Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebisingan merupakan bunyi yang dapat mengganggu pendengaran manusia.
Kendaraan bermotor merupakan salah satu moda transportasi darat yang
menimbulkan permasalahan kebisingan. Hal ini disebabkan sarana transportasi darat
ini dalam pengoperasiannya menimbulkan suara-suara seperti suara mesin yang
keluar melalui knalpot, suara klakson serta bunyi interaksi antara roda dengan jalan.
Pada level tertentu suara-suara tersebut masih dapat ditolerir dengan ketentuan akibat
yang ditimbulkan bukan merupakan suatu gangguan.
Meningkatnya mobilitas masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
transportasi yang memadai, aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat.
Peningkatan pendapatan membuat masyarakat mampu untuk membeli kendaraan
seperti sepeda motor maupun mobil sebagai sarana transportasi pribadi. Peningkatan
perekonomian daerah juga menyebabkan kebutuhan akan sarana transportasi lain
seperti bus dan truk meningkat. Akibatnya, semakin hari jumlah arus lalu lintas dan
jenis kendaraan yang menggunakan ruas-ruas jalan semakin bertambah. Hal ini
menimbulkan masalah di bidang transportasi, salah satunya adalah masalah polusi
suara (kebisingan) yang ditimbulkan oleh lalu lintas terhadap lingkungan sekitarnya,
yang salah satunya adalah kawasan pendidikan.
Pada beberapa kasus kebisingan persimpangan di jalan jalan utama, peristiwa
adanya pengumpulan kendaraan yang bergerak pada satu simpang bersinyal dapat
menghasilkan bunyi suara yang tidak diinginkan. Dari permasalahan tersebut peneliti
tertarik untuk menganalisis tingkat kebisingan pada simpang - simpang bersinyal
yang berada di Kota Makassar. Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa tingkat
kebisingan rata-rata di pinggir jalan di Kota Makassar mencapai 74 dB (Hustim dkk,
2011). Besarnya kebisingan ini telah melampaui standar lingkungan untuk kebisingan
di Indonesia yaitu antara 55 dB hingga 70 dB sesuai dengan kawasan
peruntukkannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunyi
Bunyi merupakan gelombang zat yang sampai ke telinga manusia. Perlu
diketahui bahwa bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa Inggris bunyi disebut
sound, sedangkan suara disebut voice. Dari sudut bahasa, bunyi tidak sama dengan
suara oleh karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati
sedangkan suara merupakan getaran (bunyi) yang keluar dari mulut atau yang
dihasilkan oleh makhluk hidup. Namun dari sudut fisika, bunyi maupun suara
keduanya sama, karena keduanya sama-sama merupakan getaran. (Haryono Setiyo
Huboyo, 2008) Bunyi atau suara merupakan kompresi mekanikal atau gelombang
longitudional yang merambat melalui medium cair, padat dan udara sebagai
perantara. Bunyi atau suara juga diartikan sebagai rambatan dari serangkaian
gelombang yang terjadi akibat adanya perubahan kerapatan dan tekanan suara yang
berasal dari suatu sumber getar.
Suara didefinisikan sebagai bunyi yang disukai oleh pendengaran manusia.
Suara yang dapat didengar manusia hanya pada rentang frekuensi tertentu yang dapat
menimbulkan respon pada pendengaran. Rentang frekuensi yang dapat didengar
manusia berkisar antara 20 Hz 20.000 Hz. Suara percakapan manusia mempunyai
rentang frekuensi antara 250 Hz 4000 Hz dan umummnya suara percakapan
manusia mempunyai frekuensi 1000 Hz (Febriani, 1999 dalam Ulfah Dwi Ningrum,
2016).

2.2 Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun 1996).

2.2.1 Sumber-Sumber Kebisingan

Bunyi yang menimbulkan bising disebabkan oleh sumber yang bergetar.


Getaran sumber suara mengganggu molekul-molekul udara disekitar sehingga
molekul-molekul ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya
gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambatan
longitudional.

Ditinjau dari sifat, sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu :

1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin tape dan lainnya


2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut dan
lainnya.
Adapun sumber bising jika ditinjau dari bentuk sumber suara yang
dikeluarkan ada dua antara lain :
1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya
sumber bising dari mesin-mesin industry/mesin yang tak bergerak
2. Sumber bising yang berbentuk suatu garis, contohnya kebisingan yang timbul
Karena kendaraan yang bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumbernya kebisingan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Bising interior
Merupakan bising yang berasal dari aktivitas sehari-hari manusia seperti alat-alat
rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio,
televisi, alat-alat music dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin mesin
yang ada di gedung seperti kipas angina, motor kompresor pendingin, pencuci
piring dan lain-lain.
2. Bising eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara dan
alat-alat konstruksi.
2.2.2 Jenis-Jenis Kebisingan
Kebisingan dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu (Wardhana, W.A,
1999):
a. Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi, dan tenaga bunyi
maka bising dapat dibagi dalam 3 kategori:
1. Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus
menerus, akan tetapi sepotong sepotong. Contohnya kebisingan yang
dating dari suara palu yang dipukulkan, kebsisingan yang dating dari mesin
pemancang tiang pancang.
2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus
dalam waktu yang cukup lama. Contohnya: kebisingan yang datang dari
suara mesin yang dijalankan (dihidupkan).
3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang
hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya:
suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat.
b. Berdasarkan waktu terjadinya, maka bising dibagi dalam beberapa jenis:
1. Bising kontinyu dengan spectrum luas, misalnya bising karena mesin, kipas
angin. Spectrum sempit, misalnya: bunyi gergaji. Bising terputus-putus atau
intermitten misalnya: lalu lintas, bunyi pesawat terbang di udara.
2. Bising sehari penuh (full time noise) dan bising setengah hari (part time
noise).
3. Bising terus menerus (steady noise) dan bising impulsive (impuls noise)
ataupun bising sesaat (letupan).
c. Berdasarkan skala intensitas, maka tingkat kebisingan sangat tenang, tenang,
sedang, kuat, sangat hiruk pikuk, dan menulikan.
1. Menulikan, 100 dB - 120 dB, contohnya: halilintar, meriam, mesin uap.
2. Sangat hiruk pikuk, 80 dB - 100 dB, contohnya: jalan hiruk pikuk, pabrik,
peluit.
3. Kuat, 60 dB - 80 dB, contohnya: kantor gaduh, jalanan, radio, gedung
perusahaan.
4. Sedang, 40 dB - 60 dB, contohnya: rumah gaduh, kantor, percakapan kuat
(ribut), radio perlahan.
5. Tenang, 20 dB - 40 dB, contohnya: rumah tenang, kantor perorangan,
auditorium, percakapan.
6. Sangat tenang, 0 dB 20 dB, contohnya: bunyi daun, berbisik.

Baku Mutu Tingkat Kebisingan


Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
48/MENLH/11/1996, tanggal 25 Nopember 1996. Tentang baku tingkat kebisingan
Peruntukan Kawasan atau Lingkungan Kegiatan. Baku mutu tingkat kebisingan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Baku Mutu Kebisingan

Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan


Perumahan dan pemukiman 55
Perdagangan dan Jasa 70
Perkantoran dan Perdagangan 65
Ruang Terbuka Hijau 50
Industri 70
Bandar Udara 75
Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
Rekreasi 70
Rumah Sakit atau sejenisnya 55
Sekolah atau sejenisnya 55
Tempat ibadah atau sejenisnya 55
Sumber : KepmenLH No 48 tahun 1996

2.2.3 Dampak Kebisingan


Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada indera pendengaran anatara
lain trauma akustik, ketulian sementara, hingga ketulian permanen. Trauma akustik
adalah gangguan pendengaran yang disebabkan pemaparan tunggal akibat intensitas
kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Ketulian sementara
merupakan gangguan pendengaran yang sifatnya sementara, daya dengar mampu
pulih berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-10 hari). Jika seseorang
terpapar pada suara diatas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber
suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat,
dengan kata lain pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali
normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara.
Fenomena ini dinamakan kelelahan audiotorik.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun
psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang berasal
dari kebisingan, antara lain ketergantungan pola tidur, kardiovaskuler, system
pernafasan, psikologis, fisiologis dan pendengaran. Kebisingan juga berpengaruh
negative dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku social. Efek psikologis akibat
kebisingan termasuk hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan control dan stress
fisiologis meningkat. Efek psikologis dari kebisingan biasanya tidak terlihat dengan
baik dan sering diabaikan. Penelitian di Amerika Serikat dan di New Zealand
menyatakan bahwa kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.
Penelitian di Netherlands membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara
prevalensi efek kebisingan terhadap kesehatan seseorang dengan intensitas
kebisingan.

