Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

K
DENGAN DIAGNOSA MEDIS FR. FEMUR + FR
CRURIS 1/3 PROXIMAL DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN NYERI
AKUTDI RUANG BEDAH FLAMBOYAN RSUD DR. SOETOMO

1
2

LEMBAR PENGESAHAN
3

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena kita
telah diberikan suatu nikmat yaitu kesehatan sehingga kita dapat membuat
makalah seminar KDM, serta tak lupa shalawat beriring salam kita kirimkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW karena berkat perjuangan
beliau kita sama-sama dapat merasakan alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah kami ini. Terutama kepada ibu Ira Suarilah, S.Kp. M.Kes.
Serta kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah kami
ini.

Jika dikemudian hari terdapat kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya, serta kami mohon kritik dan saran dari segenap pembaca sekalian.
Demikian yang dapat kami uacapkan lebih dan kurang kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penulisan..........................................................................1
BAB 2 TINJAUAN TEORI...........................................................................3
2.1. ANATOMI FISIOLOGI......................................................................3
2.2. DEFINISI....................................................................................... 4
2.3. KLASIFIKASI.................................................................................. 4
2.4. MANIFESTASI KLINIS.....................................................................7
2.5. ETIOLOGI...................................................................................... 8
2.6. PATOFISIOLOGI............................................................................. 9
2.7. WOC........................................................................................... 10
2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.......................................................12
2.9. PENATALAKSANAAN...................................................................12
2.10. KOMPLIKASI.............................................................................. 13
2.11. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI.................................................16
BAB 3 STUDI KASUS............................................................................. 25
3.1. PENGKAJIAN............................................................................... 25
3.2. ANALISA DATA............................................................................ 31
3.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................32
3.4. INTERVENSI KEPERAWATAN........................................................33
3.5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN....................................................35
3.6. EVALUASI.................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 43

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
5

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf


halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah "kesemrawutan"
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.

Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas


tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah


dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361).
Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi
yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).

Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan


keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien
fraktur melalui metode ilmiah.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih


lanjut bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan
dengan fraktur tertutup
2. Tujuan khusus
6

a. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada


fraktur tertutup

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup

c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur fraktur


tertutup

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur


tertutup

e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup

f. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta


penyelesaian masalah (solusi) dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. ANATOMI FISIOLOGI


Secara garis besar, femur termasuk dalam golongan tulang panjang
bersama tibia, fibula, radius, ulna dan humerus. Femur juga merupakan
tulang terpanjang, terkuat, dan terberat dari semua tulang pada rangka
tubuh.
7

a. Anatomi Femur :
1. Caput femoris, yaitu ujung proksimal femur yang membulat.
Bagian ini berartikulasi dengan asetabulum. Terdapat perlekatan
ligamen yang menyangga caput femoris agar berada di tempatnya,
yaitu fovea kapitis.
2. Kolum femoris, yaitu bagian di bawah caput femoris yang terus
memanjang. Terdapat garis intertrokanker pada permukaan anterior
dan krista intertrokanter pada permukaan posterior.
3. Trokanter mayor dan minor, merupakan penonjolan dua prosesus
pada ujung atas batang femur.
4. Linea aspera, merupakan lekukan kasar pada bagian korpus sebagai
tempat perlekatan beberapa otot, yaitu linea aspera.
5. Pada ujung bawah, korpus melebar ke dalam sebagai kondilus
medial dan kondilus lateral.
(Syaifuddin 2006).
b. Fisiologi tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel:
1. Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui
suatu proses yangh disebut osifikasi.
2. Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas
Adalah sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim
proteolitik, yang memecah matriks dan beberapa asam yang
8

melarutklan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke


dalam aliran darah.
(Arif Muttaqin, 2008)

2.2. DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. Fraktur Femur atau patah tulang paha
adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi
tulang atau osteoporosis (Arif Muttaqin 2008)
Fraktur tertutup (closed) hilangnya kontinuitas jaringan tulang dimana
tidak tedapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Atau bila
jaringan kulit yang berada diatasnya / sekitar patah tulang masih utuh.

2.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur berdasar :
1. Etiologi
a. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma tiba-tiba.
b. Fraktur patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang.
c. Fraktur stres, terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat tertentu.
2. Klinis

a. Fraktur tertutup (simple fracture)


Fraktur tertutup merupakan fraktur yang tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
9

b. Fraktur terbuka (compound fracture)


Fraktur terbuka merupakan fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
berbentuk form within (dari dalam) atau form without (dari luar).
Kondisi ini memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam
luka.
Derajat fraktur terbuka oleh Gustillo dan Anderson
Tipe I Fraktur terbuka dengan luka < 1cm
Tipe II Fraktur terbuka dengan laserasi > 1 cm tanpa kerusakan
jaringan yang hebat atau avulsi
Tipe III Luka lebar dan rusak hebat. Kerusakan meliputi jaringan
lunak, otot, kulit, neurovaskular, dengan kontaminasi yang
hebat. Fraktur tidak stabil.
A Luka dapat ditutup
B Luka tidak dapat ditutup
C Disertai dengan kerusakan arteri

c. Fraktur dengan komplikasi


Fraktur dengan komplikasi merupakan fraktur yang disertai dengan
komplikasi, misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi
tulang
3. Radiologis
a. Luasnya fraktur
1. Faktur komplet (patah total)
2. Fraktur inkomplet ( Cth : Fraktur Greenstick)
b. Garis fraktur
10

1. Tranverse : patah menyilang


2. Oblique : patah miring
3. Spiral : patah melingkar
4. Cominuted : patah menjadi beberapa fragmen
5. Impacted : salah satu tulang patah menancap pada tulang lain

c. Anatomi
1. Tulang panjang : 1/3 proksimal, 1/3 tengah, 1/3 distal
2. Tulang pendek : kaput, batang, basis
d. Alignment garis fraktur

e. Aposisi

2.4. MANIFESTASI KLINIS


11

1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
syaraf/perdarahan ).
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
10. Krepitasi
(Brunner Suddarth 2005)

2.5. ETIOLOGI
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga
terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
12

c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi


Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
(Jitowiyono 2010).

2.6. PATOFISIOLOGI
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik
yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler
yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik
fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar.
13

Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan


dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen
yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia
2005).
14

2.7. WOC

Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi Patologis


(kompresi)
(kecelakaan) (ex. osteoporosis)

Fraktur femur tertutup (closed)

Tidak terdapat luka Px & keluarga cemas Px & Keluarga Px tidak


Jepitan saraf siatika
pada permukaan terhadap kondisi Px mengetahui ttg kondisi Px
kulit
Terputusnya Kerusakan jalur
Jaringan sekitar rusak Ansietas Kurang
kontinuitas jar. saraf

Menekan saraf Perdarahan disekitar Keterbatasan


Kemampuan pergerakan Aktifitas simpatis terhambat
perasa nyeri patah tulang Aktivitas
otot sendi
Stimulasi G3 pd termoregulasi
neurotransmitter nyeri Hambatan Fase Hematoma Defisit perawatan di hipotalamus
mobilitas fisik diri
Pelepasan mediator Memicu kerja thermostat
Reaksi Inflamasi Perubahan jaringan di hipotalamus
prostaglandin
Perubahan disekitar
Respon nyeri permeabilitas kapiler P titik patok suhu tubuh
hebat & akut Kerusakan (terjadi mendadak)
Daerah sekitar Kehilangan cairan ekstra integritas kulit
fraktur edema sel ke jar. yang rusak
15

Nyeri Akut Hipertermi

Kerusakan fragmen Kelebihan Vol. PK Syok


tulang cairan Hipovolemik

Tek. Ssm tulang >


tinngi dari kapiler

Emboli menyumbat
pembuluh darah

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Perifer

Stimulasi neurotransmitter nyeri G3 pd termoregulasi di hipotalamus


Hambatan mobilitas fisikFase Hematoma Defisit perawatan diri

Pelepasan mediator prostaglandin


Reaksi Inflamasi
Perubahan jaringan disekitar
Perubahan permeabilitas kapiler
Respon nyeri hebat & akut P titik patok suhu tubuh (terjadi mendadak)
Kerusakan integritas kulit
Daerah sekitar fraktur edema
Kehilangan cairan ekstra sel ke jar. yang rusak
Nyeri Akut Hipertermi

Kelebihan Vol. cairan


PK Syok Hipovolemik
16

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan radiologi
a. X-ray dapat dilihat dari gambaran fraktur, deformitas,
metaligment.
b. Venogram (anterogram) menggambarkan arus vascularisasi.
c. CT-scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui :
HB, Hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah
(LED) meningkat apabila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui jumlah leukosit
dicurigai adanya infeksi.

2.9. PENATALAKSANAAN
Fraktur Femur Tertutup

Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif


dalam melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis,
perawat dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang
dilakukan.

1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:


a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang
dilanjutkan dengan gips pinggul selama 7 minggu
merupakn alternaltif pelaksanaan pada klien usia muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan
pengobatan pilihan dengan memergunakan plate dan
screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme
otot.
c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada
sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang
bersifat kominutif dan segmental.
17

d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union


fraktur secara klinis.
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal
diafisis atau distal femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik
dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K
nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental,
fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur
terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas
dan penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika
panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat
direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-phorc dare screw dengan berbagai
tipe yang tersedia.
(Arif Mttaqin 2011).

2.10. KOMPLIKASI
a. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang
bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias,
dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur
femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran.
Apabila lokasi fraktur lrbih ke proksimal, kemungklinan terjadi
nekrosis avaskular lebih besar.

b. Fraktur diafisis femur


1) Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh
perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
fraktur diafisis femur. Perawat dapat melakukan pengenalan dini
dan pengawasan yang optimal apabila telah mengenal konsep
anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi patah tulang.
18

Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur


adalah sebagai berikut:
a) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur
bersift tertutup.
b) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda
dengan fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan
gas darah.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis
sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong
sama sekali.
d) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari
neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat
terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu
nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami
komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan
operasi.
2) Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan
komplikasi bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap
perawat penrlu memperhatikan dan mengetahui komplikasi yang
biasa terjadi agar komplikasi tersebut dapat dikurangi atau
dihilangkan. Pada beberapa situasi, perawat akan berhadapan
dengan klien fraktur diafisis femur yang menga;lami komplikasi
lanjut. Perawat yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan
yang baik dapat mengidenmtifikasi kelainan yang timbul akibat
komplikasi tahap lanjut dari fraktur diafissi femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur
diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami
union dalam empat bulan.
19

b) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan


sklerotik, perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh
karena itu, diperlukan fiksasi internal dan bone graft.
c) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen, diperlukan pengamatan terus menerus selama
perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Mal union juga
mnyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan
koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari
apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan
lebih awal.
e) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union
yang solid.
(Arif Muttaqin, 2008)

2.11. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah
rasa nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan
OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
20

R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha


yang mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi
atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang
lain.

3) Riwayat penyakit dahulu


Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang perlu
dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah,
21

komposmetis yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan


atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan
pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal
karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan. Pada palpasi
thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada
auskultasi tidak terdapat suara tambahan.

3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus
tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
1. Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik,
simetris., tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
2. Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
3. Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah
yang lain tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk.
Wjah simetris, tidak ada lesi dan edema.
4. Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis
(pada klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi
perdarahan). Klien yang mengalami fraktur femur terbuka
biasanya mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva
nya anemis.
5. Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
6. Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
7. Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
22

Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien.


Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
1. Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
2. Saraf II: ketajaman penglihatan normal
3. Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
4. Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan
reflek kornea tidak ada kelainan.
5. Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
6. Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7. Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
8. Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
9. Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan
kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu, timbul
nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba.
Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi
peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada
pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) LOOK
23

Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah


trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan
adanya pembengklakan yang tidak biasa (abnormal) dan
deformitas. Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada bagian
distal fraktur femur. Apabila terjadi fraktur terbuka, perawat dapat
menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sam[pai
kerusakann intergritas kulit. Fraktur obli, spiral atau bergeser
mengakibatkan pemendekan batang femur. Ada tanmda cedera dan
kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf dan
pembuluh darah) paha, sepertoi bengkak atau edema.
Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
9) FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
10) MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang
gerak. Dilakukan pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar
pemeriksaan didapat adanya gangguan / keterbatasan gerak
tungkai, ketidakmampuan menggerakkan tungkai, penurunan
kekuatan otot.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot.
3. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan
tulang.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan
fiksasi interna.
6. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.
24

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Rencana Perawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien dengan pengkajian
cedera fisik. keperawatan selama 3x24 jam nyeri OPQRSTUV
b. Kendalikan faktor lingkungan yang
diharapkan nyeri hilang/ berkurang
dapat mempengaruhi respon pasien
dengan kriteria hasil:
a. Melaporkan nyeri pada terhadap ketidaknyamanan (misal
skala 0-1 suhu ruangan, pencahayaan, dan
b. TTV dalam batas normal
kegaduhan)
c. Ekspresi wajah tidak
c. Berikan teknik relaksasi
menahan nyeri d. Ajarkan manajemen nyeri (misal
nafas dalam)
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mobilitas yang ada dan
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam observasi terhadap peningkatan
muskuloskeletal, kerusakan integritas diharapkan pasien mampu kerusakan
b. Pantau kulit bagian distal setiap hari
struktur tulang, penurunan kekuatan melakukan aktifitas fisik sesuai
terhadap adanya iritasi, kemerahan.
otot. dengan kemampuannya dengan
c. Ubah posisi pasien yang imobilisasi
kriteria hasil:
minimal setiap 2 jam.
25

a. Mampu melakukan d. Ajarkan klien untuk melakukan


perpindahan gerak aktif pada ekstremitas yang
b. Meminta bantuan untuk
tidak sakit.
aktifitas mobilisasi. e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
c. Tidak terjadi kontraktur
untuk latihan fisik klien.
3 Defisit perawatan diri (mandi, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan penggunaa alat
eliminasi) berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam bantu
b. Kaji kondisi kulit saat mandi
gangguan muskuloskeletal, hambatan diharapkan pasien mengalami
c. Berikan bantuan sampai pasien
mobilitas. peningkatan perilaku dalam
mampu secara mandiri untuk
merawat diri dengan kriteria hasil:
melakuakn perawatan diri
a. Klien mampu melakukan
d. Letakkan sabun, handuk, peralatan
aktifitas perawatan
mandi, peralata BAB/BAK, didekat
dirisesuai denmgan tingkat
klien.
kemampuan e. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
b. Mengungkapkan secara
menggunakan metode alternaltif
verbal kepuasan tentang
dalam mandi, hygiene mulut,
kebersihantubuh, hygiene
BAB/BAK.
mulut. f. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian supositoria kalau terjadi
konstipasi
26

4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor resiko yang
berhubungan dengan tonjolan tulang. keperawatan selama 3x24 jam menyebabkan kerusakan integritas
diharapkan tidak terjadi kerusakan kulit
b. Observasi kulit setiap hari dan catat
integritas kulit secara luas dengan
sirkulasi dan sensori serta perubahan
kriteria hasil:
a. Nyeri lokal ekstremitas yang terjadi
c. Berikan bantalan pada ujung dan
tidak terjadi
b. Menunjukkan rutinitas sambungan traksi
d. Jika memungkinkan ubah posisi 1-2
perawatan kulit yang
jam secara rutin
efektif.
e. Konsultasikan ka ahli gizi untuk
maknan tinggi protein untuk
membantu penmyembuhan luka

5 Ansietas berhubungan dengan stres, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan dokumentasikan tingkat
krisis situasional. keperawatan selama 3x24 jam kecemasan klien
b. Kaji cara pasien untuk mengatasi
diharapkan tingkat kecemasan
kecemasan
berkuranmg dengan kriteria hasil:
c. Sediakan informasi yang aktual
a. Tidak menunjukkan
tentang diagnosa medis dan
perilaku agresif
b. Melaporkan tidak ada prognsis
d. Ajarkan ke pasien tentang
manifestasi kecemasan
27

secara fisik. peggunaan teknik relaksasi

BAB 3

STUDI KASUS
3.1. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Madura
Alamat : Bangkalan, Madura
Tanggal Masuk : 18 Maret 2017
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2017
No. Register : 12.57.xx.xx
Diagnosa Medis : Fr. Femur + Fr. Cruris 1/3 Proximal

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Nn. N
Umur : 27 Tahun
Hub. Dengan pasien : Anak Kandung
28

Pekerjaan : Pegawai Lepas


Alamat : Bangkalan, Madura
29

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Keluhan saat MRS : Klien mengeluh nyeri setelah ditabrak mobil dari belakang.
Keluhan saat ini : Nyeri akut.
P (Pergerakan antar tulang/diskontinuitas jaringan),
Q (Nyeri seperti tertusuk-tusuk)
R (Femur proximal dan cruris 1/3 proximal)
S (Skala 6)
T (Nyeri hilang timbul dan bertambah nyeri saat digerakkan)
b. Status Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami :
Klien pada tahun 2009 menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 serta menderita asma.
Pernah dirawat / MRS :
Klien MRS pada tahun 2009 dikarenakan penyakit DM dan asma.
Riwayat alergi :
Klien tidak memiliki riwayat alergi
2) Kebiasaan (merokok/kopi/rokok/alcohol/dll) :
Sebelum sakit pada tahun 2009, klien merokok hingga 3 bungkus per hari. Setelah KRS klien merokok kurang lebih 1 bungkus per
hari.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
30

: Pasien
: Laki laki
: Perempuan
: Garis Keluarga
4) Diagnosa Medis dan Terapi
Diagnosa Medis: Fr. Femur + Fr. Cruris 1/3 Proximal
Terapi
Inj. Ceftriaxon 2mg (iv) (3 x 1) (Setiap 8 jam sekali)
Inj. Insulin (levimir) 18 ui (sc) (1 x 1) (satu kali sehari sebelum tidur)
Inj. Insulin (novorapid) 6 ui (sc) (2 x 1) (setiap 12 jam sebelum makan)
Azitromisin 500 mg (io) (1 x 1) (satu kali sehari)
3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)
a. Pola pernapasan
Sebelum sakit :
Tidak ada masalah pada pola pernapasan.
Saat sakit :
Tidak ada masalah pada pola pernapasan.
b. Pola makan-minum
Sebelum sakit :
Klien makan 3 hari sekali dengan nasi+lauk+sayur tetapi dalam jumlah yang terbatas karena klien memiliki riwayat diabetes mellitus.
Klien minum 2500cc/hari.
Saat sakit :
Klien makan 3 hari sekali dengan diit TKTP porsi habis, klien minum 2000cc/hari.
31

c. Pola eliminasi
Sebelum sakit :
Klien BAB rutin sehari sekali dengan konsistensi lunak, warna kuning, dan bau. Klien BAK 5x/hari dengan warna kuning dan bau
khas.
Saat sakit :
Klien BAK 2 hari 1x di tempat tidur dengan pispot, konsistensi lunak, warna kuning, dan bau. Klien BAK 3x/hari dengan warna
kuning dan bau khas.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit :
Sebelum sakit klien dapat beraktivitas normal dan bekerja setiap harinya di toko.
Saat sakit :
Klien tidak dapat beraktivitas sama sekali karena terpasang traksi pada cruris 1/3 proximal dan menderita fraktur pada femurnya.
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit :
Klien tidur 6-8 jam tiap hari, klien tidak terbiasa tidur siang.
Saat sakit :
Klien tidur 5-6 jam tiap hari, klien tidak terbiasa tidur siang.
f. Pola berpakaian
Sebelum sakit :
Klien dapat berpakaian normal secara mandiri
Saat sakit :
Klien tidak menggunakan pakaian dan hanya ditutupi dengan selimut
g. Pola rasa nyaman
Sebelum sakit :
Sebelum sakit klien tidak mengalami gangguan pola rasa nyaman
Saat sakit :
Klien merasa tidak nyaman dengan kondisi lingkungan di rumah sakit yang ramai, serta terpasangnya traksi di kaki klien.
h. Pola aman
32

Sebelum sakit :
Sebelum sakit klien tidak mengalami gangguan pola rasa aman.
Saat sakit :
Klien merasa aman karena setiap harinya ditunggu dan dijaga oleh istri dan anaknya.
i. Pola kebersihan diri
Sebelum sakit :
Klien mandi 2x/hari secara mandiri, keramas 3 hari sekali, dan menggosok gigi 2x/hari.
Saat sakit :
Klien mandi diseka oleh anak dan istrinya 2x/hari, keramas menggunakan T-shower 2 hari sekali.
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit :
Klien tidak mengalami gangguan komunikasi.
Saat sakit :

Klien tidak mengalami gangguan komunikasi.


k. Pola beribadah
Sebelum sakit :
Klien melakukan sholat wajib 5 waktu
Saat sakit :
Klien tetap melakukan sholat wajib 5 waktu di tempat tidur dalam posisi berbaring.
l. Pola produktivitas
Sebelum sakit :
Klien dapat bekerja setiap harinya di toko
Saat sakit :
Klien tidak dapat bekerja
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit :
Klien setiap dua bulan sekali berlibur bersama keluarganya
33

Saat sakit :
Klien tidak dapat melakukan rekreasi seperti biasanya
n. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit :
Klien biasa mendapatkan informasi dari Televisi tentang berita terkini
Saat sakit :
Klien banyak mendapatkan informasi tentang penyakitnya dari petugas kesehatan.

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran : Kompos Mentis
GCS : 15
Mata : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
b. Tanda-tanda vital
Nadi : 88x/menit TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit Suhu : 36,7oC
c. Keadaan Fisik
1) Kepala dan leher
Kepala :
Bentuk normocephal, tidak ada lesi, rambut tidak bau, beruban, penyebaran merata, konjungtiva anemis, tidak ikteris.
Leher :
Tidak ada pembesar kelenjar getah bening, tidak ada distensi vena jugularis
2) Dada
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada normal, tidak ada retraksi dada
Auskultasi : Vesikuler, tidak terdapat suara napas tambahan
Palpasi : Pergerakan dada simetris
34

Perkusi : Sonor pada lapang paru


Jantung
Inspeksi :-
Auskultasi : tidak terdapat suara jantung tambahan
Palpasi : tidak terdapat pembesaran jantung
Perkusi :-
3) Payudara dan ketiak
Payudara : bentuk simetris, tidak terdapt nyeri tekan
Ketiak : tidak terdapt pembesaran kelenjar getah bening
4) Abdomen :
Inspeksi : asites (-), distensi (-)
Auskultasi : bising usus 8x/menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani pada lapang abdomen
5) Genetalia
Genitalia dalam kondisi bersih dan tidak terpasang kateter
6) Integumen
Kulit teraba lembab, warna sawo matang, tidak terdapat lesi
7) Ekstremitas
Atas : terpasang infus pada tangan kanan, kekuatan otot normal (5,5)
Bawah : terpasang traksi pada kaki kanan, kekuatan otot (0, 4)
8) Neurologis
Status mental dan emosi
Stabil
Pengkajian saraf kranial
Tidak dilakukan pengkajian
Pemeriksaan refleks
35

Refleks patella kaki kiri normal (+)


d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
Paramet Nilai Nilai Satuan
er Norm
al
HGB 9,8 13,3 g/dL
RBC 3,28 16,6 10^6/uL
HCT 28,0 3,69 %
WBC 7,92 5,46 10^3/ul
PLT 118 41,3 10^3/ul
PCT 0,12 %
52,1
3,37
Gula 189 mg/dl
231 10 mg/dl
darah
38 150 U/L
puasa
41 450 U/L
Gula
3,1 0,19 g/dL
darah 2
0,39
JPP
SGOT <100
SGPT <140
Albumin 0 50
0 50
3,4 5

2) Pemeriksaan radiologi
36

3) Hasil konsultasi
Dokter radiologi menginterpretasikan hasil rontgent yaitu Fr. Femur Proximal + Fr. Cruris 1/3 Proximal.
37

3.2. ANALISA DATA


Etiologi
No
Data (sesuai dengan Masalah
.
patofisiologi)
38

1. DS : Fr. Femur + Fr. Cruris 1/3 Nyeri Akut


Klien mengatakan nyeri pada Proximal
pangkal paha atas dan bawah lutut
DO : Terputusnya kontinuitas
Grimace (+) jaringan tulang
Klien terlihat memegangi daerah
yang sakit Nyeri Akut
P (diskontinuitas jaringan),
Q (Nyeri seperti tertusuk-tusuk)
R (Femur proximal dan cruris
1/3 proximal)
S (Skala 6)
T (Nyeri hilang timbul dan
bertambah nyeri saat
digerakkan)

DS : Hambatan Mobilitas
Fr. Femur + Fr. Cruris 1/3
2. Klien mengatakan tidak dapat Fisik di Tempat
Proximal
beraktivitas seperti biasanya karena Tidur
terpasang traksi di kakinya dan kata
dokter ortho tidak boleh digerakkan Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang
DO :
Gangguan
Semua aktivitas dibantu oleh
Muskuloskletal
keluarga klien

Terpasang traksi di kaki dextra
Hambatan Mobilitas
39

3.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN


No Tanggal/Jam Tanggal
Diagnosa Keperawatan TTD
. Ditemukan Teratasi
40

1. 22 Maret Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya


2017 kontinuitas jaringan
09.00 WIB

2. 22 Maret Hambatan mobilitias di tempat tidur


2017 berhubungan dengan gangguan
09.15 WIB muskuloskletal
41
42

3.4. INTERVENSI KEPERAWATAN


8. T
6. 7. Rencana Perawatan
5. Ha TD
No.
ri/Tgl 11. Tujuan dan 13.
Dx 12. Intervensi
Kriteria Hasil
14. 22 77. P 1 Lakukan pengkajian nyeri secara 137.
Maret 1 ain Level, komprehensif termasuk lokasi,
2017 78. P karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
15. 79. ain control, dan faktor presipitasi
16. 80. C 2 Observasi reaksi nonverbal dari
17. 81. ketidaknyamanan
omfort level
18. 82. 3 Bantu pasien dan keluarga untuk
116. Setela
19. 83. mencari dan menemukan dukungan
h dilakukan 4 Kontrol lingkungan yang dapat
20. 84.
tindakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
21. 85.
86. keperawatan ruangan, pencahayaan dan kebisingan
22.
87. selama 3x24 5 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
23.
24. 88. jam, pasien menentukan intervensi
25. 89. tidak 6 Ajarkan tentang teknik non
26. 90. mengalami farmakologi: napas dala, relaksasi,
27. 91. nyeri, distraksi, kompres hangat/ dingin
28. 92. dengan 7 Kolaborasi pemberian analgetik untuk
29. 93. kriteria hasil: mengurangi nyeri
30. 94. 8 Tingkatkan istirahat
M
31. 95. 9 Berikan informasi tentang nyeri seperti
ampu
32. 96. penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
mengontrol berkurang dan antisipasi
33. 97.
nyeri (tahu ketidaknyamanan dari prosedur
34. 98.
99. penyebab nyeri, 10 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
35.
100. mampu pemberian analgesik pertama kali
36.
37. 101. menggunakan 11 Tanda vital dalam rentang
38. 102. tehnik normal
39. 103. nonfarmakologi 125. TD: 120/80 mmHg
40. 104. untuk 126. N: 60-100 x/m
41. 105. mengurangi 127. RR: 16-20 x/m
42. 106. nyeri, mencari 128. T: 36,5-37,5 oC
43. 107. bantuan) 129.
44. 108. M 130.
45. 109.
elaporkan 131.
46. 110.
bahwa nyeri 132.
47. 111.
112. berkurang 133.
48.
49. 113. dengan 134.
50. 114. menggunakan 135.
51. 22 115. manajemen 136.
Maret 2 nyeri 1. Gunakan
M komunikasi terapeutik
2017
ampu 2. Kaji mobilitas
52.
mengenali nyeri pasien secara terus menerus
53.
(skala, 3. Kaji kekuatan otot
54.
dan mobilitas sendi
43

55. intensitas, 4. Latih rentang


56. frekuensi dan pergerakan sendi aktif dan pasif
57. tanda nyeri) 5. Lakukan tindakan
58. M pengendalian nyeri sebelum melakukan
59. enyatakan rasa terapi fisik
60. nyaman setelah 6. Kolaborasi dengan
61. ahli terapi fisik jika perlu
nyeri berkurang
62. 7. Kaji TTV sebelum
63. T dan setelah melakukan pergerakan.
64. anda vital dalam
65. rentang normal
66. 117. TD:
67. 120/80 mmHg
68. 118. N: 60-
69. 100 x/m
70. 119. RR: 16-
71. 20 x/m
72. 120. T:
73. 36,5-37,5 oC
74.
T
75.
76. idak mengalami
gangguan tidur
121.
122.
123. Setela
h dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam,
hambatan
mobilitas
fisik di
tempat tidur
berkurang
dengan
kriteria hasil:
M
encapai
mobilitas
ditempat tidur
yang dibuktikan
oleh pengaturan
posisi tubuh
oleh kemauan
sendiri,
performa
mekanika
tubuh, gerakan
44

terkoordinasi,
dan mobilitas
yang
memuaskan.
M
endemonstrasik
an mobilitas:
melakukan
rentang
pergerakan
penuh seluruh
sendi, berbalik
sendiri ditempat
tidur, meminta
bantuan reposisi
124.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152. 3.5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
154. 157.
153. Har 155. Tindakan
No. 156. Evaluasi Proses TT
i/Tgl Keperawatan
Dx D
158. Rab 189. 1 Mengkaji nyeri secara 216. 1. P (diskontinuitas 237.
u 1 komprehensif jaringan), Q (Nyeri seperti
159. 22 / 190. 2 Mengobservasi reaksi tertusuk-tusuk), R (Femur
03 / 17 191. nonverbal dari
proximal dan cruris 1/3
192. ketidaknyamanan
160. proximal), S (Skala 6), T
193. 3 Mengontrol lingkungan
45

10.00 194. yang dapat mempengaruhi (Nyeri hilang timbul dan


WI 195. nyeri seperti suhu ruangan, bertambah nyeri saat
B 196. pencahayaan dan digerakkan)
161. 197. kebisingan 217. 2. Grimace (+)
162. 198. 4 Mengajarkan tentang teknik 218. 3. Ruangan dingin,
163. 199. non farmakologi: napas
pengunjung dibatasi
164. 200. dalam, relaksasi, distraksi,
219. 4. Pasien dapat
165. 201. kompres hangat/ dingin
202. 5 Meningkatkan istirahat melakukan teknik napas
166.
203. 6 Memberikan informasi dalam sesuai instruksi
167.
168. 204. tentang nyeri seperti 220. 5. Pasien terlihat
169. 205. penyebab nyeri, berapa rilek
170. 206. lama nyeri akan berkurang 221. 6. Pasien mengerti
171. 207. dan antisipasi tentang penyebab nyerinya
172. 208. ketidaknyamanan dari 222. 7. TD: 130/80 mmHg
173. 209. prosedur 223. N: 88 x/m
174. 210. 7 Memonitor TTV 224. RR: 20 x/m
175. 211. 213. 225. T: 36,7 oC
176. 212. 214. 226.
177. 1. Menggu
227.
178. nakan komunikasi
228.
179. terapeutik
2. Mengkaj 229.
180.
i mobilitas pasien secara 230.
181.
terus menerus 231. 1. Terbina BHSP
182.
11.30 WIB 3. Mengkaj 232.
183. i kekuatan otot dan 233. 2. Mobilitas klien
mobilitas sendi terbatas di tempat tidur
184. 4. Melatih 234. 3. Eks Atas (5,5) Eks.
rentang pergerakan sendi Bawah (0,4)
aktif dan pasif 235. 4. Klien
185.
215. menolak karena nyeri
186. 236.

187.

188.
238. Rab 258. 1. M 267. 1. P (diskontinuitas 283.
u 2 engkaji nyeri secara jaringan), Q (Nyeri seperti
239. 22 / komprehensif tertusuk-tusuk), R (Femur
03 / 17 2. M
proximal dan cruris 1/3
engobservasi reaksi
240. proximal), S (Skala 5), T
nonverbal dari
16.00 (Nyeri hilang timbul dan
ketidaknyamanan
WI 3. M bertambah nyeri saat
B engajarkan tentang teknik digerakkan)
241. non farmakologi: napas 268. 2. Grimace (+)
dalam, relaksasi, distraksi, 269. 3. Pasien dapat
242. kompres hangat/ dingin melakukan teknik napas
4. M dalam sesuai instruksi
243. eningkatkan istirahat
46

244. 5. M 270. 4. Pasien terlihat


245. emonitor TTV tidur
246. 259. 271. 5. TD: 120/70 mmHg
247. 260. 272. N: 83 x/m
248. 261. 273. RR: 18 x/m
249. 262. 274. T: 36,0 oC
250. 263. 275.
251. 264. 276.
252. 265.
277. 1. Feedback
253. 1 Menggunakan komunikasi
positif
254. terapeutik
255. 2 Mengkaji mobilitas pasien 278.
256. 19.0 secara terus menerus 279. 2. Mobilitas klien
0 WIB 3 Mengkaji kekuatan otot dan terbatas di tempat tidur
257. mobilitas sendi 280. 3. Eks Atas (5,5) Eks.
4 Melatih rentang pergerakan Bawah (0,4)
sendi aktif dan pasif 281. 4. Eks atas dan
266. kaki kiri aktif.
282.
284. Rab 288. 1 M 299. 1. P (diskontinuitas 311.
u 2 engkaji nyeri secara jaringan), Q (Nyeri seperti
285. 22 / komprehensif tertusuk-tusuk), R (Femur
03 / 17 2 M
proximal dan cruris 1/3
engontrol lingkungan:
286. proximal), S (Skala 6), T
pencahayaan dan
22.00 (Nyeri hilang timbul dan
kebisingan
WI 3 M bertambah nyeri saat
B eningkatkan istirahat digerakkan)
287. 4 M 300. 2. Cahaya lampu
emonitor TTV ruangan diredupkan,
289. pengunjung dibatasi.
290. 301. 4. Pasien terlihat
291. tidur
292. 302. 5. TD: 120/80 mmHg
293. 303. N: 88 x/m
294. 304. RR: 20 x/m
295. 305. T: 36,4 oC
296. 306.
297. 307. 1. Klien dan keluarga
1 Menggunakan komunikasi terlihat kooperatif dan
terapeutik mendengarkan komunikasi
2 Mengkaji mobilitas pasien
dari perawat dengan baik
secara terus menerus
308. 2. Mobilitas klien
3 Mengkaji kekuatan otot dan
mobilitas sendi terbatas di tempat tidur
298. 309. 3. Eks Atas (5,5) Eks.
Bawah (0,4)
310.
312. Ka 314. 1 Mengkaji tanda tanda vital 1. 319.
mis 23 1. pada pasien Na
maret 2017 2 Mengobservasi reaksi di 88x/menit
47

313. Jam nonverbal dari 316.RR : 22 x/menit


08.00 ketidaknyamanan 317.TD : 120/80
3 Mejarkan tentang teknik 318.S : 36,4 C
non farmakologi: napas 2. Pasien
dala, relaksasi, distraksi, menyatakan jika tersentuh
kompres hangat/ dingin pada traksi terasa nyeri
4 Menganjurkan pasien 3. Pasien
meningkatkan istirahat mampu mempraktikkan
315. teknik nafas dalam
4. Pasien
menyatakan istirahat cukup
pada malam hari
320. 321. 1. 323. 1. pasien menyatakan 325.
2. K sedikit sakit saat dilgerakkan
aji mobilitas pasien secara kakinya
terus menerus 324. 2. pasien mengetahui
2.
cara meningkatkan mobilitas
L
atih rentang pergerakan di tempat tidur
sendi aktif dan pasif
322.
326. Ka 327. 328. 1. Mengkaji 1. 330.
mis 23 1. nyeri secara P:
maret 2017 komprehensif nyeri pada daeah traksi. Q:
2 M nyeri seperti ditusuk tusuk R:
pukul 16.00
eningkatkan istirahat Nyeri pada area femur dextra
329. S: skala nyeri 6
2.
Pa
sien menyatakan tidak bisa
tidur
331. 332. 1. mengkaj 1. K 334.
2. i kekuatan otot dan ekuatan otot pasien 0. Sendi
mobilitas sendi ada lutut tidak bisa dilatih
2. Kolabor karena nyeri
asi dengan ahli terapi fisik 2. L
jika perlu atihan terapi hanya sedikit
333. yang bisa di ikuti pasien
335. Ka 336. 1. Mengkaji tipe dan sumber 1. P : nyeri pada kaki kanan 338.
mis 23 1. nyeri untuk menentukan bawah. Q: nyeri seperti
maret 2017 intervensi ditusuk tusuk R: Nyeri tidak
2. Mengajarkan tentang teknik menjalar S: skala nyeri 6
pkul 23.00
non farmakologi kompres 2. Pasien terlihat lebih nyaman
hangat ketika di konpres hangat
3. Mengelola pemberian 3. Obat diberikan ketorolac 2
analgetik untuk mengurangi ampul. Pasien menyatakan
nyeri nyeri berkurang
337.
339. 340. 1. Membantu pasien 341. 1. pasien dengan dibantu 343.
2. melakukan mobilisasi di petugas dapat menggerakkan
tempat tidur kaki yang sakit
2. Melakukan gerak rom pasif
48

342. 2. pasien dilakukan rom


pasif sedikit mengeluh nyeri
344. Jum 348. 349. 1. Mengkaji tipe dan 353. 1. P : nyeri pada daeah 361.
at 1 sumber nyeri secara traksi. Q: nyeri seperti ditusuk
345. 24 / koperhensif tusuk R: Nyeri pada area
03 / 17 350. 2. Mengontrol femur dextra S: skala nyeri 6
346. lingkungan yang dapat 354. 2. Suhu ruangan dingin,
08.00 mempengaruhi nyeri seperti pengunjung dibatasi
WI suhu ruangan, pencahayaan 355. 3. Nyeri berkurang 4 (0-
B dan kebisingan 10) tetapi masih nyeri saat
347. 351. 3. Berkolaborasi dalam digerakkan
pemberian analgetik untuk 356. .4. TD: 120/80 mmHg
mengurangi nyeri 357. N: 86 x/m
352. 4. 358. RR: 20 x/m
Mengobservasi TTV 359. T: 36,6 oC
360.
362. 364. 365. 1. Kaji mobilitas dan 368. 1. Kekuatan otot pasien 372.
10.00 2 kekuatan otot 0. Sendi ada lutut tidak bisa
WI 366. 2. Membantu pasien dilatih karena nyeri.
B dalam melakukan 369. 2. Dengan dibantu
363. mobilisasi di tempat tidur petugas kesehatan pasien
367. 3. Melakukan latihan dapat menggerakkan kaki
ROM pasif yang sakit
370. 3. Paien kooperatif
dalam melakukan latihan
meskipun merasa nyeri saat
digerakkan
371.
373. Jum 377. 378. 1. Mengkaji tipe dan 382. 1. P : nyeri pada daeah 390.
at 1 sumber nyeri secara traksi. Q: nyeri seperti ditusuk
374. 24 / koperhensif tusuk R: Nyeri pada area
03 / 17 379. 2. Mengontrol femur dextra S: skala nyeri 6
375. lingkungan yang dapat 383. 2. Suhu ruangan dingin,
15.00 mempengaruhi nyeri seperti pengunjung dibatasi
WI suhu ruangan, pencahayaan 384. 3. Nyeri berkurang 4 (0-
B dan kebisingan 10) saat dilakukan teknik
376. 380. 3. Melakukan latihan nafas dalam.
teknik nafas dalam 385. .4. TD: 120/80 mmHg
381. 4. 386. N: 88 x/m
Mengobservasi TTV 387. RR: 20 x/m
388. T: 36,2 oC
389.
391. 393. 394. 1. Kaji mobilitas dan 398. 1. Kekuatan otot pasien 406.
19.00 2 kekuatan otot 0. Sendi ada lutut tidak bisa
WI 395. 2. Membantu pasien dilatih karena nyeri.
B dalam melakukan 399. 2. Dengan dibantu
392. mobilisasi di tempat tidur petugas kesehatan pasien
396. 3. Melakukan latihan dapat menggerakkan kaki
ROM pasif yang sakit
49

397. 4. Mengobservasi TTV 400. 3. Paien kooperatif


dalam melakukan latihan
meskipun merasa nyeri saat
digerakkan
401. 4. TD: 120/80 mmHg
402. N: 84 x/m
403. RR: 18 x/m
404. T: 36,5 oC
405.
50

407. 3.6. EVALUASI


408. 409. Ha 410. 412.
N ri/Tanggal N 411. Evaluasi TT
/Jam D
413. 414. Ra 426. 437. S: Klien mengatakan masih nyeri 447.
1 bu, 1 438. O: P (diskontinuitas jaringan), Q (Nyeri
22/03/201 427. seperti tertusuk-tusuk), R (Femur proximal dan
7 428. cruris 1/3 proximal), S (Skala 6), T (Nyeri
415. 13 429. hilang timbul dan bertambah nyeri saat
.20 430. digerakkan), TD: 130/80 mmHg, N: 88 x/m, RR:
416. 431. 20 x/m, T: 36,7 oC
417. 432.
439. A: Masalah belum teratasi
418. 433.
440. P: lanjutkan intervensi
419. 434.
(1,2,3,4,5,6,7)
420. 435.
441.
421. 436.
442. S: Klien mengatakan masih belum bisa
422. 2
bergerak karena dipasang traksi pada kakinya
423.
443. O: Mobilitas klien terbatas di tempat tidur,
424. Ra
kaki kanan terpasang traksi, Eks Atas (5,5) Eks.
bu,
Bawah (0,4)
22/03/201
444. A: Masalah belum teratasi
7
445. P: lanjutkan intervensi (1,2,3,4)
425. 13
446.
.42
448. 449. Ra 462.
474. S: Klien mengatakan nyeri sudah agak 484.
2 bu, 1 berkurang saat tidak dilakukan aktivitas
22/03/201 463.
475. O: P (diskontinuitas jaringan), Q (Nyeri
7 464. seperti tertusuk-tusuk), R (Femur proximal dan
450. 20 465. cruris 1/3 proximal), S (Skala 5), T (Nyeri
.15 466. hilang timbul dan bertambah nyeri saat
451. 467. digerakkan), TD: 120/70 mmHg, N: 83 x/m, RR:
452. 468. 18 x/m, T: 36,0 oC
453. 469.
476. A: Masalah belum teratasi
454. 470.
477. P: lanjutkan intervensi
455. 471.
(1,2,3,4,5,6,7)
456. 472.
478.
457. 473.
479. S: Klien mengatakan masih belum bisa
458. 2
bergerak, tetapi tadi belajar melakukan gerakan
459.
aktif
460. Ra
480. O: Mobilitas klien terbatas di tempat tidur,
bu,
kaki kanan terpasang traksi, Eks Atas (5,5) Eks.
22/03/201
Bawah (0,4), Eks atas dan kaki kiri aktif.
7
481. A: Masalah belum teratasi
461. 20
482. P: lanjutkan intervensi (1,2,3,4)
51

.35 483.
485. 486. Ka 499. 511. S: Klien mengatakan nyeri 524.
3 mis, 1 bertambah cenat cenut
23/03/201 500.
512. O: P (diskontinuitas jaringan), Q (Nyeri
7 501. seperti tertusuk-tusuk), R (Femur proximal dan
487. 06 502. cruris 1/3 proximal), S (Skala 6), T (Nyeri
.30 503. hilang timbul)
488. 504. 513. A: Masalah belum teratasi
489. 505. 514. P: lanjutkan intervensi
490. 506. (1,2,3,4,5,6,7)
491. 507. 515.
492. 508. 516.
493. 509. 517.
494. 510. 518.
495. 2 519. S: Klien mengatakan masih belum bisa
496. Ka bergerak karena dipasang traksi pada kakinya
mis, 520. O: Mobilitas klien terbatas di tempat tidur,
23/03/201 kaki kanan terpasang traksi, Eks Atas (5,5) Eks.
7 Bawah (0,4)
497. 06 521. A: Masalah belum teratasi
.49 522. P: lanjutkan intervensi (1,2,3,4)
498. 523.
525. 526. Ka 528. 529. S: Klien menyatakan nyeri 533.
mis 23 1 berkurang sedikit saat nafas dalam
maret 530. O: TD: 130/80 mmHg, N: 88 x/m, RR: 20
2017 x/m, T: 36,7 oC
527. Ja 531. A: Masalah belum teratasi
m 14.00 532. P: lanjutkan intervensi (1,2,5,6)
534. 535. 536.
537. S: Pasien menyatakan berat kaki saat 542.
2 mobilitas
538. O: kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 0
539. A: Masalah belum teratasi
540. P: lanjutkan intervensi (3,5)
541.
543. 544. Ka 546. 547. S: Klien mengatakan nyeri agak 551.
mis 23 1 berkurang setelah dikonpres hangat
maret 548. O: pasien terlihat lebih nyaman
2017 549. A: Masalah belum teratasi
545. Ja 550. P: lanjutkan intervensi (2,3,4,6)
m 21.00
552. 553. 554.
555. S: Klien mengatakan masih belum bisa 560.
2 bergerak
556. O: Mobilitas klien terbatas di tempat tidur,
Eks. Bawah (0,4)
557. A: Masalah belum teratasi
52

558. P: lanjutkan intervensi (1,4)


559.
561. 562. Ju 564. 565. S: Klien mengatakan nyeri 569.
mat, 24 1 566. O: P nyeri karena traksi, Q (Nyeri seperti
maret tertusuk benda tajam), R (Femur proximal dan
2017 cruris 1/3 proximal), S (Skala 6), T (Nyeri
563. Ja hilang timbul dan bertambah nyeri saat
m 05.00 digerakkan),
567. A: Masalah belum teratasi
568. P: lanjutkan intervensi (4,5,7)
570. 571. 572.
573. S: Klien menyatakan nyeri saat bergerak 578.
2 574. O: Mobilitas fisik pasien meningkat. pasien
terlihat dapat mobilitas walaupun kaki kanan
lemah.
575. A: Masalah belum teratasi
576. P: lanjutkan intervensi (2,4,5)
577.
579. 580. Ju 589.
599. S : Klien masih meras nyeri saat digerakan 610.
mat, kakinya
24/03/201 600. O : P nyeri karena traksi, Q (Nyeri seperti
7 590. tertusuk benda tajam), R (Femur proximal dan
581. 12 591. cruris 1/3 proximal), S (Skala 6), T (Nyeri
.00 592. hilang timbul dan bertambah nyeri saat
582. 593.
digerakkan),
583. 594.
601. A: Masalah belum teratasi
584. 595.
602. P: lanjutkan intervensi (4,5,6,7)
585. 596.
603.
586. 597.
604. S: Klien menyatakan tidak bisa
587. Ra menggerakkan kakinya karena nyeri
bu, 605. O: - Kekuatan otot 0
22/03/201 598.
606. - Mobilitas fisik pasien meningkat.
7 pasien terlihat dapat mobilitas walaupun kaki
588. 12 kanan lemah.
.30 607. A: Masalah belum teratasi
608. P: lanjutkan intervensi (2,3,4,5)
609.
611. 612. Ju 621.
631. S : Klien masih meras nyeri saat digerakan 642.
mat, kakinya
24/03/201 632. O : P nyeri karena traksi, Q (Nyeri seperti
7 622. tertusuk benda tajam), R (Femur proximal dan
613. 20 623. cruris 1/3 proximal), S (Skala 6), T (Nyeri
.00 624. hilang timbul dan bertambah nyeri saat
614. 625.
digerakkan),
615. 626.
633. A: Masalah belum teratasi
616. 627.
53

617. 628.
634. P: lanjutkan intervensi (4,5,6,7)
618. 629.
635.
619. Ju 636. S: Klien menyatakan tidak bisa
mat, menggerakkan kakinya karena nyeri
24/03/201 630.
637. O: - Kekuatan otot 0
7 638. - Mobilitas fisik pasien meningkat.
620. 20 pasien terlihat dapat mobilitas walaupun kaki
.30 kanan lemah.
639. A: Masalah belum teratasi
640. P: lanjutkan intervensi (2,3,4,5)
641.
643.
644.
645.
54

646. DAFTAR PUSTAKA


647.
648. Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan

Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

649. Arif Muttaqin.2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada

Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC

650. Jitowiyono. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta:

Nuha Medika

651. NANDA International. 2012. Diagnosa KeperawatanDefinisi dan

Klasifikasi. Jakarta: EGC

652. Smeltzer, SC & Bare. 2000. Brunner and Suddarths textbook of medical

surgical nursing 8 edition. Alih Bahasa Waluyo. Jakarta : EGC

653. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa

Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai