Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang

1 Menurut Syarifuddin Karama

Sesungguhnya, dua fenomena itu adalah gejala alam dalam tingkatan wajar yang datang
setiap tahun. Jika kemudian muncul ketidakwajaran, semata-mata karena kesalahan dalam
penanganan, kerakusan segelintir orang dalam memanfaatkan sumber daya alam, kekeliruan
memanfaatkan teknologi pertanian, dan kurangnya pengetahuan . Data dari Badan
Meteorologi Pertanian menyatakan, kemarau tahun lalu dan tahun ini masih tergolong
normal. Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa kekeringan dengan intensitas tinggi tetap
terjadi walau tidak ada El Nino?Ada tiga aspek untuk membantu mengungkap gejala
kekeringan, yakni aspek klimatologi, hidrologi, dan agronomi.

2 Menurut Ahmad Heryawan

Kerugian banjir di Jakarta dan sekitarnya pada bulan februari 2007 diperkirakan oleh
Bappenas mencapai Rp. 8,8 triliun. Departemen Sosial menyatakan, kerugian harta akibat
banjir bandang di Situbondo dan Bondowoso Provinsi Jawa Timur, pada februari 2008
diperkirakan mencapai sekitar Rp. 350 miliar. Walhi memperkirakan total kerugian langsung
akibat banjir yang melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008
mencapai Rp. 500 miliar. Berita-berita terkait banjir dan kerugiannya yang biasanya
menghiasi headline surat kabar ketika musim penghujan melanda sebagian besar wilayah
Indonesia. Kerugian akibat bencana banjir biasanya juga menyentuh persoalan interaksi
sosial, terhentinya roda perekonomian untuk sementara dan kadang kala bisa berujung pada
terenggutnya korban jiwa.

Ada tiga faktor sangat berpengaruh penyebab banjir terjadi. Pertama kerusakan lingkungan,
hal ini ditandai peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (pemanasan
global). Para pakar dan ilmuwan lingkungan yang tergabung dalam Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan
meningkat 1,1 hingga 6,4 derajat Celcius atau setara dengan 2,0 hingga 11,5 derajat
fahrenheit antara tahun 1990 dan 2100. Kondisi bumi yang memanas menyebabkan
perubahan iklim semakin tidak stabil. Dampak perubahan iklim bagi Indonesia dapat
dirasakan dengan semakin keringnya musim kemarau dan intensitas air hujan yang semakin
tinggi di musim penghujan. Naiknya permukaan air laut disebabkan dataran es di kutub
mencair serta merta membuat abrasi pantai semakin cepat. Kedua fenomena alam tersebut
membuat terbenamnya daratan yang biasanya kering dan dapat ditinggali oleh manusia atau
biasa kita kenal dengan istilah banjir.

Faktor kedua adalah sistem pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan semakin


berpengaruh terhadap kehadiran bencana banjir, seiring dengan kecenderungan semakin
meningkatnya wilayah perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk, terutama di wilayah
perkotaan, berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal dan daya dukung
perkotaan. Meluasnya wilayah pemukiman memiliki pengaruh langsung terhadap
berkurangnya daerah resapan air, karena hampir seluruh permukaan tanah berganti dengan
aspal atau beton. Kondisi tersebut diperparah dengan penataan bangunan dan wilayah yang
kurang memperhatikan sistem pembungan air. Kekurang ketersediaan pepohonan yang dapat
berfungsi sebagai peresapan air merupakan kombinasi yang semakin sempurna untuk
mendatangkan bencana banjir. Hampir sebagian besar kota-kota besar di Indonesia belum
memiliki sistem drainase yang terpadu.

Faktor ketiga yang lebih penting dari kedua faktor diatas adalah perilaku manusia. Perbedaan
mencolok antara desa dengan kota selain dilihat dari tingkat kepadatannya adalah pola hidup.
Orang di desa lebih mampu bersahabat dengan alam sekitarnya sedangkan di kota seringkali
tidak menghiraukan aspek lingkungan. Buktinya adalah di kota-kota besar, gedung bertingkat
dan jalanan beton menggusur tanah- tanah resapan air, bahkan situ atau danau ditimbun
kemudian dibangun mall. Keegoisan manusia telah menyebabkan bencana banjir selalu dekat
dengan kehidupan kita.

2 Menurut Ar Soehoed

Tudingan bahwa reklamasi potensial menyebabkan banjir dan merusak tata air kota, untuk
ahli hidrologi dan hidrolika, semua ini merupakan tudingan yang tidak berdasar sama sekali.
Ada tidak adanya reklamasi, Jakarta tetap menghadapi masalah banjir.Salah satu sebab
utamanya terdapat di muara-muara sungai. Dataran kota Jakarta yang sangat luas dan landai
adalah berkat sejarah geologinya.

Oleh karena bertambah lama bertambah lebar dan landai dataran ini, pencurahan sungai ke
laut kian lama kian sulit. Jawabannya adalah muara-muara ini harus dikeruk dan itu tidak di
Jakarta saja. Banyak kota di dunia ini yang muara-muaranya harus dikeruk, dan di dalam
tulisan-tulisan Ir H van Breen 80 tahun yang lalu pun ditetapkan persyaratan ini. Namun,
sampai sekarang tidak banyak pengerukan yang dilakukan. Van Breen menambahkan agar
tanah kerukan itu jangan dibuang ke mana-mana, tapi ke tempat-tempat rendah di kota
Jakarta sehingga akhirnya ketinggian rata-rata dataran Jakarta ini menjadi lebih tinggi.

4 Menurut Wicak Sarosa

Ketika banjir besar menggenangi berbagai bagian di kawasan perkotaan Jabodetabek, banyak
yang bilang banjir sudah menjadi tradisi. Memang benar hampir setiap tahun kita selalu
kedatangan tamu yang tidak diundang ini walau tidak sebesar yang kita alami di tahun
2007. Memang benar banjir besar seperti ini juga terjadi di tahun 2002, tapi tidak di tahun
1997, 1992, 1987dan seterusnya (walau ada pula yang cukup besar di beberapa tahun yang
sudah sangat lampau). Memang benar, menurut para ahli hujan besar mempunyai siklus
beberapa tahunan.

Namun banjir seharusnya tidak mempunyai siklus dan, lebih penting lagi, seharusnya bukan
menjadi tradisi. Banjir umumnya adalah bencana buatan manusia, atau setidaknya merupakan
cermin kegagalan manusia untuk mengantisipasi reaksi alam terhadap apa yang dilakukan
manusia terhadap permukaan bumipadahal (tidak seperti tsunami atau gunung meletus)
kita dikaruniai pengetahuan teknologi untuk mencegahnya. Namun pengetahuan dan
teknologi tersebut serta kemauan untuk menggunakannya dikalahkan oleh apa yang
dinamakan sebagai Paradoks Kota Kapitalis.

Pertama, akan selalu timbul berbagai ketegangan antara kepentingan-kepentingan individu


dan kepentingan-kepentingan umum. Kepentingan individu tersebut bisa berupa kepentingan
korporasi pengembang untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya (misalnya ruang hijau
untuk resapan air yang diubah menjadi kumpulan villa dan dapat dijual kepada pribadi-
pribadi), namun bisa juga merupakan kepentingan kaum miskin untuk tetap bisa bertahan
tinggal di tengah-tengah kota, walau harus tinggal di sepanjang bantaran sungai.

Kedua, jika pemerintahsebagai satu-satunya yang dapat membuat regulasi publik


berpangku tangan, tidak membuat regulasi yang mengatur berbagai kepentingan atau tidak
menegakkan regulasi yang sudah dibuat, entah karena apapun alasannya, maka akan ada
pihak-pihak yang terpinggirkan. Mereka yang tidak mampu bersaing dalam membeli rumah
atau unit apartemen di tengah kota yang semakin mahal terpaksa harus membeli rumah di
kawasan pinggiran. Akibatnya mereka harus menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya
untuk transportasi. Kesempatan untuk berkembang secara sosial-ekonomi lebih jauh pun
menjadi berkurang.

Ketiga, jika situasi yang sama terjadi, maka ruang publik atau barang-barang yang bersifat
publikseperti ruang terbuka hijau, daerah resapan air, tempat pembuangan sampah atau
bahkan drainasepun akan terabaikan. Ruang terbuka tempat bertemunya anggota
komunitas banyak yang kemudian digantikan oleh shopping malls di mana keuntungan yang
diambil dari toko-toko yang ada bisa mensubsidi ruang terbuka yang tidak sepenuhnya
bersifat publik. Daerah resapan air pun terpaksa tergusur menjadi kawasan hunian atau
komersial yang bisa dijual. Infrastruktur yang seharusnya menjadi tanggong jawab
pemerintah kota pun ikut-ikutan terabaikan (walau sebenarnya tidak harus demikian).

Keempat, akibat yang lebih makro adalah pertumbuhan kota yang cenderung sprawling atau
melebar ke mana-mana karena memang membeli lahan perdesaan dan mengubahnya untuk
fungsi perkotaan jauh yang lebih murah (atau menguntungkan, kalau dilihat dari kacamata
korporasi) dibanding membangun ruang kota secara vertikal ke atas yang hemat lahan. Di
sini, yang menjadi korban adalah lingkungan alam di sekitar kawasan perkotaan. Kalaupun
ada pembangunan vertikal, ini hanya terjadi untuk perkantoran, hotel atau apartemen mahal
namun sulit mengharapkan adanya rumah susun murah jika tidak ada subsidi pemerintah.

Kelima, akibat yang juga kurang terlihat adalah terjadinya alokasi yang salah terhadap
sumberdaya yang terbatas (misallocation of scarce resources). Dana maupun bahan untuk
pembangunan yang secara umum bisa dikatakan terbatas malah digunakan untuk membangun
sesuatu yang tidak dihuni (walau ada yang memiliki) sementara ada banyak pihak lain yang
sulit mendapatkan bahkan sejengkal ruang kota. Hal ini bisa kita lihat pada banyaknya
apartemen-apartemen atau ruang perkantoran yang kosong.

5 Menurut Tri Jaka Kartana


BANJIR tak dapat dicegah keberadaannya. Pemerintah bersama masyarakat hanya dapat
meminimalkan melalui penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang berkelanjutan.
Berbagai normalisasi sungai dengan dana proyek miliaran rupiah ternyata belum dapat
mengatasi masalah banjir tahunan di kawasan pantai utara (pantura). Normalisasi sungai
hanya menambah kapasitas volume tampung air dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Musim hujan selesai, endapan lumpur di dasar sungai menebal dan kembali terjadi banjir.

Menurut saya dari beberapa kutipan di atas saya lebih menyetujui pernyataan Wicak Sarosa
karena dalam kutipan tersebut Banjir umumnya adalah bencana buatan manusia, atau
setidaknya merupakan cermin kegagalan manusia untuk mengantisipasi reaksi alam terhadap
apa yang dilakukan manusia terhadap permukaan bumipadahal (tidak seperti tsunami atau
gunung meletus) kita dikaruniai pengetahuan teknologi untuk mencegahnya . Banjir bisa
dicegah apabila kita menjaga keseimbangan alam sekitar

Perumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan banjir terjadi ?

2. Bagaimana cara mencegah banjir ?

Tujuan

1. Untuk menyadarkan masyarakat pentingnya menjaga lingkungan

2. Mencegah terjadinya banjir

Kesimpulan

Banjir adalah masalah yang dapat kita tangani sendiri , dengan cara menjaga lingkungan
sekitar kita , seperti membuang sampah pada tempatnya , membuat saluran limbah agar tidak
terjadinya pencemaran sungai

Anda mungkin juga menyukai