2.2.4 Kebisingan Kendaraan Bermotor


Secara umum, kendaraan yang beroperasi di jalan raya dapat dikelompokkan
ke dalam beberapa kategori. Menurut sistem pengoperasiannya, kendaraan menjadi
kendaraan bermotor dan tidak bermotor. Kelompok kendaraan bermotor dibedakan
menjadi kendaraan motor beroda dua, empat, dan lebih dari empat. Kendaraan beroda
empat dan lebih dari empat, masih dapat dikategorikan sebagai kendaraan komersial
berat, komersial ringan, angkutan umum, mobil dengan kapasitas atau cc (sentimeter
kubik: volume ruang bakar dalam mesin kendaraan) kecil, kapasitas besar dan mobil
mewah (White dan Walker, 1982). Klasifikasi ini sebenarnya menunjukkan bahwa
masing-masing kategori kendaraan menghasilkan spectrum bunyi yang berbeda
(White dan Walker, 1982). Pada kelompok kendaraan tidak bermotor, kita
membedakannya menjadi yang beroda dua, seperti sepeda, dan yang beroda lebih dari
dua, seperti becak, dokar, dan sejenisnya.
Kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor berasal dari beberapa
sumber, yaitu mesin, transmisi, rem, klakson, knalpot dan gesekan roda dengan jalan
(White dan Walker, 1982), Kebisingan akibat gesekan roda dengan jalan tergantung
pada beberapa faktor, jenis ban, kecepatan kendaraan, kondisi permukaan jalan, dan
kemiringan jalan. Kecepatan kendaraan mempengaruhi kebisingan yang dimunculkan
akibat gesekan ban kendaraan dengan permukaan jalan, seperti jalan yang tidak halus
dan basah, akan menimbulkan kebisingan yang lebih tinggi akibat terjadinya gesekan
yang lebih hebat antara ban dengan permukaan jalan.
Pada sisi lain, kemiringan jalan juga mempengaruhi kebisingan. Pada jalan
menanjak, dibutuhkan torsi yang lebih besar dibandingkan saat jalan rata, agar
kendaraan dapat bergerak. Untuk menghasilkan torsi yang lebih besar dibutuhkan
posisi mesin kendaraan pada gigi atau persneling rendah dengan putaran mesin yang
tinggi, sehingga dihasilkan kebisingan yang lebih tinggi. Demikian pula saat
kendaraan menuruni jalan, gigi rendah digunakan untuk membantu pengereman
(engine brake), agar kerja rem menjadi lebih efektif. Dari uraian di atas, cukup jelas
bahwa bangunan yang berada di tepi jalan menurun atau menanjak dan bangunan di
tepi jalan yang tidak halus atau tidak rata akan menimbulkan kebisingan yang lebih
tinggi dibandingkan bila bangunan yang sama berada di tepi jalan yang mendatar
dengan permukaan yang halus.
2.2.5 Kebisingan Lalu Lintas
Kebisingan akibat lalu lintas adalah salah satu bunyi yang tidak dapat
dihindari dari kehidupan modern dan juga salah satu bunyi yang tidak dikehendaki,
antara lain (Wardika, 2012):
a. Pengaruh Volume Lalu Lintas (Q)
Volume lalu lintas (Q) terhadap kebisingan sangat berpengaruh, hal ini bisa
dipahami karena tingkat kebisingan lalu lintas merupakan harga total dari
beberapa tingkat kebisingan dimana masing-masing jenis kendaraan mempunyai
tingkat kebisingan yang berbeda-beda.
b. Pengaruh Kecepatan Rata-Rata Kendaraan (V)
Hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan bermotor
berpengaruh terhadap tingkat kebisingan.
c. Pengaruh Jarak Pengamat (D)
Dari hasil penelitian menunjukan bila sumber bising berupa suatu titik (point
source), maka dengan adanya penggandaan jarak pengamat, nilai tingkat
kebisingan akan berkurang sebesar 6 dB dan akan berkurang kira-kira 3 dB jika
sumber bising suatu garis (line source).
d. Pengaruh Komposisi Lalu Lintas
Arus lalu lintas di jalan umumnya terdiri dari berbagai tipe kendaraan antara lain:
sepeda motor, mobil penumpang, taksi, mini bus, pick up, bus, truk ringan dan
kendaraan berat yang mempunyai tingkat kebisingan masing-masing, sehingga
kebisingan lalu lintas dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang melintasi jalan
tersebut. Tingkat kebisingan lalu lintas merupakan harga total dari tingkat
kebisingan masing-masing kendaraan.
e. Lingkungan Sekitar
Keadaan lingkungan di sekitar jalan juga dapat mempengaruhi tingkat kebisingan
lalu lintas yang terjadi, seperti adanya pohon di tepi jalan. Berdasarkan penelitian
didapat bahwa pepohonan dan semak-semak dapat mengurangi kebisingan yang
terjadi di sekitar lingkungan tersebut sebesar 2 dB. (Morlok, 1995).
2.3 Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan
Menurut Babba (2007) kebisingan dengan intensitas tinggi
dapat berdampak buruk pada kesehatan antara lain :
1. Gangguan fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang pertama timbul
akibat bising, fungsi pendengaran secara fisiologis dapat
terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak
dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan
gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa
berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga
menambah kebisingan. Selain itu kebisingan dapat juga
meningkatkan tekanan darah. Pada berbagai penelitian
diketahui bahwa pemaparan bunyi dapat menimbulkan reaksi
fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme,
gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini
terutama terjadi pada awal pemaparan terhadap bunyi.
Kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus
menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga
perubahan itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapat
menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu :
a. Sistem Internal Tubuh
Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang
penting untuk kehidupan seperti: kardiovaskuler (jantung,
paru-paru, pembuluh), gastrointestinal , saraf ,
musculoskeletal (otot, tulang) dan endokrin (kelenjar).
b. Ambang pendengaran
Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih
bisa didengar. Semakin rendah level suara terlemah yang
didengar berarti semakin rendah nilai ambang
pendengaran, dan semakin baik pendengarannya.
Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas
pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau
menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran
bersifat sementara.
c. Gangguan pola tidur
Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi
istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk
tubuh normal dan pemeliharaan mental serta
kesembuhan. Kebisingan dapat mengganggu tidur dan
menyebabkan tidur menjadi tidak lelap. Seseorang yang
sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum
terlelap kemudian ada gangguan suara yang akan
mengganggu tidurnya, maka orang tersebut akan mudah
marah, tersinggung dan berperilaku irasional. Terjadinya
pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan
kelelahan .
2. Gangguaan psikologis
Gangguan fisiologis apabila terjadi terlalu lama dapat
menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat
mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti
rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya.
3. Gangguan patologis organis
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah
pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang
dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga
permanen.

4. Komunikasi
Kebisingan dapat menganggu pembicaraan dan kebisingan
mengganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang
dibicarakan oleh orang lain.

Pengaruh akibat terpapar kebisingan keras lainnya adalah


adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan
tekanan darah (Pulat, 1992). Menurut Chanlett (1979), selain
berdampak pada gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan
lainnya, yaitu: gangguan tidur dan istirahat, mempengaruhi
kapasitas kerja pekerja. Dari segi fisik gangguan kebisingan dapat
berupa pupil yang membesar, dari segi psikologis kebisingan dapat
menimbulkan stress, penyakit mental, dan perubahan sikap atau
kebiasaan.
2.4 Pengukuran Intensitas Kebisingan
Intensitas bunyi diartikan sebagai daya fisik penerapan bunyi.
Kuantitas intensitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber
bunyi yang menyebabkan getaran, semakin besar daya intensitas
maka intensitas bunyi semakin tinggi. Pengukuran kebisingan
biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (dB). Decibel (dB)
adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang
merepresentasikan sejumlah bunyi dan dinyatakan secara
logaritmik. Sederhananya, skala decibel (dB) diperoleh dari 10 kali
logaritma (dasar 10) perbandingan tenaga (Wilson, 1989). Satuan
tingkat kebisingan (decibel) dalam skala A, yaitu kelas tingkat
kebisingan yang sesuai dengan respon telinga normal. Alat yang
dipergunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah Sound
Level Meter (SLM). Sound level meter ini mengukur perbedaan
tekanan yang hasil keluaran dari alat ini adalah dalam decibel (dB)
dengan menggunakan dasar persamaan (Chanlett, 1979) :
SPL = 10 log (P/Pref)

Keterangan :

SPL : tingkat tekanan kebisingan (dB)


P : tekanan suara (N/m2)
Pref : tekanan bunyi reference (2x10-5 N/m2)
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara. Tanpa Tahun. Kebisingan.


http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf (diakses
pada tanggal 20 April 15)
Kepmenkes No. 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004

Anda mungkin juga menyukai