Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang
bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma
urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas
yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih
lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang
sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan
penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang
lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan
ancaman terhadap jiwa pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori dari Urosepsis ?
2. Bagaimana konsep teori dari Retensi urin ?
3. Bagaimana konsep teori dari Anuria ?
4. Bagaimana konsep teori dari Kolik ?
5. Bagaimana konsep teori dari Hematuria ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kegawatan non
traumatik pada sistim urologi ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep teori dari Urosepsis
2. Mengetahui konsep teori dari Retensi urin
3. Mengetahui konsep teori dari Anuria
4. Mengetahui konsep teori dari Kolik
5. Mengetahui konsep teori dari Hematuria
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan kegawatan non
traumatik pada sistim urologi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Urosepsis

1
a. Definisi
Sepsis yang disebabkan oleh dekomposisi dan absorpsi substansi
yang berasal dari saluran kemih sehingga terjadi bakteremia
simtomatik yang menyebabkan syok dan kematian akibat bakteri
berasal dari traktus urinarius yang merupakan komplikasi dari ISK
(Johnson. CC, 1991).
Urosepsis adalah kondisi akut infeksi sistemik dalam darah yang
berkembang sekunder untuk infeksi saluran kemih (ISK), dan
kemudian beredar ke seluruh tubuh. Sebuah istilah awam bagi kondisi
kritis ini adalah keracunan darah karena infeksi dalam aliran darah.
b. Etiologi
Secara umum dikatakan urosepsis merupakan komplikasi dari
beberapa situasi antara lain (1) tindakan instrumentasi pada traktus
genitourinaria (2) abses renal (3) pielonefritis akut (4) Infeksi akibat
obstruksi saluran kemih atau pasien dengan gangguan kekebalan
imunitas (5) bakteriuri akibat pemasangan kateter pada obstruksi dan
pasien dengan gangguan kekebalan imunitas. Beberapa factor yang
dapat menyebabkan terjadinya urosepsis selain dari faktor-faktor
resiko diatas, penyebab lain dari urosepsis antara lain.
1. Benign Prostat hiperplasia
2. Bladder Cancer
3. Chlamydia
4. Cystitis
5. E-coli akibat keracunan makanan
6. Lansia
7. HIV / AIDS

8. Kondisi kekurangan immune


9. Batu ginjal
10. Multiple Sclerosis
c. Manifestasi Klinis
1. Adanya infeksi saluran kemih
2. Sakit saat bak
3. Sering bak karena rasa ingin bak terus-menerus
4. Sakit pinggang
5. Demam dan sakit pada sudut kostovertebral
6. Enuresis diurnal ataupun nokturnal
7. Sama seperti bakteraemia, tetapi menunjukkan kondisi yang lebih
berat. Bukti klinis infeksi ditambah bukti respon sistemik

2
terhadap infeksi. Respon sistemik ini dapat bermanifestasi 2 atau
lebih kondisi berikut :
a. Temperatur > 38C atau < 36C
b. Denyut nadi > 90 kali / min
c. Frekuensi pernafasan > 20 kali /min or PaCO2 < 32 mmHg
(< 4.3 kPa)
d. Leukosit > 12,000 sel/mm3, < 4,000 sel/mm3 atau 10%
bentuk imatur (batang).
8. Pada fase yang parah dapat terjadi perdarahan akibat
penurunan trombosit
9. Sepsis syndrome
10. Infeksi ditambah bukti gangguan perfusi organ berupa:
hipoksemia; peningkatan laktat; oliguria; gangguan kondisi
mental.
d. Penatalaksanaan
Harus ada kerjasama antara ahli urologi dengan intensivist.
Tindakan umum
1. Tegakkan diagnosis : gejala dan tanda serta laboratorium
penunjang. Singkirkan penyebab lain seperti hipovolemia,
perdarahan, gangguan jantung, anafilaktik dll.
2. Terapi antibiotika adekuat sesuai kultur darah dan urin serta fungsi
ginjal
3. Pemberian cairan intravena & agen vasoaktif (dopamin dan
dobutamin)
4. Pasang alat monitoring cairan : CVP atau Swan Ganz kateter,
kateter urin
5. Suplementasi O2 dengan atau tanpa ventilator
Tindakan khusus urologi :
1. Drainase semua obstruksi
2. Pengangkatan benda asing seperti kateter atau batu.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua
parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin
lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi
glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan

3
2. Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah
leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap
bermakna adalah > 10 / lapang pandang besar (LPB). Apabila
didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan
pemeriksaan kultur.
3. Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant
bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk
diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/ml
urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan
penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah
< 103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan
besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra

2.2 Retensi urine


1. Definisi
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya
secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena
kegagalan urine dari vesika urinaria (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensi urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih,
dapat terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI