Anda di halaman 1dari 42

1

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK

BLOK GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

SEMESTER IV

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2015
2

KETERAMPILAN KLINIK
TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS & PENGENALAN
ALAT BEDAH MINOR

PENDAHULUAN

Secara harfiah istilah asepsis berarti suatu keadaan bebas hama sedangkan antisepsis
adalah tindakan untuk membebashamakan suatu bahan, alat ataupun ruangan untuk mencegah
sepsis. Tindakan asepsis dan antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya penularan kuman penyakit (mikroorganisma patogen) di antara penderita,
tenaga medis dan lingkungan sekitar. Kuman penyakit yang berasal dari lingkungan rumah sakit,
melalui berbagai cara seperti : suntikan/ pemasangan infus, pemasangan kateter urine, luka operasi
dan lain-lain dapat menginfeksi penderita sehingga menimbulkan sepsis yang sering berakibat
fatal (infeksi nosokomial). Infeksi nosokomial lebih sulit diatasi karena kuman penyebabnya telah
resisten terhadap berbagai macam sediaan antibiotika.

Melakukan tindakan asepsis dan antisepsis adalah merupakan keterampilan dasar yang
harus dikuasai oleh setiap tenaga medis karena tindakan ini tidak hanya dapat mencegah penularan
penyakit dari pasien ke tenaga medis namun juga sebaliknya. Keterampilan dasar ini berupa :
pencucian tangan rutin (routine hand washing) dan pemakaian sarung tangan steril secara terbuka
(open donning). Pencucian tangan untuk mencegah penularan kuman pertama kali dikemukakan
oleh Ignaz Philipp Semmelweis, obstetrikus dari Vienna pada tahun 1861 berdasarkan
pengamatannya pada ibu-ibu melahirkan yang sering mengalami sepsis puerperalis. Pada tahun
1885 William S. Halsted dari Amerika Serikat memperkenalkan pemakaian sarung tangan steril
untuk mengurangi kemungkinan kontak kuman patogen dengan luka operasi.

Khusus dalam pembedahan, penerapan teknik asepsis dan antisepsis ditujukan pada 3
komponen yaitu : (1) Ruang bedah / Kamar operasi, (2) Tenaga medis yang melaksanakan
pembedahan dan (3) Penderita sendiri. Komponen ruang bedah meliputi ruang tempat
pembedahan dilaksanakan beserta seluruh alat-alat bedah (instrumen) yang dipakai dalam
pembedahan. Terhadap ruangan dilakukan pembersihan secara periodik misalnya mengepel lantai
dengan desinfektan setiap kali selesai operasi dan menyinarinya dengan sinar ultraviolet jika
ruangan tidak digunakan. Sedangkan terhadap alat-alat bedah dan berbagai macam linen penutup
(drape) serta jas / jubah operasi dilakukan sterilisasi dengan pemanasan.

Tenaga medis yang melaksanakan pembedahan harus : (1) Mengganti pakaian luarnya
dengan pakaian kamar bedah, (2) Memakai topi, masker dan alas kaki, (3) Melakukan pencucian
tangan khusus (special hand washing), (4) Memakai jas / jubah operasi yang steril dan (5)
Memakai sarung tangan steril secara tertutup. Kepada penderita yang akan dioperasi dilakukan
desinfeksi lapangan operasi serta menutup seluruh permukaan tubuh dengan linen penutup steril
kecuali lapangan operasi.

Ada ribuan jenis dan ragam alat-alat bedah yang diciptakan manusia sampai saat ini
menurut kebutuhannya. Dengan kemajuan teknologi telah diciptakan alat-alat bedah khusus untuk
berbagai jenis operasi sejalan dengan berkembangnya cabang-cabang keahlian di bidang bedah.
Namun demikian fungsi-fungsi mendasar dari seluruh alat-alat tersebut adalah mencakup :
menyayat, memotong, memegang (menjepit dan menahan), menarik, menjahit, mengikat dan lain-
lain. Minor surgery kit yang merupakan perangkat alat-alat bedah sederhana telah dapat
melaksanakan fungsi-fungsi mendasar tersebut sehingga dapat dipakai untuk melakukan operasi-
operasi kecil.
3

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan tindakan asepsis dan
antisepsis sederhana serta mengenal alat bedah minor.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Melakukan teknik cuci tangan yang benar.
2. Melakukan pemakaian sarung tangan steril.
3. Mengenal alat-alat bedah minor

RUJUKAN

1. A. Summar Y. WHO Guidelines On Hand Hygiene In Health


Care (Advanced Draft).Geneva : World Health Organization, 2005.
2. Beilman, Greg J. Surgical Infection in Schwartzs Principles
of Surgery. Ed. 9. New York : McGraw Hill Medical, 2010.
3. Nealon, Thomas F Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4.
Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996.

PERALATAN DAN BAHAN


1. Air yang mengalir (wastafel)
4. Sabun (cair, bubuk atau batangan)
5. Kain lap bersih
6. Sarung tangan steril sesuai ukuran (dibawa oleh mahasiswa)
7. Pemotong kuku (nail cutter)
8. Alat-alat bedah minor (minor surgery kit)

TEKNIK PELAKSANAAN

TEKNIK CUCI TANGAN


1. Pendekkan kuku dan lepaskan perhiasan (cincin, gelang serta jam tangan)
2. Basahkan kedua tangan dengan air mengalir.
3. Tuangkan sabun secukupnya pada telapak tangan.
4. Gosokkan secara merata pada kedua telapak tangan.
5. Gosokkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri dan sela jari secara berulang, lalu
lakukan hal yang sama pada punggung tangan kanan.
6. Gosokkan kedua telapak tangan dan sela jari secara berulang.
7. Gosokkan kuku jari 2-5 ke telapak tangan berlawanan berulang-ulang dan sebaliknya.
8. Gosok ibu jari tangan kanan dengan menggenggamnya dengan tangan kiri berulang-ulang dan
sebaliknya.
9. Gosokkan seluruh ujung jari tangan kanan ke telapak tangan kiri berulang-ulang dan hal yang
sama dilakukan untuk ujung jari tangan kiri.
10. Bilas kedua tangan pada air yang mengalir.
11. Keringkan tangan menggunakan kain lap bersih.
12. Matikan kran air dengan tangan dilapisi kain lap.
13. Letakkan kain lap pada tempatnya.
4

TEKNIK PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL


(Open Donning / Sarung tangan terbuka)

1. Buka sampul pembungkus dalam yang steril setelah asisten membuka sampul
pembungkus luar sarung tangan dan paparkan di atas meja serta perhatikan tanda sarung
tangan kanan (R) dan kiri (L).

2. Ambil sarung tangan kanan (R) menggunakan tangan kiri dengan memegangnya
pada pangkal lipatan tanpa membuka lipatannya.
3. Masukkan tangan kanan hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam sarung yang
sesuai (Tangan kiri yang telanjang hanya boleh menyentuh sisi dalam lipatan sarung
tangan !).
5

4. Selipkan ujung jari tangan kanan di antara lipatan sarung tangan kiri lalu masukkan
tangan kiri ke dalam sarung tangan kiri hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam
sarung yang sesuai.

5. Buka lipatan sarung tangan hingga menutupi pergelangan tangan kanan dan kiri
(Pastikan sarung tangan tidak menyentuh lengan atau pergelangan tangan yang
telanjang).
6

PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR

Alat-alat bedah minor terdiri dari :


1. Tangkai dan mata pisau bedah (Scalpel)
Fungsi untuk pisau pembedahan
2. Gunting Bedah (Dissecting Scissor)
Fungsi untuk memotong/diseksi jaringan tubuh yang lunak
3. Gunting Benang (Suture Scissor)
Fungsi untuk memotong benang
4. Gunting Perban (Bandage Scissor)
Fungsi untuk memotong perban
5. Pinset anatomis (Thumb Forcep)
Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan
6. Pinset Jaringan/Chirurgis (Tissue Forceps)
Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan secara lebih kuat.
7. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep)
Fungsi untuk menjepit pembuluh darah kecil
8. Pemegang jarum (Needle Holder)
Fungsi untuk memegang jarum penjahit.
9. Klem Koher (Koher Forcep)
Fungsi untuk menjepit jaringan secara kuat dan permanen.
10. Jarum : Cutting & Round
Fungsi jarum cutting untuk menjahit kulit
Fungsi jarum round untuk menjahit jaringan lunak di bawah kulit.
11. Benang : Silk (Zijde, Sutera) dan Catgut.
Fungsi benang silk (zijde, sutera) untuk menjahit jaringan (umumnya kulit dan tidak diserap
tubuh)
Fungsi benang catgut untuk menjahit jaringan dan dapat diserap tubuh.
12. Linen penutup berlubang (Perforated Surgical Drape)
Fungsi untuk membatasi daerah steril untuk operasi (lapangan operasi).
7

DAFTAR TILIK
TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS & PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR

NILAI
LANGKAH / TUGAS
0 1 2
I. MEMPERSIAPKAN ALAT DAN BAHAN
1. Air yang mengalir (wastafel)
2. Sabun (cair, bubuk atau batangan)
3. Kain lap bersih
4. Pemotong kuku (nail cutter)
5. Sarung tangan steril sesuai ukuran
6. Alat bedah minor
II. TEKNIK PENCUCIAN TANGAN
1. Memendekkan kuku dan membuka perhiasan (cincin, gelang dan
jam tangan)
2. Membasahi kedua tangan dengan air mengalir.
3. Menuangkan sabun secukupnya pada telapak tangan.
4. Menggosok secara merata pada kedua telapak tangan.
5. Menggosok telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri dan
sela jari secara berulang, lalu lakukan hal yang sama pada
punggung tangan kanan.
6. Menggosok kedua telapak tangan dan sela jari secara berulang.
7. Menggosok kuku jari 2-5 ke telapak tangan berlawanan berulang-
ulang dan sebaliknya.
8. Menggosok ibu jari tangan kanan dengan menggenggamnya
dengan tangan kiri berulang-ulang dan sebaliknya.
9. Menggosok seluruh ujung jari tangan kanan ke telapak tangan kiri
berulang-ulang dan hal yang sama dilakukan untuk ujung jari
tangan kiri.
10. Membilas kedua tangan pada air yang mengalir.
11. Mengeringkan tangan menggunakan kain lap bersih.

12. Mematikan kran air dengan tangan dilapisi kain lap.

13. Meletakkan kain lap pada tempatnya.

III. TEKNIK PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL


1. Membuka sampul pembungkus dalam yang steril setelah asisten
membuka sampul pembungkus luar sarung tangan dan
memaparkan di atas meja
2. Mengambil sarung tangan kanan (R) menggunakan tangan kiri
dengan memegangnya pada pangkal lipatan tanpa membuka
lipatannya.
3. Memasukkan tangan kanan hingga seluruh jari tepat masuk ke
dalam sarung yang sesuai
4. Menyelipkan ujung jari tangan kanan di antara lipatan sarung
tangan kiri lalu masukkan tangan kiri ke dalam sarung tangan kiri
hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam sarung yang sesuai.
8

5. Membuka lipatan sarung tangan hingga menutupi pergelangan


tangan kanan dan kiri

IV. PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR


1. Tangkai dan mata pisau bedah (Scalpel)
2. Gunting Bedah (Dissecting Scissor)
3. Gunting Benang (Suture Scissor)
2. Gunting Perban (Bandage Scissor)
3. Pinset anatomis (Thumb Forcep)
4. Pinset Jaringan/Chirurgis (Tissue Forcep)
5. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep)
6. Pemegang jarum (Needle Holder)
7. Klem Koher (Koher Forcep)
8. Jarum : Cutting & round
9. Benang : Silk (Zijde, Sutera) & Catgut.
10. Linen Penutup Berlubang (Perforated Surgical Drape).

KETERAMPILAN KLINIK
PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK
9

PENDAHULUAN
Pada dasarnya penatalaksanaan luka yang dilakukan pada penderita bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi, mempersingkat masa penyembuhan dan meminimalisasi parut yang
akan terjadi. Infeksi dapat dicegah dengan melakukan tindakan pembersihan luka (debridement /
wound toilet) yang sebaiknya dilakukan pada masa golden period, yakni periode waktu sampai 8
jam sejak terjadinya luka. Pada golden period status luka masih berupa luka kontaminasi di mana
mikroorganisma masih berada pada permukaan luka. Sebelum tindakan debridemen dilakukan,
terlebih dahulu diberikan anestetik lokal secara infiltrasi di sekitar luka untuk menghilangkan rasa
sakit. Masa penyembuhan yang lebih singkat serta terjadinya parut yang minim diperoleh dengan
mengupayakan penyembuhan primer (sanatio perprimam intentionem) yang terjadi bila luka
segera diusahakan bertaut dengan bantuan jahitan. Di samping penyembuhan primer dikenal pula
penyembuhan sekunder (sanatio persecundam intentionem) di mana luka akan menyembuh secara
alami dengan pembentukan jaringan granulasi tanpa pertolongan dari luar. Tentu saja cara
penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan akan meninggalkan parut yang besar
dan kasar.

Luka robek (lacerated wound) adalah luka yang disebabkan oleh benturan permukaan
tubuh dengan benda keras dan tumpul yang mempunyai kecepatan atau sebaliknya. Semakin
tinggi kecepatan semakin parah luka yang terjadi. Umumnya pinggir luka tidak beraturan / tidak
rata atau compang-camping dan mungkin dijumpai jaringan nekrotik. Luka robek yang bersih atau
masih berada dalam masa golden period dapat ditutup langsung dengan mempertautkan kedua
pinggirnya melalui penjahitan setelah lebih dahulu dilakukan debridemen.

Anestesik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja mencegah pembentukan dan konduksi
impuls saraf di membran sel dengan menekan permeabilitas membran terhadap ion Na +. Teknik
pemberian anestesik lokal dapat berupa (1) Anestesia Permukaan : untuk menghilangkan nyeri
di selaput lendir, faring dan esofagus dalam bentuk spray, (2) Anestesia Infiltrasi : untuk
penjahitan luka, operasi kecil dan lain-lain diberikan melalui suntikan subkutan atau lebih dalam
dan (3) Anestesia Regional : untuk daerah-daerah tertentu yang dilayani oleh saraf perasa
bersangkutan yang diberikan melalui suntikan di dekat saraf misalnya : blokade paravertebral,
epidural, spinal dan kaudal.

Sediaan anestesik lokal umumnya merupakan derivat dari (1) Ester : prokain (Novokain),
tetrakain (Pantokain) dan (2) Amida : lidokain (Lokain), bupivakain (Markain), mepikain dan
lain-lain. Belakangan ini derivat ester sudah tidak dipakai lagi karena sering mengakibatkan reaksi
alergi dan efek toksis. Untuk memperpanjang masa kerjanya (duration of action) anestesik lokal
sering dicampurkan dengan vasokonstriktor misalnya adrenalin. Di samping itu campuran ini
dapat mengurangi perdarahan semasa operasi. Khusus untuk lidokain, adrenalin dicampur dengan
perbandingan 1 : 100.000. Anestesik lokal yang bercampur adrenalin ini tidak boleh dipakai untuk
anestesia di daerah jari-jari, telinga dan penis oleh karena dapat menimbulkan nekrosis. Dosis
maksimal lidokain tanpa adrenalin adalah 200 mg sedangkan bila dicampur adrenalin adalah 500
mg. Di pasaran lidokain diperoleh dalam sediaan 0,5%, 1% dan 3% sehingga dosis maksimalnya
adalah masing-masing 40 ml, 20 ml dan 10 ml.

Debridemen merupakan tahapan penting dalam penatalaksanaan luka dengan nilai yang
lebih tinggi dari pemberian antibiotika. Dengan pembilasan, benda-benda asing (foreign bodies)
bersama mikroorganisma dikeluarkan dari permukaan luka. Pembilasan dilakukan dengan larutan
10

NaCl 0,9% atau air yang telah dimasak. Larutan H2O2 3% bekerja sebagai antiseptik ringan (mild
antiseptic) dan bersama buih-buih yang terbentuk akan mengangkat mikroorganisma ke luar luka.

TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami penatalaksanaan awal
luka robek secara baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan :
1. Pemberian anestesi lokal secara infiltrasi.
2. Tindakan pembersihan luka (debridement / wound toilet) secara mandiri.

RUJUKAN
1. Franz, M. G. Wound Healing In Doherty, G. M. Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed.
13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.
2. Ganiswara, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed.4. Jakarta : Bagian Farmakologi FK-UI, 1995.
3. Katzung, B. G. Basic and Clinical Pharmacology, Ed. 6. Connecticut : Appleton & Lange,
1994.
4. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders
Company, 1996.
5. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Rev. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1997.

PERALATAN DAN BAHAN


1. Meja 1 buah + alat tulis
2. Tempat tidur pasien 1 buah
3. Minor Surgery Kit 1 set
4. Kain kasa Steril 1 bungkus
5. Plester Perekat 1 inchi 1 rol
6. Syringe 3 ml 2 buah
7. Larutan NaCl 0.9% 3 fls
8. Larutan H2O2 3% 100 200 ml
9. Larutan Antiseptik (pov. iodine) 50 ml
10. Alkohol 70% 100 ml
11. Lidokain 0,5% atau 1% 5 ampul
12. Manekin
13. Perforated surgical drape 1 helai

TEKNIK PELAKSANAAN

TEKNIK PEMBERIAN ANESTETIK LOKAL SECARA INFILTRASI


11

1. Baringkan penderita di atas tempat tidur.


2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan.
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril.
4. Oles daerah sekitar luka dengan larutan alkohol 70% / povidon iodine
5. Isikan sediaan anestetik lokal seperlunya ke dalam syringe.
6. Tentukan tempat penyuntikan 5-6 mm di kedua daerah pinggir luka, tepatnya kira-kira
dipertengahan panjang luka
7. Buat suntikan intrakutan tegak lurus sampai terbentuk indurasi, lalu dorong jarum
tegak lurus sampai sedalam dasar luka.
8. Tarik piston syringe sambil menahan silindernya untuk memastikan tidak ada darah
tersedot.
9. Tarik syringe secara perlahan ke posisi awal sambil menekan piston untuk
menginfiltrasi jaringan yang dilalui jarum.
10. Arahkan kembali jarum ke proksimal/atas dengan cara yang sama, lalu ke distal/bawah
sampai seluruh jaringan yang dikehendaki terinfiltrasi.
11. Hal yang sama dilakukan pada daerah pinggir luka sisi kontra lateral.

TINDAKAN PEMBERSIHAN LUKA ( DEBRIDEMENT/WOUND TOILET )


1. Cuci luka dengan larutan NaCl 0.9% secukupnya.
2. Hentikan perdarahan bila ada dengan klem hemostat dan ligasi dengan benang absorbable.
3. Semprotkan larutan H2O2 3% ke permukaan luka sampai tampak buih dan permukaan
berwarna putih.
4. Cuci luka kembali dengan larutan NaCl 0.9% sampai bersih dari buih.
5. Ratakan pinggir luka dengan memakai gunting insisi (eksisi Friedrich).
6. Keluarkan benda-benda asing/kotoran yang tampak dari permukaan luka dengan memakai
pinset anatomis.
7. Luka dibilas dengan larutan antiseptik (povidone iodine).

DAFTAR TILIK
PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK
12

LANGKAH / TUGAS NILAI


I. PERSIAPAN PASIEN DAN BAHAN 0 1 2
1. Memperkenalkan diri
2. Mempersiapkan alat dan bahan
3. Menginformasikan tindakan dan meminta persetujuan
II.TEKNIK PEMBERIAN ANESTETIK LOKAL SECARA INFILTRASI
1. Membaringkan penderita di atas tempat tidur.
2. Mencuci tangan dan pakai sarung tangan steril
1. Mengoles daerah sekitar luka dengan alkohol 70% / povidon
iodine
4. Mengisi sediaan anestetik lokal ke dalam syringe
5. Menentukan tempat penyuntikan
6. Melakukan penyuntikan intrakutan tegak lurus di pinggir luka
sampai terbentuk indurasi dan mendorong jarum tegak lurus
sampai sedalam dasar luka
7. Menarik piston untuk memastikan tidak ada darah tersedot.
8. Menarik syringe secara perlahan ke posisi awal sambil menekan
piston untuk menginfiltrasi jaringan.
9. Mengarahkan kembali jarum ke proksimal/atas dengan cara yang
sama, lalu ke distal/bawah sampai seluruh jaringan yang
dikehendaki terinfiltrasi.
10. Melakukan hal yang sama pada sisi kontra lateral.
III. TINDAKAN PEMBERSIHAN LUKA ( DEBRIDEMENT/WOUND TOILET )
1. Mencuci luka dengan larutan NaCl 0.9% steril
2. Menghentikan perdarahan bila ada.
3. Menyemprotkan larutan H2O2 3%
2. Mencuci luka kembali dengan larutan NaCl 0.9% sampai bersih
dari buih.
5. Meratakan pinggir luka.

6. Mengeluarkan benda-benda asing.


7. Membilas dengan larutan antiseptic (povidone iodine).

KETERAMPILAN KLINIK
TEKNIK PENJAHITAN LUKA

PENDAHULUAN
Penjahitan luka (wound suture) merupakan salah satu tahapan dalam penatalaksanaan luka
yang dilakukan setelah pemberian anestetik lokal secara infiltrasi dan pembersihan luka (wound
toilet/debridement). Luka yang bersih atau masih dalam golden period dapat ditutup langsung
dengan penjahitan setelah lebih dahulu dilakukan debridemen. Akan tetapi, penjahitan luka tidak
dapat langsung dilakukan pada luka kotor yang terkontaminasi berat. Luka demikian
didebridemen dahulu lalu dibiarkan selama 4-7 hari untuk kemudian dijahit secara primer. Cara
seperti ini disebut penyembuhan primer tertunda (delayed primary closure) yang
mengkombinasikan penyembuhan primer dan sekunder. Hal-hal yang penting diketahui dalam
13

penjahitan luka antara lain menyangkut (1) benang jahit bedah (suture material), (2) jarum
(needle), (3) jenis jahitan (types of suture) dan (4) pengikatan simpul (tying knot).

Benang jahit bedah terbuat dari berbagai macam bahan yang berbeda dan dapat dibagi
atas : (1) Dapat Diserap (absorbable) seperti (a) Plain catgut : derifat kolagen dari usus domba /
sapi, (b) Chromic catgut : plain catgut yang dibalut dengan garam kromium agar lebih lama
diserap, (c) Polyglactin : kopolimer dari asam glikolat dan laktat misalnya VICRYL dan (d)
Poliglycolic acid : polimer dari asam poliglikolat misalnya : DEXON dan (2) Tak Dapat
Diserap (non absorbable) seperti (a) Silk : disebut juga sebagai sutera / zijde yang lazim dipakai
untuk kulit, (b) Polyester : untuk pembedahan jantung dan vaskuler seperti MERSILENE dan
DACRON, (c) Polyamide : untuk pembedahan mikro dan plastik misalnya NYLON dan (d)
Stainless Steel : merupakan kawat metal yang tidak dapat berkarat lazimnya untuk bedah
orthopaedi dan sternum. Benang-benang ini tersedia dalam berbagai macam ukuran panjang dan
diameternya.

Pada umumnya bentuk jarum bedah adalah melengkung dengan diameter kelengkungan
dan ketebalan yang berbeda-beda. Ujung jarum harus runcing dengan tepi yang tajam (cutting)
diberi lambang segitiga pada kemasannya atau tumpul (round) diberi lambang lingkaran. Jarum
bertepi tajam dipakai untuk menjahit kulit, periosteum dan perikondrium sedang yang bertepi
tumpul untuk menjahit organ-organ tubuh dan jaringan lunak.
Belakangan ini diproduksi jarum yang memberi trauma sekecil mungkin di mana benang
dihubungkan langsung (bersambungan) dengan jarumnya. Jarum seperti ini disebut atraumatic
needle yang dapat berupa cutting atau round.

Jenis jahitan bedah dikelompokkan secara umum berupa : (1) jahitan terputus (interrupted)
dan (2) jahitan kontinu (continuous) dengan berbagai variasi dan tempat pemakaiannya. Untuk
penjahitan kulit umumnya dipilih jahitan terputus berupa jahitan berulang (over and over) dan
jahitan matras vertikal (Donati).

Pengikatan simpul dapat dilakukan dengan memakai tangan (hand knot) atau memakai
instrumen (instrument tie). Dokter bedah menguasai kedua cara pengikatan ini dengan mudah,
cepat dan baik. Pada skills lab ini dipilih pengikatan simpul dengan cara memakai instrumen
(instrument tie).

TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai aspek penjahitan luka
serta dapat melakukannya dengan baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan :
1. Teknik penjahitan terputus berulang (simple interrupted)
2. Teknik penjahitan terputus matras vertikal (Donati)

RUJUKAN
14

1. Franz, M.G. Wound Healing In Doherty, G. M. Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed.
13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.
2. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pribadi,
1985
3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders
Company, 1996.
4. Russel, R.G.C., Williams, N.S. Bailey & Loves Short Practice of Surgery, Ed. 24. London :
Hodder Arnold, 2004.
5. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Rev. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1997.

PERALATAN DAN BAHAN


1. Meja 1 buah + alat tulis
2. Tempat tidur pasien 1 buah
3. Minor Surgery Kit 1 set
4. Kain kasa steril 1 bungkus
5. Plester perekat 1 inchi 1 rol
6. Syringe 3 ml 2 buah
7. Larutan NaCl 0.9% 3 fls
8. Larutan H2O2 3% 100 200 ml
9. Larutan antiseptik (pov. iodine) 50 ml
10. Alkohol 70% 100 ml
11. Lidokain 0,5% atau 1% 5 ampul
12. Manekin
13. Perforated surgical drape 1 helai

TEKNIK PELAKSANAAN
PENJAHITAN TERPUTUS BERULANG (SIMPLE INTERRUPTED)

1. Pasangkan perforated surgical drape steril dengan menempatkan lubang pada sekitar luka.
2. Pasangkan benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah diposisikan pada
pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira
sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari
telunjuk.
3. Tembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka yang akan
dijahit sambil menahannya dengan pinset jaringan.
4. Tembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka sambil
menahannya dengan pinset jaringan.
15

5. Tarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm pada sisi
yang pertama.
6. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit ujung
sisa benang lalu tarik benang ke arah kiri sehingga terbentuk simpul pertama.
7. Ulangi poin (6) untuk membentuk simpul kedua dengan menarik benang ke arah kanan
hingga terbentuk simpul yang kuat.
Gunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul.
Lakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup.
10. Pantau aproksimasi kulit dan hindari tension (ditandai dengan warna kulit sama dengan
sekitarnya).

1 2 3
16

4 5 6

TEKNIK PENJAHITAN TERPUTUS MATRAS VERTIKAL (DONATI)


17

1. Pasangkan benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah diposisikan
pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-
kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari
telunjuk.
2. Tembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka (sisi-I)
yang akan dijahit sambil menahannya dengan pinset jaringan.
3. Tembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral (sisi-II) kira-kira 5-6 mm dari
pinggir luka sambil menahannya dengan pinset jaringan
4. Tarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm
pada sisi yang pertama selanjutnya arah mata jarum diputar 180 derajat dengan memakai
pinset anatomis.
5. Tembuskan jarum pada sisi yang sama (sisi-II) kira-kira 1-2 mm dari pinggir luka.
6. Tembuskan jarum menuju kulit pada sisi kontralateral (sisi-I) kira-kira 1-2 mm
dari pinggir luka.
7. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit
ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah kiri sehingga terbentuk simpul pertama.
8. Ulangi poin (7) untuk membentuk simpul kedua dengan menarik benang ke arah
kanan hingga terbentuk simpul yang kuat.
9. Gunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul.
10. Lakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup.
11. Pantau aproksimasi kulit dan hindari tension (ditandai dengan warna kulit sama
dengan sekitarnya).
18

DAFTAR TILIK
TEKNIK PENJAHITAN LUKA

LANGKAH / TUGAS NILAI


0 1 2
TEKNIK PENJAHITAN SIMPLE INTERRUPTED
1. Memasang perforated surgical drape steril dengan menempatkan
lubang pada sekitar luka
2. Memasang benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang
telah diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan
menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5
kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan
jari telunjuk.
3. Menembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari
pinggir luka yang akan dijahit sambil menahannya dengan pinset
jaringan.
4. Menembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral kira-kira 5-6
mm dari pinggir luka sambil menahannya dengan pinset jaringan.
5. Menarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga
menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama.
6. Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah
dalam kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah
kiri sehingga terbentuk simpul pertama.
7. Mengulangi poin (6) untuk membentuk simpul kedua dengan
menarik benang ke arah kanan hingga terbentuk simpul yang kuat.

8. Menggunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari


simpul.
9. Melakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka
tertutup
II. TEKNIK PENJAHITAN MATRAS VERTIKAL (DONATI)
1. Memasang benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang
telah diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan
menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5
kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan
jari telunjuk.
2. Menembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari
pinggir luka (sisi-I) yang akan dijahit sambil menahannya dengan
pinset jaringan.
3. Menembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral (sisi-II) kira-
kira 5-6 mm dari pinggir luka sambil menahannya dengan pinset
jaringan
4. Menarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga
menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama selanjutnya arah mata
jarum diputar 180 derajat dengan memakai pinset anatomis.

5. Menembuskan jarum pada sisi yang sama (sisi-II) kira-kira 1-2


mm dari pinggir luka.
19

6. Menembuskan jarum menuju kulit pada sisi kontralateral (sisi-I)


kira-kira 1-2 mm dari pinggir luka.
7. Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah
dalam kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah
kiri sehingga terbentuk simpul pertama.
8. Mengulangi poin (7) untuk membentuk simpul kedua dengan
menarik benang ke arah kanan hingga terbentuk simpul yang kuat.

9. Menggunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari


simpul.
10. Melakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka
tertutup.

PEMANTAUAN
1. Aproksimasi pinggir luka
2. Tension (warna kulit sama dengan sekitar)

IV. DOKUMENTASI
1. Tanggal / jam pelaksanaan
2. Jenis jahitan dan benang yang digunakan
3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.

KETERAMPILAN KLINIK
PROSEDUR PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR (IM)
20

PENDAHULUAN
Dalam menjalankan praktek kedokteran kita akan selalu berhubungan dengan pekerjaan
suntik menyuntik oleh karena penyuntikan (injeksi) merupakan salah satu cara pemberian obat-
obatan ke dalam tubuh penderita yang membutuhkan obat-obatan tertentu sesuai indikasinya.
Pemberian obat melalui suntikan disebut pemberian parenteral, khusus bagi sediaan berbentuk
cair. Di samping itu obat-obatan dapat pula diberi dengan cara menelan melalui mulut (peroral)
bagi sediaan berbentuk padat dan cair, menghirup melalui pernafasan (inhalasi) bagi sediaan
berbentuk gas dan mengoles pada permukaan tubuh (topikal) bagi sediaan berbentuk pasta / salep
atau cair.

Pemberian obat secara suntikan dapat dilakukan melalui vena (Intravena/IV), ke dalam otot
(Intramuskular/IM), ke bawah kulit (Subkutan/SK), ke dalam kulit (Intrakutan/IK) dan ke dalam
ruang subaraknoid spinal (Intratekal). Keuntungan pemberian obat secara suntikan ini antara lain
adalah : efeknya timbul lebih cepat, dapat diberikan pada penderita tidak sadar atau muntah-
muntah dan sangat berguna dalam keadaan darurat. Suntikan IV dilakukan bila diperlukan efek
(onset of action) yang cepat seperti pada keadaan life-threatening yang mengancam nyawa. Obat-
obatan yang sangat mengiritasi jaringan sebaiknya diberikan melalui IV. Obat-obatan yang
diberikan lewat suntikan IM mempunyai onset of action lebih lama dibanding IV dan lebih cepat
dibanding SK. Suntikan IM dapat menampung sampai 3 ml cairan obat pada orang dewasa dan
menjadi cara pilihan untuk obat-obatan yang mengiritasi jaringan subkutis. Onset of action obat-
obatan lewat suntikan SK kurang lebih 30 menit dan hampir seluruhnya diserap dari jaringan.
Suntikan IK hanya untuk pemberian obat-obatan dalam volume kecil misalnya 0,1 ml lazimnya
untuk tes alergi, tuberkulin dan vaksinasi.

Suntikan intramuskular dapat dilakukan di beberapa tempat pada tubuh seperti muskulus
deltoideus di daerah lateral atas lengan atas, muskulus rektus femoris / muskulus vastus lateralis di
daerah depan / lateral paha dan muskulus gluteus di daerah bokong. Khusus di daerah bokong,
suntikan intramuskular dapat diberikan dorsogluteal dan ventrogluteal. Tempat penyuntikan
dorsogluteal ditentukan dengan cara menarik garis maya dari trokanter mayor os femur di lateral
bawah ke spina iliaka posterior superior (SIPS) di medial atas.

Daerah lateral dan superior garis ini merupakan lokasi penyuntikan (Gambar 1). Tempat
penyuntikan ventrogluteal ditentukan sebagai berikut : Ujung jari telunjuk tangan kiri di taruh di
atas spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan penderita atau sebaliknya memakai tangan kanan
ke SIAS kiri penderita. Lalu jari tengah di gerakkan secara maksimal ke dorsal sampai teraba
krista iliaka. Daerah segitiga yang dibentuk oleh jari telunjuk, jari tengah dan krista iliaka
merupakan lokasi penyuntikan (Gambar 2). Pada skills lab ini dipilih penyuntikan intramuskular
dorsogluteal.
21

Gambar 1. Lokasi penyuntikan IM Gambar 2. Lokasi penyuntikan IM


dorsogluteal ventrogluteal

Sebenarnya alat suntik terdiri dari 2 bagian yaitu (1) Syringe (Semprit, Spuit) yang berfungsi
sebagai penampung obat cairan sebelum disuntikkan ke dalam tubuh dan (2) Needle (Jarum
suntik) yakni bagian yang akan dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Akan tetapi dalam
pengertian sehari-hari bila disebut syringe sudah termasuk dengan jarumnya. Dikenal 3 jenis
syringe yaitu (1) Standard Hypodermic Syringe (Semprit biasa) : paling banyak digunakan,
volume 2-3 ml dengan ukuran skala sampai 0,1 ml, (2) Insulin Syringe (Semprit insulin) : untuk
pemberian insulin dan mempunyai 100 skala kalibrasi untuk 100 Unit insulin dan (3) Tuberkulin
Syringe (Semprit tuberkulin) : untuk pemberian tuberkulin dan mempunyai volume 1 ml dengan
skala 0,01 sampai 0,1 ml. Jenis syringe ini dapat juga dipakai untuk pemberian obat-obatan selain
tuberkulin.

Syringe (semprit) masih terdiri dari beberapa bagian yaitu (a) Tip : untuk tempat
menyambungkan jarum, (b) Silinder (Barrel) : bagian untuk tempat menampung obat-obatan cair
serta mempunyai skala dan (c) Piston (Plunger) : merupakan bagian yang dapat digerakkan maju
mundur (Gambar 3). Needle (jarum suntik) terdiri dari (a) Hub : bagian pangkal yang akan
disambungkan dengan tip dari syringe, (b) Shaft : badan jarum berbentuk lurus terbuat dari metal
dan (c) Bevel : bagian runcing yang merupakan ujung jarum (Gambar 4). Shaft bervariasi dalam
panjang dan diameter di mana panjang diukur dalam satuan inch (0,25-5 inch) sedangkan diameter
dalam satuan Gauge (14-27 G).

Gambar 3. Bagian-bagian Syringe Gambar 4. Bagian-bagian Needle

TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
22

Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai aspek tentang
penyuntikan dan melakukan penyuntikan intramuskular.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan penyuntikan intramuskular pada penderita secara baik dan benar.

RUJUKAN
1. Ganiswara, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed.4. Jakarta : Bagian
Farmakologi FK-UI, 1995.
2. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta :
Penerbit Pribadi, 1985.
3. Kozier, B., Erb, G. Fundamental of Nursing. Ed.2. Massachusetts : Addison-Wesley Publishing
Company, 1983.
4. Smith, S., Duell, D. Clinical Nursing Skills. Ed.1. Los Altos : National
Nursing Review Inc., 1985.

PERALATAN DAN BAHAN


1. Tempat tidur pasien 1 Buah
2. Obat yang akan disuntikkan 1 Vial
3. Syringe 3ml/5ml 1 buah
4. Kapas alkohol 70 % Secukupnya
5. Manikin 1 Buah

TEKNIK PELAKSANAAN
PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DI BOKONG
1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan penyuntikan.
2. Perkenalkan diri dan jelaskan tindakan yang akan dilakukan serta meminta persetujuan kepada
pasien (informed consent).
3. Posisikan penderita dalam keadaan telungkup.
4. Isikan obat yang akan disuntikkan ke dalam syringe.
5. Tentukan lokasi penyuntikan di daerah bokong dengan cara menarik garis maya dari trokanter
mayor (lateral bawah) ke spina iliaka posterior superior (medial atas). Daerah lateral dan
superior garis maya merupakan lokasi penyuntikan.
6. Bersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol 70% dengan cara menggerakkannya
secara sirkuler dari dalam ke luar.
7. Tusukkan jarum syringe dengan sudut 90 sampai ke dalam otot (setelah melalui fasia) lalu
tarik piston untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap.
8. Tekan piston secara perlahan sampai silinder kosong.
9. Tarik jarum dengan cepat lalu usap lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol 70%.
10. Lakukan pencatatan meliputi : tanggal/jam pemberian, nama dan dosis obat, nama
dokter/paraf.

DAFTAR TILIK TEKNIK PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR


23

LANGKAH / TUGAS
0 1 2
24

TEKNIK PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR


1. Mencuci tangan sebelum melakukan penyuntikan.
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tindakan serta
meminta persetujuan dari pasien.
3. Memosisikan penderita dalam keadaan telungkup.
4. Mengisi obat ke dalam syringe.
5. Menentukan lokasi penyuntikan di daerah bokong.
6. Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas
alkohol
7. Menusukkan jarum pada lokasi penyuntikan dengan
sudut 90dan melakukan aspirasi dengan menarik
piston.
8. Menekan piston sampai silinder kosong.
9. Menarik jarum dengan cepat dan mengusap bekas
suntikan dengan kapas alkohol.
10. Melakukan pencatatan meliputi : tanggal/jam
pemberian, nama dan dosis obat, nama dokter/paraf.

TEKNIK PEMERIKSAAN SISTEM GALS


(GAIT,ARM,LEG,SPINE)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


25

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan penyakit sistem muskuloskeletal pada GALS


dengan benar

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat menentukan cara/ gaya berjalan penderita dengan benar
2. Dapat mengenal adanya tanda-tanda peradangan pada sendi-sendi extremitas
superior dengan benar
3. Dapat melakukan penekanan pada sendi-sendi extremitas superior dengan benar
4. Dapat mengenal adanya tanda-tanda peradangan pada sendi-sendi extremitas
superior dengan benar
5. Dapat melakukan pemeriksaan efusi pada articulatio genu dengan benar
6. Dapat mengenal adanya tanda-tanda ruptur pada tendo achilles dengan benar
7. Dapat memberikan perhatian khusus pada articulatio Metatarsophalangeal (MTP)
I penderita gout
8. Dapat mengenal adanya kelainan bentuk pada columna vertebralis

PENUNTUN PEMBELAJARAN
TEKNIK PEMERIKSAAN SISTEM GALS
26

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0 = langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak
sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
1 = Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya,
tetapi tidak efisien
2 = Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan dan efisien.

PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM GALS
NO LANGKAH / KEGIATAN NILAI
. 0 1 2
1. Memperhatikan dan menentukan cara atau gaya
berjalan pasien : trendelenberg gait, spastic gait,
antalgic gait dll.
Menilai lengan pasien (ARM)
2. Memperhatikan adanya tanda-tanda peradangan
pada articulatio extremitas inferior (art. humeri,
cubiti, radiocarplia & sendi jari-jari tangan ) yaitu
pembengkakan, kelainan bentuk (deformitas) dan
kemerahan
3. Setelah itu lakukan penekanan pada masing-masing
sendi dengan jari-jari tangan, Besar tekanan 4-5 kg.
Pada orang normal tidak merasakan nyeri. Jika
terjadi peradangan maka pasien akan merasa nyeri.
4 Perintahkan kepada pasien untuk mengepalkan
tangannya lalu menilai kekuatan menggengamnya
5 Perintahkan kepada pasien untuk menyentuh ujung
jari-jarinya dengan ujung ibu jari, lalu nilailah
tingkat ketepatan dan cubitan normal
Menilai Tungkai Pasien (LEG)
6. Memperhatikan adanya tandatanda peradangan
pada articulatio extremitas inferior (art.coxae,
genu,talocruralis dan sendi jari - jari kaki)
7. Khusus articulatio genu, perhatikan ada tidaknya efusi
yaitu dengan cara melakukan penekanan pada sisi
lateral articulatio Genu dan pada sisi yang lain
dilakukan palpasi. Jika terasa adanya balloon sign
maka tanda terdapatnya efusi. Perhatikan pula adanya
pembengkakan atau deformitas lutut.
8. Memperhatikan tonjolan otot quadriseps normal atau
tidak
9. Memperhatikan ada atau tidaknya kalus abnormal
10. Jika terdapat ruptur pada tendo achilles maka terlihat
adanya pengumpulan otot pada betis
11. Pada Metatarsophalangeal I (MTP-1) pada penderita
artritis gout, biasanya terdapat tanda-tanda peradangan
yang hebat seprti kemerahan, bengkak dan nyeri yang
hebat
Menilai columna vertebralis (SPINE)
12 Memperhatikan bentuk columna vertebralis seperti
ada tidaknya scoliosis, hyperlordosis dll.

DAFTAR TILIK
TEKNIK PEMERIKSAAN DENGAN SISTEM GALS

Petunjuk : Berilah tanda () pada kotak yang sesuai. Nilai 0 bila tidak
27

dilakukan, 1 bila
dilakukan tapi belum memuaskan dan 2 bila memuaskan

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1 1 Menentukan gaya/ cara berjalan penderita
2 Memperhatikan adanya tanda-tanda peradangan
(pembengkakan, deformitas, kemerahan) pada
articulatio extremitas superior
3 Melakukan penekanan pada articulatio
extremitas superior
4 Menilai kekuatan menggenggam pasien
5 Menilai tingkat ketepatan dan cubitan pasien
6 Memperhatikan adanya tanda-tanda peradangan
pada articulatio extremitas inferior.
7 Melakukan pemeriksaan efusi pada articulatio
genu (jika terdapat pembengkakan pada
art.genu)
8 Memperhatikan adanya tanda-tanda ruptur
tendo achilles
9 Memberikan perhatian khusus articulatio MTP-
I pada penderita artritis gout
10 Memperhatikan/ menilai bentuk tulang
belakang

KETERAMPILAN KLINIK
BANDAGING
28

PENDAHULUAN
Bandaging atau balut-membalut merupakan salah satu tindakan dalam perawatan luka
pada permukaan tubuh dengan menerapkan berbagai macam teknik pembalutan dan memakai
berbagai jenis pembalut (bandage). Untuk ini lebih dahulu harus diketahui guna pembalut, macam
pembalut dan bentuk bagian tubuh yang akan dibalut.

Luka yang terjadi pada permukaan tubuh harus ditutup dengan kasa steril untuk
melindunginya dari kontaminasi debu, kotoran atau cahaya yang dapat mempengaruhi
penyembuhannya. Kasa penutup luka ini dapat dipertahankan pada tempatnya dengan memakai
plester perekat (adhesive tape), semprotan perekat (collodion) atau dengan membalutnya
(bandaging) dengan pembalut. Di samping untuk melindungi, pembalut dapat pula berperan
sebagai penekan, penarik, penahan atau penunjang serta immobilisasi bagian-bagian tubuh yang
mengalami cedera.

Pada umumnya dikenal 3 macam pembalut yaitu : (1) Pembalut Kain Segitiga (Mitella),
(2) Plester (Tape) dan (3) Pembalut Pita Biasa (Zwachtel / Verband). Pembalut Kain Segitiga
(Mitella) berbentuk segitiga sama kaki dengan panjang sisi kaki masing-masing 90 cm dan sudut
puncak 900, terbuat dari kain putih yang mudah dilipat-lipat sehingga dapat dipergunakan untuk
membalut seluruh bagian tubuh seperti kepala, anggota gerak, persendian dan payudara. Mitella
dapat dimodifikasi menjadi Plantenga dengan membelah sudut puncaknya hingga setengah
tingginya. Plantenga dipergunakan untuk membalut dan menopang payudara. Pemakaian pembalut
segitiga di klinik belakangan ini tidak lagi populer karena makin banyaknya modifikasi pembalut
pita biasa yang diperkenalkan untuk berbagai kebutuhan.

Plester (Tape) dapat berbentuk strip, rol atau lembar dan terbuat dari berbagai macam
bahan seperti sutera, plastik, ZnO, kertas dan lain-lain. Plester yang dikenakan pada penderita
terbagi atas 3 golongan yaitu (1) Plester Perekat (Adhesive Tape), (2) Plester Obat (Medicinal
Tape) dan (3) Plester Bedah (Surgical Tape). Plester Perekat lazim dipakai untuk menempelkan
kasa penutup luka pada permukaan tubuh. Contohnya adalah Leukoplast, Hypafix, Handyplast dan
lain-lain. Plester Obat adalah plester yang diberi obat-obat topikal misalnya Salonpas, Tokuhon
dan sebagainya.
Plester Bedah adalah plester yang digunakan untuk membalut luka bedah. Plester ini tidak
meninggalkan residu bila dilepas, tidak menimbulkan rasa sakit saat dilepas dan tidak
menimbulkan alergi (hipoalergenik). Contohnya adalah Micropore, Durapore, Blenderm dan lain-
lain.

Sekarang ini banyak sekali macam Pembalut Pita Biasa yang terbuat dari berbagai macam
bahan disesuaikan dengan kebutuhannya antara lain adalah :

1. Pembalut Kain Kasa (Bandage Gauze / Kasa Hidrofil) : terbuat dari kain kasa yang tipis dan
jarang berupa gulungan dengan berbagai ukuran diameter. Jenis ini yang sehari-hari dikenal
sebagai perban (verband).
2. Pembalut Cambrics : hampir sama dengan pembalut kain kasa tetapi benangnya lebih kasar
sehingga tampak lebih tebal.
3. Pembalut Elastis (Elastic Bandage) : terbuat dari bahan yang bersifat elastis dengan berbagai
ukuran diameter yaitu 3, 4 dan 6 inchi. Di pasar dikenal dengan nama Tensocrepe, Dynaflex,
dll.
4. Pembalut Gips (Plester of Paris) : terbuat dari pembalut kain kasa atau semacamnya yang
dibubuhi dengan tepung gips lalu digulung dan mempunyai berbagai ukuran diameter (3, 4
dan 6 inchi). Pemakaian pembalut gips terutama untuk immobilisasi patah tulang (fraktur). Di
pasaran dikenal dengan nama Gypsona, Leukodur, dll.

Bentuk bagian tubuh yang akan dibalut dapat dikelompokkan atas : (1) Bentuk bundar
misalnya kepala, (2) Bentuk bulat panjang misalnya lengan dan (3) Bentuk persendian.
29

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami perihal balut
membalut serta mampu melaksanakan berbagai jenis pembalutan yang lazim dilakukan pada
bagian tubuh.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan :
1. Teknik pembalutan luka di kepala.
2. Teknik pembalutan luka di sendi.
3. Teknik pembalutan luka di lengan atas.

RUJUKAN
1. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pribadi,
1985.
2. Muchtarudin, St. Ilmu Balut. Jakarta : Balai Pustaka, 1993.
3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders
Company, 1996.

PERALATAN DAN BAHAN


1. Meja 1 buah.
2. Kursi 2 buah.
3. Kain kasa 1 bungkus.
4. Tensocrepe (perban elastis) 3 inchi 3 rol.
5. Tensocrepe (perban elastis) 4 inchi 3 rol.
6. Pembalut kain kasa 3 inchi 3 rol.

TEKNIK PELAKSANAAN

CARA PEMBALUTAN LUKA DI KEPALA (FASCIA CAPITALIS )


1. Penderita duduk di kursi dengan kepala tegak didampingi seorang asisten.
2. Aplikasikan kain kasa penutup luka.
3. Tentukan 2 titik fiksasi yaitu titik di atas hidung (anterior) dan oksiput (posterior).
4. Buat 2 lilitan melingkari kepala setinggi dahi dengan pangkal balutan pada titik di atas
hidung.
5. Lipatkan dan tarik pembalut dari titik di atas hidung (anterior) melalui garis tengah kepala ke
oksiput (posterior).
6. Tahan pembalut di titik fiksasi di oksiput oleh asisten.
7. Lipatkan dan tarik pembalut dari posterior ke anterior dengan jalan agak miring sedikit ke kiri
balutan tengah.
8. Lipatkan dan tarik pembalut dari anterior ke posterior dengan jalan agak miring sedikit ke
kanan balutan tengah.
9. Lakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh kepala tertutup.
10. Lipatkan dan tarik pembalut sebagai pengunci melingkari kepala dan ujungnya dikancingkan.
11. Tanyakan kenyamanan pada penderita setelah pembalutan.
30

CARA PEMBALUTAN LUKA DI SENDI SIKU (8-FIGURE BANDAGE)


1. Posisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Aplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Buat 2 lilitan pada distal sendi siku untuk memfiksasi pangkal pembalut.
4. Tarik pembalut ke proksimal menyilang sendi dan difiksasi dengan satu putaran penuh di atas
sendi siku.
5. Tarik kembali pembalut ke distal menyilang sendi berlawanan arah dengan balutan silang
pertama dan difiksasi dengan satu putaran penuh di bawah sendi siku.
6. Lakukan hal ini berulang-ulang sampai seluruh bagian sendi tertutup dengan baik.
7. Kunci ujung pembalut dengan kancing.
8. Pantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan perubahan warna kulit.

CARA PEMBALUTAN LUKA DI LENGAN ATAS (DOLABRA CURRENS / CIRCULAR


BANDAGE )
1. Posisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Aplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Buat dua lilitan pada distal lengan atas untuk memfiksasi pangkal pembalut.
4. Lilitkan pembalut ke arah atas dengan saling menindih lebih kurang 1 inchi mengelilingi
lengan atas sampai ke pangkalnya.
5. Kunci ujung pembalut dengan kancing.
6. Pantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan perubahan warna
kulit.
31

DOKUMENTASI
1. Catat tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat jenis balutan yang diaplikasikan
3. Catat hasil pemantauan

DAFTAR TILIK BANDAGING


32

NILAI
LANGKAH/TUGAS 0 1 2
I. PERSIAPAN PRA PEMBALUTAN
1. Mempersiapkan peralatan dan bahan.
2. Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien.
3. Menginformasikan tindakan dan meminta persetujuan.

II. LANGKAH-LANGKAH PEMBALUTAN


A. Pembalutan Luka di Kepala ( Fascia Capitalis ) :
1. Memosisikan penderita duduk di kursi dengan kepala tegak
didampingi seorang asisten.
2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Menentukan 2 titik fiksasi yaitu titik di atas hidung (anterior) dan
oksiput (posterior).
4. Membuat 2 lilitan melingkari kepala setinggi dahi dengan
pangkal balutan pada titik di atas hidung.
5. Melipat dan menarik pembalut dari titik di atas hidung (anterior)
melalui garis tengah kepala ke oksiput (posterior).
6. Menahan pembalut di titik fiksasi di oksiput oleh asisten.
7. Melipat dan menarik pembalut dari posterior ke anterior dengan
jalan agak miring sedikit ke kiri balutan tengah.
8. Melipat dan menarik pembalut dari anterior ke posterior dengan
jalan agak miring sedikit ke kanan balutan tengah.
9. Melakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh kepala
tertutup.
10. Melipat dan menarik pembalut sebagai pengunci melingkari
kepala dan ujungnya dikancingkan.
11. Menanyakan kenyamanan pada penderita setelah pembalutan.
B. Pembalutan Luka di Sendi Siku ( 8-Figure Bandage )
1. Memosisikan penderita duduk atau berbaring.

2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka.

3. Membuat 2 lilitan pada distal sendi siku untuk memfiksasi


pangkal pembalut.

4. Menarik pembalut ke proksimal menyilang sendi dan memfiksasi


dengan satu putaran penuh di atas sendi siku.
5. Menarik kembali pembalut ke distal menyilang sendi berlawanan
arah dengan balutan silang pertama dan memfiksasi dengan satu
putaran penuh di bawah sendi siku.

6. Melakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh bagian


sendi tertutup dengan baik.
7. Mengunci ujung pembalut dengan kancing.
8. Memantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan
memerhatikan perubahan warna kulit.
33

C. Pembalutan Luka di Lengan Atas ( Dolabra Currens )


1. Memosisikan penderita duduk atau berbaring.

2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka.

3. Membuat dua lilitan pada distal lengan atas untuk memfiksasi


pangkal pembalut.
4. Melilitkan pembalut ke arah atas dengan saling menindih lebih
kurang 1 inchi mengelilingi lengan atas sampai ke pangkalnya.

5. Mengunci ujung pembalut dengan kancing.


6. Memantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan
memerhatikan perubahan warna kulit.

D. DOKUMENTASI

1. Mencatat tanggal dan jam pelaksanaan


2. Mencatat jenis balutan yang diaplikasikan
3. Mencatat hasil pemantauan

KETERAMPILAN KLINIK
SPLINTING
34

PENDAHULUAN

Splinting (pembidaian / pembelatan) adalah tindakan awal bersifat noninvasif yang dilakukan
pada penderita patah tulang (fraktur) dan cerai sendi (dislokasi) untuk menstabilkan bagian tubuh
yang mengalami cedera, sehingga dapat mencegah terjadinya cedera tambahan pada jaringan
lunak sekitar seperti otot, saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh keping patah ( Do no
further harm ! ). Di samping itu splinting yang dilakukan dengan benar akan membantu
mengontrol perdarahan, mengurangi rasa sakit serta memberi kenyamanan dan keamanan pada
transportasi, baik dari tempat kejadian maupun di lingkungan rumah sakit sendiri. Splinting
bersifat sementara, lazimnya diaplikasikan dalam periode waktu yang singkat (hari-minggu)
sampai tindakan pengobatan definitif dilakukan. Bila tidak dilakukan dengan hati-hati splinting
dapat menambah cedera pada penderita.

Bidai umumnya terbuat dari bahan kayu, logam, plastik, pembalut gips (plaster of Paris),
kartun atau kertas koran yang dilipat. Untuk pembidaian sederhana, bahan-bahan ini dibuat
berbentuk lempengan yang lurus seperti penggaris dengan berbagai ukuran. Bidai dipasang pada
sisi-sisi anggota gerak yang mengalami fraktur atau dislokasi lalu dipertahankan dengan balutan
perban. Untuk mencegah terjadinya destruksi kulit oleh kontak langsung bidai yang dapat
menekan dan menggesek, terlebih dahulu bidai dibungkus dengan kapas perban (soft padding).
Demikian pula dengan bagian-bagian tubuh yang menonjol harus dibalut dengan kapas perban.
Agar diperoleh efek fiksasi yang adekuat hendaknya bidai dipasang melewati dua persendian yaitu
proksimal dan distal lesi.

Pembalut gips merupakan bahan yang paling serbaguna untuk splinting karena dapat
dimodifikasi dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan. Misalnya, long-arm posterior untuk
pembidaian anggota gerak atas dan long-leg posterior untuk anggota gerak bawah. Keuntungan
lainnya adalah kemampuan bahan ini mengikuti lekuk-lekuk permukaan tubuh sehingga memberi
efek fiksasi yang lebih baik. Apabila pembalut gips dipasang dalam bentuk balutan sirkuler
(dolabra currens) disebut sebagai casting yang memberi efek fiksasi yang lebih kokoh dan dapat
dipertahankan dalam periode waktu yang lebih lama (minggu-bulan). Pada pengobatan fraktur
secara konservatif, casting dapat menjadi tindakan pengobatan definitif seperti pemasangan Long
Leg Cast (LLC) pada fraktur tibia dan fibula dengan pembalutan mulai dari pertengahan paha
sampai pangkal jari kaki.

Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan teknologi, bidai sederhana ini mengalami
modifikasi dalam berbagai bentuk yang disesuaikan menurut kebutuhan. Kita mengenal Thomas
Splint, Inflated Splint, Vacum Mattress Splint dan lain-lain. Thomas Splint terbuat dari bahan metal
yang dipakai untuk pembidaian dan traksi (penarikan) anggota gerak bawah yang mengalami
fraktur (lihat gambar 1). Inflated Splint terbuat dari bahan karet berbentuk sarung kaki atau tangan
yang mengembang bila diisi udara lewat pemompaan. Lazimnya dipakai untuk pembidaian
anggota gerak atas atau bawah. Vacum Mattress Splint terbuat dari bahan plastik seperti kain
berbentuk kasur berisi butir-butir kristal khusus yang bila divakumkan dengan pompa pengisap
dapat mengeras seperti batu. Dipakai untuk pembidaian seluruh tubuh dengan cara
membungkuskannya mulai dari kepala hingga kaki sehingga anggota gerak dan tulang belakang
terfiksasi baik.

Pasca pemasangan bidai perlu dilakukan pemantauan bagian distal untuk menilai sirkulasi dan
neurologis yang dapat terganggu akibat penekanan bidai yang berlebihan. Gangguan sirkulasi
ditandai dengan pucat (pale / pallor) pada inspeksi dan penurunan suhu (poikilothermia) serta
35

penurunan pulsasi arteri distal (pulseless) pada palpasi. Gangguan neurologis dapat berupa rasa
sakit (pain) dan kebas (paresthesia).

Pada latihan ini akan dilaksanakan pembidaian pada lengan bawah dalam posisi netral (seperti
bersalaman / semi-pronasio) di mana bidai harus melewati sendi siku (elbow joint) dan sendi
pergelangan tangan (wrist joint) sehingga anggota gerak atas berbentuk garis lurus. Kadang-
kadang cara pembidaian ini dapat dimodifikasi di mana sendi siku dalam posisi 90 0 dengan lengan
bawah disilangkan di depan dada dengan bantuan pembalut segitiga (mitella) yang digantungkan
ke leher (lihat gambar 2).

Gambar 1. Thomas Splint

Gambar 2. Pembidaian lengan bawah dengan pemasangan pembalut segitiga (mitella)

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM
36

Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan tindakan pembidaian yang
benar.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pembidaian lengan bawah.
2. Melakukan pemantauan neurovaskular distal (NVD)

RUJUKAN
1. Hampton, O. P., Fitts, W.T. Fractures and Dislocation : General Considerations, In Rhoads,
J. E., et al. Surgery Principles and Practice, Ed. 4. Philadelphia : J. B. Lippincott Company,
1971.
2. Noble, J., Banks, A. J. Pengobatan Gawat Darurat Fraktur Ekstremitas Tertutup dan
Komplikata dalam Dudley, H. A. F. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Ed. 11.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992.
3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders
Company, 1996.
4. Srinivasan, R. C., Tolhurst, S., Vanderhave, K. L. Orthopedic Surgery In Doherty, G. M.
Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed. 13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.

PERALATAN DAN BAHAN

Kayu penggaris ukuran 100 cm 3 Keping


Soft padding 4 inchi Secukupnya
Perban elastis 4 inchi 3 Rol

TEKNIK PELAKSANAAN PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH


Tindakan pembidaian ini memerlukan bantuan asisten.
1. Ukur panjang kayu penggaris melewati dua sendi sebanyak 3 buah.
2. Balut kayu penggaris dengan soft padding sampai seluruh permukaannya tertutup.
3. Balut daerah tonjolan tulang pada proksimal dan distal lengan bawah (olekranon dan kedua
styloid processes)
4. Aplikasikan kayu penggaris pada lengan bawah dalam posisi netral (seperti bersalaman) di
sisi anterior, posterior dan medial dengan bantuan asisten.
5. Balut kayu penggaris dengan perban elastis mulai dari distal ke proksimal.
6. Pantau suhu kulit dengan meraba (bandingkan dengan yang sehat) dan raba pulsasi arteri
radialis bagian distal.
7. Catat tanggal, jam pemasangan bidai dan NVD.

DAFTAR TILIK PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH


37

NILAI
LANGKAH / TUGAS
0 1 2
38
39

A. MEMPERSIAPKAN PASIEN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri
2. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan
minta persetujuan.
3. Mempersiapkan asisten
B. MEMPERSIAPKAN BAHAN
1. Kayu penggaris
2. Soft padding
3. Perban elastis
C. TEKNIK PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH
1. Mengukur panjang kayu penggaris melewati dua
sendi sebanyak 3 buah.
2. Membalut kayu penggaris dengan soft padding sampai
seluruh permukaannya tertutup
3. Membalut daerah tonjolan tulang pada proksimal dan
distal lengan bawah (olekranon dan kedua styloid
processes)
4. Mengaplikasikan kayu penggaris pada lengan bawah
dalam posisi netral di sisi anterior, posterior dan
medial dengan bantuan asisten.
5. Membalut kayu penggaris dengan perban elastis mulai
dari distal ke proksimal.
D. PEMANTAUAN
1. Meraba suhu kulit
2. Meraba pulsasi arteri radialis distal
E. DOKUMENTASI
1. Mencatat tanggal dan jam pemasangan bidai
2. Mencatat hasil pemantauan NVD

SISTEM MUSKULOSKELETAL
TEKNIK PENILAIAN FOTO RADIOLOGI TULANG & SENDI

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Mahasiswa mampu melakukan penilaian foto radiologi tulang dan sendi dengan benar
40

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan foto radiologi yang akan dinilai dengan benar
2. Dapat memasang foto radiologi pada light box dengan benar
3. Dapat menentukan jenis dan posisi foto dengan benar
4. Dapat melakukan penilaian alignment dengan benar
5. Dapat melakukan penilaian tulang dengan benar
6. Dapat melakukan penilaian terhadap cartilago dengan benar
7. Dapat melakukan penilaian terhadap jaringan lunak (soft tissue) dengan benar
8. Dapat membuat kesimpulan dari gambaran radiologi tersebut
No Aspekyangdinilai Nilai
0 1 2
1 Memeriksaidentitaspasienyaitunamadan
umur
2 Memeriksaadatidaknyamarker
3 Memasangfotopadalightbox
4 Menentukanjenisdanposisifoto
5 Menilaialignment(kedudukantulang
tulangapakahadapergeseran/lengkungan)
6 Menilaitulang(memperhatikantepi
tulang,cortexdanmedullanya)
7 Menilaicartlago(memperhatikancelah
sendi,apakahadapenyempitanatautidak,
simetrisatautidak)
8 Menilaijaringanlunak(apakahada
pembengkakan/kalsifikasi)
9 Membuatkesimpulandarigambaran
radiologi

PENUNTUN PEMBELAJARAN
TEKNIK PENILAIAN FOTO RADIOLOGI TULANG & SENDI

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0 = Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak
sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
1 = Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya,
tetapi tidak efisisen
2 = Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai