Anda di halaman 1dari 39

REFARAT April 2017

MELENA Et Causa Susp. ULKUS PEPTIKUM

Nama : Ramdhana zaqifah


No. Stambuk : N 111 16 016
Pembimbing :dr. Sarniwaty Kamissy, Sp.Pd

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD UNDATA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU
April
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Lambung sebagai reservoir makanan berfungsi menerima makanan/ minuman,


menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan kedalam duodenum. Lambung yang
selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan akan
mengalami iritasi kronik.1
Di USA, ada 4 juta pasien yang mengalami gangguan asam-pepsin dengan
prevalensi 12% pada pria dan 10% pada wanita. Secara klinis ulkus duodenum lebih
sering terjadi dibandingkan ulkus gaster.2
Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi ulkus peptikum
pada pasien yang diendoskopi berkisar antara 5,78% di Jakarta sampai 16,9% di Medan,
dengan prevalensi infeksi H.pylori diatas 90%. 3
Peningkatan prevalensi dihubungkan dengan beberapa faktor agresif seperti
penggunaan dari OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid). Obat ini merupakan salah
satu obat yang paling sering digunakan dalam berbagai keperluan, seperti antipiretik, anti
inflamasi, analgetik, antitrombotik yang sebagian besar dijual bebas di pasaran. Budaya
masyarakat Indonesia yang sering mengkonsumsi obat-obatan tanpa resep dokter ditambah
dengan munculnya obat alternative berbagai merek yang mengandung zat aktif OAINS ini
meningkatkan risiko terjadinya ulkus peptikum.1, 3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI MELENA DAN ULKUS PEPTIKUM

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket
yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada
usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh
bakteri setelah 14 jam. sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna
atas, meskipun demikian dapat juga dimulai dari usus disebelah bawah ligamentum Treitz
sampai dengan kolon proksimal.1
Melena merupakan feses berwarna hitam seperti ter karena
bercampur darah umumnya terjadi akibat perdarahan saluran pencernaan bagian atas
yang lebih dari 50- 500 ml dan biasanya disertai hematemesis atau perdarahan usus-usus
ataupun colon bagian kanan dapat menjadi sumber lainn ya. 3
Menurut The American Collage of Gastroenterology, ulkus peptikum berasal dari
kata ulcer yang berarti luka berlubang dan kata peptic yang mengacu pada masalah
yang disebabkan oleh asam lambung.5 Secara anatomis, ulkus peptikum merupakan defek
mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus lapisan muskularis mukosa
sampai lapisan serosa sehingga dapat menyebabkan perforasi. Secara klinis, ulkus adalah
hilangnya epitel dengan diameter 5mm yang dapat diamati secara endoskopi atau
radiologi.6 Terminologi ulkus harus dibedakan dengan erosi, erosi adalah kerusakan
mukosa yang tidak meluas hingga lapisan di bawah mukosa.3
Ulkus Peptikum didefinisikan sebagai kerusakan intergritas mukosa pada gaster
dan/atau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi aktif. Ulkus yang mengenai
mukosa gaster disebut Ulkus Gaster sedangkan ulkus yang terjadi pada duodenum disebut
sebagai Ulkus Duodenum yang masing-masing memiliki ciri khas.2

3
Gambar 1. Ulkus Peptikum

B. ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI LAMBUNG


Secara anatomi, lambung dibagi menjadi empat bagian, yaitu cardia, fundus,
corpus, dan pylorus. Cardia merupakan bagian atas yang langsung berhubungan
dengan esofagus, tepat di bawah sphincter esofagus setinggi vertebrae torakal ke-10
dan berada di bagian posterior yang menghadap ke costae ke-7. Bagian kiri cardia
yang disebut. Fundus merupakan bagian kubah di daerah sinistra yang langsung
bersentuhan dengan diafragma dan letaknya setinggi sulcus inercostal ke-5.4
Corpus merupakan bagian tengah dari lambung yang berukuran paling
besar. Corpus dibatasi oleh pankreas dan bagian descenden diafragma. Sementara
pylorus merupakan bagian berbentuk saluran/ cerobong pada bagian ujung dari
lambung. Sphincter pylorus merupakan otot sirkular yang termodifikasi pada ujung
pylorus yang bersambungan dengan usus halus. Pylorus berada setinggi vertebrae
lumbal ke-1 dan 2,5 cm kanan dari midline. Persambungan ini mengatur pergerakan
chyme menuju usus halus dan menghambat aliran balik ke arah lambung. Pylorus
terbagi menjadi bagian antrum (menghubungkan corpus dari gaster), canal
(menghubungkan gaster ke duodenum), dan sphincter (otot polos yang
menghubungkan pylorus ke duodenum).4
Secara Histologi, lambung dilapisi oleh epitel selapis silindris yang
menghasilkan mucus yang tebal serta mengandung bikarbonat untuk mencegah

4
terjadinya autodigestive dari asam lambung. Mukosa lambung membentuk cekungan
ke arah dalamyaitu Faveola gastric/ gastric pits (sumur lambung) yang memperluas
area penghasil enzim dan zat lainnya.8
Gaster memiliki Kelenjar Tubuloalveolar yang terdiri beberapa sel yang antara
lain9:
Sel Mukus (Sel leher/neck cell) menghasilkan mucus yang bersifat asam
Sel Parietal (Sel HCl) menghasilkan HCl dan faktor intrinsik vit. B12
Sel Zimogen (Chief Cell) menghasilkan pepsinogen yang akan diubah
menjadi pepsin di lumen lambung
Sel Arginafin (enteroendokrin) menghasilkan hormon pengatur yaitu sekretin,
gastrin dan kolesistokinin

Secara skematis, susunan kelenjar Tubuloalveolar dapat


dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Gambaran skematis sel pada kelenjar Tubuloalveolar


(diadaptasi dari S Ito, RJ Winchester: Cell Biol 16:541,
1963)

Sel Parietal (Sel HCl / Oxytic cell) dalam


keadaan tidak terstimulasi, sitoplasmanya didominasi oleh vesikel tubular dan
kanalikuli intraselular dengan mikrovili yang pendek pada permukaan apikalnya.
Dalam keadaan terstimulasi, sel ini akan mengekpresikan H +,K+-ATPase pada
membran vesikel tubular dan kanalikuli intraselular akan bertranformasi dengan
membentuk mikrovili yang panjang.2 Gambar 3 menunjukkan perbandingan antara sel
parietal pada keadaan istirahat dengan keadaan terstimulasi.

5
Gambar 3. Sel Parietal dalam keadaan istirahat dan terstimulasi (diadaptasi dari SJ
Hersey, G Sachs:Physiol Rev 75:155, 1995)
Hidroclorida (HCl) dan Pepsinogen merupakan produk dari sekresi gaster
yang mampu menginduksi kerusakan pada mukosa.Sekresi asam pada gaster terjadi
dalam dua keadaan yakni pada keadaan basal dan pada keadaan terstimulasi.Pada
keadaan basal, produksi asam dipengaruhi oleh irama sirkadian impuls kolinergik
melalui nervus vagus dan impuls histaminergik yang berasal dari sumber gaster itu
sendiri. Pada keadaan ini, asam lambung mencapai level puncak pada malam hari dan
menurun hingga level terendah pada pagi hari.2
Produksi asam lambung yang terstimulasi melalui tiga fase antara lain fase
sefalik, fase gastrik dan fase intestinal. Bentuk, aroma dan rasa makanan merupakan
komponen dari fase sefalik yang mampu mempengaruhi sekresi gaster melalui
stimulasi nervus vagus.Fase gastrik teraktivasi ketika makanan mencapai lambung,
dimana komponen nutrient menstimulasi Sel Arginafin untuk mensekresikan gastrin
yang mampu menstimulasi aktivasi dari sel parietal.Fase intestinal diinisiasi ketika
makanan mencapai duodenum.10
Fase penghasilan asam ini dapat dihambat oleh hormone somatostatin yang
dihasilkan oleh sel endokrin pada mukosa gaster.Somatostatin dapat menghambat
secara langsung (menghambat kerja sel parietal) dan secara tidak langsung
(menurunkan produksi histamin dan pelepasan hormone gastrin dari sel argifinin).10
Fase sekresi asam lambung secara skematis dijelaskan pada Gambar 4.

6
Gambar 4. Fase Sekresi Gaster dan Regulasinya (diadaptasi dari Guyton & Hall. 2006.
Textbook of Medical Physiol 11th ed. USA: Mc Graw-Hill Companies)

C. PERTAHANAN MUKOSA GASTRODUODENAL


Mukosa gaster dan duodenum memiliki peran penting untuk melindungi dari berbagai
zat agresif baik endogen (HCl, Pepsin, garam empedu) maupun eksogen (obat-obatan,
bakteri dan alkohol).sistem pertahanan mukosa terdiri dari 3 level, yaitu:2, 11
1. Pertahanan Pre-Mukosa
Pertahanan ini terdiri dari lapisan mucus bikarbonat yang melindungi mukosa dari
beberapa molekul salahsatunya H+.mucus dihasilkan oleh sel epitel permukaan,
dengan komposisi 95% air dan 5% campuran antara lipid dan glikoprotein.
Bikarbonat disekresikan ke lapisan mucus untuk menciptakan gradient pH antara 1-2
pada lumen gaster dan 6-7 pada permukaan sel epitel.2 Bikarbonat dihasilkan oleh sel
epitel permukaan melalui stimulasi dari prostaglandin, pakreas dan juga garam
empedu. Bikarbonat juga berperan dalam menetralisir asam pada makanan sebelum
menuju duodenum karena proses di duodenum membutuhkan suasana pH
netral.Adapun reaksi bikarbonat adalah sebagai berikut11:
HCO3-+ H+ CO2 + H2O

2. Pertahanan Mukosa
Mukosa memberikan pertahanan antara lain produksi mucus, transport ion untuk
menjaga pH intraselular, produksi bikarbonat, dan tight junction intraselular. Ketika

7
system pertahanan preepitel rusak, sel-sel epitel yang berbatasan dengan daerah cidera
akan bermigrasi dan mengganti sel daerah yang rusak. Proses ini diikuti dengan
pembelahan sel yang membutuhkan suasana pH basa, pembuluh darah yang tidak
terganggu serta melibatkan beberapa factor pertumbuhan (EGF, TGF, FGF) guna
memodulasi proses resusitasi. Untuk kerusakan dengan ukuran yang lebih besar,
dibutuhkan proses proliferasi sel dengan regenerasi sel epitel. Proses ini dimodulasi
oleh prostaglandin dan factor pertumbuhan EGF, TGF. Proses ini juga diikuti dengan
proses angiogenesis dengan factor pertumbuhan VEGF.2,10,11
3. Pertahanan Submukosa
Sistem mikrovaskular pada lapisan submukosa merupakan komponen kunci dari
pertahanan subepitel.Mikrovaskular memberikan suplai karbonat yang menetralkan
H+ dari sel parietal, menyediakan nutrisi dan oksigen serta mengeluarkan metabolik
berbahaya.11

Sistem pertahanan gastroduodenal yang kompleks di atas, diringkas secara skematis


pada Gambar 5 di bawah ini.

D. PATOFISIOLOGI ULKUS PEPTIKUM


Ulkus diterangkan mempunyai hubungan dengan asam lambung. Ulkus peptikum
timbul ketika pengaruh asam dan pepsin pada lumen gastrointestinal melebihi
kemampuan mukosa melawan pengaruh tersebut. Infeksi Helicobacter pylori,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan asam adalah tiga faktor yang paling
penting dalam ulkus peptikum. Asam diperlukan untuk perkembangan ulkus yang

8
disebabkan oleh H.pylori atau NSAIDs. Asam sendiri tidak menimbulkan ulkus kecuali
terjadi hipersekretori.1,2 Ulkus peptikum terdapat dalam dua bentuk yaitu : ulkus
ventrikuli dimana daya tahan mukosa menurun dan ulkus duodeni dimana faktor asam
lambung yang meningkat.4 Tukak lambung terjadi karena kegagalan mekanisme proteksi
mukosa lambung, sedangkan tukak duodenum terjadi karena hipersekresi asam
lambung.5
E. ETIOLOGI ULKUS PEPTIKUM
1) Faktor agresif
a. Infeksi Helicobater Pylori
Helicobater pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk
basil.Bakteri ini pertama kali dapat dikultur tahun 1982 di Perth Australia.
Pada tahun 1993 nama bakteri ini diganti menjadi Helicobacter Pylori.12
Bakteri ini mampu menghasilkan urease yang menyebabkan
bakteri ini mampu bertahan dalam pH asam gaster. Urease dihasilkan 6%
dari total protein bakteri. Bakteri ini mampu menghasilkan urease yang
menyebabkan bakteri ini mampu bertahan dalam pH asam gaster. Urease
dihasilkan 6% dari total protein bakteri. Bakteri ini juga menghasilkan
VacA (Vacuolating Cytotoxin) yang menyebabkan apoptosis pada sel
eukariotik dengan cara pembentukan vakuola sitoplasma multipel
berukuran besar. 12,13

.Reaksi enzim Urease yang menetralisir pH lambung (Prescott,


Harley.Microbiology 5th edition. 2002. USA: The McGrawHill
Companies)

Helicobater pylori terkolonisasi pada sel gaster yang


memproduksi mukus. Gambar 6 merupakan gambaran mikroskop
electron dari bakteri Helicobacter pylori.Bakteri ini melekat pada
glikoprotein yang terdapat di permukaan dari sel epitel dengan
menggunakan fimbriae.Selanjutnya bakteri akan berpindah ke lapisan
mukosa.Urease yang dihasilkan bakteri ini mampu memproduksi
ammonia, berperan dalam menciptakan suasana netral bagi
pertumbuhan bakteri.Ketika bakteri melakukan aktivitas pada lapisan
mukosa gaster, mengakibatkan terjadinya reaksi inflamasi dengan
adanya infiltrasi dari sel-sel mononuclear pada lapisan lamina propria.

9
Reaksi ini akan terus meningkat hingga mampu memicu terjadinya
inflamasi hebat dengan munculnya netrofil, limfosit serta terbentuknya
mikroabses. Inflamasi yang terjadi dapat disebabkan oleh efek dari
urease dan VacA.Selain itu, adanya bakteri ini pada mukosa mampu
menstimulasi NAP (Neutrophil Activating Protein). Proses inflamasi
yang terus menerus ini mengakibatkan terjadinya kematian pada sel
epitel dan memicu terjadinya ulkus. 12, 13

Gambar 5 .Helicobacter pylori pada mukosa gaster


menggunakan mikroskop electron (Prescott, Harley.Microbiology 5th
edition. 2002. USA: The McGrawHill Companies)

Infeksi primer Helicobacter Pylori tidak memberikan gejala


spesifik.Gejala mual dan nyeri abdomen bagian atas mulai dirasakan
pada minggu kedua.Namun nyeri abdomen bersifat intermitten dengan
kualitas yang rendah.Dalam waktu 1 tahun, nyeri semakin jelas,
frekuensi dan intensitas meningkat, disertai dengan mual, muntah,
anoreksia dan nyeri epigatrium.Beberapa pasien bahkan tidak
mengeluhkan gejala apapun selama hampir satu decade.Infeksi bakteri
ini mampu menyebabkan terjadinya perforasi gaster dengan
perdarahan serta menimbulkan terjadinya peritonitis.12, 13
Penegakkan diagnosis paling sensitif untuk mengetahui
keterlibatan dari Helicobater pylori adalah dengan menggunakan
endoskopi.Pada endoskopi dilakukan biopsi dan kultur pada mukosa
gaster. Metode non invasive adalah dengan menggunakan pemeriksaan

10
Urea Breath Test. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk
13
mengkonsumsi C -14C yang telah dilabel urea. Jumlah urea pada
gaster akan dihitung sesuai dengan jumlah CO2 pada pernapasan.2, 12, 13
b. Penggunaan NSAID
Nonsteroid Anti-Inflammatory Drug(NSAID) merupakan
golongan obat yang memiliki kegunaan klinis sebagai antipiretik,
analgesic dan anti inflamasi. Obat ini mampu menurunkan suhu tubuh
pada keadaan demam sehingga efektif sebagai antipiretik.Obat
golongan ini berguna untuk analgesic pada nyeri ringan hingga sedang
seperti myalgia, sakit gigi, dysmenorrhea dan sakit kepala.. Berbeda
dengan analgesic opioid, obat ini tidak menimbulkan depresi SSP.
Sebagai agen anti inflamasi, NSAID digunakan secara luas dalam
pengobatan nyeri kronik seperti artritis rheumatoid, osteoarthritis,
arthritis gout, dan ankhilosing spondylitis.14
NSAID bekerja dengan menghambat kerja dari COX
(Cyclooxigenase) baik COX-1 maupun COX-2.COX-2 adalah COX
dominan yang memproduksi prostaglandin selama proses inflamasi.
Prostaglandin menimbulkan beberapa manifestasi inflamasi local
maupun sistemik seperti vasodilatasi, hyperemia, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, tumor dan dolor.14 Prostaglandin
memiliki peran penting dalam menjaga integritas dan perbaikan
mukosa gastroduodenal. Cidera pada mukosa terjadi karena adanya
paparan dengan NSAID.NSAID dalam lingkungan gaster yang asam
bersifat lipofilik terionisasi, sehingga mampu bermigrasi melintasi
membran lipid sel epitel dan menimbulkan kerusakan pada
intraselular.NSAID yang berada pada gaster juga mampu menimbulkan
difusi kembali dari ion H dan Pepsin yang menyebabkan kerusakan
lebih lanjut.2Pada gambar di bawah ini, secara singkat faktor-faktor
yang berkaitan dengan pathogenesis ulkus peptikum.

11
Gambar 6. Gambaran Skematik faktor yang mempengaruhi terjadinya
Ulkus Peptikum (Stefan Silbernagl. 2000. Color Atlas of Pathophysiology.
New York: Thieme)
c. Faktor yang tidak berhubungan dengan NSAID dan Helicobater
pylori pada Ulkus Peptikum
Kebiasaan merokok memiliki keterlibatan dalam pathogenesis
ulkus peptikum.Pada perokok insidensi ulkus peptikum terjadi lebih
sering dibandingkan pada orang yang bukan perokok, menurunkan tingkat
penyembuhan, mengganggu respon terapi serta meningkatkan komplikasi.
Beberapa hipotesis menyebutkan rokok mampu menurunkan produksi
bikarbonat pada duodenum proksimal, peningkatan risiko infeksi
Helicobater pylori dan menginduksi pembentukan radikal bebas yang
berbahaya terhadap mukosa.2, 5
Factor psikologis dipikirkan memiliki keterkaitan terhadap
terjadinya ulkus peptikum namun studi menunjukkan factor psikologis
tidak memiliki hubungan bermakna terhadap insiden ulkus. Factor
psikologis ini lebih dikaitkan dengan insiden Dyspepsia Non Ulcer.2, 5
Pola diet memiliki keterkaitan dengan terjadinya ulkus
peptikum.Dari penelitian didapatkan bahwa konsumsi alcohol dan kafein
memiliki hubungan bermakna dengan insidensi ulkus peptikum.2, 5
2) Faktor-faktor defensif
Gangguan pada satu atau beberapa faktor pertahanan mukosa, menyebabkan
daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor agresif
yang menyebabkan terjadinya tukak peptik. Ada tiga faktor pertahanan yang
berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal, yaitu : 3
1. Faktor preepitel terdiri dari :

12
a. Mukus/bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam
lambung/pepsin.
b. Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin,
yang terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi.
c. Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.
2. Faktor epitel
a. Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi sel-
sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.
b. Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel.
c. Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke
dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong
asam keluar jaringan.
d. Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.
3. Faktor subepitel
a. Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen, dan bikarbonat ke epitel sel.
b. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit
yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

F. KLASIFKASI ULKUS PEPTIKUM

1. Waktu timbulnya
1.1 Ulkus Peptikum Akut
Pada ulkus peptikum akut biasanya ada penyebab yang mendahuluinya, seperti
misalnya luka bakar yang berat, operasi berat, dan gastritis erosiva akibat obat-
obatan. Ulkus biasanya multipel dan timbulnya secara mendadak. Ulkus sering
ditemukan pada duodenum dan lambung. Berbagai macam rangsangan stres yang
dapat menimbulkan ulkus peptik akut diantaranya ialah : syok, trauma, kebakaran,
pembedahan, perubahan udara yang mendadak, dan obat-obatan. Sifat dari tukak
peptik akut adalah cepat sembuh dan biasanya tanpa meninggalkan bekas, dan
kadang-kadang disertai perdarahan.1
1.2 Ulkus Peptikum Kronik

13
Gejala ulkus peptik kronis biasanya bersifat menahun. Adanya riwayat nyeri
ulu hati yang bersifat periodik, nyeri timbul berhubungan dengan makanan atau
minuman yang dikonsumsi, dialami lebih dari 2 bulan dan mempunyai masa
penyembuhan yang lama. Secara patologis gambaran dari ulkus yang kronik adalah
berupa jaringan ikat pada tepi dan dasar dari ulkus.1
2. Letak Tukak
Pada bagian bawah esofagus, lambung, dan duodenum bagian atas (first portion of
duodenum). Ulkus yeyunum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami
gastroyeyunostomi. Ulkus ileum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami
gastroileostomi. Ulkus biasanya terdapat di dekat anastomose yang dapat disebut pula
ulkus marginalis atau stomal ulcer.
2.1 Ulkus esofagus
Ulkus ini jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya terdapat di bagian
distal esofagus. Kelainan yang menyertai atau mendahului, seperti hernia,
striktura, akalasia, dan tumor. Nyeri terletak di bagian bawah sternum atau tepat
di ulu hati yang menjalar ke manubrium sterni dan ke punggung di daerah
interskapuler, terutama saat makan atau minum. Nyeri akan bertambah berat jika
membungkukkan badan. Selain itu terdapat keluhan berupa panas di dada dan ulu
hati, mual dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan jasmani tidak ditemukan
kelainan yang jelas.1

2.2 Ulkus lambung


Letak tukak terbanyak di angulus, antrum, prepilorus, dan jarang terjadi pada
korpus dan fundus. Keluhan berupa rasa nyeri di perut kiri atas atau epigastrium
yang ada hubungan dengan makanan, dan mulut terasa asam. Nyeri bisa menjalar
ke punggung kiri. Nyeri dirasakan setelah makan, kemudian diikuti dengan rasa
enak yang berakhir 30-90 menit, kemudian diikuti dengan periode nyeri yaitu
sampai lambung kosong selama 90 menit. Jadi ritme nyeri pada tukak lambung
adalah makan-nyeri-enak. Pada pemeriksaan jasmani ditemukan nyeri tekan pada
epigastrium antara umbilikus dan prosesus sifoideus. 1,3
2.3 Ulkus duodeni
Letak tukak duodeni terbanyak di dinding anterior dan posterior dari bulbus
dan postbulber atau pars desendens duodeni di sebelah proksimal dari papila
vatereii. Jarang sekali ditemukan di distal papila vatereii. Nyeri, pedih, dan panas
di perut kanan atas, terutama tengah malam saat tidur sehingga terbangun. Rasa

14
nyeri kadang-kadang menjalar ke perut kiri dan ke pinggang kanan. Nyeri bisa
dikurangi dengan makan, minum susu, dan minum obat antasida (Hunger Pain
Food Relief). Nyeri timbul saat pasien merasa lapar dan terasa enak setelah
makan 2-4 jam, kemudian timbul rasa nyeri sampai waktu makan lagi. Jadi timbul
triple ritme, makan-enak-nyeri. Pada pemeriksaan jasmani ditemukan, nyeri tekan
di perut kanan atas dekat umbilikus.1,3

2.4 Ulkus jejunum


Tukak di yeyunum jarang terjadi, baru timbul setelah penderita mengalami
gastroyeyunostomi. Letak tukak terbanyak di distal, tidak lebih dari 3 cm dari
anastomose di dinding anterior. Keluhan umumnya berupa rasa nyeri, pedih, dan
panas di perut di sebelah kiri umbilikus, mual dan muntah-muntah, serta mulut
terasa asam. Kadang-kadang nyeri menjalar ke pinggang kiri.1,7
3. Kedalamam tukak1
3.1 Kerusakan jaringan hanya terbatas pada mukosa, dan disebut erosi.
3.2 Kerusakan jaringan atau ulserasi sampai submukosa.
3.3 Ulserasi meluas ke bagian yang lebih dalam yaitu pada sebagian dari lapisan
muskularis.
3.4 Ulkus menembus ke bagian yang lebih dalam, terutama sebagian lapisan
muskularis dan terjadi peradangan sampai lapisan serosa.

Modifikasi kriteria forrest untuk stratifikasi risiko ulkus peptikum8


Tipe 1Perdarahan aktif 1a. Spurting
1b. Oozing
Tipe 2Ulkus dengan perdarahan tidak aktif 2a. Non bleeding visible vessel
2b. Ulkus with surface clot
2c. Ulkus with red or dark blue spot
Tipe 3Ulkus dengan dasar yang bersih

Tipe 1 dan 2 membutuhkan endoterapi dengan risiko perdarahan ulang 43-55%,


sedangkan tipe 2c dan 3 tidak memerlukan endoterapi karena risiko perdarahan ulang
hanya 5-10%.8

G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

15
1. Anamnesis dan Gambaran Klinis
Nyeri abdomen adalah gejala umum yang ditemukan pada pasien dengan
gangguan pencernaan.Nyeri epigatrium pada ulkus peptikum dirasakan seperti
terbakar atau seperti digerogoti. Pola nyeri khas pada Ulkus duodenum yaitu
nyeri muncul 90 3 jam setelah makan dan berkurang dengan makanan serta
konsumsi antasida. Pada Ulkus Gaster, nyeri dipicu oleh makanan dan mual serta
2
ditemukan penurunan berat badan. Nyeri yang terus menerus, menjalar hingga
punggung tidak berkurang dengan makanan atau antasida mengindikasikan
adanya penetrasi ke pancreas. Nyeri yang muncul tiba-tiba pada semua regio
abdomen menunjukkan adanya perforasi.Pada gejala nyeri yang disertai dengan
muntah makanan yang belum tercerna mengindikasikan adanya obstruksi
lambung. BAB yang berwarna hitam menunjukkan adanya perdarahan pada
gaster.2, 5
Keluhan utama dalah nyeri di epigastrium, dimana sifatnya kronik bisa
bulanan/tahunan, periodik secara remisi dan eksaserbasi, ritmik-iramanya hunger
pain food relief pattern, kualitasnya steady and continue. Apabila keadaan
memberat, maka pola tersebut berubah dan nyeri dirasakan lebih berat serta lebih
lama.4
Pada tukak duodeni rasa sakit timbul saat pasien merasa lapar atau 90 menit-3
jam setelah makan, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa
sakit hilang setelah makan dan minum susu atau obat antasida (Hunger pain food
relief), rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Hal ini
menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis tukak
duodenum. Rasa mual disertai mulut asam merupakan keluhan pada penderita
tukak di pilorus, atau duodenum. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan,
dan rasa sakit tukak gaster dirasakan sebelah kiri garis tengah perut. Muntah
terutama timbul pada tukak yang masih aktif, sering ditemukan pada penderita
tukak lambung daripada tukak duodeni, terutama yang letaknya di antrum atau
pilorus.1,3
Riwayat minum alkohol, jamu-jamuan, atau obat-obatan yang
ulserogenik. Sepuluh persen dari tukak peptik, khususnya karena OAINS
menimbulkan komplikasi (perdarahan/perforasi) tanpa danya keluhan nyeri
sebelumnya sehingga anamnesis tentang penggunaan OAINS perlu ditanyakan
pada pasien. Tinja berwarna seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu
perdarahan tukak.3,5

16
Pada dispepsia kronik, untuk membedakan dispepsia fungsional dan dispepsia
organik, yaitu pada tukak peptik dapat ditemukan gejala peringatan (alarm
symptom) antara lain berupa : umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali,
berat badan menurun >10%, anoreksia/rasa cepat kenyang, riwayat tukak peptik
sebelumnya, muntah yang persisten, dan anemia yang tidak diketahui
penyababnya.3
Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan
adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, rasa sakit klasik dengan keluhan
yang spesifik, faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat, dan
alkohol, adanya penyakit kronis seperti PPOK atau sirosis hati, dan adanya hasil
positif H.pylori dari serologi/IgG anti H.pylori.3
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan regio
epigatrium.Pemeriksaan fisik amat penting guna menegakkan adanya komplikasi
dari ulkus.Takikardi menunjukkan adanya dehidrasi sekunder akibat muntah atau
kehilangan darah aktif melalui saluran cerna. Nyeri tekan yang ditemukan pada
semua regio abdomen menunjukkan adanya perforasi lambung.2, 5, 7
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk memperkuat diagnosis. Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu :
1) Pemeriksaan radiologis (Barium meal)
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan
dalam menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini lebih dianjurkan
pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan rontgen yang disertai dengan metoda
kontras ganda dapat memperlihatkan kelainan pada mukosa lambung.
Pemeriksaan perlu dilakukan dalam berbagai posisi, misalnya pada posisis
telentang (supine) untuk melihat dinding posterior, posisi tengkurap (prone) untuk
melihat kelainan pada dinding anterior, oblique ke kanan dan kiri.1,3
Jika terjadi komplikasi berupa perforasi maka pada foto polos abdomen
ditemukan daerah bebas udara antara hati dan diafragma. Pada obstruksi terlihat
gambaran lambung yang membesar, dengan sisa makanan. Daerah pilorus terlihat
menyempit, dan tidak ada/sedikit sekali bubur barium yang masuk duodenum.
Pada lambung bilokuler ditemukan penyempitan di bagian korpus. Pada daerah
penyempitan kadang-kadang terlihat dibagi dua, yaitu bagian bawah dan atas
stenosis.9
Lokasi tukak penting dalam menentukan sifatnya apakah benigna atau maligna
atau kemungkinan mengalami perubahaan menjadi malignitas. Pada umumnya
17
tukak yang jinak berlokasi di dinding kurvatura minor, atau di dinding posterior
dan anterior. Tukak yang berlokasi di kurvatura mayor sebagian besar bersifat
ganas.1
2) Pemeriksaan Endoskopi
Saat ini untuk diagnosis tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas. Di samping itu untuk memastikan diagnosa keganasan
tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi brushing dengan
biopsi melalui endoskopi.3 Pada obstruksi ditemukan sisa makanan pada
endoskopi.9
Gambaran khas pada tukak jinak adalah pada umumnya bulat atau oval,
tepinya teratur dengan dasar licin, daerah di sekitarnya membengkak dan
hiperemi, dan sering dijumpai lipatan yang radier (radiating fold) di sekitar tukak.
Tukak yang masih aktif, tampak jelas batasnya berbentuk bulat atau oval, dengan
dasar licin berisi nanah, tepi teratur dengan daerah di sekitarnya membengkak
hiperemi. Gambaran tukak gaster untuk keganasan adalah: Boorman I /polipoid,
B-II/ulceratif, B-III/infiltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Biopsi dan
endoskopi perlu dilakukan ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi, karena
tingginya kejadian keganasan pada tukak gaster (70%).1,3
3) Infeksi Helycobacter pylori dapat didiagnosis dengan test antibodi (tes serologi),
biopsi lambung pada pemeriksaan endoskopi, tes antigen tinja, dan tes napas urea
yang non invasif, yang dapat mengidentifikasikan produksi enzim bakteri dalam
lambung.
4) Hematologi
Hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit, morfologi darah tepi, dan
golongan darah. Jika diperlukan periksa faal pembekuan.10
5)
Biokimia darah
Uji faal hati yaitu transaminase, bilirubin, elektroforesa protein, kolesterol, dan
fosfatase alkali. Uji faal ginjal yaitu urea nitrogen dan kreatinin.10
6) Urine rutin
3. Diagnosis
Dengan gejala klinis yang tidak khas pada ulkus peptikum, dibutuhkan
pemeriksaan penunjang yang berperan dalam penegakkan diagnosis.Modalitas
yang dapat digunakan yaitu radiografi (barium enema) dan endoskopi.Radiografi
dengan barium paling umum digunakan untuk menegakkan ulkus
peptikum.Tingkat sensitivitas mencapai 90%. Sensitivitas ini menurun jika
terdapat ulkus dengan ukuran < 0,5 cm, adanya jaringan parut, atau pada pasien
pasca operasi. Endoskopi lebih sensitif dan spesifik dalam menilai gangguan

18
gastrointestinal.Gambaran radiologi pada ulkus peptikum dapat dilihat pada
Gambar 7. Dengan endoskopi, memungkinkan untuk melihat visualisasi langsung
dari mukosa gaster dan duodenum, serta mampu mengambil sampel jaringan
untuk mengesampingkan kemungkinan keganasan. Pemeriksaan endoskopi
mampu mengidentifikasi lesi berukuran kecil yang tidak dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologi.2, 5, 7
Gambar 8 memperlihatkan adanya ulkus peptikum
pada gaster dan duodenum.

Gambar 7. Gambaran Radiologi Barium pada Ulkus Peptikum (Harrison's Principles of


Internal Medicine 17th.Braunwald.McGraw-Hill. 2008)

Gambar 8.Gambaran ulkus Dueodenum dan Ulkus Gaster pada Ulkus


menggunakan Endoskopi (Harrison's Principles of Internal Medicine
17th.Braunwald.McGraw-Hill. 2008)

19
Untuk mendeteksi penyebab dari ulkus peptikum dapat menggunakan beberapa
modalitas. Deteksi infeksi Helicobater pylori dapat memanfaatkan tes serologi,
Urea Breath Test, dan Tes antigen Helicobater pylori fekal.2, 5

H. KOMPLIKASI ULKUS PEPTIKUM


Komplikasi tukak peptik yang sering terjadi adalah :

1. Perdarahan
Perdarahan sering terjadi dan merupakan komplikasi yang terbanyak pada penderita
tukak peptik. Insiden meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat adanya
penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS. Perdarahan dapat terjadi
secara kronis maupun akut. Perdarahan kronis umumnya bersifat perdarahan
tersembunyi (occult blood) di tinja, tidak banyak memberi keluhan dan akan
menimbulkan gejala anemi (anemia hipokromik atau anemia defisiensi Fe).
Sebaliknya jika perdarahan akut, maka akan terjadi hematemesis dan melena, dan
penderita akan mengalami syok. Tukak lambung sering menimbulkan hematemesis,
sedangkan tukak duodeni lebih sering menimbulkan melena.1,3,9
2. Perforasi
Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan
meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri
hati, dan dapat menimbulkan fistula gastrokolik. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh
omentum/organ perut di sekitar. Komplikasi ini sering terjadi, dan dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu :1,3
a. Tahap I
Nyeri dirasakan sangat hebat dan perut terasa tegang, karena cairan lambung dan
makanan masuk dalam kavum peritonii, sehingga menimbulkan rangsangan pada
peritoneum. Selain itu penderita juga mengeluh nausea dan vomitus. Kulit
penderita menjadi dingin walaupun suhu normal, auskultasi di abdomen tidak
ditemukan bising usus, frekuensi inspirasi biasanya bertambah dangkal, terdapat
pernapasan kostal, nadi normal atau bertambah cepat, tekanan darah biasanya
normal tetapi jika tekanan darah sistol di bawah 100 mmHg, mempunyai
prognosa jelek.1,9
b. Tahap II

20
Tahap ini terjadi 2-6 jam setelah perforasi. Nyeri bertambah berat, menjalar ke
punggung dan bahu kanan. Dinding abdomen keras seperti papan (board like
abdominal rigidity), disertai dengan pernapasan kostal, makin cepat dan dangkal.
Suhu badan naik dengan tanda syok positif dan bising usus negatif.1,9
c. Tahap III
Pada tahap ini timbul peritonitis generalisata, yang terjadi 6-12 jam setelah
perforasi. Hal ini disebabkan karena invasi bakteri ke dalam kavum peritonii.
Keluhan bertambah berat, suhu bertambah naik, takikardi, dan pernapasan
bertambah cepat serta dangkal. Perasaan sangat nyeri dan nyeri tekan perut, perut
diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda peritonitis.1,9
3. Obstruksi
Retensi lambung adalah komplikasi yang sering pada tukak peptik dan mungkin
disebabkan karena pilorospasme atau akibat terjadinya parut (cicatrix). Obstruksi
pilorus menyebabkan vomitus bertambah hebat, dan lama-kelamaan akan terjadi
dehidrasi dengan serum Na, K, dan Cl akan menurun, serta akan terjadi
hemokonsentrasi dan kadar urea dalam darah naik.1
4. Stenosis pilorus
Stenosis pilorus biasanya merupakan komplikasi dari tukak duodeni. Selain itu bisa
juga disebabkan oleh tukak lambung yang lokasinya dekat pilorus dan karsinoma
lambung stadium lanjut.1
Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi
makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan,dan berat badan turun.
Serangan nyeri hebat mungkin timbul bersamaan dengan periode peristaltik
lambung. Lama kelamaan lambung semakin membesar, rasa nyeri berkurang, rasa
penuh di perut tetap ada yang disertai dengan rasa mual, dan keluhan muntah
berkurang. Badan lemah, dan kadang timbul konstipasi. 1,3
5. Penetrasi
Tukak yang terletak pada dinding posterior lambung dapat mengakibatkan
perlengketan dengan organ di sekitarnya, dan dari proses ulserasi dapat terjadi
penetrasi ke organ-organ tersebut, tanpa disertai keluarnya isi lambung ke dalam
kavum peritonii. Penetrasi biasanya terjadi ke hepar, pankreas, dan omentum minus.
Penetrasi tukak yang mengenai pankreas menyebabkan nyeri yang timbul tiba-tiba
dan menjalar ke punggung.1,3,9
6. Lambung bilokuler (lambung gelas jam = hour-glass stomach)
21
Keadaan ini disebabkan karena tukak lambung kronik yang berbentuk seperti pelana
pada kurvatura minor, dimana saat penyembuhan terjadi parut yang menimbulkan
korpus lambung mengalami konstruksi yang hebat, sehingga lambung terbagi
menjadi 2 bagian oleh segmen stenotik. Hal ini dapat juga terjadi peda tukak
penetrasi yang melengket pada pankreas atau hepar, atau pada dinding anterior
abdomen.1 Komplikasi ini jarang terjadi.9

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal pada perdarahan saluran makanan bagian atas :


1. Resusitasi
Prioritas pertama adalah penilaian, pemantauan, dan menjaga kestabilan status
hemodinamika.10
a. Tanpa syok
- Perdarahan 500cc, dilakukan observasi tekanan darah-nadi-suhu-kesadaran. Periksa
hemoglobin/hematokrit secara berkala untuk evaluasi kemungkinan transfusi.
- Perdarahan 500-1000cc, dilakukan evaluasi kemungkinan transfusi sambil terpasang
infus larutan kristaloid (Ringer Laktat).
- Perdarahan masif (>1000cc, Hb<8 gr%), lakukan infus larutan kristaloid dipercepat
sambil menunggu darah untuk segera transfusi.
b. Keadaan syok
- Letakkan penderita pada posisi telentang tanpa bantal, kepala miring ke samping,
diberikan O2 melalui kateter hidung 5 liter/menit dan pasang kateter foley untuk
pemantauan produksi urin.
- Infus larutan kristaloid (Ringer Laktat) 1000cc dalam 1 jam.
- Bila tetap syok, infus diteruskan dengan plasma ekspander sambil menunggu darah
untuk segera ditransfusi. Jumlah transfusi tergantung pada respon hemodinamik yaitu
CVP stabil normal, tanda vital baik, diuresis cukup, Ht >30%.
2. Kuras lambung
Sesudah resusitasi berhasil baik, pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung
dan kuras lambung dengan air es 150cc tiap 2, 4, atau 6 jam tergantung
perdarahannya.10
3. Pada perdarahan saluran makanan bagian atas masif/diduga perdarahan arteriil, perlu
segera diketahui sumber perdarahannya melalui pemeriksaan arteriografi mesentrika

22
selektif. Tindakan pembedahan/laparotomi eksplorative dipertimbangkan pada kasus
perdarahan masif untuk diagnostik dan terapi.10
4. Pan endoskopi
Setelah hemodinamika stabil dan air kurasan berwarna merah muda jernih, secara
panendoskopi dapat dilihat sumber perdarahan yaitu perdarahan varises esofagei atau
perdarahan bukan berasal dari varises esofagus.10
Terapi tukak peptik akut pada umumnya serupa dengan tukak peptik kronik.
Penderita dengan keluhan yang berat dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, serta
perlu beristirahat beberapa minggu. Penderita dengan keluhan ringan dan tanpa
komplikasi dapat berobat jalan. Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan
(sakit/dispepsia), menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan, dan mencegah
komplikasi. Tukak gaster dan tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi
respon terhadap terapi sama. Tukak gaster biasanya berukuran lebih besar, akibatnya
memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Secara garis besar pengelolaan tukak
peptik adalah sebagai berikut :1,3
I. Non Farmakologi
Penderita ulkus peptikum harus mulai memperhatikan pola dan asupan
makanan.Pola makan dengan jumlah besar harus mulai dihindari karena mampu
membebani lambung.Menghindari makan malam 3-4 jam sebelum tidur karena
dapat memicu pelepasan gastrin dan HCl yang lebih banyak. Pola makan yang
diajurkan adalah pola makan dengan jumlah kecil namun dengan intensitas yang
ditingkatkan.Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja gaster dan
menurunkan sekresi asam lambung yang mampu menimbulkan sensasi
nyeri.Pasien diminta untuk mengurangi konsumsi alcohol, kafein, kopi yang
memiliki keterikatan dengan kejadian ulkus peptikum.7
II. Farmakologi
Ada beberapa obat-obatan yang menjadi modalitas dalam pengobatan ulkus
peptikum antara lain:
1. Penetralisir Asam (Antasida)
Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan HCl menghasilkan
garam dan air. Ia juga memiliki sifat protektif terhadap mukosa dengan
menstimulasi produksi prostaglandin. Kemampuan atau kapasitas
netralisasi asam lambung bervariasi bergantung pada derajat disolusi (tablet
vs cairan), kelarutan dalam air, laju reaksi dengan asam, dan laju pengosongan
lambung. 14

23
Semua antasida menghambat penyerapan sejumlah obat seperti digoxin,
phenytoin, cimetidine, fluoroquinolone. Mekanismenya adalah dengan
berikatan pada obat tersebut atau meningkatkan pH lambung sehingga
mempengaruhi kelarutan obat (terutama obat-obat basa lemah atau asam
lemah). 14
Efek samping penggunaan antasida bervariasi sesuai dengan bentuk dan
sediaan dari antasida, antaralain:14
Natrium bikarbonat (NaHCO3)
NaHCO3 + HCl CO2 + NaCl
Karbon dioksidamenyebabkan distensi lambung dan sendawa. Senyawa
alkali ini langsung diserap tubuh sehingga berpotensi menyebabkan alkalosis
metabolik.
Kalsium karbonat (CaCO3)
CaCO3 + HCl CO2 + CaCl2
Kelarutan kalsiumkarbonat kurang dan reaksinya lebih lambat dari natrium
bikarbonat. Kalsium karbonat juga menyebabkan sendawa. Dosis berlebih
NaHCO3 atau CaCO3 ditambah dengan makanan kaya kalsium dapat
menyebabkan hiperkalsemia, insufisiensi renal dan alkalosis metabolik
(milk-alkali syndrome).
Magnesium Hidroksida[Mg(OH)2]/ Aluminium hidroksida[Al(OH)3]
Mg(OH)2 + HCl MgCl2 + H2O
Al(OH)3 + HCl AlCl3 + H2O
Kedua senyawa ini bereaksi lama dengan HCl. Namun, tidak menyebabkan
sendawa karena tidak menghasilkan gas. Alkalosis metabolik juga jarang
terjadi. Hal ini disebabkan garam Mg yang tak diserap dapat
menyebabkan diare osmotik diimbangi dengan garam Al yang memberikan
efek konstipasi. Dengan demikian, disimpulkan bahwa kombinasi keduanya
menghasilkan efek netralisasi yang seimbang dan lama. Baik Mg maupun Al
akan diserap untuk kemudian dieksresi melalui ginjal maka dari itu tidak
dianjurkan pemberian jangka panjang pada pasien insufisiensi renal.

2. Antagonis Reseptor H2
Obat-obat ARH2 adalah cimetidine, ranitidine, famotidine (paling
poten), dan nizatidine.Antagonis reseptor H2 diserap di lumen intestinal
kecuali nizatidine.Selanjutnyaakan mengalami metabolisme first pass di
hati sehingga bioavailabilitasnya (F) menurun hingga 50%. Nizatidine
hanya sedikit mengalami metabolisme sehingga bioavailabilitasnya hampir
100%.Waktu paruh di serum berkisar 1-4 jam, bergantung pada dosis

24
yang diberikan. Antagonis H2 dieliminasi melalui metabolisme hati, filtrasi
glomerulus, dan sekresi tubular.Obat ini dapat melewati plasenta dan juga
dapat disekresikan ke dalam ASI.15
Manusia memiliki 4 jenis reseptor histamin dalam tubuh, yaitu reseptor
H1, H2, H3 dan H4.Reseptor H2 di lambung salahsatunya berfungsi
meningkatkan sekresi gastrin yang pada akhirnya akan menstimulus produksi
asam lambung. Antagonis H2 bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada
reseptor H2 di sel parietal sehingga menekan sekresi asam. Volume sekresi
gastrin dan pepsin juga ikut menurun.15
Antagonis H2sangat efektif menginhibisi sekresi asam pada malam
hari, sekitar 90%, yang mana sekresinya sangat bergantung terhadap histamin.
Namun pengaruhnya menurun menjadi sekitar 60-80% pada siang hari karena
sekresi asam di siang hari utamanya dipengaruhi oleh gastrin dan Asetilkolin
akibat adanya makanan yang masuk.15
Sebaiknya obat ini tidak diberikan kepada wanita hamil dan menyusui
bila tidak mendesak. Antagonis H2 ini dapat melintasi plasenta dan
disekresikan ke dalam ASI. Walaupun belum ditemukan adanya data yang
menyatakan ARH2berbahaya, kewaspadaan harus dipertahankan.14
3. Proton Pump Inhibitors (PPI)
Yang termasuk obat-obat PPI adalah Omeprazole, esomeprazole,
lansoprazole, pantoprazole, dan rabeprazole.PPI merupakan prodrug yang
membutuhkan suasana asam untuk dapat teraktivasi. Dengan demikian,
beberapa jenis PPI diproduksi dengan lapisan pelindung untuk mencegah zat
aktif yang berada di dalamnya terdegradasi oleh pH asam lambung. Setelah
masukke lumen intestinum yang alkali, lapisan tersebut akan larut. Prodrug
diabsorpsi enterosit dan mengalami metabolisme fase 1 di hati (first pass
hepatic metabolism) dan kemudian masuk ke sirkulasi sistemik. Obat ini
dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 (CYP) terutama CYP2C19 dan
CYP3A4.15
Waktu paruh PPI sekitar 1,5 jam, namun efek inhibisi asamnya
berlangsung hingga 24 jam. PPI sangat kuat berikatan dengan protein.Ia tidak
mengalami eliminasi di renal. PPI diberikan 30 menit sebelum makan. Obat
ini dapat pecah bersama makanan di lambung pecah di lambung kemudian
akanberikatan dengan berbagai gugus sulfihidril yang ada di makanan
sehingga bioavailabilitasnya akan menurun sampai 50%.14, 15

25
Dari sirkulasi sistemik, PPI berdifusi ke kompartemen asam sel
parietal lambung. Di sini, prodrug terprotonasi (adisi proton atau H+) dan
mengalami aktivasi insitu menjadi sulfonamid tetrasiklik. PPI bekerja dengan
memblokir jalur akhir sekresi asam lambung. Bentuk aktif Sulfonamid akan
berikatan kovalen dengan gugus sulfihidril enzim H +/K+ ATPase (enzim
pompa proton). Ikatan tersebut menyebabkan produksi asam lambung
terhenti 80-95%. Penghambatan bersifat ireversibel dan produksi asam baru
dapat terjadi kembali setelah 3-4 hari setelah pengobatan dihentikan.15

Golongan Obat Contoh Obat Dosis


Penekan Sekresi Asam
1. Antasida Mylanta, Maalox 100-140meq 1 3 jam
setelah makan
2. Antagonis reseptor Cimetidin 400 mg
H2 Ranitidin 300 mg
Famotidin 40 mg
Nizatidine 300 mg
3. Penghambat Omeprazol 20 mg/ hari
Pompa Proton Lansoprazol 30 mg/ hari
Rabeprazol 20 mg/ hari
Pantoprazol 40 mg/ hari
Esomeprazol 20 mg/ hari
Agen Proteksi Mukosa
1. Sukralfat Sukralfat 1 gram q/d
2. Prostaglandin
Misoprostol 200 pikogram q/d
Analog
Tabel I. Golongan Obat dan Dosis yang digunakan dalam Terapi pada Ulkus
Peptikum
(John Del Valle. Acid Peptic Disorder, on Harrison's Principles of Internal
Medicine 17th.Braunwald.McGraw-Hill. 2008)

4. Agen Protektif Mukosa


a. Sukralfat
Merupakan kompleks garam sukrosa dengan Al(OH)3 yang tersulfatasi.
Sukralfat dipecah menjadi sukrosa sulfat serta garam Al. Obat ini hampir
tak dapat diserap tubuh dan dikeluarkan bersama feses. 14
Di dalam lambung, sukralfat dan air akan membentuk pasta kental
yang melindungi ulkus atau erosi hingga 6 jam. Sukrosa sulfat yang

26
bermuatan sangat negatif akan berikatan dengan dasar ulkus/erosi yang
bermuatan positif. Terbentuk barrier fisik sehinggamencegah kerusakan
lebih lanjut. Barier ini akan memberi kesempatan sel dibawahnya untuk
mensekresikan Prostaglandin dan HCO3 untuk perbaikan mukosa.14, 15

Walaupun sukralfat dengan selektif menutupi ulkus, namun ia juga


dapat berikatan dengan berbagai obat lain, seperti, digoxin, phenytoin,
cimetidine, fluoroquinolone.14
b. Analog Prostaglandin
Mukosa saluran cerna mensintesi sejumlah prostaglandin terutama
PGE dan PGF. Misoprostol adalah senyawa metil yang analog dengan
PGE1. Obat ini diserap dan dimetabolisasi menjadi bentuk metabolit yang
aktif . Waktu paruhnya sekitar 30 menit, sehingga butuh 3-4 kali minum
per hari. Walaupun Misoprostol dieksresikan melalui urin, tidak perlu
penurunan dosis pada pasien insufisiensi renal.15
Misoprostol memiliki fungsi ganda, sebagai penghambat sekresi asam
sekaligus pelindung mukosa.Obat ini menstimulasi sekresi mukus dan
HCO3 dan meningkatkan laju darah di mukosa. Selain itu, obat ini juga
berikatan dengan reseptor Prostaglandin di sel parietal, menurunkan cAMP
yang distimulasi histamin, sehingga memberikan efek inhibisi asam
walaupun hanya sedikit. 14, 15
Efek samping pada sejumlah pasien dilaporkan mengalami diare dan
nyeri abdomen. Prostaglandin juga memiliki fungsi lain seperti
merangsang kontraksi uterus, sehingga misoprostol menjadi
kontraindikasi pada wanita hamil. Namun setelah melahirkan, obat ini
dapat diberikan karena mampu menghentikan perdarahan post-partum.
Sampai saat ini belum ditemukanadanya interaksi signifikan misoprostol
dengan obat lain.14, 15
Selain obat-obatan di atas, untuk ulkus peptikum yang disebabkan oleh
infeksi Helicobater pylori digunakan beberapa antibiotic yang berfungsi
mengeradikasi bakteri tersebut.Penggunaan antibiotik tunggal pada infeksi
memberikan hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan pemberian
antibiotic kombinasi.Adapun antibiotic yang digunakan antaralain
metronidazole, tetrasiklin, klaritromisn, dan senyawa Bismuth.Triple
therapy yang digunakan diawal adalah penggunaan 2 antibiotik ditambah
dengan satu diantara PPI, Antagonis H2 memiliki tingkat keberhasilan yang

27
lebih baik. Penggunaan obat-obat yang menekan produksi asam bertujuan
untuk mengurangi gejala dan meningkatkan proses eradikasi
bakteri.Dalam pemilihan antibiotic perlu diperhatikan beberapa faktor
seperti efikasi obat, toleransi pasien serta resistensi obat.15
Meskipun Triple Therapy efektif dalam eradikasi Helicobater pylori,
namun dapat menimbulkan penurunan dari kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat.Terapi ini harus dikonsumsi selama 14 hari, dua kali
dalam sehari.Oleh sebab itu, edukasi kepada pasien amat dibutuhkan agar
tidak terjadi resistensi dan mampu mencapai target eradikasi.2tabel di
bawah ini merupakan regimen yang direkomendasi untuk eradikasi
Helicobacter pylori.

28
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny P.
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tondo
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 21 02 2017
Ruangan : Seroja

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Ulu Hati
Riwayat penyakit sekarang : Os Masuk dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit tetapi memberat 4 hari SMRS. Nyeri didahului
dengan rasa tidak nyaman di ulu hati. Nyeri juga dirasakan sampai ke leher. Nyeri
dirasakan seperti perih dan panas disertai rasa penuh sesudah makan. Nyeri dirasakan
terus-menerus dan dirasakan semakin berat setelah makan sehingga membuat pasien
tidak berani makan. Tidak terdapat hal-hal yang dapat memperingan rasa nyeri. Nyeri
ulu hati disertai rasa mual tetapi pasien tidak sampai muntah. Mual seperti rasa enek
yang dirasakan hilang timbul. Mual sampai membuat penderita tidak ingin makan.
Mual terasa berkurang bila penderita minum teh hangat. Beberapa hari sebelum
masuk rumah sakit penderita mengeluh cepat merasakan kenyang padahal baru makan
sedikit.
Os juga mengeluh buang air besar (BAB) warna hitam sejak 3 hari SMRS. Berak
hitam seperti aspal dengan konsistensi agak lembek. Penderita BAB dua kali sehari

29
dengan volume sebanyak 200cc setiap kali BAB. Feses tidak disertai lendir. Keluhan
ini bersifat menetap serta tidak dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. buang air
kecil (BAK) normal 5-6 kali/hari, warna kuning dengan volume 1 gelas setiap kali
BAK.
Selain itu penderita juga mengeluh badan terasa lemas, letih, dan lesu sejak 4 hari
SMRS. Lemas terasa seperti tidak bertenaga sehingga mengganggu aktivitas sehari-
hari dan membuat penderita sulit berkonsentrasi. Lemas dirasakan terus menerus dan
tidak berkurang meskipun penderita sudah tidur serta tidak ada faktor yang dapat
memperingan rasa lemas. Penderita mengaku sehari-hari tidak ada ketegangan jiwa
maupun emosi berlebihan
Riwayat penyakit sebelumnya: Penderita tidak pernah memiliki penyakit dengan
keluhan serupa sebelumnya, namun penderita mengeluh sering menderita pegal-pegal
pada persendian sejak 6 bulan yang lalu. Penderita tidak pernah memeriksakan diri ke
dokter atau rumah sakit untuk mengobati keluhan tersebut. Penderita mengkonsumsi
obat rematik (dibeli sendiri di warung) dan jamu asam urat 2 kali dalam seminggu
untuk mengurangi gejala ini. Riwayat penyakit hipertensi disangkal. .
Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.
Riwayat penyakit jantung, kencing manis, tekanan darah tinggi, dan penyakit sistemik
lain juga disangkal.

I. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Berat Badan : 60 Kg
Tinggi Badan : 171 cm
IMT : 20,4 kg/m2
Status Gizi : Gizi baik
Tanda Vital
- Denyut nadi : 108 kali/menit
- Suhu : 37,1 oC
- Respirasi : 18 kali/menit
- TD : 130/70 mmHg
Kulit : warna sawo matang, Petekie (-), CRT < 2 detik
Kepala : Normocephal
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva palpebral anemis (+/+),
sklera ikteri (-/-), refleks pupil : +/+ Isokor
Hidung : Rhinorrhea (-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Tonsil : T1/T1
Telinga : Otorrhea (-/-)

30
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi dinding dada (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri kesan normal, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi: Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II
Batas kanan jantung SIC IV linea parasternal dextra
Batas kiri jantung SIC V linea midclavicula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, massa (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani di 4 kuadran abdomen
- Palpasi : Organomegali (-), nyeri tekan Abdomen (+) regio epigastrium
- Anggota gerak : Ekstremitas atas akral hangat (+/+), edema (-/-)
Ekstremitas bawah akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
- Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot baik, sendi- sendi normal
-
Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan RT : Tonus sfigter (+) normal, mucosa permukaan licin, massa (-),
feses (+), Melena (+), hemorroid (-).

III. RESUME
Os Perempuan usia 60 tahun MRS dengan keluhan nyeri ulu hati (+) sejak
4 hari SMRS,mual (+), nyeri dirasakan terus-menerus dan dirasakan semakin berat
setelah makan sehingga membuat pasien tidak berani makan, rasa penuh walau
tidak makan (+), melena (+) sejak 3 hari SMRS, nyeri persendian (+), Fatigue (+)
sejak 4 hari SMRS riwayat konsumsi obat reumatik dan jamu 2x seminggu.
Pemeriksaan fisik : konjugtiva anemis (+/+). Pemeriksaan RT: Tonus sfigter (+)
normal, mucosa permukaan licin, massa (-), feses (+),Melena(+),hemorroid(-).
Pada pemeriksaan umum ditemukan, kesan sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, tinggi badan 171 cm, berat badan 60 kg, IMT 20,4 kg/m2, suhu badan
37,1oC, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 108 kali/menit.

31
IV. DIAGNOSIS KERJA
Melena et causa susp Ulkus Peptikum

V. DIAGNOSIS BANDING
Dispepsia Fungsional
Gastritis
Tumor lambung

VI. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


DR, Fungsi Hati ( SGOT, SGPT, ALBUMIN), Fungsi Ginjal ( BUN, Creat, Uric),
GDS, Electrolit, BOF dengan Kontras, Endoskopi

VII. PENATALAKSANAAN
non medikamentosa
Tirah baring / istirahat
puasa secara bertahap kemudian Diet (Makan makanan lunak 3x/hr Hindari
faktor pencetus seperti obat-obatan AINS, makan makanan yang asam, pedas,
minum kopi)
Pemasangan NGT
medikamentosa
IVFD Dex 5 % 20 tpm
Omeprazole bolus 80 mg lanjut Omeprazole drips 64 mg
Antasida sirup 3 x CI
Sucralfat Sirup 3 x CI
As Tranexamat 3 x 1amp/iv
Tranfusi PRC 2 labuh/ hari ( dibutuhkan 4-5 labuh )
Tranfusi albumin
VIII. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Laboratorium
2017 21/2 22/2 26/2 rentang satuan
WBC 15,3 11,67 7,61 4,5-11,0 K/L
NE% 74,7 68,1 74,9 43,0-65,0 %
LY% 15,1 19,0 8,53 20,5-45,5 %
MO% 5,36 5,8 8,93 4,0-10,0 %
EO% 4,26 5,0 5,69 0,9-4,9 %
RBC 1,16 2,02 2,80 4,60-6,20 M/L
HGB 3,64 6,0 8,36 13,5-18,0 g/dL
HCT 10,8 17,6 25,2 40,0-54,0 %
MCV 92,9 87,2 90,1 80,0-94,0 fL
MCH 31,4 29,6 29,9 27,0-32,0 Pg
PLT 403 363 570 150-440 K/L

Urin Lengkap:

32
Pada pemeriksaan urine lengkap (21/2/2017) diperoleh hasil pH 6,5; leukosit negatif; nitrit
negatif; protein negatif; glukosa negatif, ketone 150 (++++); urobilinogen 1 (+); bilirubin
negatif; erythrocyte 25 (++); specific gravity 1,015; warna kuning dan bakteri (+).

Pemeriksaan Kimia
2011 22/2 26/2 Rentangan Satuan
FUNGSI HATI
ALB 1,6 4,0-5,7 g/dL
AST 30 14-50 IU/L
ALT 36 11-60 IU/L
FUNGSI GINJAL
BUN 18 5,0-23,0 mg/dL
Creatinin 0,9 0,50-1,20 mg/dL
Uric 4,9 5,0 3,4-7,0 mg/dL
DIABETES
Glukosa 107 100 70-100 mg/dL
ELEKTROLIT
NA 134,7 135,6 135,0-147,0 mmol/L
K 3,82 4,01 3,50-5,50 mmol/L

IX. DIAGNOSIS AKHIR

Melena e.c Susp Ulkus Peptikum


Anemia sedang N-N ec acute bleeding

X. PROGNOSIS
Dubia ad Malam

33
BAB V
DISKUSI

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, penderita ini


didiagnosis dengan :
Melena e.c susp Ulkus Peptikum
Anemia sedang N-N ec acute bleeding
Hypoalbuminemia ec intake kurang
Planning pada pasien ini adalah pemeriksaan darah lengkap, BOF dengan kontras,
pemeriksaan serologi H. pylori, dan pemeriksaan albumin post tranfusi dilakukan untuk
melihat apakah telah terjadi perbaikan setelah transfuse.
Monitoring yang dilakukan pada kasus ini adalah tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuansi napas), keluhan, perdarahan, dan hemoglobin dan hematokrit. Prognosis pada kasus
ini dubia ad malam.
Penderita ini didiagnosis dengan melena ec susp ulkus peptikum, anemia sedang
normokromik normositer ec acute bleeding dan hypoalbuminemia ec intake kurang, karena
dari anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri ulu hati yang dirasakan sampai ke leher,
mual tetapi pasien tidak sampai muntah, cepat merasakan kenyang padahal baru makan
sedikit, BAB warna hitam seperti aspal dengan konsistensi agak lembek serta tidak
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi, badan lemas, letih, dan lesu, tidak ada
ketegangan jiwa maupun emosi berlebihan. Penderita tidak pernah memiliki penyakit dengan
keluhan serupa sebelumnya, menderita pegal pada persendian sejak 6 bulan, mengkonsumsi
obat rematik dan jamu asam urat 2 kali dalam seminggu untuk mengurangi gejala ini.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 108 kali/menit,
respirasi 18X/menit, kulit pucat, mata anemi +/+, pemeriksaan khusus abdomen pada palpasi
diperoleh nyeri epigastrium (+), rectal toucher (RT): tonus sfingter (+) normal, mukosa
permukaan licin, massa (-), faeses (+), melena (+), haemorrhoid (-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar hemoglobin dengan kadar
MCH normal MCV normal menunjukkan adanya anemia normokromik normositer
diakibatkan oleh perdarahan akut. Pada pemeriksaan kimia ditemukan hipoalbumin
dikarenakan karena masukan yang kurang.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah masuk rumah sakit,
Omeperazole bolus 80 mg, omeperazole 64 mg drip dalam 500 cc Dex 5% 20 tetes/mnt 8
mg/jam selama 72 jam, pemasangan NGT, puasa yang secara bertahap diganti dengan diet

34
lunak, antasida 3 x CI, sukralfat 3 x CI, asam tranexamat 3 x 1 amp, transfusi PRC 2
labuh/hari sampai dengan Hb lebih dari atau sama dengan 10, dan transfusi albumin sampai
dengan albumin 3g/dL.
IVFD yang dipilih Dextrose 5% sebagai sumber kalori karena pasien
dipuasakan untuk sementara agar saluran cerna tidak bekerja terlalu berat dan pasien
juga mengalami perdarahan yang cukup.
Omeperazole bolus 80 mg dilanjutkan omeperazole 64 mg drip. Omeprazole
merupakan suatu inhibitor dari H+, K+-ATP ase dan mengontrol produksi asam, apapun jenis
rangsangannya. Pengobatan ini dapat menurunkan perdarahan ulang dan kebutuhan operasi.
Pemasangan NGT untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran
cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.
Puasa yang secara bertahap diganti dengan diet lunak. Pemberian makanan adalah
segera sesudah hemodinamika stabil dan perasaan mual sudah tidak ada lagi. Mula-mula
diberikan diet cair kemudian menjadi diet saring, diet lunak, dan akhirnya diet biasa.
Makanan yang dikonsumsi harus lembek dan mudah dicerna, tidak merangsang, dapat
menetralisir asam HCl, serta hindari makanan pedas, asam, dan beralkohol, kopi, teh, coklat,
makanan yang berserat tinggi, makanan yang mengandung lemak dan bumbu-bumbu
berlebihan.
Antasida 3 x CI menghilangkan rasa sakit atau dispepsia. Obat ini bekerja menetralisir
asam dan mempertahankan pH intragastrik minimal 4,5.
Sukralfat 3 x CI melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain
membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan
daya pertahanan dan perbaikan mukosal.
Asam tranexamat 3 x 1 amp merupakan obat koagulan dan anti fibrinolitik agar darah
beku yang terbentuk tidak terlepas lagi.
Transfusi PRC 2 labuh/hari dilakukan karena penderita mengalami perdarahan dan
hemoglobin serta hematokrit penderita turun <10 mg/dL.
Penderita ini juga diberikan trasfusi albumin karena kadar albumin pasien ini
1,6 g/dl. Sehingga diharapkan dapat memperbaiki keadaan hipoalbuminemia dengan
segera.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penderita ini
antara lain pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam untuk mengetahui perubahan
hemoglobin dan hematokrit setelah diberikan transfusi, BOF dengan kontras ganda dapat
35
memperlihatkan kelainan pada mukosa saluran pencernaan dan untuk mengetahui apakah
terjadi komplikasi tukak peptik, dan pemeriksaan serologi H. pylori untuk mengetahui apakah
terjadi infeksi H. pylori. Pemeriksaan albumin post tranfusi dilakukan untuk melihat
apakah telah terjadi perbaikan setelah transfuse.
Monitoring yang dilakukan pada kasus ini adalah tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuansi napas), keluhan, perdarahan, dan hemoglobin dan hematokrit. Prognosis pada kasus
ini dubius ad malam karena faktor usia tua, adanya melena, adanya anemia, dan kemungkinan
perdarahan berulang 43-55%.

36
BAB IV
RINGKASAN

Ulkus peptikum (tukak peptik) mengacu pada kecacatan mukosa gaster dan duodenal
yang disebabkan oleh pengaruh asam dan pepsin yang melebihi kemampuan mukosa
melawan pengaruh tersebut.
Infeksi H. pylori, obat ulserogenik seperti OAINS, dan asam adalah faktor yang
paling penting pada ulkus peptik. Asam diperlukan untuk perkembangan ulkus yang
disebabkan oleh H. pylori atau OAINS, tetapi asam sendiri secara umum tidak menimbulkan
ulkus kecuali dalam keadaan hipersekretori. Pengguanaan OAINS dan infeksi H. pylori
secara umum dianggap sebagai faktor risiko independen untuk ulkus peptik. Beberapa data
menunjukkan infeksi H. pylori meningkatkan risiko ulkus peptik selama terapi OAINS.
Gejala dispepsia dimana nyeri epigastrik sebagai gejala kardinal dari ulkus peptik.
Keluhan ini tidak sensitif atau spesifik sebagai kriteria diagnostik. Pada pemeriksaan fisik
biasanya ditemukan nyeri pada daerah epigastrium. Endoskopi saluran cerna bagian atas
direkomendasikan sebagai pemeriksaan yang menunjukkan kehadiran ulkus peptik pada
pasien dispepsia. Selama pemeriksaan endoskopi spesimen biopsi harus diambil dari
spesimen ulkus gaster untuk membedakan kelainan yang bersifat jinak atau ganas. Spesimen
biopsi tidak diambil secara rutin pada ulkus duodenum. Setelah pemeriksaan endoskopi,
roentgen kontras barium diperlukan untuk pasien tertentu dengan ulkus yang mengalami
komplikasi untuk melihat anatomi gastroduodenanum.
Penatalaksanaan dilakukan secara suportif, medikamentosa, endoskopi atau
pembedahan. Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penderita ini
antara lain pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam, BOF dengan kontras ganda,
pemeriksaan serologi H. pylori untuk mengetahui apakah terjadi infeksi H. pylori dan
pemeriksaan albumin post tranfusi.
Prognosis ditentukan oleh tipe ulkus yaitu ulkus yang besar, perdarahan yang
menetap walau telah diterapi endoskopi, dan perdarahan berulang. Selain itu keadaan
pasien juga menentukan seperti adanya syok, melena, banyaknya darah segar pada
muntahan atau aspirat lambung, sepsis, anemia, dan adanya penyakit lain seperti
jantung, liver dan ginjal.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan, P. Tukak Gaster, dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi V1 Jilid I.
Editor Aru. W Sudoyo, dkk. Interna Publising. 2012
2. John Del Valle. Acid Peptic Disorder, on Harrison's Principles of Internal
Medicine 17th. Braunwald. McGraw-Hill. 2008
3. Akil HAM. Tukak Duodenum dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi 5. Interna
Publishing. Jakarta. 2012. P 523-8
4. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 12th edition.
Asia: John Wiley & Sons, 2009. p. 921 950
5. Schafer, TW. Peptic Ulcer Disease. The American College of Gastroenterology,
Bethesda, Maryland. 2008.
6. Price, A Sylvia. Patofisiologi Edisi 6 Volume II. EGC. Jakarta. 2009 Hal 1388
7. Shyne, P. Gastritis and Peptic Ulcer Disease. Departement of Emergency
Medicine, Emory University School of Medicine. 2009[diunduh 14 Januari 2013]
diakses dari www. Emedicine.org
8. Junqueira, Carlos. Histologi Dasar Teks dan Altas Edisi X. 2007. Jakarta: EGC.
Hal 196-197; 213-216
9. Histologi bloom fawset
10. Guyton & Hall. 2006. Textbook of Medical Physiol 11th ed. USA: Mc Graw-Hill
Companies page 795-800
11. Stefan Silbernagl. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. Page
142-147
12. Prescott, Harley. Microbiology 5th edition. 2002. USA: The McGrawHill
Companies. Page 918-919
13. Ryan, Kenneth J. Sherris Medical Microbiology an Introduce to Infection Disease
4th Edition. 2004. The McGrawHill Companies. Page 380-384
14. Modern pharmacology with Clinical Applications 425-428
15. Laurence, L. Bruton. Goodman & Gilmans, The Pharmacological Basis of
Theurapeutics 11thedition. USA: The McGraw-Hill Companies. Page 967-972

38
39

Anda mungkin juga menyukai