Anda di halaman 1dari 17

REFRAT

PENATALAKSANAAN GANGGUAN AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT


KANABIS

Pembimbing:

dr. Carlamia H Lusikooy, SpKJ

dr. Imelda Indriyani, SpKJ

Disusun oleh:

Muhammad Haziq Asyraf Bin Mohd. Yusri 11-2016-187

Syahmi Syafiq Bin Azmei 11-2016-201

Marlin Yulianti 11-2015-092

Suli Intan 11-2015-147

Siti Azliyana Azura Binti Adzhar 11-2016-191

Riana Liza Songupnuan 11-2016-099

1
BAB I

PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA)


atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/
Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner,
multisektor, dan peran dari semua masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan konsisten.1

NAPZA dapat digolongkan kepada tiga golongan yaitu golongan depresan, golongan
stimulan dan golongan halusinogen. Golongan depresan adalah jenis NAPZA yang berfungsi
mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang,
pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk
opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan
tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

Golongan stimulan adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan
bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein dan
Kokain. Sementara golongan halusinogen adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek
halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak
digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.1

Kanabis adalah contoh NAPZA yang paling banyak digunakan di dunia, dengan
perkiraan 19 juta pengguna pada tahun 2012. Kanabis telah menjadi antara zat yang sering di
pakai terutama pada remaja di negara maju dengan penggunaan pertama sekarang terjadi di
pertengahan hingga akhir usia remaja. Zat ini adalah keempat yang paling umum digunakan
antara obat psikoaktif di kalangan orang dewasa di Amerika Serikat, setelah kafein, alkohol,
dan nikotin.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Kanabis berasal dari tanaman Cannabis sativa, yang telah digunakan di China, India,
dan Timur Tengah sejak sekitar 8.000 tahun yang lalu. Tanaman ini untuk pertama kali
digunakan sebagai terapi pengobatan. Delta-9-tetrahydrocannabinol (Delta-9-THC) adalah
senyawa cannabinoid yang terutama bertanggung jawab atas efek psikoaktif kanabis.
Tanaman kanabis ini biasanya dipotong, dikeringkan, dicincang, dan digulung di dalam
rokok, yang kemudian diisap. Nama umum lain untuk kanabis adalah marijuana, grass, pot,
weed, tea, and Mary Jane.1 Antara nama lain yang sering digunakan untuk kanabis adalah
gele, cimeng, ganja dan getok.2

2.2 EPIDEMIOLOGI

Menurut data dari Badan Narkotika Nasional dan POLRI dari tahun 2008 hingga
2012, penyalahgunaan ganja atau kanabis ini menunjukkan antara zat yang mencatatkan
jumlah kasus narkoba tertinggi yang dilaporkan dibandingkan zat yang lain. Dari data yang
didapatkan, pada tahun 2008 jumlah kasus penyalahgunaan ganja ini mencatatkan 8,459
kasus sementara pada tahun 2009 menunjukkan jumlah kasus ini meningkat menjadi 8,722
kasus. Pada tahun 2010, kasus yang ditemukan untuk penyalahgunaan ganja ini adalah 7,096
kasus, pada tahun 2011 mencatatkan 5,913 kasus dan pada tahun 2012 mencatatkan 6,576
kasus.3 Menurut satu laporan survei didapatkan kanabis adalah jenis narkoba yang pertama
kali disalahgunakan di semua provinsi di Indonesia yaitu sekitar 61%. 2 Namun data yang
akurat mengenai besaran jumlah penyalahgunaan ganja secara umum masih belum
ditemukan. Akan tetapi diperkirakan jumlah penyalahgunaan ganja semakin berkembang,
bahkan jumlah yang sebenarnya diperkirakan sesuai dengan fenomena gunung es (iceberg
phenomena), dimana jumlah kasus yang ada jauh lebih besar daripada kasus yang dilaporkan
atau dikumpulkan.3

2.3. ETIOLOGI PENYALAHGUNAAN KANABIS

Seperti yang telah kita ketahui, kanabis dan juga bahan-bahan terlarang yang lain
merupakan zat yang lebih banyak memberikan dampak yang negatif berbanding positif
kepada si pemakainya. Berdasarkan penelitian yang telah dijalankan, kanabis merupakan

3
narkoba illegal yang paling banyak digunakan di dunia, dengan rata-rata dianggarkan
sebanyak 19 juta pengguna yang dapat dikenalpasti pada tahu 2012 sahaja.4

