSE, D.


RATCLIFF and J.H.L. MORGAN. 1976. Influence cooking loss from meat. J.
Anim. Sci. 44: 53.

Day Jr.R.A. dan Anderwood, Al., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif,


Penerbit Erlangga, Jakarta.

JUDGE, M.D., E.D. ABERLE, J.C. FORREST, H.B. HEDRICK and R.A.
MERKEL. 1989. Principles of Meat Science. 2nd Ed. Kendall/Hunt Publishing
Co., Dubuque, Iowa.

Lukman. 2010. Sifat Fisik dan Palatabilitas Bakso Daging Sapi dan
Daging Kerbau pada Lama Postmortem yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Riyanto, J. 2001. Karakteristik kualitas fisik dan nutrisi daging sapi PO


pada berbagai macam otot. Buletin Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 232240.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan Ke-4. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University


Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai