Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

ANALISA KASUS

A. Analisa Kasus
Pada tanggal 23 September 2016, seorang pasien P0A0 yang berusia 30 tahun, datang ke
Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi rujukan dari RSUD Pandanarang dengan keterangan
mioma uteri. Pasien merasakan benjolan di kanan bawah (massa regio inguinal dextra
abdomen) sejak 1 tahun yang lalu dan pasien merasa nyeri. Riwayat haid tidak teratur
(metrorrhagia) sejak menarche, sebulan 2 kali haid, dengan lama haid 7 hari, pasien ganti
pembalut 4 kali per hari. Pasien juga mengalami perdarahan pervaginam sejak bulan Juni,
pasien ganti pembalut 4x per hari. Pasien riwayat transfusi darah di RSUD Boyolali tanggal
19 September 2016 sebanyak 2 kolf dengan Hb sebelum transfusi 8 mg/dl. Pada pemeriksaan
fisik Vital sign pasien ketika datang dalam batas normal. Pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan massa padat mobile permukaan rata, batas atas di pertengahan umbilicus dan
symphisis ossis pubis, batas kanan kiri di linea midclacviculars dextra et sinistra dan batas
bawah kesan masuk panggul. Pada pemeriksaan genital vaginal touche didapatkan jika massa
bergerak, portio ikut bergerak, dan didapatkan darah. Pada pemeriksaan USG, didapatkan
uterus membesar ukuran 10,2x8,06x8,65 cm, tampak massa whorl like appearance dalam
batas kapsul ukuran 6,1x6,4x6,07 cm, dengan Setelah masuk RSUD Dr. Moewardi, pasien
didiagnosis dengan AUB (L). Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2016 dilakukan pemeriksaan
oleh staf dan didiagnosis mioma uteri infertil primer 5 tahun.
Pada kasus ini, seorang wanita terdapat benjolan di kanan bawah abdomen/regio
inguinal dextra. Di region inguinal dextra terdapat organ-organ genitalia (ovarium, tuba
uterine, uterus), gastrointestinal (intestinum, caecum, appendix) dan urogenital (vesica
uterina). Dari anamnesis, pasien tidak ada keluhan terkait buang air besar (BAB) dan buang
air kecil (BAK) sehingga dapat disingkirkan diagnosis banding adanya kelainan pada organ
gastrointestinal dan urogenital. Benjolan disertai keluhan pasien haid tidak teratur, perdarahan
pervaginam di luar siklus menstruasi (metroragia) mengarahkan kecurigaan terhadap kelainan
ginekologi. Kelainan ginekologi berupa benjolan regio inguinal dextra tersering di antaranya
adalah kista ovarium dan leiomyoma/mioma uteri. Dari anamnesis, pasien mengalami
perdarahan abnormal uterus, rasa nyeri dan pasien belum pernah hamil selama 5 tahun
menikah (infertil primer). Dari gejala muncul, sesuai dengan gelaja pada mioma uteri
(Ciavattini, 2013). Perdarahan abnormal uterus berupa metroragia disebabkan oleh pengaruh
ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium. Penyebab lainnya adalah permukaan
endometrium yang lebih luas dari biasa, serta miometrium tidak dapat berkontraksi optimal
karena adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak bisa menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Perdarahan abnormal uterus atau AUB
(Abnormal Uterine Bleeding) dapat ditandai dengan adanya menoragia, metroragia,
oligomenorea, dan polimenorea. Pada pasien ini mengalami metroragia yaitu perdarahan
dengan interval yang tidak teratur dengan jumlah darah dan durasi lebih dari normal. Dari
anamnesis dan pemeriksaan diketahui pasien tidak hamil, tidak memakai kontrasepsi, tidak
ada gejala dari penyakit sistemik, dan dari hasil USG ditemukan massa yang menyokong
gambaran mioma uteri. Oleh karena itu pada pemeriksaan awal pasien didiagnosis dengan
AUB (L). AUB (L) merupakan perdarahan uterus abnormal karena leiomioma. Perdarahan
terjadi karena ada beberapa pembuluh darah dalam uterus yang tertekan sehingga
menyebabkan vasodilatasi kemudian pecah dan terjadi perdarahan. Dari hasil USG
didapatkan mioma uteri seromural yang merupakan kombinasi dari mioma intramural dan
mioma suserosa. Mioma intramural adalah mioma yang berkembang diantara miometrium.
Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat
bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai (Anwar, 2011).
Nyeri pada mioma uteri disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah pada sarang pada
mioma yang disertai nekrosis dan peradangan (Wiknjosastro, 2010). Pada pasien tidak
ditemukan nyeri akut yang berat sehingga menyingkirkan dugaan torsi pada tangkai mioma
uteri. Pada USG juga tidak didapatkan tangkai pada mioma uteri pasien. Mioma uteri lebih
sering bersifat asimptomatis (50% dari seluruh pasien mioma uteri). Namun, hal ini
dipengaruhi oleh ukuran mioma uteri. Ukuran miom pada pasien cukup besar 6,1x6,4x6,07
cm, sehingga menimbulkan gejala.
Usia pasien juga masih masuk dalam usia produktif (30 tahun) sehingga secara statistik
meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri. Bahkan dalam jurnal disebutkan bahwa 20-50%
pasien dengan usia mioma uteri merupakan usia produktif (Desai, 2011). Mioma uteri juga
lebih sering pada wanita nullipara, sesuai dengan kasus ini (Wiknjosastro, 2010).
Infertilitas primer adalah keadaan istri belum pernah hamil walaupun bersenggama
selama 12 bulan atau lebih. Pasien sudah 5 tahun menikah dan belum pernah hamil sehingga
didiagnosis mengalami infertilitas primer. Kasus infertilitas pada pasien dengan mioma uteri
terjadi karena serabut miom di uterus mengganggu transportasi sperma ke tuba Fallopi. Letak
miom juga mempengaruhi infertilitas. Mioma uteri yang letaknya menutup pars interstisialis
tuba aka lebih menghalangi sperma saat konsepsi. Sedangkan, mioma uteri yang letaknya di
submukosum mengganggu fertilitas karena abortus et causa distorsi rongga uterus. Mioma
uteri (terutama jika ukurannya besar) juga mengganggu letak janin (Wiknjosastro, 2010).
Tidak semua mioma uteri membutuhkan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan pengobatan apapun, terutama bila ukuran kecil dan tidak
menimbulkan keluhan. Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College
of Obstericians and Gynecologist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine
(ASRM) adalah perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif, sangkaan
adanya keganasan, pertumbuhan mioma pada masa menopase, infertilitas karena gangguan
pada cavum uteri maupun oklusi tuba, nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu,
gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius, dan anemia akibat perdarahan
(Hadibroto, 2005). Indikasi yang terdapat pada pasien adalah adanya infertilitas karena
adanya mioma uteri. Pada pasien dilakukan terapi bedah dengan miomektomi dengan tujuan
mengambil massa mioma tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi dilakukan untuk
mempertahankan fungsi reproduksi sehingga pasien masih dapat mempunyai anak.
Pada saat dilakukan operasi selain ditemukan mioma uteri juga ditemukan adanya polip
endometrium. Polip endometrium merupakan pertumbuhan aktif stroma dan kelenjar
endometrium secara fokal, terutama pada daerah fundus atau korpus uteri. Hampir sebagian
besar penderita tidak mengetahui/menyadari keberadaan polip endometrium karena kelainan
ini tidak menimbulkan gejala spesifik. Gejala klinik utama dari polip endometrium adalah
perdarahan diluar siklus yang nonspesifik. Polip endometrium sering ditemukan bersamaan
dengan mioma uteri. Oleh karena itu, sulit untuk menentukan apakah gejala klinis yang timbul
disebabkan oleh salah satu atau oleh semua kelainan secara bersamaan. Usia penderita yang
biasanya mengalami gangguan ini adalah usia 30-59 tahun (Anwar, 2011).
Dalam pasien ini, dilakukan kuretase diagnostik untuk dilakukan pemeriksaan PA. Hasil
dari pemeriksaan PA adalah…..
Andrea Ciavattini,1 Jacopo Di Giuseppe,1 Piergiorgio Stortoni. Uterine Fibroids:
Pathogenesis and Interactions with Endometrium and Endomyometrial Junction.
Obstetrics and Gynecology International Volume 2013
Anwar Mochamad. 2011. Ilmu Kandugan EDisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono
Prawirohardjo
Pankaj Desai and Purvi Patel. Fibroids, Infertility and Laparoscopic Myomectomy. J Gynecol
Endosc Surg. 2011 Jan-Jun; 2(1): 36–42.
Hadibroto, Budi R. 2005. Mioma uteri. Majalah Kedoteran. Volume 38. no. 3: 256-258.

Anda mungkin juga menyukai