PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya mobilitas masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
transportasi yang memadai, aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat.
Peningkatan pendapatan membuat masyarakat mampu untuk membeli kendaraan
seperti sepeda motor maupun mobil sebagai sarana transportasi pribadi. Peningkatan
perekonomian daerah juga menyebabkan kebutuhan akan sarana transportasi lain
seperti bus dan truk meningkat. Akibatnya, semakin hari jumlah arus lalu lintas dan
jenis kendaraan yang menggunakan ruas-ruas jalan semakin bertambah. Hal ini
menimbulkan masalah di bidang transportasi, salah satunya adalah masalah polusi
suara (kebisingan) yang ditimbulkan oleh lalu lintas terhadap lingkungan sekitarnya,
yang salah satunya adalah kawasan pendidikan.
Selain kawasan pendidikan, lalu lintas juga merupakan sumber bising dan
pencemaran yang dapat mengancam kehidupan masyarakat umum, terutama bagi
mereka yang bermukim di kawasan perkotaan. Masalah kebisingan tidak
boleh dianggap sederhana, karena jika tingkat kebisingan tersebut
sudah melebihi dari tingkat yang dijinkan, maka akan berakibat
yang kurang baik bagi manusia.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan
untuk menanggulangi masalah kebisingan, namun sejauh ini upaya-upaya tersebut
masih belum memenuhi harapan sesuai dengan keinginan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFENISI KEBISINGAN
Bising merupakan semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
718/MENKES/PER/XI/1987 menyebutkan pembagian tingkat kebisingan menurut
empat zona (Wiyadi 1996) :
1. Zona A (Kebisingan antara 35 dB sampai 45 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial dan sejenisnya.
2. Zona B (Kebisingan antara 45 dB sampai 55 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan
sejenisnya.
3. Zona C (Kebisingan antara 50 dB sampai 60 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan
sejenisnya.
4. Zona D (Kebisingan antara 60 dB sampai 70 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus dan
sejenisnya.
SUMBER KEBISINGAN
Berikut ini tabel sumber kebisingan beserta tingkat kebisingannya :
Tabel 1. Sumber Kebisingan Beserta Tingkat Kebisingannya
PENGARUH KEBISINGAN
1. Perumahan
Pengaruh kebisingan di lingkungan perumahan terhadap kesehatan
masyarakat antara lain gangguan komunikasi, gangguan psikologis, keluhan dan
tindakan demonstrasi, gangguan belajar, gangguan istirahat, gangguan sholat,
gangguan tidur dan gangguan lainnya. Dimana dominan sumber kebisingan di
lingkungan perumahan berasal dari lalu-lintas transportasi. Penduduk yang tinggal di
sekitar jalan raya (intensitas bising antara 65,3-76,1 dBA) mempunyai risiko dan
menderita ketulian pada frekuensi percakapan sebesar 26 kali lebih besar dari
penduduk yang tidak terpapar kebisingan (53 dBA); dan penduduk yang tinggal di
pemukiman bising sekitar rel kereta api (63,3-69,9 dBA) mempunyai risiko menderita
ketulian pada frekuensi percakapan 8 kali lebih besar dari penduduk yang tidak
terpapar kebisingan (< 55 dBA).
Tabel 2. Pengaruh Kebisingan Di Perumahan
2. Tempat Pendidikan
Pengaruh yang nyata terhadap intensitas bising (bunyi) di lingkungan
pendidikan antara lain penurunan daya ingat / memori jangka pendek. Semakin tinggi
intensitas kebisingan akan semakin menurun memori jangka pendek terhadap
seseorang utamanya bagi pelajar. Selain itu dapat menurunkan prestasi belajar,
berkurangnya konsentrasi belajar, dan juga menyebabkan masalah bersuara pada
guru. Guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan
bersuara 3,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan guru di sekolah yang tidak
terpapar bising, dan guru dengan intensitas suara yang tinggi saat mengajar akan
mengalami kelelahan bersuara 3,2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan
intensitas suara rendah. Lingkungan sekolah yang bising menyebabkan guru harus
berbicara dengan suara yang keras agar dapat didengar sehingga berdampak pada
kualitas suara.
Manifestasi kelelahan bersuara antara lain berupa penurunan kualitas suara,
perubahan tinggi rendahnya suara, kelelahan otot-otot pernapasan yang berperan pada
produksi suara dan kelelahan neuromuskuler. Gejala kelelahan bersuara yang sering
ditemukan pada guru antara lain: rasa kering di tenggorok, suara serak, cepat lelah
saat bersuara dan terasa sakit saat berbicara. Gejala ini secara langsung berhubungan
dengan pemakaian suara yang berlebihan, faktor lingkungan dan hidrasi selama
berbicara
3. Tempat Rekreasi
Pengaruh yang disebabkan di tempat trekreasi dapat menimbulkan gangguan
pendengaran yang dapat diartikan sebagai perubahan pada tingkat pendengaran
berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal , biasanya dalam hal
memahami pembicaraan. Secara kasar gradasi gangguan pendengaran karena bising
itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai
berikut :
Tabel 3. Pengaruh Kebisingan di Tempat Rekreasi
1. Tinnitus
2. Kehilangan pendengaran
Kondisi ini merupakan perasaan sedikit tuli yang bersifat sementara akibat
suara yang begitu keras. Pendengaran akan pulih dari trauma ini selama beberapa
waktu dan jika kondisi ini terus berulang akan menyebabkan kerusakan yang lebih
parah.
3. Tuli permanen
Kondisi ini dapat terjadi secara bertahap dan disebabkan oleh paparan kebisingan
yang terus-menerus.
Perumahan
Apabila sumber kebisingannya lalu lintas, penanganannya bisa dilakukan
dengan :
a. Membuat jalur hijau dan penanaman pohon. Tanaman diyakini dapat
mengurangi suara bising, walau sejauh ini belum ada penelitian berapa
besar tepatnya penurunan kebisingan oleh sebuah pohon.
Gambar 2. Penanaman Pohon Mengurangi Suara Bising
b. Memperbaiki / memperhalus permukaan jalan.
c. Meningkatkan kedisiplinan berlalulintas termasuk dalam pemasangan /
penggunaan knalpot dan klakson
d. Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan
plat nomor kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu
tertentu.
e. Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada
kawasan-kawasan CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna
kendaraan pribadi.
f. Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak
bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi
ketergantungan kepada kendaraan bermotor.
Salah satu cara yang tepat untuk mengatasi bising adalah dengan
mengendalikan sumber bising itu sendiri. Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa
baku tingkat kebisingan harus dipenuhi. Peraturan tersebut membatasi kebisingan
yang boleh dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Hal ini dapat dilakukan dengan
membatasi modifikasi kendaraan bermotor yang dapat berpotensi menimbulkan
kebisingan seperti mengganti knalpot atau klakson kendaraan bermotor yang dapat
mengganggu pendengaran.
Pengendalian bising ini juga dapat dilakukan dengan memblokir jalur bising
sehingga bising tidak sampai pada pendengar. Pemblokiran jalur bising ini bisa
dilakukan dengan menggunakan barrier seperti dengan membuat penghalang hidup/
pepohonan, sebab di tengah kota saat ini tidak memungkinkan untuk membuat
tembok penghalang ataupun gundukan tanah. Kondisi akustik dalam gedung-gedung
yang terletak bersebelahan denganjalan haruslah dapat mengurangi bising tersebut.
Oleh karena itu gedung-gedung yang berada tepat di tepi jalan harus dibuat tertutup
untuk mengurangi bising dari lingkungan. Namun dengan kondisi yang tertutup
demikian sistem tata udara gedung juga perlu diperhatikan. Perkembangan teknologi
saat ini juga menghasilkan banyak penemuan-penemuan di bidang akustik. Pemilihan
dan pemakaian bahan atau material dari bangunan juga sangat mempengaruhi bising
yang sampai ke dalam ruangan. Dalam perkembangannya saat ini sudah banyak
material-material yang cukup baik untuk menyerap atau bahkan memantulkan total
bunyi yang lewat. Sehingga diharapkan pemakaian bahan-bahan penyerap bunyi
tersebut dapat menghambat dan mengurangi bising yang masuk ke dalam gedung.
15
Ambang batas kebisingan di tempat pendidikan :
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 07/2009 pasal 1 angka 1 tentang
Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru yang di keluarkan pada
tanggal 6 April 2009. Peraturan ini menjelaskan secara rinci mengenai ambang batas
kebisingan. Berikut ini bunyinya Ambang batas kebisingan kendaraan bermotor
tipe baru adalah batas maksimum energi suara yang boleh dikeluarkan langsung
dari mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor tipe baru. Dalam Permen LH
tersebut disebutkan bahwa batas ambang kebisingan sepeda motor terdiri atas, untuk
tipe 80 cc ke bawah maksimal 85 desibel (db). Lalu, tipe 80-175cc maksimal 90 db
dan 175cc ke atas maksimal 90 db. Jadi, pengertian Knalpot Standar pada saat ini,
perdebatannya hanya didasarkan pada bentuk yang dikeluarkan oleh pabrik, bukan
didasarkan pada tingkat kebisingan yang dikeluarkan oleh knalpot tersebut.
16
Ambang batas mengenai kebisingan knalpot motor yaitu Undang Undang No 22/2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) disebutkan bahwa untuk syarat
kelaikan jalan, sepeda motor harus memenuhi ambang kebisingan. dalam UU tersebut
sudah ada aturan soal sanksi kebisingan. Pelanggar aturan diancam sanksi pidana
penjara maksimal satu bulan atau sanksi denda maksimal Rp 250 ribu.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah menerbitkan Peraturan Menteri No. 09
tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan bermotor tipe baru yang
bertujuan untuk:
1. Mengurangi beban pencemaran udara akibat dari kebisingan kendaraan
bermotor di kota-kota di Indonesia melalui peningkatan standard-standard
Lingkungan hidup.
2. Mendorong industri kendaraan bermotor untuk meningkatkan teknologi
dalam memproduksi kendaraan.
3. Menginformasikan dan mendorong masyarakat untuk memilih kendaraan
yang ramah lingkungan.
1. Dengan membuat silence zone atau daerah tenang bebas suara klakson dan
suara mesin motor atau mobil. Pemerintah bisa menetapkan satu kawasan
sebagai area percontohan misalnya pada taman kota. Di wilayah yang sudah
ditetapkan sebagai silence zone tidak boleh ada kendaraan bermotor yang
lewat. Hanya pejalan kaki
17
atau pengguna sepeda saja yang boleh melintas. Silence zone dengan istilah
yang
berbeda-beda sudah diterapkan di negara-negara maju. Mereka ingin
menikmati hidup di kota besar tanpa harus terkena polusi dan kebisingan
yang mengganggu. Jalur jalan dan taman di kawasan silence zone bisa
dinikmati masyarakat yang membutuhkan ketenangan. Mereka bisa
bersantai bersama keluarga tanpa ada gangguan. Daerah ini bisa menjadi
area rekreasi dan wisata gratis.
Gambar 2.9 : Kegiatan Silence Zone
2. Pentingnya untuk memperhatikan perencanaan sistem interior seperti
ventilasi pada auditorium di gedung bioskop dan tempat pertunjukan, guna
menghindari tingkat gangguan kebisingan yang berlebihan.
3. Duduk sejauh mungkin dari panggung atau pengeras suara ketika
menyaksikan pertunjukan musik.
4. Memakai earplug ( sumbat telinga) yang akan mencegah ini akan
mengurangi kebisingan 10 30 dB.
5. Gunakan ear muffs atau penutup telinga; ini akan mengurangi kebisingan 20
40 dB.
6. Gunakan helm; ini akan mengurangi kebisingan 5 15 Db.
7. Jauhi sumber suara (speaker) jika anda seorang dugem sejati.
8. Peran orang tua dibutuhkan untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak
terlalu sering pergi ke pusat arena permainan.
18
19
Ambang batas kebisingan di tempat rekeasi :
Tingkat kebisingan di tempat terbuka dan di lahan bervegetasi pada kawasan
Taman Monas sebagai tempat rekreasi telah rnelewati batas maksimum yang
diperkenankan (50 dBA-60 dBA), ditetapkan oleh Gubernur DKI dan telah melewati
nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MENLH/II/1996 sebagai
tempat rekeasi 70 dBA.
20
BAB 1II
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. fluktuasi tingkat kebisingan yang di peruntukan pada kawasan pemukiman,
tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya saat ini di perkirakan sudah
melewati baku mutu lingkungan dimana penyumbang tingkat kebisingan
terbesar adalah bersumber dari arus kendaraan bermotor.
2. Penerapan peraturan perundangan tentang kebisingan dan dampaknya secara
tegas dan konsisten. Selain itu melakukan pembinaan dan pengawasan dengan
melakukan penyuluhan dan pemantauan kebisingan dan dampaknya secara
berkala yang melibatkan lintas program dan sektor terkait.
3. Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu
diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber bising,
penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit
buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung
diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.
III.2 Saran
1. Adapun yang menjadi saran kami adalah memberikan perlindungan kepada
masyarakat melalui upaya pemantauan dan penilaian kondisi kebisingan yang
ada di sekitar. Selain itu kiranya masyarakat di harapkan lebih mengendalikan
aktivitasnya untuk mengendalikan kebisingan yang terjadi karena dapat
menimbulkan pengaruh negatif. Sekecil apapun dampak negatif yang akan
menimpa manusia bila mungkin hendaknya hal tersebut dihindarkan, baik
dengan pendekatan administratif, teknis maupun sosial. Marilah kita
kembangkan slogan MELINDUNGI YANG SEHAT TANPA
MENGABAIKAN YANG SAKIT.
2. Diperlukan usaha-usaha untuk meredamkebisingan sertadibuatnya peraturan
tentangkarakteristik kendaraan seperti kombinasisuara mesin, sistem
pembuangan dan roda kendaraan.
21
Daftar Pustaka
Croome, D.J., and Mashrae, 1977, Noise Buildings and People, Pergamon
Press, Oxford.
Departement of Transport,1988, Calculation of Road Traffic Noise Levels,
HMSO, London
Menteri Lingkungan Hidup, 1996, Kep-48/MENKLH/1996 tentang Baku
tingkat kebisingan peruntukan kawasan/lingkungan.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004, Pedoman Prediksi
Kebisingan Akibat Lalu Lintas Pedoman Teknis No. 10-2004-B.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2005, Mitigasi Dampak
Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan Pedoman Teknis No. 16-2005-B.
Hidayati, Nurul, 2007, Pengaruh Arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan
(Studi Kasus Beberapa Zona Pendidikan di Surakarta), Dinamika Teknik
Sipil, Volume 7, Nomor 1, hal. 45 54