Apa yang lebih membimbangkan, kanabis telah dianggap sebagai bagian daripada
masyarakat, terutamanya golongan muda. Di Indonesia, menurut artikel yang dikeluarkan
oleh Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Aceh merupakan pengeluar tanaman
ganja terbesar di Indonesia.5 Sehingga hari ini, pencandu narkoba di Indonesia diperkirakan
sebanyak 5 juta orang dengan kadar kematian sebanyak 40-50 orang perhari, suatu data yang
menunjukkan betapa Indonesia berhak untuk diwartakan sebagai negara dalam kondisi
Darurat Narkoba.6

Yang menjadi persoalannya, apakah yang menjadi penyebab utama sehingga


bertambahnya kadar kecanduan narkoba di dunia saban tahun? Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti di Department of Psychiatry, Academic Medical Centre di
Amsterdam, Belanda mengatakan bahwa terdapat dua faktor utama mengapa terjadinya
adiksi terhadap zat terlarang ini. Pertama ialah efek penguatan positif, yaitu imbalan yang
memperkuat respon terkondisi setelah itu telah terjadi, seperti perasaan euforia setelah
menggunakan dan yang keduanya ialah penguatan negatif, yaitu stimuli seperti stres yang
dihapus ketika respon yang diinginkan telah diperoleh dengan cara pemakaian napza tersebut.
Selain itu, para pencandu juga menginginkan escape conditioning, di mana mereka belajar
untuk melarikan diri dari stimulus yang tidak menyenangkan atau aversif dan yang terakhir
ialah efek avoidance conditioning yang mana si pemakai belajaar untuk menghindar dari
stimulus aversif seperti stres sebelum ia terjadi.7

Selain itu, terdapat juga faktor lingkungan yang turut berpengaruh kepada terjadinya
peningkatan jumlah pencandu narkoba. Berdasarkan pengakuan daripada si pencandu sendiri,
hampir semua daripada mereka awalnya hanya mencoba-coba sahaja akibat dorongan
daripada teman-teman yang turut menggunakan zat tersebut. Setelah pengambilan yang
berterusan, akhirnya mereka akan turut sama tergolong sebagai pencandu akibat kesan adiktif
dari zat tersebut. Selain itu, turut terdapat stigma yang mengatakan bahwa kanabis ataupun
ganja bukan merupakan salah satu daripada golongan NAPZA sehingga mereka merasakan
bahwa tidak terjadi suatu kesalahan untuk mereka menggunakan zat tersebut.

4
2.4. GEJALA PENYALAHGUNAAN KANABIS

Gejala penyalahgunaan kanabis ini dapat dibagikan kepada tiga yaitu manifestasi
sosial, klinis dan juga psikiatrik.8

1. Manifestasi psikiatrik

Efek kanabis berdampak pada efek psikologis dan neurologis. Semua efek yang
terhasil ini berhubungan erat dengan komposisi terutamanya tetrahyrdocannabinol (THC)
yang terdapat di dalamnya. Antara efeknya ialah:

a. Merasa terbang atau fly


b. Mengalami delusi dan halusinasi
c. Depresi
d. Gangguan kecemasan
e. Berpengaruh ke pemprosesan informasi dan berpikir
f. Mengigau
g. Disfungsi kognitif

2. Manifestasi sosial

Tidak hanya dilihat dari segi kesehatan dan psikologis sahaja, konsumsi kanabis akan
memiliki efek yang sangat besar terhadap kehidupan sosial dari pelaku. Berikut ini
merupakan beberapa efek kanabis dari segi sosial:

a. Meningkatnya kriminalitas.
- Kriminalitas dapat disebabkan oleh dua hal yaitu efek psikologis dari kanabis itu
sendiri seperti halusinasi, depresi dan lain-lain serta hal yang mungkin dilakukan oleh
si pemakai untuk mendapatkan uang dengan cara yang mudah supaya mereka akan
dapat untuk membeli zat yang dibutuhkan mereka untuk digunakan.

b. Dijauhi dari lingkungan sosial.


- Seorang pencandu yang sudah ketahuan, amka akan dijauhi olehlingkungan sosialnya.
Banyak orang yang menganggap pencandu ini akan memberikan efek yang buruk
bagi mereka yang lainnya di dalam masyarakat, sehingga pada akhirnya, akan
menjauhi para pencandu ini.

c. Fungsi sosial yang menurun


- Selain itu, fungsi sosial dari pencandu akan turut menurun. Mereka mungkin akan
kehilangan untuk berkomunikasi dan juga berinteraksi dengan baik serta kadangkala
akan menjadi pengganggu dalam lingkungan sosialnya.

5
3. Manifestasi klinis

Penggunaan zat-zat terlarang semestinya akan berpengaruh terhadap kondisi fisik


tubuh yang antara lainnya ialah:

a. Gangguan pernapasan
b. Gangguan reproduksi
c. Gangguan pencernaan
d. Kanker
e. Naiknya detak jantung
f. Mata memerah
g. Penurunan imunitas tubuh

2.5. KRITERIA

Intoksikasi kanabis

Intoksikasi kanabis di akui oleh DSM 4 dan ICD 10, dengan 2 manifestasi psikologi
dan perilaku (euphoria, santai, peningkatan nafsu makan, gangguan memori dan konsentrasi),
dan fisik (inkoordinasi motorik, takikardia, hipotensi ortostatik ). Intoksikasi biasanya ringan,
tidak memerlukan pengobatan farmakologis. Efek paling parah (kecemasan, panik, psikosis)
paling baik diobati gejalanya dengan benzodiazepine atau generasi kedua (atipikal) obat anti-
psikotik. Tidak ada obat disetujui secara khusus untuk pengobatan keracunan ganja.10

Ketergantungan kanabis

Diagnosis yang diberikan ketika penggunaan zat membuat ketergantungan fisiologik


atau hendaya atau distress.

Sindrom putus zat kanabis

Penggunaan secara terus-menerus zat dalam waktu yang lama dapat mengubah reaksi
fisiologi tubuh, menyebabkan perkembangan toleransi atau gejala putus zat secara fisik.
Sindrom putus zat kanabis (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala
putus zat yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan
penggunaan zat kanabis setelah periode penggunaan berat dan berkepanjangan.

Sindrom putus zat kanabis yang paling utama adalah anxietas, irritibilitas, depresi
mood, badan lemah, gangguan tidur, gejala gastrointestinal dan nafsu makan menurun.
Kebanyakan gejala putus zat ini timbul pada minggu pertama abtinensi dan menghilang

6
setelah beberapa minggu.9 Gejala putus zat kanabis terjadi setelah beberapa minggu atau lebih
penggunaan obat dosis sedang. Gejala-gejala yang mungkin tidak terjadi hingga 3 minggu
pemakaian meliputi mual dan muntah, malaise atau badan lemah, hiperaktivitas autonomik
seperti takikardia dan berkeringat, cemas atau mudah marah, hipotensi ortostatik, tremor
kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata, insomnia, kejang grand mal, hilang nafsu makan,
turun berat badan dan tinitus. Biasanya dalam satu minggu setelah obat dihentikan, delirium
dapat terjadi yang mengakibatkan adanya halusinasi visual, auditorik atau taktil. Waham,
agitasi, tremor, demam dan hiperaktivitas autonomik juga merupakan gambaran yang sering
terjadi.1

2.6. PENATALAKSANAAN GANGGUAN AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT


KANABIS

Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil
serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol
(THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa
senang yang berkepanjangan tanpa sebab.

Konseling

Orang orang yang menggunakan ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) dan
menderita gangguan biologis, psikologi dan sosial, harus di evaluasi dan jika perlu di terapi
oleh pskiatri. Pengobatan penyalagunaan ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica)
mengikuti prinsip umum penyalagunaan zat, dengan perhatian khusus terhadap aspek
psikologi dan sosial. Seringkali, penghentian penggunaan zat dan motivasi diri untuk
perbaikan kognitif dan perubahan dalam pekerjaan dan sosial dapat membuat pasien lebih
baik. Perubahan gaya hidup, seperti menghindari situasi yang berhubungan dengan obat,
mungkin dapat membantu pasien untu tidak relaps. Indentifikasi dan atasi rasa rendah diri,
masalah keluarga, gangguan mood, dan tekanan lainnya.10

Farmakologi

Penggunaan benzodiasepin jangka pendek, dengan dosis rendah untuk pengobatan


kecemasan yang signifikan terkait dengan keracunan akut telah digunakan. Dokter disarankan
untuk berhati-hati ketika mengelola benzodiazepin untuk pengobatan kecemasan ganja-
diinduksi, kecemasan perlahan akan membaik tanpa pengobatan dalam waktu yang singkat.

7
Terapi obat yang mengurangi keinginan untuk ganja atau efek memabukkan dari penggunaan
ganja saat ini tidak tersedia.10

Neorofarmakologi

Ganja eksogen (komponen psikoaktif utama, -9-tetrahydrocannabinol [THC])


bekerja pada cannabinoid endogen sistem (endocannabinoid) di otak dan tubuh lainnya
jaringan dengan mengikat dua jenis reseptor cannabinoid pada membran sel: CB1 dan CB2.
Reseptor CB1 terletak terutama di neuron pra-sinapsis dari SSP dan bertanggung jawab untuk
efek psikologis dan kardiovaskular akut ganja. Reseptor CB2 terletak sebagian besar di
pinggiran dan memodulasi fungsi kekebalan dan respon inflamasi.

Intoksikasi kanabis

Reseptor CB antagonis seperti rimonabant mungkin berguna dalam mengobati


keracunan ganja akut, dengan cara yang mu-opioid reseptor (MOR) antagonis nalokson dan
naltrexone digunakan untuk mengobati opiat keracunan. Namun, obat tersebut tidak lagi
tersedia untuk penggunaan klinis. Rimonant dan mirip antagonis reseptor CB1 ditarik dari
pengembangan klinis dan penggunaan karena kejiwaan efek samping yang berhubungan
dengan mereka penggunaan jangka panjang.10

Ketergantungan kanabis

1. Pendekatan agonis

Salah satu strategi untuk mengobati ketergantungan obat adalah pengobatan jangka
panjang dengan obat agonis yang sama atau dengan obat cross-toleran untuk menekan gejala
putus obat dan keinginan untuk menggunakan obat. Pendekatan ini berhasil digunakan dalam
pengobatan tembakau (nikotin) ketergantungan (nikotin itu sendiri) dan opiat ketergantungan
(metadon, buprenorfin). Hal ini sedang dipelajari untuk pengobatan ketergantungan ganja
menggunakan THC (-9-tetrahydrocannabinol) sintetis yang secara hukum dipasarkan di
banyak negara sebagai obat oral untuk stimulasi nafsu makan dan penindasan mual dan
muntah akibat kemoterapi. Penggunaan THC sintesis oral pada pasien rawat jalan yang
dilaporkan dalam studi menyatakan adanya manfaat yang baik.9

2. Pendekatan antagonis

8
Pendekatan antagonis menggunakan pengobatan jangka panjang yaitu antagonis CB1
untuk mencegah pasien dari efek menyenangkan dari penggunaan ganja, sehingga pengguna
ganja tidak memiliki sikap drug-seeking maupun drug-taking. Pendekatan ini berhasil
dengan naltrexson MOR (mu-opiod receptor) antagonis pada pengobatan ketergantungan
opiod.

Belakangan ini, ada peneletian apakah dalam 2 minggu pengobatan dengan


rimonabant reseptor CB1 antagonis (40 mg sehari) dapat mengurangi efek ganja pada
perokok pria sehat dengan riwayat penggunaan ganja. Dosis rimonabant harian diulang
dilemahkan efek kardiovaskular akut rokok ganja (2,78% THC) untuk tingkat yang sama
sebagai dosis 90 mg tunggal; diulang dosis 40 mg dilemahkan efek subjektif setelah 8 tetapi
tidak 15 hari (mungkin karena ukuran sampel yang lebih kecil dan kekuatan statistik lebih
rendah pada hari 15). Rimonabant tidak secara signifikan mempengaruhi farmakokinetik
THC, menunjukkan bahwa efek yang diamati adalah karena blokade reseptor dan tidak
mengurangi tingkat THC di otak.9

3. Pendekatan lain

Pendekatan farmakoterapi alternatif mungkin timbul dari peningkatan pemahaman


tentang neurofarmakologi gangguan penggunaan ganja, termasuk pengakuan bahwa sering
menggunakan ganja dapat menyebabkan adaptif down-regulasi otak sinyal endocannabinoid
dan sifat-sifat genetik yang mendukung hiperaktivitas endocannabinoid pada sistem manusia
dapat menurunkan kerentanan terhadap ganja ketergantungan. Temuan ini menunjukkan
bahwa agen farmakologis yang meningkatkan kadar otak neurotransmitter endocannabinoid
anandamide dan 2-arachidonoylglycerol (2-AG) bisa meringankan gejala putus obat dan
ketergantungan. Salah satu agen tersebut, FAAH inhibitor URB597, selektif peningkatan
kadar anandamide dalam otak tikus dan primata. Studi praklinis menunjukkan bahwa
URB597 menimbulkan efek seperti analgesik, efek anxiolytic-like, dan antidepresan-like
pada hewan pengaret, yang tidak disertai dengan tanda-tanda yang jelas dari efek
penyalagunaan. Bukti ini menunjukkan bahwa FAAH inhibitor seperti URB597 mungkin
menawarkan jalan terapi yang mungkin untuk pengobatan penarikan ganja.9

a. Antagonist Opiate Naltrexone

Karena studi hewan menunjukkan bahwa mOR antagonis efeknya blok THC,
beberapa studi laboratorium manusia telah menyelidiki apakah mOR antagonis naltrexone

9
dapat mengurangi efek subjektif dari cannabinoids pada manusia. Dalam pengguna ganja,
pretreatment dengan dosis tinggi naltrexone (50-200 mg) gagal untuk mengurangi atau
meningkatkan efek subjektif dari THC atau perokok dengan penggunaan ganja. Namun,
dengan dosis yang lebi rendah MOR-selektif naltrexone (12 mg) mampu menurunkan efek
intoksikasi dari 20 mg THC. Sebuah studi plasebo-terkontrol terbaru di 29 perokok ganja
berat menemukan bahwa opioid-reseptor blokade oleh naltrexone (12, 25, 50, atau 100 mg
setiap hari) meningkatkan efek subjektif dan kardiovaskular pada ganja. Pola temuan
eksperimental manusia tidak sepenuhnya konsisten, tetapi menunjukkan bahwa dosis klinis
digunakan dari naltrexone tidak akan efektif sebagai pengobatan untuk ketergantungan
ganja.9

b. Dopamin agents

Katekol O--Methyl Transferase (COMT) Entakapon Inhibitor

Dopamin (DA) adalah neurotransmitter utama dalam jalur otak yaitu meso-cortico-
limbik, diyakini menjadi jalur umum yang terlibat dalam mencari obat untuk semua
penyalahgunaan obat defisiensi DA pada jalur ini memainkan peran utama yang dibentuk
oleh obat dan keinginan. Katekol O--metil transferase (COMT) adalah enzim yang
menginaktivasi neurotransmitter katekolamin dan memainkan peran penting dalam mengatur
kadar homeostatis DA neurotransmitter di celah antar-sinaptik. inhibitor COMT akan
meningkatkan aktivitas sinaptik DA, yang dimana akan menangkal bahwa kekurangan DA
dianggap berperan dalam pemakaian obat dan keinginan. Gen untuk COMT terletak pada
kromosom 22q11.21 Ada beberapa bukti bahwa pembawa alel valine158 dari gen COMT,
yang seharusnya meningkat omset dopamin otak, akan meningkatkan risiko untuk gejala
psikotik dan pengembangan skizofrenia jika mereka menggunakan ganja pada usia 18.
Namun, temuan ini tidak diterapkan dalam studi lanjut. Seperti disebutkan sebelumnya, THC,
seperti obat lain dari penyalahgunaan, melepaskan DA di daerah meso-cortico-limbik otak
hewan. PET studi pencitraan otak pada sukarelawan sehat sejauh ini tampaknya menunjukkan
bahwa hasil admisi THC dalam merilis dopamin sederhana di beberapa daerah otak manusia,
tetapi peran untuk tindakan ini dalam efek baik pada THC masih belum jelas. Oleh karena itu,
tempat dalam pengobatan obat yang menargetkan otak dopamin sistem reward juga masih
belum jelas. Entakapon adalah inhibitor COMT disetujui untuk pengobatan penyakit
Parkinson, dalam entacapone penelitian terbaru (sampai 2000 mg / hari) diberikan kepada 36
pasien dengan ganja ketergantungan (DSM-IV) dalam sidang terbuka-label selama 12

10
minggu, dilanjutkan selama 12 bulan pada individu yang tertarik. Entakapon baik jangka
pendek dan jangka panjang secara signifikan menurun keinginan untuk ganja di 52,7% dari
pasien, tetapi tidak ada informasi dilaporkan pada ganja yang digunakan pasien. Entakapon
ditoleransi secara baik dan tidak ada efek samping yang serius.9

c. Glutamate- N-acetylcysteine (NAC)

Neurotransmitter glutamat telah muncul sebagai target potensial dalam pengobatan


kecanduan, seperti kokain, nikotin, dan ketergantungan ganja. Dalam penelitian pada hewan,
N-acetylcysteine (NAC) membalikkan obat-induced down-regulasi penukar sistin-glutamat,
yang mengembalikan regulasi normal rilisnya glutamat, mengurangi perilaku mencari obat
secara kompulsif [68]. Konsisten dengan bukti ini, studi terdahulu telah menunjukkan
penurunan yang signifikan pada keinginan penggunaan kokain dan penggunaan rokok selama
pengobatan dengan NAC.

Sebuah studi terbuka baru-baru ini memberi NAC (1.200 mg) dua kali sehari selama 4
minggu untuk 24 orang pecandu ganja pada laki-laki dan perempuan yang dimana berhasil
mengurangi penggunaan ganja.9 Toleransi pengobatan dengan NAC terkait pada penurunan
signifikan dalam laporan keinginan penggunaan ganja, tapi tidak ada perubahan dalam
tingkat cannabinoid urine semi-kuantitatif.

d. Norepinefrin Reuptake Inhibitor- Atomoxetine

Pengguna ganja menunjukkan waktu dan gangguan tergantung dosis dalam perhatian,
memori, fungsi eksekutif dan penghambatan respon yang menyerupai defisit pada pasien
dengan gangguan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan gangguan berbagai
morbiditas dengan gangguan ini. Sebuah studi baru yang mengevaluasi atomoxetine, obat
ADHD dengan potensi penyalahgunaan menjadi rendah, dalam 11 minggu pada penelitian
terbuka yang dilakukan pada tiga belas pengobatan- pasien dengan ketergantungan ganja (25,
40, 80mg / hari). Selama delapan peserta yang menyelesaikan studi, ada kecenderungan
penurunan penggunaan ganja dan peningkatan persentase hari tidak menggunakan ganja.
Sebagian besar pasien mengalami efek samping gastrointestinal. Sebuah double-blind, studi
yang lebih baru plasebo-terkontrol 12-minggu atomoxetine (25-100 mg / dosis meningkat
dalam pemakaian) di 38 pasien rawat jalan yang ketergantungan dan diberikan bersamaan
dengan ADHD tidak ditemukan adanya perubahan signifikan dalam penggunaan ganja,
meskipun ada beberapa perbaikan dalam gejala ADHD.9

11
e. Anxiolytic- Buspirone

Buspirone dalam beberapa properti seperti benzodiazepin dan neuroleptik; adalah 5-


HT (1A) reseptor agonis dan antagonis reseptor D2. Sebuah penelitian terbuka dalam 12-
minggu pada 10 laki-laki dengan ketergantung ganja didapatkan bahwa buspirone
(maksimum 60 mg per hari) dalam 12 minggu secara signifikan akan mengurangi frekuensi
dan durasi keinginan dan penggunaan ganja, serta mengurangi adanya depresi dan emosi.
Berikutnya pada sebuah percobaan 12 minggu dikontrol dan dibandingkan dengan buspirone
(60mg maksimum / hari) vs plasebo, bersama-sama dengan wawancara motivasi, pada 23
peserta yang ketergantung ganja. Pada 24 peserta yang menyelesaikan sidang dengan acak,
buspirone memiliki persentase yang lebih besar dari sampel urine ganja-negatif (95% CI: 7-
63%, p <0,05) dan kecenderungan untuk mencapai sampel urine ganja-negatif pertama lebih
cepat dibandingkan peserta yang diobati dengan plasebo. Temuan ini mendukung teori
buspirone sebagai pengobatan untuk ketergantungan ganja.9

f. Mood Stabilizers

Lithium adalah penstabil suasana hati yang digunakan terutama dalam pengobatan
gangguan bipolar (depresi dan mania), baik akut dan kronis. Sebuah studi praklinis
menunjukkan bahwa lithium mempunyai efek rendah pada pemberian hewan uji coba tikus.
Dalam studi pertama, lithium (600 hingga 900 mg / hari), diberikan kepada 9 orang dewasa
selama 6 hari, gejala penarikan ditemukan 4 dari 9 peserta. Dalam studi kedua, 20 orang yang
kergantungan terhadap ganja menerima lithium (500 mg 2x / hari) selama 7 hari di fasilitas
detoksifikasi rawat inap. Dua belas peserta menyelesaikan 7 hari detoksifikasi rawat inap.
Dilaporkan sendiri pantang ganja di pasca perawatan di sesi tindak lanjut adalah 64% (Day
10), 65% (Day 24), dan 41% (Hari 90). Peserta yang dilaporkan sendiri pantang ganja 88%
dari hari pasca perawatan. Lima peserta melaporkan pantang terus menerus yang dikuatkan
dengan tes toksikologi urin pada Hari 90. Hasil ini memberikan dukungan terbatas untuk
percobaan double-blind lithium sebagai pengobatan untuk ketergantungan ganja. Dalam 6
minggu dilakukan uji klinis kecil pada 25 pasien rawat jalan tergantung ganja yang juga
menerima psikoterapi mingguan pada pencegahan kekambuhan ditemukan bahwa divalproex
(1500-2000 mg per hari, untuk mencapai konsentrasi plasma 50-120 ng / mL) tidak
mengurangi penggunaan ganja lebih dari plasebo dan ditoleransi buruk oleh peserta.9

g. Anti-depressants

12
Sebuah uji klinis dalam 13-minggu membandingkan nefazodone (300mg / hari),
bupropion yang berkelanjutan (150mg / hari), atau ditambah plasebo mingguan, Terapi
keterampilan individu koping pada 106 pasien rawat jalan yang kergantungan ganja
ditemukan efek obat yang signifikan pada penggunaan ganja atau gejala penarikan ganja.
Hasil ini menunjukkan bahwa nefazodone dan pelepasan bupropion-yang berkelanjutan tidak
efektif dalam mengobati ketergantungan ganja.9

Sindrom putus zat kanabis

Dikarenakan gejala putus zat kanabis yang memberi efek buruk sehingga boleh
menyebabkan kekambuhan pada pecandu kanabis yang sedang dalam masa pemulihan, terapi
farmakologi untuk mengurangkan gejala putus zat kanabis sangat berguna untuk proses
pemulihan.

Beberapa penelitian telah menguji coba efek beberapa obat terhadap gejala putus zat
kanabis. Obat ini adalah reseptor agonis CB yang menekan secara langsung gejala putus zat
dan obat yang mengurangkan gejala putus zat kanabis seperti mood disforik dan irritibilitas
secara tidak langsung dengan mempengaruhi jalur di dalam otak yang menimbulkan simptom
ini.

Sehingga kini, obat yang telah berjaya menekan secara langsung gejala putus zat kanabis
adalah dosis tunggal THC sintetik oral (dronabinol) 10mg/ hari. Di dalam sebuah penelitian
didapatkan obat THC oral lebih efektif dari placebo untuk pecandu kanabis yang telah
berhenti terapi selama 40 hari. Obat THC oral mengurangkan sindrom putus zat kanabis
seperti penurunan berat badan.9

Terapi simptomatik sangat berguna untuk penatalaksanaan sindrom putus zat kanabis.
Terapi ini harus diberikan selama 4-7 hari dan tidak boleh diberikan pada waktu akut sindrom
putus zat kanabis. Terapi ini sekurangnya diberikan beberapa hari setelah sindrom putus zat
timbul karena pemberian penstabil mood, antipsikotik dan antidepresen pada waktu akut
sindrom putus zat boleh memburukkan lagi gejala seperti insomnia dan gejala cemas. 11 Antara
terapi simptomatik sindrom putus zat kanabis adalah seperti berikut:

1. Terapi simptom insomnia dan cemas

Untuk menatalaksana simptom insomnia dan cemas, benzodiazepine sangat berguna untuk
terapi jangka pendek (4-7 hari). Benzodiazepine tidak boleh diberikan pada penyalahguna zat

13
lain, namun diazepam 10mg atau temazepam 20 mg boleh menggantikannya. Terapi
benzodiazepine boleh diberikan pada jangka pendek sahaja karena boleh menyebabkan
ketergantungan dan penylahgunaaan. Untuk pecandu yang mengalami gejala putus zat
dengan gejala psikotik, obat antipsikotik atipikal boleh diberikan untuk mengurangi simptom
cemas.11

Selain itu, meditasi, olahraga, teknik relasasi dn dukungan keluarga juga boleh
membantu merawat simptom cemas pada pecandu kanabis dengan sindrom putus zat.

2. Terapi simptom sakit kepala dan nyeri otot

Sakit kepala dan nyeri otot yang merupakan simptom putus zat kanabis boleh diterapi dengan
obat analgesik dan antipiretik seperti paracetamol dan NSAID.11

3. Terapi simptom mual

Obat antihistamin atau metoclopramide sesuai diberikan untuk menghilangkan gejala mual.
Prometazin 50mg di malam hari dapat menjadi obat penenang yang efektif tapi mungkin
memiliki efek sedatif yang persisten walau setelah bangun dari tidur. Dalam kasus di mana
kanabis digunakan untuk mengelola kondisi medis misalnya rasa nyeri kronis, pertimbangan
harus diberikan untuk dimulainya pendekatan manajemen alternatif (apakah tatalaksana
berbasis obat atau tidak) untuk mendukung berkelanjutan penghentian penggunaan zat
tersebut. Dalam kasus di mana pasien diresepkan obat antipsikotik untuk penghentian
menggunakan kanabis, pertimbangan harus diberikan dalam meninjau respon pengobatan,
dan bila sesuai, untuk mengurangi dosis untuk menghindari perkembangan toksisitas atau
memburuknya efek samping seperti sedasi. Hal ini adalah sangat penting dalam kasus orang
dengan skizofrenia yang menggunakan kanabis.11

4. Terapi simptom depresi

Untuk mendiagnosis dan mengelola gejala depresi pada pengguna kanabis, disarankan bahwa
keluhan seperti anoreksia, insomnia, dan geduh gelisah dalam konteks gejala putus zat akut
harus diperhatikan setelah beberapa hari. Diagnosis dan permulaan pemberian obat
antidepresan harus ditangguhkan sampai pasien telah detoksifikasi dan gejala putus zat telah
berkurang. Dalam kasus di mana riwayat klinis pasien diketahui oleh dokter yang mengobati
atau di mana pasien memiliki penyakit depresi utama yang telah didokumentasikan dengan
baik, itu akan menjadikan kondisi yang sesuai untuk memulai terapi antidepresan (diawali

14
dengan diberikan setengah dosis untuk menghindari efek samping awal) 1-2 minggu setelah
penghentian penggunaan kanabis. Edukasi yang jelas juga harus diberikan kepada pasien
mengenai penghentian mendadak obat antidepresan pada pengguna kanabis karena sindrom
penghentian terkait dengan penghentian antidepresan dapat memperburuk gejala putus zat
kanabis atau masalah kesehatan mental yang mendasarinya.11

BAB III

KESIMPULAN

Kanabis adalah zat adiktif yang tergolong dalam golongan halusinogen yang mampu
menimbulkan efek halusinasi yang dapat mengubah perasaan dan perasaan si pemakainya.
Hal ini seterusnya akan dapat mengubah pikiran dan tingkah laku si pengguna kanabis
tersebut sehingga akan dapat berdampak kepada biopsikososial si pengguna tersebut.

Akhir-akhir ini, terdapat pelbagai golongan yang mendesak supaya penjualan zat
inhalan seperti ganja, LSD, dan juga mescalin secara berleluasa dapat dilegalitaskan.
Walaupun hal ini menurut mereka tidak berdampak secara langsung terhadap masyarakat,
namun begitu, pemakaian zat halusinogen secara tidak terkawal dalam kalangan pengguna
yang berkemungkinan menyalahgunakan bahan tersebut, berkemungkinan besar akan
mendatangkan lebih banyak keburukan daripada kebaikan.

Pada penggunaan kanabis ini menimbulkan beberapa manifestasi baik dari segi
pskiatri, sosial maupun klinis. Untuk itu perlu pengobatan tidak hanya dengan menggunakan
obat-obatan tetapi juga dengan konseling. Hal ini dapat membantu pasien dalam
mengendalikan diri agar tidak lagi menggunakan kanabis, atau menjdi ketergantungan
terhadap kanabis. Untuk pengobatan farmakologis dapat di diberikan obat-obatan yang
bekerja pada THC seperti naltrexon, bisa juga dengan dopamin agent, NAC, Norepinefrin
Reuptake Inhibitor- Atomoxetine, Anxiolytic- Buspirone, Mood Stabilizers, Anti-depressants.

Oleh itu, adalah menjadi tanggungjawab semua pihak, baik dari golongan medis
maupun non-medis untuk berperan secara lebih aktif dalam memberi kesadaran kepada
semua pihak akan akibat buruk dan komplikasi yang mungkin diakibatkan oleh zat stimulan
ini, khususnya kanabis. Mungkin dengan kerjasama yang diberikan oleh semua pihak, kadar

15
penggunaan zat terlarang di Indonesia akan dapat berkurang secara drastik untuk tempoh
masa ke depan.

Daftar Pustaka

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Cannabis-related Disorders. Kaplan & Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York; Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

2. Damayanti R. Laporan akhir survey nasional perkembangan penyalahguna narkoba


tahun anggaran 2014. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Diunduh dari

16
http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2015/03/11/Laporan_BNN_2014_Upload_
Humas_FIX.pdf pada 8 April 2017

3. Ida OP, Prasetyo S, Utami DS, Sarasvita R, Raharjo B, Panggabean L. Buletin jendela
data & informasi kesehatan; 2014 diunduh dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-napza.pdf pada
8 April 2017.

4. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Chapter 20: Susbtance use and addictive disorders in
Kaplan & Saddocks Synopsis of psychiatry 11th edition. Wolters Kluwer.2015.h.644

5. Melepas stigma Aceh dari ganja melalui program alternatif development. Diunduh
dari http://www.bnn.go.id/read/artikel/17525/melepas-stigma-aceh-dari-ganja-
melalui-program-alternatif-development pada 08 April 2017, 9.32pm.

6. Putri D, Blickman T. Cannabis in Indonesia, patterns in consumption, production,


and policies. Diunduh dari https://www.tni.org/files/publication-
downloads/dpb_44_13012016_map_web.pdf pada 08 April 2017, 9.56pm.

7. Dekker N, Linszen DH, Haan LD. Reasons for cannabis use and effects of cannabis
use as reported by patients with psychotic disorders. Department of Psychiatry,
Academic Medical Centre, Amsterdam, The Netherlands. Psychopatology
2009;42:350-60.

8. Kisker GW. The disorganized personality 3rd Edition. McGraw-Hill International


Book Company.1982.p.154-5.

9. Weinstein AM, Gorelick DA. Pharmacological treatment of cannabis dependence.


Curr Pharm Des. 2011:17(14):1351-8.

10. Genen L. Cannabis-related disorders treatment & management. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/286661-treatment#d9 pada 10 April 2017 pada
9.18pm.

11. Windstock A, Lea T. Management of cannabis withdrawal. Sydney South Area Health
Service. p. 1-13.

17

Anda mungkin juga menyukai