Anda di halaman 1dari 7

3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jika berbicara tentang aliran-aliran dalam ilmu hukum atau teori hukum berarti
membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak zaman
kerajaan Yunani dan Romawi beberapa abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai pancak
pemikiran tentang hukum sampai ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang
utama pada masa sekarang bisa dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori
hukum telah mendapatkan rumusannya pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada bangsa Romawi. Bangsa Romawi tidak
banyak memberikan sumbangan pemikirannya tentang Teori Hukum. Pemikiran yang timbul
justru Nampak menonjol pada bidang penciptaan konsep-konsep dan teknik yang
berhubungan dengan hukum positif (kontrak, ajaran tentang kebendaan dan sebagainya).
Tugas pokok hakim adalah mengadili, memeriksa, dan memutuskan suatu perkara.
Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa bagi hakim, memutuskan setiap perkara yang diajukan
kepadanya merupakan sebuah kewajiban. Selain itu, hakim juga bertugas untuk
menghubungkan aturan abstrak dalam undang-undang dengan fakta konkret dari perkara
yang diperiksanya. Dalam hubungan ini, apakah hakim, seperti yang digambarkan oleh Trias
Politica Montesquie hanya menerapkan undang-undang, atau hakim harus menggunakan
pikirannya atau penalaran logisnya untuk membuat interpretasi atau penafsiran terhadap
aturan yang ada dalam perundang-undangan? Perdebatan yang timbul dari pertanyaan
tersebut sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan melahirkan berbagai aliran
pemikiran dalam ilmu hukum. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan
Undang-undang, Hakim dan Hukum berdasarkan kepada aliran-aliran hukum.

B. Rumusan masalah
1. Aliran hukum Legisme
2. Aliran hukum Freiredits schule
3. Aliran hukum Bregtijuriprudens
4. Aliran hukum Freisrahbewing
5. Aliran hukum Rechfinding
6. Aliran hukum Sosiologis Me Recht Schule
7. Aliran Sistem hukum terbuka

C. Tujuan penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan dapat memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Filsafat Hukum dan memberikan wawasan tentang aliran-aliran hukum yang akan dibahas
dalam tulisan ini.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aliran hukum Legisme

Dalam ilmu hukum ada berbagai macam azas, paham hukum, dan berbagai macam
pedoman yang digunakan oleh para penegak hukum di dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya, agar sesuai dangan aturan hukum dan dasar-dasar penegakan hukum yang
berpedoman kepada keadilan yang hakiki. Dan salah satu yang banyak digunakan oleh para
tokoh hukum di dunia adalah dengan mengunakan paham legisme sebagai dasar pola
penegakan hukum. Pada mulanya sejarah paham legisme di mulai pada abad pertengahan,
dimana para penganut paham legisme yang mengaplikasikan paham legisme tersebut didalam
menjalankan sistem penegakan hukum, lebih sering diberikan julukan atau pangilan singkat
atau nama terkenalnya dengan istilah legister oleh masyarakat umum pada saat itu, dimana
para penganut paham legisme atau legister mengacu pada hukum romawi yang digunakan
sebagai dasar pola pemikirannya. Akan tetapi muncul suatu pertanyaan, yaitu apa sebenarnya
yang terkandung didalam paham legisme itu...? baik dari segi pergertiannya, kelebihan dari
paham legisme, kekurangan dari paham legisme dan pendapat para tokoh mengenai paham
legisme itu sendiri. Berikut ini akan dijabarkan secara sederhana.
Pengertian paham legisme yaitu adalah menjujung tinggi azas legalitas dan atau
mengedepankan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam suatu wilayah tertentu
sebagai sumber hukum yang paling utama di dalam prosese penegakan hukum. Tokoh aliran
paham legisme yaitu Hans Kelsen dan Nawiasky.
Kelebihan paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
Kepastian hukum yang akan diperoleh bagi setiap individu akan lebih terjamin dan
memperoleh kepastian hukum yang lebih baik.
Jaminan yang akan diperoleh bagi setiap individu untuk memperoleh hak perorangan terhadap
kesewenang-wenangan yang akan dilakukan oleh penguasa
Kelemahan aliran paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
Para hakim akan mempelajari, menganalisa, dengan mengunakan deduksi logis.
Banyak peraturan perundang-undangan yang relatif terbatas atau minimnya undang-undang
yang digunakan untuk menghukum.
Pendapat para tokoh terhadap paham aliran legisme yaitu sebagai berikut ini:
Semua kaidah hukum yang mengikat penduduk maupun penguasa ditetapkan didalam
undang-undang
Undang-undang itu merupakan suatu supremasi hukum
Pengadilan hanya bersifat pasif
Tidak adanya sumber hukum lain kecuali yang bersumber dan berdasarkan pada aturan
perundang-undangan
Kalaupun ada hukum kebiasaan hanya jika diakui oleh peraturan perundang-undangan
Kekuatan yang bersifat mengikat undang-undang semata atas kehendak nagara atau
pemerintah.
Aliran legisme ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang.
Yang berarti hukum identik dengan undang-undang, sehingga hakim dalam melakukan
tugasnya terikat pada undang-undang, dalam melakukan pekerjaannya harus sesuai dengan
5

undang-undang. Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan dapat
diselesaikan dengan undang-undang.
Bahwa undang-undang itu sebagai sumber hukum formal, dalam hal undang-undang
itu dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
Undang-undang dalam arti formal adalah setiap keputusan pemerintah yang karena bentuknya
disebut undang-undang.
Undang-undang dalam bentuk material aalah keputusan pemerintah karena isinya (materi)
langsung mengikat masyarakat.
Tegasnya bahwa undang-undang formal dilihat dari siapa yang membentuknya sedangkan
undang-undang material dilihat dari isinya (materi).

B. Aliran hukum Freiredits Schule


Sebagai kritikan terhadap aliran Begriffsjurisprudenz, muncul aliran
Interessenjurisprudenz (Freirechtsshule). Menurut aliran ini, undang-undang jelas tidak
lengkap. Undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum, sedangkan hakim dan pejabat
lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk melakukan penemuan hukum
dengan memperluas dan membentuk peraturan melalui putusannya. Untuk mencapai keadilan
yang setinggi-tingginya, hakim bahkan boleh menyimpang dari undang-undang demi
kemanfaatan masyarakat. Hanya saja, adanya kebebasan hakim dalam membuat keputusan
dan peraturan, memungkinkan terjadi kesewenang-wenangan hakim dalam membuat
keputusan. Itulah salah satu kelemahan yang dialamatkan pada aliran ini.
Ini adalah contoh aliran Freiredits Schule: Fauzi menjadi hakim (amin), terus ada
kasus tentang seseorang yang mencuri uang dengan menggunakan internet (Crack/hacker).
lalu didalam kodifikasi tidak diatur pencurian dengan menggunakan internet, tetapi karena
Fauzi menggunakan aliran bebas sebagai pencipta hukum, maka Fauzi memutus bahwa itu
termasuk tindakan pidana pencurian walaupun lewat dunia internet. Sehingga keputusan
Fauzi ini disebut Aliran bebas dan menjadi Sumber Yurisprudensi.
Freirechtsschule memiliki kurang dan lebihnya. Kelebihannya adalah hukumnya
selalu mengikuti perkembangan zaman sehingga dirasakan lah keadilan sedangkan
kekurangannya adalah tidak ada sebuah kepastian hukum karena tidak ada kodifikasi secara
lengkap dan sangat memerlukan hakim yang memiliki rasa keadilan yang tulus tidak mau
terbujuk oleh KKN (Korupsi , Kolusi dan Nepotisme).

C. Aliran hukum Bregtijuriprudens


Pada pertengahan abad 19 lahirlah aliran yang dipelori oleh Rudolf von Jhering
(1818-1890) yang menekankan pada sistematik hukum yaitu Aliran Begriffjurisprudenz.
Setiap putusan baru dari hakim harus sesuai dengan system hukum. Berdasarkan ketentuan
yang dibentuk oleh system hukum, maka setiap ketentuan undang-undang yang lain, sehingga
kententuan undang-undang itu merupakan suatu kesatuan yang utuh. Menurut aliran ini yang
ideal adalah apabila system yang ada itu berbentuk suatu piramida dengan pada puncaknya
asas yang utama, dari situlah dapat dibuat pengertian-pengertian baru (Begriff).
Khas bagi aliran ini adalah hukum yang dilihat sebagai suatu system tertutupmengatur
segala-galanya yang mengatur semua perbuatan social. Pendekatan hukum secara ilmiah
dengan sarana pengertian-pengertian yang diperhalus ini merupakan dorongan timbulnya
postivisme hukum, tetapi juga memberi argument-argument yang berasal dari ilmuhukum,
6

dan dengan demikian objektif, sebagai dasar putusan-putusan. Pasal-pasal yang tidak sesuai
dengan system dikembangkan secara ilmiah dan diterapkan.

D. Aliran hukum Freisrahbeweging


Aliran hukum freires rahbeweging atau hukum administrasi negara ini merupakan
salah satu cabang dari ilmu hukusecara umum. Sebagai ilmupengetahuan hukum yang masih
sangat muda berdiri, hukum administrasi negara masih ada suatu terminologiistilah demi
kesatuan dan kepastian hukum. Istilah hukum administrasi negara sering disamakan dengan
istilah Hukum Tata Usaha Indonesia ataupun Hukum Tata Negara Indonesia.
Sedangkan pengertianna sendiri beberapa ahli berpendapat sebagai berikut :
Oppen Hein mengatakan Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan
ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang maupun yyang rendah apabila badan-
badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadana oleh Hukum Tata
Negara.
Bachsan Mustofa mengatakan Hukum Tata Negara adalah sebagai gabungan jabatan-jabatan
yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian darii
pekerjaan pemerintahan dalam arti luas ang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat
undang-undang dan badan-badan kehakiman.
Prajudi Atmosudirjo mengatakan Hukum Tata Negara adalah hukum menenai operasi dan
pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-
penguasa aadministrasi.
Aliran Freie Raechtsbeweging itu beranggapan bahwa di dalam melakanakan tugasnya
seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak. Ini disebabkan
pekerjaan hakim adalah menciptakan hukum. Menurut aliran ini, hakim benar-benar sebagai
pencipta hukum (judge made law), setiap keputusan berdasarkan keyakinan merupakan
hukum. Dengan demikian, yurisprudensi merupakan hal yang penting dan dianggap primer,
sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder.

E. Aliran hukum Rechvinding


Aliran hukum Rechvinding adalah suatu aliran yang berada di Antara aliran legisme
dan aliran freie rechtsbewegung. Aliran ini berpendapat bahwa hakim terikat kepada undang-
undang tetapi tidak seketat pada aliran legisme, dikarenakan hakim juga mempunyai
kebebasan. Dalam hal ini kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie rechtsbewegung,
sehingga hakim didalam melaksanakan tugasnya mempunyaikebebasan yang terikat,
(geboden vrijheid) atau keterikatan yang bebas. Jadi tugas hakim merupakan melakuka
rechisvinding, yakni menyelaraskan undang-undang yang mempunyai arti luas.
Kebebasan yang terikata dari karakteriskik yang bbas terbukti dari adanya beberapa
kewenangan hakim, seperti penafsiran undang-undang. Menurut aliran reschisvinding bahwa
yurisprudensi sangat penting untuk dipelajari disamping undang-undang, karena didalam
yurispudensi terdapat makna khusus yang konkret diperlukan dalam hidup bermasyarakat.
Aliran Rechisvinding (Penemuan Hukum) termasuk aliran hukum yang berlaku di
Indonesia, bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara berpegang kepada undang-undang
dan hukum lainnya yang berlaku didalam masyarakat secara kebebasan yang terikat
(gebonden vrijheid). Tindakan hakim tersebut berdasarkan pada pasal 20,22 AB dan pasal 16
ayat (1) dan pasal 28 ayat (1) undang-undang nomer 4 tahun 2004 tentang kekuaaan hakim.
7

F. Aliran hukum Sosiologische Rechtsschule


Aliran ini lahir akibat aliran Freirechtbewegung, aliran ini juga disebut aliran
sosiologi hukum. Penganutnya Hamaker dan Hymans dari Negeri Belanda dan dari Amerika
misalnya : Roscoe Pound.
Pokok pikiran dari aliran ini ialah terutama hendak menahan dan menolak
kemungkinan kesewenang-wenangan dari hakim, berhubungan dengan adanya freies
Ermessen dari aliran hukum bebas di atas. Mereka pada dasarnya tidak setuju dengan
kebebasan bagi para pejabat hukum untuk menyampingkan undang-undang sesuai dengan
perasaannya. Undang-undang harus tetap dihormati, tetapi sebaliknya memang benar hakim
mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, akan tetapi kebebasan tersebut terbatas
dalam rangka undang-undang.
Menurut penganut aliran ini, hakim hendaknya mendasarkan putusan-putusannya
pada peraturan undang-undang, tapi tidak kurang pentingnya, supaya putusan-putusan
tersebut dapat dipertanggung jawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan
hukum yang sedang hidup dalam masyarakat.
Aliran Sociologische Rechtsschule pada dasarnya tidak setuju dengan adanya
kebebasan bagi para pejabat hukum untuik menyampingkan undang-undang sesuai dengan
perasaannya. Oleh karena itu, aliran ini hendak menahan dan menolak kemungkinan
sewenang-wenang dari hakim, sehubungan dengan adanya freiesermessen dalam aliran
rechtsschule. Undang-undang tetap harus dihormati, memang benar hakim mempunyai
kebebasan dalam menyatakan hukum, tetapi kebebaan tersebut terbatas dalam kerangka
undang-undang. Pandangan mereka hakim hendaknya mendasarkan putusan-putusannya pada
pertauran undang-undang, tapi tidak kurang pentingnya supaya putusan-putusan itu dapat
dipertanggungjawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran, dan perasaan hukum yang
sedang hidup dalam masyarakat. Dan hanya yang seperti itulah yang dapat disebut hukum
yang sebenarnya. Pengikut aliran ini adalah A. Aurburtin,G. Gurvitch dan J. Valkhof.
Pada akhirnya aliran ini menghimbau suatu masyarakat bagi pejabat-pejabat hukum
dipertinggi berkenaan dengan pengetahuan tentang ekonomi, sosiologi, dan lain-lainnya,
supaya kebebasan dari hakim ditetapkan batas-batasnya (seperti tentang hukuman
maksimal/minimal, keadaan belum dewasa, jangka kadaluwaras dan lain-lain) dan supaya
putusan-putusan hakim dapat diuji oleh public opinion (pemeriksaan putusan terbuka,
tindakan apel, kasasi, dan alin-lain).
Prof. Dr. Achmad Sanusi,S.H. (1984:95) berpendapat bahwa aliran ini yang primair
bagi hukum itu ialah penyesuaiannya dengan keadaan masyarakat, dalam hal ini kita
menghadapi pendemokrasian atau penyolisasian dari hukum.

G. Aliran Sistem Hukum Terbuka


Aliran Sistem Hukum Terbuka (Open System Van Het Recht) merupakan satu sistem
yang berarti semua aturan saling berkaitan aturan-aturan dapat di susun. Sistem hukum
membutuhkan putusan-putusan atau penetapan-penetapan yang senantiasa menambah
luasnya system hukum tersebut. Karena sistem hukum bersifat terbuka.
Aliran sistem hukum terbuka meletakkan persoalan Undang-undang Hakim-Hukum
secara lebih tepat. Karena pandangan dan pendapat dari semua aliran-aliran terdahulu adalah
8

berat sebelah; kadang-kadang cerderung mengutamakan dogma, kepastian hukum, dengan


mendudukkan Hakim sebagai otomat-susuban saja, dan kadang-kadang sebaliknya terlalu
mementingkan peranan Hakim atau kenyataan-kenyataan sosial.
Paul Scholten (dalam Achmad Sanusi, 1984: 96) berpandangan bahwa: Hukum itu
merupakan suatu sistim, yang semua peraturan-peraturannya saling berhubungan, yang satu
ditetapkan oleh yang lain, dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat
dicarikan aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada azas-azasnya. Sistem hukum itu
bersifat logis, akan tetapi karena sifatnya sendiri, hukum tidak tertutup, tidak beku, sebab ia
memerlukan putusan-putusan atau penetapan-penetapan yang akan menambah luasnya sistem
hukum. Oleh karenanya, lebih tepat apabila hukum dikatakan sistem terbuka.
Pandangan Paul Scholten diatas, mengisyaratkan kepada kita bahwa sistem
hukum itu sebenarnya dinamis, bukan saja karena pembentukan baru secara sadar oleh badan
perundang-undangan, tetapi juga karena pelaksanaannya di dalam masyarakat tidak boleh
berpandangan bahwa badan perundang-undangan pekerjaannya membentuk hukum dan
hakim hanya mempertahankannya semata-mata, atau bahwa badan perundang-undangan
merupakan kebebasan yang lebih primair, sedangkan hakim adalah kebebasan terikat.
Badan perundang-undangan dalam membentuk hukum yang baru senantiasa terikat
untuk menemukan kontunuitas dengan yang lama, sedangkan hakim dalam mempertahankan
hukum itu, turut menambah sesuatu yang baru seraya mendapatkan hubungan (aansluiting)
pada yang telah ada. Pelaksanaan itu selalu di sertai dengan penilaian, baik sambil membuat
kontruksi-kontruksi hukum ataupun penafsiran. Badan perundang-undangan dalam
membentuk hukum Yang baru terikat untuk menemukan kontinuitas dengan yang lama.
Sedangkan hakim dalam mempertahankan hukum itu turut menambahkan sesuatu yang baru
seraya mendapatkan hubungan yang telah ada.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari uraian tersebut diatas kami sebagai penulis dapat menarik kesimpulan yakni
bahwa di dalam tiap-tiap aliran itu terdapat sesuatu yang dapat dibenarkan serta dapat diambil
manfaatnya serta aliran sistem hukum terbukalah yang meletakkan persoalan undang-undang,
hakim, dan hukum ini secara lebih tepat sebagaiman yang telah dijelakan oleh Prof. Achmad
sanusi diatas. Berdasarkan pandangan ini, maka hukum perdata merupakan bagian dari
subsistem dari hukum nasional oleh karena itu asas hukum perdata harus sesuai dan seirama
dengan asas hukum nasional.

B. Saran

Kami menyarankan agar dalam menjalankan aktivitas kehidupan kita sehari-hari,


sebagai seorang warganegara yang baik hendaklah kita mematuhi dan mentaati hukum yang
berlaku baik itu hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis di dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
9

Sanusi, Achnad. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Bandung :
Transito.
https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/05/aliran-aliran-hukum/
http://kabacarr.blogspot.co.id/2015/12/undang-undang-hakim-dan-hukum.html

Anda mungkin juga menyukai