Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN

PRAKTIKUM GENETIKA
KEANEKARAGAMAAN TUMBUHAN

Nama : Azat Sudrajat


NIM : 1157020011
Kelas/Kelompok : Biologi A/ 6 (Enam)
Dosen : Opik Taupiqurahman, S.Si., M. Biotek.
Asisten Praktikum : Afriansyah F.
Tgl. Praktikum : 2 Maret 2017
Tgl. Masuk Laporan : 8 Maret 2017

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017M/ 1348 H
III. HASIL PENGAMATAN
3.1. Tabel Pengamatan
No Karakteristik SP 1 SP 2 SP 3 SP 4 SP5
1 Bentuk tulang Menjari Menyirip Menyirip Sejajar Menjari
daun
2 Tepi daun Rata Bergelomban Bergerigi Rata bergelomban
g g
3 Bentuk ujung Lancip Membulat Runcing Membula Meruncing
daun t
4 Dudukan daun Berkaran Baerseling Berhadapa Berseling Berkarang
g n
5 Permukaan Halus Halus Kasar Halus Halus
daun
6 Panjang daun 14.5 cm 13.5 cm 1.6 cm 1 cm 14 cm
7 Susunan daun Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal
8 Habitus Perdu Semak Herba Perdu Perdu
9 Permukaan Halus Berduri Kasar Halus Halus
batang
10 Akar Serabut Serabut Tunggal Tunggal Tunggal

Keterangan: SP 1 : Singkong (Manihot uttilisima)


SP 2 : Euphorbia (Euphorbia milli)
SP 3 : Euphorbia hirta
SP 4 : Patah Tulang (Euphorbia tirucali)
SP 5 : Jarak (Jatropha curcas L.)
3.2. Tabel Perbandingan
No SP 1 SP 2 SP 3 SP 4 SP 5
1 0 1 1 1 0
2 0 1 1 0 1
3 1 0 1 0 1
4 0 1 1 1 0
5 1 1 0 1 1
6 1 1 0 0 1
7 0 0 0 0 0
8 1 0 1 1 1
9 1 0 0 1 1
10 0 0 1 1 1

3.3. Perhitungan matiks


Perhitungan matriks 1
Indeks kesamaan Sorensen
S= 2C/ (A + B) x 100%
C = kesamaan
A + B = jumlah spesies versus
2( 2)
Sp 1,2 = 10 x 100 % = 40%
2( 2)
Sp 1,3 = 11 x 100% = 36,36%
2( 3)
Sp 1,4 = 11 x 100% = 54,54%
2( 3)
Sp 1,5 = 12 x 100% = 90,90%
2( 3)
Sp 2,3 = 11 x 100% = 54,54%
2( 3)
Sp 2,4 = 11 x 100% = 54,54%
2( 3)
Sp 2,5 = 12 x 100% = 50%
2( 4)
Sp 3,4 = 12 x 100% = 66,67%
2( 4)
Sp 3,5 = 13 x 100% = 61,54%
2( 4)
Sp 4,5 = 13 x 100% = 61,54%

3.4. Tabel Matriks 1


No SP1 SP 2 SP 3 SP 4 SP 5
1 * 40 % 36,36% 54,54% 90,90%
2 * * 54,54 % 54,54% 50%
3 * * * 66,67% 61,54%
4 * * * * 61,54%
5 * * * * *
Nilai terbesar SP1 Vs SP5 = 90,90%
3.5. Perhitungan matriks 2
50+ 40
x 100
1. SP (1,5) Vs SP 2 = 2

= 45 %
36,36+ 61,54
x 100
2. SP (1,5) Vs SP 3 = 2

= 48,95%
54,54 +61,54
x 100
3. SP (1,5) Vs SP 4 = 2

= 58,04%

3.6. Tabel Matriks 2


SP 1,5 SP 2 SP 3 SP 4
SP 1,5 * 45% 48,95% 58,04 %
SP 2 * * * *
SP 3 * * * *
SP 4 * * * *
Nilai terbesar SP (1,4,5)= 58, 04%
3.7. Perhitungan Matriks 3
40+50+54,54
x 100
SP (1,4,5) Vs SP 2 = 3

= 48,18%
36,36+ 61,54+66,67
x 100
SP (1,4,5) Vs SP 3 = 3

= 54,86 %

3.8.Tabel Matriks 3
SP (1, 4, 5) SP 2 SP 3
SP (1,4,5) * 48,18 % 54,86 %
SP 2 * * *
SP 3 * * *
Nilai terbesar SP (1,2,3,4,5) = 54,86%
3.9. Perhitungan Matriks 4
40+54,54+54,54 +50
x 100
SP (1,3,4,5) Vs SP 2 = 4

= 49, 71 %
3. 10. Tabel Matriks 4
SP SP 2
(1,3,4,5)
SP (1,3,4,5) * 49,77%
SP 2 * *

Dalam pengamatan ini dilakukan analisa kekerabatan tumbuhan dalam


satu famili. Sampel tumbuhan yang diambil didapati di kawasan kampus UIN
Sunan Gunung Djati Bandung terutama dalam area kebun fakultas sains dan
teknologi. Bagian yang diperoleh dari sampel berupa daun sebagian batang.
Sebagaimana yang diperoleh dari grafik 1, dapat diketahui bahwa Sp 1
paling terdekat dengan Sp 5 sebesar 90, 9%. Hal ini disebabkan kedua
specimen ini memiliki banyak kesamaan. Diantara kesamaan tersebut
terletak pada karakter bentuk tulang daun, dudukan daun, permukaan daun,
panjang daun, susunan daun, habitus, hingga permukaan batang. Sehingga
hanya setidaknya terdapat tiga perbedaan seperti akar, tepi daun dan
bentuk ujung daun.
Disisi lain, hubungan kekerabatan yang paling jauh dilekatkan oleh Sp
2. Hal ini disebabkan Spesimen ini memiliki banyak karakter yang berbeda.
Salah satu karakter yang berbeda yang dimilikinya ialah pada habitus yakni
sebagai tumbuhan semak. Karakter ini menyebabkan Sp 2 hanya memiliki
49,7% kesamaan dengan specimen lain.
Analisa kekerabatan ini berdasarkan atas pengamatan morfologi.
Morfologi sangat berperan dalam penganalisaan kekerabatan. Sebab,
kesamaan dalam morfologi pada suatu specimen merupakan tolak ukur dari
kesamaan genus, ordo hingga kingdomnya. Kesamaan morfologi pada suatu
specimen terhadap specimen lain yang menandakan kedekatan kekerabatan
disebabkan banyak factor seperti evolusi ataupun adaptasi morfologi.
Morfologi sangat berperan dalam penentuan keanekaragaman hayati
terutama hewan. Semakin banyak perbedaan yang terdapat pada suatu
organisme terhadap lainnya, maka semakin banyak pula
keanekaragamannya. Meskipun kini dalam pengidendifikasian tingkat
kekerabatan lebih akurat dengan menggunakan molekuler. Ini dikarenakan
perbedaan morfologi yang tidak mutlak yang disebabkan adaptasi-adaptasi
dari organisme.
Sehingga, dalam upaya pengetahuan akan kekerabatan ini dikenal
dengan Taksonomi. Adisoemarto (2006), menjelaskan taksonomi adalah
suatu cara upaya manusia untuk mengenal makhluk di sekitarnya dalam
skala kecil, dan makhluk di dunia dalam skala besar. Pada awalnya, tujuan ini
dikembangkan karena adanya kebutuhan manusia untuk memanfaatkan
makhluk yang ada di sekitarnya. Pengembangan ini lama kelamaan menjadi
suatu sistem universal yang didasarkan kaidah yang makin lama makin
mantap. Taksonomi menjadi ilmu yang canggih, tetapi yang harus
dipertahankan agar tidak lepas dari akar perkembangannya.
Data jenis yang ditemukan pada petak-petak pengamatan digunakan
untuk menghitung frekuensi, data jumlah pohon pada petak-petak
pengamatan digunakan untuk menghitung kerapatan. Untuk mengetahui
kesamaan komposisi jenis digunakan nilai indeks kesamaan jenis cara
Jaccard, untuk mengetahui tingkat penguasaan jenis digunakan nilai indeks
dominansi jenis, untuk mengetahui keanekaragaman jenis dihitung
berdasarkan rumus indeks diversitas dari Shannon-Wienne (Mawazzin dan
Subiakto, 2013). Pada penghitungannya, terdapat factor indeks Sorensen.
Indeks Sorensen merupakan tingkat atau nilai kesamaan pada sampel. Untuk
mengetahui indeks kesamaan jenis antar dua komunitas contoh yang
berbeda dihitung dengan rumus Sorenson (1948) dalam Odum (1996):
S 2C/(ABC) Dimana:
S = Indeks kemiripan komunitas
A = Jumlah jenis pada hutan bekas tebangan
B = Jumlah jenis pada hutan yang belum ditebang
C = Jumlah jenis yang terdapat pada hutan yang belum ditebang dan hutan
bekas tebangan.
Semakin besar nilai indeks kesamaan komunitas (S), maka kesamaan jenis
kedua komunitas yang dibandingkan semakin seragam komposisi jenisnya.
Tingkat keanekaragaman suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa
factor yang meliputi abiotic dan biotik. Menurut Christanto (2017), yang
termasuk faktor fisik (abiotik) adalah iklim (suhu, kelembaban udara, angin),
air, tanah, dan ketinggian, dan yang termasuk faktor non fisik (biotik) adalah
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Namun, secara luas dan langsung
factor yang menyebabka keanekaragaman hayati secara luas berupa ekologi
dan distribusi.
Keanekaragaman ini tidak lepas atas sejarah perkembangan flora.
Christanto (2017), menceritakan Sejarah terbentuknya daratan di Indonesia
berawal pada zaman es. Pada awal zaman es tersebut, suhu permukaan
bumi turun sehingga permukaan air laut menjadi turun. Pada masa itu,
wilayah Indonesia bagian Barat yang disebut juga Dataran Sunda masih
menyatu dengan Benua Asia,sedangkan Indonesia bagian Timur yang
disebut juga Dataran Sahul menyatu dengan Benua Australia. Dataran Sunda
dan Dataran Sahul juga masih berupa daratan belum dipisahkan oleh laut
dan selat. Keadaan tersebut menyebabkan keanekaan flora dan fauna di
Indonesia bagian Barat seperti Jawa, Bali Kalimantan, dan Sumatera pada
umumnya menunjukkan kemiripan dengan flora di Benua Asia. Begitu pula
denga flora dan fauna di Indonesia bagian Timur seperti Irian Jaya dan pulau-
pulau disekitarnya pada umumnya mempunyai kemiripan dengan flora dan
fauna di benua Australia. Jadi Indonesia pada masa itu menjadi jembatan
penghubung persebaran hewan dari Asia dan Australia. Kemudian, pada
akhir zaman es, suhu permukaan bumi naik sehingga permukaan air laut
naik kembali. Naiknya permukaan air laut mengakibatkan Jawa terpisah
dengan Benua Asia, kemudian terpisah dari Kalimantan dan terakhir dari
Sumatera. Selanjutnya Sumatera terpisah dari Kalimantan kemudian dari
Semenanjung Malaka dan terakhir Kalimantan terpisah dari Semenanjung
Malaka. Seorang berkebangsaan Inggris bernama Wallace mengadakan
penelitian mengenai penyebaran hewan di Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan hewan di Indonesia bagian Barat
dengan hewan di Indonesia bagian Timur. Batasnya di mulai dari Selat
Lombok sampai ke Selat Makasar. Oleh sebab itu garis batasnya dinamakan
garis Wallace. Batas ini bersamaan pula dengan batas penyebaran binatang
dan tumbuhan dari Asia ke Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai