. .
"Wahai kaum Quraisy. Sungguh aku telah datang kepada Kisra di istananya, Kaisar
Romawi di istananya, dan Najasyi di istananya. Demi Allah, sesungguhnya aku belum
pernah melihat seorang raja di tengah rakyatnya (yang lebih dihormati dan dicintai
"Demi Allah, tidaklah Rasulullah SAW membuang dahak kecuali jatuh pada telapak
tangan salah seorang di antara mereka, maka ia mengusapkannya ke wajah dan kulitnya
sendiri. Jika Rasulullah SAW memerintahkan mereka (sebuah perkara), maka mereka
bersegera melakukannya. Jika ia berwudhu, maka mereka hampir-hampir berkelahi
karena memperebutkan bekas air wudhunya. Jika ia berbicara, maka mereka
merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama) dan mereka tidak berani
menatap wajahnya secara langsung karena begitu hormat kepadanya." (HR. Bukhari
no. 2529)
***
Satu bulan setelah penaklukan Makkah, Rasulullah SAW dan kaum muslimin berangkat
ke perang Hunain. Kemenangan di Hunain disusul dengan pengepungan kota Thaif,
benteng terakhir paganisme di semenanjung Arab. Namun akhirnya Rasulullah SAW dan
kaum muslimin meninggalkan Thaif sebelum penaklukan terjadi. Pada saat itu, Urwah si
tokoh Thaif tengah berada di Yaman untuk mempelajari pembuatan Manjanik (meriam
tradisional pelempar batu) dan gerobak perang pendobrak benteng. Ia lalu kembali ke
Thaif dan membuat peralatan-peralatan perang tersebut.
Namun hatinya tak pernah tenang. Maka ia segera berangkat ke Madinah dan
menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW. Ia memang tokoh kaumnya,
namun ia masuk Islam dengan tawadhu' dan kepasrahan diri secara total kepada Allah
dan Rasul-Nya. Bukan karena riya', sum'ah, kesombongan, atau mencari kedudukan. Ia
bakan tak meminta jabatan atau tugas kepemimpinan apapun kepada Nabi SAW.
Tekadnya hanya satu, berdakwah dan berjihad di bawah panji Islam
Di hari ikrar dua kalimat syahadat itu pula, Urwah mengutarakan niat dakwah dan
jihadnya. Katanya,
.
"Wahai Rasulullah, izinkanlah saya untuk kembali kepada kaumku, niscaya aku akan
mengajak mereka untuk masuk Islam. Demi Allah, menurutku tidak layak seorang pun
tertinggal dari (memeluk) agama ini. Aku akan datang kepada para kawan dan kawanku
dengan sebaik-baik bawaan'. Utusan sesungguhnya yang datang kepada suatu kaum
hanyalah orang yang datang membawa apa yang engkau ajarkan. Engkau, wahai
Rasulullah, sungguh telah mendahului dalam banyak kesempatan." (Sirah Nabawiyah,
Al-Waqidi, 3/960)
Cahaya iman dalam hatinya begitu bergejolak. Ia tidak sabar lagi untuk segera kembali
dan berdakwah kepada kaumnya. Ia seakan berlomba dengan waktu untuk
menyelamatkan kaumnya dari bencana besar.
Rasulullah SAW menjawab permintaan izin tersebut dengan bersabda, "Jika begitu,
mereka akan membunuhmu."
Urwah berkata, "Wahai Rasulullah, kaumku lebih mencintai saya daripada cinta mereka
kepada anak gadis perawan mereka sendiri."
Begitu mulia, terhormat, dan dicintainya ia oleh kaumnya. Begitulah, Allah memilih para
pengemban dakwah ini dari kalangan orang-orang yang mulia, dicintai, dan paling
bermanfaat bagi kaumnya.
Urwah kembali meminta izin untuk pulang dan mendakwahi kaumnya. Namun Rasulullah
SAW menegaskan bahwa kaumnya pasti akan membunuhnya. Maka dengan tekad yang
bulat dan kesiapan untuk sabar menanggung resiko dakwah, Urwah menjawab, "Wahai
Rasulullah, sekiranya saya tidur, mereka tidak akan tega membangunkanku."
Mereka begitu menghormatinya, sehingga sungkan untuk membangunkannya dari
tidurnya. Ia orang yang paling baik di antara kaumnya, namun ia bukan tipe orang yang
diremehkan. Ia orang shalih di tengah mereka, namun ia juga orang yang mulia dan
disegani.
Untuk ketiga kalinya, Urwah meminta izin pulang dan mendakwahi kaumnya. Tekadnya
telah mantap, tak mungkin surut, walau badai menghadangnya. Melihat hal itu,
Rasulullah SAW bersabda, "Jika memang begitu keinginanmu, maka silahkan
pulang!" (Sirah An-Nabawiyah, Al-Waqidi, 3/960)
***
Urwah bergegas kembali ke Thaif, sehingga dalam waktu lima hari ia telah tiba di waktu
malam. Tradisi suku Thaif mengharuskan musafir yang baru pulang dari safar untuk
mendatangi berhala Laata (mereka memanggilnya Rabbah, Tuhan perempuan),
berthawaf mengelilinginya, dan menggundul rambut kepala, sebelum masuk rumahnya
sendiri. Urwah tidak melakukan hal itu. Di hadapan tokoh Tsaqif lainnya, ia mengaku
kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh.
Ia lalu masuk rumah. Keluarganya memberi ucapan salam jahiliyah, namun ia
menjawab, "Hendaklah kalian mengucapkan salam penduduk surga. As-salamu alaikum
wa rahmatullah wa barakatuh." Ia lalu mengajak mereka untuk masuk Islam. Kontan
saja mereka marah dan mencaci maki dirinya. Dengan sabar, ia menjawab,
.
"Wahai kaumku, apakah kalian menuduhku yang bukan-bukan? Bukankah kalian
mengetahui bahwa di antara kalian, aku adalah orang yang paling baik nasabnya, paling
banyak hartanya, dan paling kuat anggota keluarganya? Tidak ada yang mendorongku
masuk Islam selain karena aku melihat suatu perkara baik yang tidak selayaknya
seorang pun tertinggal dari mengikutinya. Terimalah nasehatku! Janganlah
membangkang! Demi Allah, tiada suatu utusan yang datang kepada suatu kaum
membawa bawaan yang lebih utama daripada bawaan' yang aku bawa kepada kalian
ini."(Sirah Nabawiyah, Al-Waqidi, 3/960)
Ia telah datang kepada mereka dengan membawa agama Allah dan syariat-Nya yang
akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada mereka.
Namun mereka semakin kesal, marah, dan benci kepadanya. Kata mereka, "Demi Laata,
engkau tidak menyembah Rabbah dan tidak menggundul rambut kepalamu untuknya.
Kami menduga engkau telah berubah agama"
Maka mereka membuat konspirasi untuk membunuhnya. Keesokan harinya pada waktu
fajar terbit, Urwah keluar dari kamarnya dan mengumandangkan adzan Shubuh. Maka
mereka mengepungnya dan memanahnya, sehingga sebuah anak panah menancap di
pelipisnya. Darahnya mengucur deras, namun ia membiarkannya, dan melanjutkan
shalat Shubuh. Ketika ia telah kehabisan banyak darah, maka seluruh anggota
keluarganya dikumpulkan, bersama orang yang memanahnya dan anggota keluarganya,
beserta seluruh anggota suku lainnya. Pada detik-detik terakhir hidupnya tersebut,
Urwah berpesan:
! !
!
!
...
-
-
"Janganlah kalian saling berperang karena urusan nyawaku! Aku telah menyedekahkan
nyawaku bagi orang yang membunuhku, agar kalian tetap berdamai. Sungguh ini adalah
kemulian yang Allah karuniakan kepadaku, yaitu mati syahid. Allah telah menggiringnya
kepadaku. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Beliau telah
memberitahukan kepadaku bahwa kalian akan membunuhku. Maka kuburkanlah aku
bersama para syuhada' yang gugur saat berperang bersama Rasulullah SAW, sebelum
beliau wafat."
Mereka pun melaksanakan wasiat Urwah. Ketika berita itu sampai ke Madinah,
Rasulullah SAW bersabda,
"Perumpamaan Urwah adalah seperti tokoh dalam surat Yasin yang mengajak kaumnya
untuk mengikuti agama Allah, namun mereka justru membunuhnya." (Al- Bidayah wan
Nihayah, 5/29)
***
Kedudukan Urwah disejajarkan dengan tokoh dakwah dalam surat Yasin. Tentang tokoh
dakwah dalam surat Yasin, Allah berfirman,
{ 20}2
{ 21}2
{ 22}2
{ 24}2
{ 23}2
{27}2{ 26}2{ 25}2
Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegasgegas ia berkata: "Hai kaumku ikutilah utusan-utusan Allah itu!
Ikutilah orang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Mengapa aku tidak menyembah (Ilah) yang telah menciptakanku dan yang hanya
kepada-Nya-lah kalian semua akan dikembalikan?
Mengapa aku akan menyembah ilah-ilah selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah
menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi
manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidak pula dapat menyelamatkanku?
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Rabbmu; maka dengarkanlah (pengakuan
keimanan)ku."
Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke surga!" Ia berkata: "Alangkah baiknya sekiranya
kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberikan ampun kepadaku
dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan." (QS. Yasin (36): 2027)
Doa Urwah agar kaumnya tidak saling berperang demi menuntut balas nyawanya
dikabulkan Allah. Allah mendamaikan sesama kaum Tsaqif, sehingga cahaya iman
menyinari sanubari mereka, tatkala mereka melihat kejujuran, ketulusan, dan kasih
sayang tokoh mereka tersebut. Darahnya telah tertumpah, namun tidak sia-sia. Ia
menjadi minyak bagi pelita iman yang menerangi suku Tsaqif. Akhirnya mereka memeluk
Islam secara sukarela. Di bulan Ramadhan tahun 9 H tersebut, utusan suku Tsaqif
berangkat ke Madinah dan menyatakan keislaman mereka di hadapan Rasulullah SAW
yang baru kembali dari perang Tabuk.
Sebuah pengorbanan yang indah buahnya. Urwah telah menyerupai jejak nabi Isa bin
Maryam, secara fisik maupun akhlak. Secara fisik, Nabi SAW sendiri mengisahkan
pengalamannya pada malam mi'raj ke langit,
"Para Nabi telah ditunjukkan kepadaku. Musa adalah seorang lelaki yang kuat seakanakan ia lelaki dari bangsa Syanuah. Aku juga melihat Isa bin Maryam, ternyata orang
yang aku lihat paling serupa dengannya adalah Urwah bin Mas'ud." (HR. Muslim no.
244)
Adapun secara akhlak, Urwah telah memberi keteladanan dengan meninggalkan
kedudukannya demi bergabung dalam kafilah shahabat Nabi. Ia lalu berdakwah,
bersabar dan menanggung segala resiko demi menunjukkan kaumnya ke jalan Islam. Ia
siap menebus keberhasilan dakwahnya dengan segala yang ia miliki, termasuk nyawanya
sendiri. Dalam hal ini, ia juga menyerupai tokoh dalam surat Yasin yang berdakwah
kepada kaumnya sehingga ia dibunuh oleh kaumnya sendiri. Akhlak, perjalanan hidup,
kesudahan, dan balasan yang dipetik Urwah serupa dengan tokoh dalam surat Yasin
tersebut. Layaklah apabila di alam kubur, Urwah mengulang-ulang ucapan tokoh dalam
surat Yasin,
. .