A. Definisi
DHF adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, terutama
menyerang pada anak-anak dengan ciri-ciri : demam tinggi mendadak disertai
manifestasi perdarahan dan dapat menimbulkan syok (DSS) dan kematian.
Penyakit ini ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti, yang membawa virus dengue
(anthropad borne viruses) atau disebut arbo virus. DHF dapat menyerang semua umur
tetapi terbanyak pada anak-anak.
B. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel Aedes albopictus (Soedarto, 1990; 36)
2. Vektor
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan nyamuk. Aedes
aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan sedangkan di daerah
pedesaan kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat bejana-bejana yang
terdapat di dalam rumah maupun yang terdapat di luar rumah, di lubang-lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami
lainnya. Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang
hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari (Soedarto, 1990 ; 37).
1. Demam : demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai
tujuh hari turun secara cepat.
2. Perdarahan : perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit
(trombositopeni) serta gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis
trombosit. Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
Uji torniquet positif
Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
Epistaksis dan perdarahan gusi
Hematemesis, melena
Hematuri
3. Hepatomegali :
Biasanya dijumpai pada awal penyakit
Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
Nyeri tekan pada daerah ulu hati
Tanpa diikuti dengan ikterus
Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
4. Syok : Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan
kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan
tanda-tanda syok adalah:
Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang dari 80 mmHg)
Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
5. Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi
pada hari ke tiga sampai ke tujuh.
6. Hemokonsentrasi : Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator
kemungkinan terjadinya syok.
7. Gejala-gejala lain : Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta
kejang dan Penurunan kesadaran
D. Patofisiologi
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat pada saluran cerna,
yang timbul setelah shock berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan ini
disebabkan oleh trombositopeni serta gangguan fungsi trobosit disamping defisiensi
ringan/sedang dari faktor I, II, V, VII, IX, X dan faktor kapiler.
Pada pemeriksaan sel-sel pagosit didapatkan peningkatan daya pagositosis dan
proliferasi sistim retikolo enditetial yang berakibat penghancuran terhadap trombosit
yang telah mengalami metamorfosis seluler sehingga nampak adanya trombositopeni.
Aktifasi sistim komplemen juga memegang peranan penting dalam patogenesis
DHF , komplek imun biasanya ditemukan pada hari ke 5 sampai ke 7 saat terserang
shock terjadi. Produksi aktivitas komplemen ini bersifat anafilaktoksin yang
menyebabkan kerusakan dinding kapiler sehingga permeabilitas diding pembuluh darah
meningkat.
Virus Dengue
Viremia
Manifestasi
- Anoreksia perdarahan Permebilitas kapiler
- Muntah meningkat
Kehilangan
plasma
Resti Gangguan
Hipovolemia
Nutrisi kurang dari
Efusi pleura
kebutuhan Resiko tjd
Ascites
perdarahan
Resiko syok Hemokonsntrasi
hipovolemia
Syok
Kematian
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997
yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
a. Kriteria klinis:
1. Demam tinggi mendadak tanpa diketahui penyebab yang jelas dan berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
Uji tourniquet positif
Ptekie, ekimosis, purpura
Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria Laboratoris adalah:
Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DHF. Efusi
pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DHF.
Diagnosis Laboratoris. Diagnosis defenitif infeksi virus dengue hanya dapat
dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau
RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum
pasien.
Diagnosis Serologis. Dikenal 5 jenis uji serologis yang biasa dipakai untuk
menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu:
1) Uji hemaglutinasi inhibisi
Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan paling
sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan
serologis.
2) Uji komplemen
Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara
rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga
memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi
HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-
3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari
plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi
komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4) IgM Elisa
Uji ini pada tahun terakhir merupakan uji serologi yang banyak dipakai. Uji
ini mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan yaitu
hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifisitas yang sama dengan
uji HI.
5) IgG Elisa
Uji IgG Elisa sebanding dengan uji HI, hanya sedikit lebih spesifik.
G. Komplikasi
1. Ensefalopati Dengue.
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF bersifat
sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).
2. Gagal Ginjal Akut.
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik.
3. Edema Paru.
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan
pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstra, apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila
hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan
hari sakit) pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan tampak adanya gambaran edema paru pada foto dada.
4. Komplikasi iatrogenik.
Komplikasi ini terjadi akibat infeksi pada tubuh pasien yang diakibatkan karena
keteledoran tenaga kesehatan dalam teknik steril, sehingga menimbulkan infeksi.
Perawatan harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah komplikasi iatrogenik
dalm pengobatan DHF. Komplikasi ini termasuk sepsis, pneumonia, infeksi luka
dan dehidrasi berlebihan. Penggunaan jalur intravena terkontaminasi dapat
menyebabkan sepsis gram negatif yang disertai dengan demam, syok, dan
perdarahan berat.
5. Perdarahan Luas
Pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit, terjadinya trombositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat dan luas, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.
6. Syok dan penurunan kesadaran.
Dimulai dengan penurunan suhu tubuh secara tiba-tiba, akral dingin, nadi lemah,
tekanan darah sangat rendah, dan kebiruan pada bibir akan menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran kemudian akan menjadi syok atau renjatan.
7. Efusi Pleura.
Penumpukan cairan di daerah paru-paru dapat mengakibatkan terkumpulnya cairan
di rongga pleura sehingga dapat menimbulkan efusi pleura.
H. Penatalaksanaan
1. Medik
c. DHF tanpa Renjatan
Beri minum banyak ( 1 - 2 Liter / hari )
Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th
dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum
teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada
anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB.
Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan
rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.
Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
> 20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)
koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali
yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.
Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal
garam faali (5% dekstrose NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan
penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh diberikan
pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal. Infus dapat
dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital stabil dan normal.
Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup baik. Nafsu
makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang cukup merupakan
tanda penyembuhan.
Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi
membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah
membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan
dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai
perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg) dan
produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.
I. Pengkajian
a. Data Subyektif
Panas
Lemah
Nyeri ulu hati
Mual dan tidak nafsu makan
Sakit menelan
Pegal seluruh tubuh
Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
Haus
b. Data Obyektif
Nadi cepat
Selaput mukosa mulut kering
Ruam dikulit lengan dan kaki
Hiperemia tenggorokan
Epistaksis
Pembesaran hati dan nyeri tekan
Pembesaran limfe
Nyeri tekan pada epigastrik
Hematomesis
Melena
Gusi berdarah
Hipotensi
c. Data Penunjang
Hematokrit meningkat
Trombositopenia
Masa perdarahan dan protombin memanjang
Pegal seluruh tubuh
Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
Haus
J. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit (viremia)
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan di
vaskuler
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan (penurunan trombosit)
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai dengan
anjuran
2. Berikan terapi intravena sesuai anjuran
15
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan