Anda di halaman 1dari 3

Rib’i bin ‘Amir Radhiyallahu ‘Anhu – Kisah Pertemuan dengan Raja Persia

Sebelum terjadi peperangan Qadisiyah [1]antara tentara Muslimin pimpinan Sa’ad bin
Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dengan tentara Persia pimpinan Rustam, Sa’ad
terlebih dulu mengirim utusan kepada Rustam beberapa kali [2]. Di antara utusan
tersebut adalah Rib’i bin ‘Amir Ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu.

Maka Rib’i pun segera masuk menemui Rustam sementara mereka telah menghiasi
pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta
permadani-permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan kepadanya
berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata yang mahal, dan perhiasan
lain yang menyilaukan mata, sementara Rustam memakai mahkota dan sedang duduk
di atas ranjang yang terbut dari emas. Berbeda keadaannya dengan Rib’i. Beliau
masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang,
perisai, dan kuda yang pendek. Rib’i masih tetap di atas kudanya hingga menginjak
ujung permadani. Kemudian beliau turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian
bantal-bantal yang terhampar. Setelah itu beliau langsung masuk dengan senjata, baju
besi, dan penutup kepalanya.

Mereka berkata,”Letakkan senjatamu!” Beliau menjawab,”Aku tidak pernah berniat


mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari. Jika kalian
memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan seperti ini. Jika tidak kalian
izinkan, maka aku akan segera kembali.”

Rustam berkata,”Biarkan dia masuk.”

Maka Rib’i datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung
tombak ke bawah sehingga bantal-bantal yang dilewatinya penuh dengan lubang-
lubang bekas tombaknya.

Mereka bertanya,”Apa yang membuat kalian datang ke sini?”

Beliau menjawab -perhatikan baik-baik jawaban ini-

‫ ومن جور الدايان إلى عدل‬،‫ ومن ضيق الدنيا إلى سعتها‬،‫ا ابتعثنا لنخرج من شاء من عباداة العبادا إلى عباداة ا‬
‫ ومن أبى قاتلنححاه أبححدا حححتى‬،‫ فمن قبل ذلك قبلنا منه ورجعنا عنه‬،‫ فأرسلنا بدينه إلى خلقه لندعوهم إليه‬،‫السلما‬
‫نفضي إلى موعود ا‬.

“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki
dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah,
dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama
kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk
kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut,
kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang
enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil
memperoleh apa yang dijanjikan Allah”

Mereka bertanya,”Apa yang dijanjikan Allah (kepada kalian)?”

Beliau menjawab,”Surga bagi siapa saja yang mati dalam memerangi orang-orang
yang enggan dan kemenangan bagi yang hidup.

Rustam pun berkata,” Sungguh aku telah mendengar perkataan-perkataan kalian.


Tetapi maukah kalian memberi tangguh perkara ini sehingga kami
mempetimbangkannya dan kalian pun mempertimbangkannya?”

Beliau menjawab,”Ya, berapa lama waktu yang kalian sukai? sehari atau dua hari?”

Rustam menjawab,”Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi
kami dan para pemimpin kaum kami.”

Maka beliau pun menjawab,”Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami
untuk menangguhkan peperangan semenjak bertemu musuh lebih dari tiga (hari).
Maka pertimbangkanlah perkaramu dan mereka, dan pilihlah satu dari tiga pilihan
apabila masa penangguhan telah berakhir.”

Rustam bertanya,”Apakah kamu pemimpin mereka?”

Beliau menjawab,”Tidak, tetapi kaum muslimin ibarat jasad yang satu. Yang paling
rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling
tinggi.”

Maka (akhirnya) Rustam mengumpulkan para petinggi kaumnya kemudian


berkata,”Pernahkah kalian melihat (walau sekali) yang lebih mulia dan lebih benar
dari perkataan lelaki ini?”

Mereka menjawab,”Kami minta perlindungan Allah dari (supaya engkau tidak)


terpengaruh kepada sesuatu dari (ajakan) ini dan dari menyeru agamamu kepada
(agama) anjing ini. Tidakkah engkau melihat kepada pakaiannya?”

Rustam menjawab,”Celaka kalian! Janganlah kalian melihat kepada pakaian. Akan


tetapi lihatlah kepada pendapat, perkataan, dan jalan hidupnya! Sesungguhnya orang
‘Arab menganggap ringan masalah pakaian dan makanan. Tetapi mereka menjaga
harga diri mereka.”[3]

[1] Peperangan Al-Qadisiyah terjadi pada masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khattab
radhiyallahu ‘anhu.

[2] Ketika dua pasukan saling berhadapan, maka Rustam mengirim seorang
pasukannya kepada Sa’ad dan meminta mengirim padanya seorang yang piawai untuk
diajak berdialog. Maka Sa’ad segera mengutus Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu
‘anhu. Namun mereka menolak tawarannya. Maka diutuslah Rib’i bin’Amir. Setelah
Rib’i, mereka kembali meminta satu utusan kaum muslimin untuk datang. Maka
Sa’ad mengutus Huzaifah bin Mihshan.

[3] Pada akhirnya mereka memilih untuk berperang, dan dengan idzin Allah,
menanglah tentara kaum muslimin.

Maraji’:

[1] Al-Bidayah Wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir versi Asy-Syamilah 7/46

[2] Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin 256-258 (terbitan Darul
Haq).

[3] Tarikh At-Thabari versi Asy-Syamilah 3/33.

Anda mungkin juga menyukai