Bahan Referat Thypoid
Bahan Referat Thypoid
REFERAT
Demam Tifoid
Perceptor:
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Oleh:
1
BAB I
Pendahuluan
Tifus abdominalis atau demam tifoid merupakan infeksi demam sistemik akut.
Demam ini disebabkan oleh bakteri patogen Salmonellae typhi yang secara
morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun patogen kuat, kuman ini
orang sakit maupun orang sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi
dan sanitasi yang buruk yaitu melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang
berasal dari tinja, kemih atau pus yang positif terkontaminasi oleh bakteri.
Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau kontak langsung, oleh karena itu
dan posyandu.
Penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang beradaptasi
pada manusia maka sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier manusia.
Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah air (jalur yang paling sering) atau
makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Carrier adalah orang yang
sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam
feses dan urine selama > 1 tahun. Karier menahun umumnya berusia lebih dari 50
2
tahun, lebih sering pada perempuan, dan sering menderita batu empedu. S. typhi
biasanya akan dorman di empedu, bahkan di dalam batu empedu, dan secara
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etiologi
berbentuk batang, gram negatif, anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir
selalu motil dengan menggunakan flagela, yang menimbulkan dua atau lebih
antigen O somatik yang terlibat dalam sero-grouping (S. typhi termasuk sero-
grouping D) dan antigen yang satu lagi adalah antigen Vi (virulen) capsular yang
berhubungan dengan resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan
2.2. Patogenesis
Setelah tertelan inokulum yang sesuai, S. typhi melintasi sawar lambung mencapai
usus halus. Infeksi manusia secara eksperimental dengan strain Quailes telah
tetapi 105 bakteri dapat menyebabkan gejala pada 27 persen relawan. Dosis yang
lebih tinggi dapat menyebabkan penyakit yang lebih sering, terutama jika kuman
mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri dalam sel sehingga
menimbulkan penyakit.
4
Masa inkubasi bervariasi dan tergantung pada ukuran inokulum dan keadaan
difagositosis dalam keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada faktor
yang diaktifkan oleh sel limfosit T pejamu, yang berada di bawah kendali genetik.
sekunder dapat terjadi dan menimbulkan invasi pada kelenjar empedu dan Plaque
Peyeri pada usus halus. Bakteremia yang menetap menjadi penyebab demam yang
menetap pada tifoid klinis, sementara reaksi radang terhadap invasi jaringan
perforasi). Dengan invasi kelenjar empedu dan Plaque Peyeri, kuman kembali
masuk ke dalam lumen usus, dan dapat ditemukan pada biakan feses pada awal
Pertumbuhan dalam ginjal menyebabkan biakan urin positif, tetapi dalam jumlah
yang jauh lebih kecil daripada biakan darah yang positif. Endotoksin liposakarida
pada S. typhi dapat menyebabkan demam, leukopenia dan gejala sistemik lain,
tetapi kejadian gejala ini pada individu yang dibuat toleran terhadap endotoksin
menunjang peranan untuk faktor lain, seperti sitokin yang dilepaskan dari fagosit
Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (106-109) masuk
5
dan sebagian lagi kuman masuk ke dalam usus halus Di usus halus, kuman
Kuman menembus lamina propia, kemudian masuk ke dalam aliran limfe dan
bakteriemi I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan masuk kembali ke
dalam hati.
Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk ke dalam hati
terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES kemudian masuk kembali ke
Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid adalah
lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan endotoksin
Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit
2.3. Patofisiologi
yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfoid usus, limpa, hati, dan
6
sumsum tulang. Di usus, jaringan limfoid terletak di antemesenterial pada
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal / distal, tetapi terkadang
bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi (Minggu I). Pada
tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu
pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada
di kolon sesuai dengan ukuran Plaque Payeri yang ada disana. Kebanyakan
Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh
7
biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis.
8
polimorfonuklear dan mengalami nekrosis fokal. Jaringan sistem lain hampir
selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi dan bakteri hidup dalam
empedu. Sesudah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri dan
Keluhan :
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian dan otot 50%
- BAB 50%
- Muntah 50%
Gejala :
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik > 60%
- Letargik > 60%
- Lidah tifus (kotor) 40%
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan
gejala toksik umum, seperti letargi, sakit kepala, demam dan bradikardia. Demam
ini khas karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik tangga sampai
dengan 40 atau 410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan menggigil.
Ciri utama demam tifoid adalah demam menetap yang persisten (4 sampai 8
kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri perut. Kelompok gejala lainnya
tunas biasanya lima sampai empat belas hari, tetapi dapat dapat sampai lima
9
minggu. Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung empat
Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi
(Gambar 1-11 dan 1-12) dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya
terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan epistaksis. Hampir selalu ada
rasa tidak enak atau nyeri pada perut. Konstipasi sering ada, namun diare juga
ditemukan.
Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan
penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan
berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita
ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa
membesar lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan
suhu badan menurun dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis
dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kekambuhan ini
dapat ringan namun dapat juga berat, dan mungkin terjadi sampai dua atau tiga
kali.
terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot
tersebut agak meninggi dan dapat menghilang jika ditekan. Kelainan yang
10
berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama dua sampai empat
hari pada minggu pertama. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi
perdarahan kecil yang tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien
Bradikardia relatif.
Hepatosplenomegali.
Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang
menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens
mungkin terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah
segar.
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi
timpani. Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan
2.5. Laboratorium
11
Pemeriksaan apus darah tepi penderita memperlihatkan anemia normokromik,
polimorfonuklear. Pada sebagian besar pasien, jumlah sel darah putih normal,
Leukopenia (<2000 sel per mikroliter) dapat terjadi tetapi jarang sekali. Pada
kejadian perforasi usus atau penyulit piogenik, leukositosis sekunder dapat terjadi.
Albuminuria terjadi pada fase demam. Uji benzidin pada tinja biasanya positif
Kultur Salmonella typhi dari darah pada minggu pertama positif pada 90%
penderita, sedangkan pada akhir minggu ketiga positif pada 50% penderita.
Pembawa kuman lebih banyak pada orang dewasa daripada anak dan pria lebih
Pada akhir minggu kedua dan ketiga pembiakan darah menjadi positif untuk
basil usus. Ini menunjukkan adanya ulserasi di ileum. Jika terjadi perforasi yang
diikuti peritonitis terdapat toksemia basil aerob (E. coli) dan basil anaerob (B.
fragilis). Titer aglutinin O dan H (reaksi Widal) biasanya sejajar dengan grafik
demam dan memuncak pada minggu ketiga. Interpretasinya kadang sulit karena
ada imunitas silang dengan kuman salmonela lain atau karena titer yang tetap
meninggi setelah diimunisasi. Antibodi H dapat ditemukan bahkan pada titer yang
lebih tinggi, tetapi karena reaksi silangnya yang luas maka sulit untuk ditafsirkan.
Peninggian antibodi empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah kriteria
yang baik tetapi sedikit kegunaannya pada pasien yang sakit akut dan dapat
menjadi tidak bermanfaat akibat pengobatan antimikroba yang dini. Semakin dini
12
sediaan awal diambil, maka semakin mungkin ditemukan peningkatan yang nyata.
1. Leukosit.
normal. Pada demam tifoid tidak ditemukan adanya leukopenia, tetapi kadang-
SGOT dan SGPT dapat meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah
3. Biakan darah.
Biakan darah (+) dapat memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah ()
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan
4. Uji Widal.
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antibodi (aglutinin) dan antigen
13
Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang
serum pada :
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat
a. Aglutinin O.
b. Aglutinin H.
c. Aglutinin Vi.
14
- Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
- Penyakit-penyakit tertentu.
- Reaksi anamnestik.
demam tifoid.
Tidak ada konsensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai
Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendah tidak menyingkirkan
Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septikemia karena Salmonella lain.
pasien, karena pada seseorang yang telah sembuh dari demam tifoid,
aglutinin akan tetap berada dalam darah untuk waktu yang lama.
2.6. Diagnosis
15
Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gejala klinik
serta pemeriksaan laboratorium serologi. Bila didapati titer O yang tinggi tanpa
Diagnosis dapat dipastikan bila biakan dari darah, tinja, urin, sumsum tulang,
Demam tinggi dengan atau tanpa bronkitis, disertai keluhan sakit kepala dan nyeri
2.7. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
- Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
hemolitik
16
3. Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
Terapi Obat
dalam dosis yang sesuai (3 sampai 4 g/hari pada orang dewasa atau 50 sampai
75 mg/kgBB per hari pada anak yang lebih muda). Obat diberikan per os
selama 2 minggu, dan dosis dapat dikurangi sampai 2 g/hari atau 30 mg/hari
jika pasien menjadi tidak demam, yang biasanya terjadi setelah hari kelima
pengobatan.
Amoksisilin (4 sampai 6 g/hari dalam empat dosis terbagi pada orang dewasa
harian terbagi pada orang dewasa atau 185 mg/m2 luas permukaan tubuh per
17
Berbagai obat intravena juga efektif, dan baik kloramfenikol maupun trimetoprim-
sulfametoksazol dapat diberikan secara intravena pada individu yang tidak mampu
Prevalensi S.typhi yang resisten terhadap obat oral garis pertahanan pertama telah
Di daerah dengan resistensi banyak obat ini merupakan masalah, seftiakson atau
berusia lebih dari 17 tahun, dengan seftriakson sebagai pilihan terbaik untuk anak-
Terapi Nutrisi
Pada pasien demam tifoid akan terjadi hiperkatabolisme sehingga akan terjadi
Proses peningkatan kebutuhan energi tidak diikuti dengan pemasukan enegi yang
cukup karena adanya penurunan nafsu makan pada pasien dan gangguan saluran
dan perdarahan usus. Selain gizi yang buruk, perforasi dan perdarahan dapat
terjadi bila pasien tifoid diberikan makanan padat lebih dini. Oleh karena itu,
pasien tifoid dianjurkan untuk diet makanan yang lunak dan cair (lampiran).
18
Makanan yang dianjurkan untuk pasien tifoid biasanya makanan yang tinggi
kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat, rendah lemak, cairan yang banyak,
rendah serat dan makanan lunak. Pada saat awal makanan yang diberikan harus
mengandung banyak cairan, tinggi energi dan tinggi protein. Makanan yang
diberikan biasanya dalam porsi yang kecil dan sering setiap 2-3 jam. Intake yang
cukup dari cairan dan garam harus diperhatikan. Setelah demam menurun,
makanan lunak, rendah serat dan makanan yang mudah dicerna dan diabsorbsi
harus diberikan pada pasien, yaitu seperti puding dan bubur. Makanan yang
diberikan boleh dalam porsi yang lebih besar dan diberikannya setiap 4 jam atau 4
19
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita Dr. M.Sc. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Rampengan TH, Laurentz IR. 1993. Penyakit infeksi tropik pada anak. Jakarta :
Shils, Maurice. M. D. Sc.d. 2006. Modern Nutritional in Health and Disease 10th
20