Anda di halaman 1dari 8

A.

KETUBAN PECAH DINI


1. Definisi
Ketuban pecah dini (PROM, premature rupture of membrane) adalah kondisi
dimana ketuban pecah sebelum proses persalinan dan usia gestasi 37 minggu. Jika
ketuban pecah pada usia gestasi <37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan premature (PPROM, preterm premature rupture of membrane) (Ferguson
et al, 2002).
Terdapat istilah periode laten, yaitu waktu dari rupture hingga terjadinya
proses persalinan. Makin muda usia gestasi ketika ketuban pecah, periode laten akan
semakin panjang. Ketuban pecah saat usia gestasi cukup bulan, 75% proses bersalin
terjadi dalam 24 jam. Jika ketuban pecah di usia 26 minggu, 50% ibu hamil akan
terjadi persalinan dalam 1 minggu sedangkan usia gestasi 32 minggu, persalinan
terjadi dalam 24-48 jam.
Ketuban dapat pecah karean kontraksi uterus dan peregangan berulang yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh sehingga pecah. Salah satu factor risiko
dari KPD adalah kurangnya asam askorbat, yang merupakan kompnen dari kolagen.
Pada kehamilan trimester awal, selaput ketuban sangat kuat. Namun, pada trimester
ketiga menjadi mudah pecah, berkaitan dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim,
dan gerakan janin. Sedangkan pada kehamilan premature biasanya penyebabnya
adalah infeksi dari vagina, polihidramnion, inkompeten serviks, dsb (Mercer et al,
2003).
2. Etiologi Dan Patogenesis
Idiopatik, infeksi traktus genitalis, perdarahan antepartum, polihidramnion,
inkompetensi serviks, abnormalitas uterus, amniocentesis, trauma, riwayat KPD
sebelumnya.
Faktor predisposisi KPD:
a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
3. Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :
a. Menanyakan riwayat keluar air dari vagina dan tanda lain persalinan.
b. Pemeriksaan inspekulo melihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum uteri
(meminta pasien batuk atau mengedan atau menggerakkan sedikit abgian
terbawah janin). Atau terlihat kumpulan cairan di forniks posterior.
c. Vaginal toucher (VT) tidak dianjurkan kecuali pasien diduga inpartu. Hal ini
karena VT dapat meningkatkan insidensi korioamnionitis, postpartum
endometritis, dan infeksi neonates. Selain itu, juga memperpendek periode laten.
d. pH vagina menggunakan kertas lakmus (Nitrazin test). Bila ada cairan ketuban,
warna merah berubah menjadi biru. Selama hamil. pH normal vagina adalah 4.5-
6.0. sedangkan pH cairan amnion 7.1-7.3.
e. Dengan USG dapat mengkonfirmasiadanya oligohidramnion. Normal volum
cairan ketuban antara 250-1200 cc.
f. Singkirkan adanya infeksi suhu ibu >38 derajat celcius, air ketuban keruh dan
berbau, leukosit > 15000/mm3, janin takikardi (Mercer et al, 2004).
4. Komplikasi
KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam (37,8 0C),
dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu maupun pada
janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau busuk, maupun
leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane disease sebagian
besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat hubungan antara umur
kehamilan denganhyaline membrane disease dan chorioamnionitis yang terjadi
pada pasien dengan KPD. Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, angka
risiko hyaline mebran disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan fase
laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress respirasi
yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah perdarahan
pervaginam.
e. Fetal distress
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan kompresi tali
pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga untuk mengatasinya maka
dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan tingginya angka section cesaria
pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
5. Tatalaksana
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari keadaan
pasien.
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses persalinan dan
memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan pada pemeriksaan
dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi servix lebih dari 4 cm.
Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban pecah
dini.
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan bila janin
mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin dengan kelainan
yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai janin normal, namun input
yang tepat merupakan terapi yang sangat penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering ketuban
pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju (engaged), letak
lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan pola deselerasi sedang
atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika janin dalam presentasi
belakang kepala, maka dapat dilakukan amnioinfusion, induksi dan dapat
dilakukan persalinan pervaginam. Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala
maka terapi yang dapat dilakukan adalh section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum dalam
persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam, maka dilakukan
section cesaria setelah pemberian antibiotic yang dimaksudkan untuk
menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa penelitian menyebutkan
section cesaria sebaiknya dilakukan bila persalinan pervaginam tidak dapat terjadi
setelah 12 jam diagnosis chorioamnionitis ditegakkan (Caughey et al, 2008).

Terapi ketuban pecah dini adalah :


a. Terapi konservatif
Jika terjadi PPROM sangat disarankan untuk dirawat di rumah sakit selama
minimal 48 jam untuk diobservasi. Hal ini dikarenakan 48-72 jam merupakan
waktu yang rentan persalinan atau terjadi korioamnionitis. Prinsip tata laksana
untuk perawatan di rumah sakit:
- Usia gestasi <37 minggu, disarankan dirawat inap, jika air ketuban masih
keluar. Tunggu hingga berhenti, berikan steroid, antibiotic, observasi kondisi
ibu dan janin.
- Usia gestasi 32-37 minggu:
1) Belum inpartu: steroid, profilaksis antibiotic, observasi tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin.
2) Sudah ada tanda inpartu: berikan steroid, antibiotic intrapartum
profilaksis, induksi setelah 24 jam.
- Usia gestasi >37 minggu, evaluasi infeksi, pertimbangkan pemberian
antibiotic jika ketuban pecah sudah lama, terminasi kehamilan (pertimbangkan
pemberian induksi).
b. Terapi Aktif
- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi persalinan maka
induksi dengan oksitosin atau misoprostol 25-50 microgram intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali sehari, bila gagal lakukan section cesaria.
- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan section cesaria
- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan terminasi
persalinan
a) Bila bishop score kurang dari 5, lakukan pematangan serviks kemudian
diinduksi, jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan section cesaria
b) Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus pervaginam
c) Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi <37 minggu, dapat
mengurangi risiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi
dalam 2-7 dan mengurangi morbiditas neonateus. Salah satu rekomendasi mengenai
pemilihan antibiotik antepartum yaitu:
Ampicillin 1-2 gram IV setiap 4-6 jam, selama 48 jam
Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48 jam
Kemudian dilanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin dan
eritromisin (4x250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan teraou
tunggal klindamisin 3x600mg PO. SUmber lain mengatakan bahwa pada PPROM
pemberian eritromisin hingga 10 hari.
Hindari pemberian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM karena dapat
menyebabkan Necrotizing Enterocolitis (NEC) (Kenyon et al, 2004).

Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian obat tokolotik pada pasien dengan KPD di
usia gestasi < 37 mingg (diatas 34 minggu). Pada beberapa penelitian pemberian
tokoloyok tidak memperpanjang periode laten (ketuban pecah-persalinan),
meningkatkan luaran janin, atau mengurangi morbiditas neonates. Pemberian tokolisis
di usia gestasi 34 minggu, berfungsi untuk pematangan paru. Usia gestasi > 34
minggu, tidak perlu lagi untuk pematangan paru (Edwards et al, 2004).
6. Komplikasi
Persalinan premature, infeksi maternal/neonates, hipoksia karena kompresi tali
pusat, naiknya insiden seksio caesarea, hypoplasia pulmonal. Pecahnya ketuban
menyebabkan oligohidramnion sehingga tali pusat tertekan dan terjadi hipoksia.
Makin sedikitnya air ketuban, janin dalam keadaan gawat.
Caughey aB, Robinson Jn, norwitz ER. Contemporary diagnosis and management of preterm
ruptures of membranes. Rev Obstet Gynecol. 2008;1(1):11-22.

Edwards R, Stickler L, Johnson I, Duff P. Outcomes with Premature Rupture of Membranes


at 32 Or 33 Weeks when Management is Based on Evaluation of Fetal Lung
Maturity. J Matern Fetal Neonatal Med 2004;16(5):281285.

Ferguson SE, Smith GN, Salenieks ME, Windrim R, Walker MC. Preterm Premature Rupture
of Membranes. Nutritional and Socioeconomic Factors. Obstet Gynecol
2002;100(6): 12501256.

Kenyon S, Boulvain M, Neilson J. Antibiotics for Preterm Rupture of the Membranes:


ASystematic Review. Obstet Gynecol 2004;104(5 Pt 1):10511057.

Mercer BM. Preterm Premature Rupture of the Membranes. Obstet Gynecol 2003101(1):
178193.

Mercer BM. Preterm Premature Rupture of the Membranes: Diagnosis and Management.
Clin Perinatol 2004; 31(4):765782, vi

Anda mungkin juga menyukai