Case DM
Case DM
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung
dan pembuluh darah.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2003)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut) :
a. Proses imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
- Kromosom 12, HNF-1 alfa ( dahulu MODY 3 )
- Kromosom 7, glukokinase ( dahulu MODY 2 )
- Kromosom 20, HNF 4 alfa ( dahulu MODY 1 )
- DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
- Pankreatitis
- Trauma/pankreatektomi
- Neoplasma
1
- Cystik fibrosis
- Hemochromatosis
- Pankreatopati fibro kalkulus
d. Endokrinopati
- Akromegali
- Sindrom Cushing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
e. Karena obat/zat kimia
- Vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid
tiazid, dilantin, interferon alfa
f. Infeksi
- Rubella kongenital, Cyto-MegaloViru (CMV)
g. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
- Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Huntington,
Chorea, Sindrom Prader Willi
4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)
3. Etiologi
Etiologi dari DM dapat tejadi karena berbagai aspek seperti disebabkan oleh
munculnya fenomena autoimunitas, yang disebabkan oleh adanya mutasi akibat
insersi virus variola, coxsackie B4, rubela ataupun paparan zat kimia yang bersifat
sitotoksik nitrofenilurea atau sianida dari singkong basi, hal ini yang terjadi pada DM
type I. Pada DM type II terjadi kelainan genetik pada kromosom 7, 12 & 20 yang
menyebabkan insufisiensi enzim glukokinase dan penurunan ekspresi gen hepatocyt
nuclear factor 1 alpha dan 4 alpha yang dapat menghambat sintesa proinsulin.
4. Patofisiologi
1. Diabetes Mellitus tipe I ( IDDM )
2
DM tipe I ( IDDM ) atau DM bergantung insulin, biasanya disebabkan
oleh munculnya fenomena autoimunitas, dimana telah terjadi molecular
mimicry dari sel-sel beta pankreas (langerhans) yang disebabkan oleh adanya
mutasi akibat insersi virus variola, coxsackie B4, rubella ataupun paparan zat
kimiawi yang bersifat sitotoksik nitrofenilurea, atau sianida dari singkong
basi. Mutasi yang tejadi pada genom sel beta langerhans di pankreas akan
menyebabkan terjadinya kelainan ekspresi protein yang disandi oleh gen-gen
yang terletak di kromosom 6 baik lengan panjang maupun di sentromer. Pada
lengan p atau panjang terdapat gen-gen yang menyandi HLA A, B8 dan B18
serta Cw3 sedangkan pada sentromer disandi HLA DR3 dan DR4. Pada
IDDM terjadi defisiensi insulin yang berat, sehingga penderita memerlukan
terapi insulin untuk menghindari terjadinya ketoasidosis.
4. Diabetes Mellitus tipe II ( NIDDM )
Pada DM tipe II ( NIDDM ) atau DM tidak bergantung insulin, paling
sedikit ada dua kondisi patologis. Pertama, adanya penurunan kemampuan
insulin untuk berfungsi pada jaringan perifer untuk menstimulasi metabolisme
glukosa dan menghambat pengeluaran glukosa dari hati, suatu keadaan yang
dinamakan resistensi insulin. Obesitas menyebabkan resistensi insulin dan
obesitas merupakan faktor resiko utama terjadinya NIDDM. Kedua, ketidak
mampuan kelenjar endokrin dipankreas untuk mengkompensasi secara penuh
penanganan resistensi insulin ini (defisiensi insulin relatif ).
Pada DM tipe II didapat kelainan kromosomal 7, 12, 20, dimana kelainan
kromosomal 7 mengakibatkan terjadinya insufisiensi enzim glukokinase
sehingga terjadi hambatan pada proses stimulasi sel beta langerhans di
pankreas. Kelainan kromosom 12 dan 20 berdampak pada terjadinya
penurunan ekspresi gen hepatocyt nuclear factor 1a dan 4a akan
mengakibatkan terjadinya hambatan fosforilasi dan kaskade kinase di sel
langerhans yang akhirnya akan menghambat sintesa proinsulin.
Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2
Tabel 1. Perbandingan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2
3
DM tipe 1 DM tipe 2
Nama Lama DM Juvenil DM dewasa
Umur (th) Biasa < 40 (tapi tak Biasa > 40 (tapi tak selalu)
selalu)
Keadaan Klinik Berat Ringan
saat diagnosis
Kadar Insulin Tak ada Insulin Insulin cukup atau tinggi
Berat Badan Biasanya kurus Biasanya gemuk/normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet,olahraga,tablet,Insulin
5. Gejala Klinis
Gejala khas
- Poliuri
- Polidipsi
- Polifagi
- Berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas
Gejala tidak khas
- Kesemutan
- Gatal di daerah genital
- Keputihan
- Infeksi sulit sembuh
- Bisul yang hilang timbul
- Penglihatan kabur
- Cepat lelah
- Mudah mengantuk , dll
6. Diagnosis
I. Pemeriksaan Penyaring
4
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT (toleransi
glukosa terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola
kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan
pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring perlu
dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)
kegemukan {BB (kg)> 110% BB idaman atau IMT > 23 (kg/m2)}
tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
riwayat keluarga DM
riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
riwayat DM pada kehamilan
dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl).
pernah TGT atau GDPT
5
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
6
baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.
Cara Pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
b. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1, 75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
7
7. Tata Laksana
Ada empat cara pengelolaan DM :
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 70 %
2) Protein sebanyak 10 15 %
3) Lemak sebanyak 20 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan
jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%,
sehingga didapatkan:
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori
untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas
dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
8
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30
menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat
jogging.
4. Intervensi farmakologis
a. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
- Menurunkan ambang sekresi insulin.
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal
dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan,
demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang
berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan
sulfonylurea
b. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
9
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran
terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam
program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan .
b. Pencegahan Sekunder
10
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring,
namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul
penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
c. Pencegahan Tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka
pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk
diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit
makro-angiopati.
9. Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.
A. Komplikasi akut :
- ketoasidosis diabetik
- hiperosmolar non ketotik
- hipoglikemia
B. Komplikasi menahun
1. Makroangiopati atau makrovaskular
- Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
- Pembuluh darah tepi ( gangren perifer )
- Pembuluh darah otak (stroke)
2. Mikroangiopati atau mikrovaskular
- Retinopati diabetik
11
- Nefropati diabetik
3. Neuropati Diabetik
4. Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan
infeksi saluran kemih
5. Gangren diabetik atau kaki diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)
12
BMI = IMT 18,5 - 22,9 23 25 > 25 atau
wanita < 18,5
Pria 20 - 24,9 25 27 > 27 atau < 20
Tekanan darah (mmHg) < 140/90 140 160 > 160/95
/ 90 95
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
13
a. Nama/Kelamin/Umur/MR: Tn.A/ Laki-Laki/ 62tahun/ U.1821
b. Pekerjaan/pendidikan : Tidak Bekerja/Tamat SMP
c. Alamat : Koto Panjang , Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 5 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : biaya hidup dikirim oleh anak Rp.
1.000.000/bulan
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah semi permanen, perkarangan cukup luas
- Listrik ada
- Sumber air : air sumur
- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
- Sampah di buang ke tempat pembuangan sampah dan dibakar.
- Kesan : higine dan sanitasi baik
14
tersebut telah pernah di obati dengan salap dari Puskesmas tapi pasien
tidak tau apa nama obat nya.
- Riwayat mata terasa kabur ada sejak 1 tahun terakhir (+)
- Riwayat nyeri dada (-)
- Riwayat penurunan berat badan ada tapi pasien tidak tau berapa.
- Riwayat kesemutan (-), luka yang sulit sembuh (-)
- Pasien telah dikenal menderita DM sejak 4tahun yang lalu, control
teratur ke Puskesmas, terakhir 1minggu yang lalu mendapat obat
glibenklamid dan metformin masing masing 1 kali sehari.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis Kooperatif
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x
Nafas : 36,7 0 C
BB/TB : 55kg / 165 cm
Edema : (-)
Anemis : (-)
Sianosis : (-)
BB Ideal : 58,5 kg
BMI : 20,2
15
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Dada : Paru : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), wheezing (-)
Jantung :Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea midsternalis sinistra
RIC V
Perkusi : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan linea
sternalis kiri, batas jantung kiri 1 jari medial linea
midclavikularis sinistra RIC V
Auskultasi : Irama murni teratur, Bising (-)
Perut :Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
AuskultasI : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Refleks fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema
(-/-).
16
Status Dermatologikus
Lokasi : Lipat paha kiri dan kanan
Distribusi : terlokalisir
Bentuk : tidak khas
Susunan : tidak khas
Batas : tegas
Ukuran : plakat
Efloresensi : plak hiperpigmentasi, papul eritem, skuama, pinggir aktif
7. Laboratorium
GDR : 138 gr%
8. Diagnosa Kerja
- Diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol
- Suspek Tinea kruris
9. Manajemen
a. Promotif
Edukasi kepada pasien mengenai penyakit DM, penyebabnya, pengertian
bahwa penyakit DM tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol dengan
perubahan gaya hidup dan obat-obatan
Edukasi kepada pasien megenai jenis bahan makanan yang boleh dimakan
dan yang perlu dihindari
Edukasi kepada keluarga karena anggota keluarga juga memiliki resiko
tinggi untuk terkena DM
Tidak menggunakan handuk bersama
b. Preventif
Menjaga kadar gula darah untuk menghindari kerusakan mikrovaskuler
seperti pada mata, ginjal dan jantung
Pemeriksaan berkala terhadap organ target
Olah raga 3-4 kali seminggu selama jam
Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2x sehari pakai sabun
c. Kuratif
Non Farmakologis
- Diet Diabetes
17
U : 62 th
BBa : 55 kg
TB : 165 cm
BBi : 58,5 kg
Perhitungan
BMR = 30 kkal x 58,5 kg = 1.755 kkal
Koreksi Umur = 10% x 1.755 kkal = 175,5 kkal -
1.579,5 kkal
Aktifitas = 20% x 1.579,5 kkal = 315,9 kkal +
1.895,4 kkal
SDA = 10% x 1.895,4 kkal = 189,54kkal +
2.084,94 kkal
Protein = 15% x 2.084,94 kkal
= 312,741 kkal = 78,18gr
4 kkal/gr
KH = 2.084,94 (312,741+416,988)
= 2.084,94-729,729
= 1.355,211 kkal = 338,803 gr
4 kkal/gr
Makan pagi (07.00) = 25% Energi total = 25% x 2.084,94 = 521,235 kkal
a. Sepiring lontong sayur
Snack pagi (10.00) = 10% Energi total = 10%x 2.084,94 = 208,494 kkal
b. Satu porsi puding pepaya
Makan siang (13.00)= 30%Energi total = 30%x 2.084,94 = 625,482 kkal
c. Satu porsi makanan lengkap
Snack sore (16.00) = 10% Energi total = 10%x2.084,94 = 208,494 kkal
d. Satu mangkuk sop buah
Makan malam (19.00)= 25%Energi total = 25% x 2.084,94= 521,235 kkal
18
e. Satu porsi makanan lengkap
Terapi farmakologis
- Glibenclamid 1x1 tab p.o
- Metformin 1x1 tab p.o
- CTM tab 3x1 p.o
- Salap antifungi
d. Rehabilitatif
Kontrol teratur ke Puskesmas
Mengobati komplikasi yang telah terjadi
Pro : tn A
Umur : 62 tahun
Alamat : Koto Panjang, Padang.
19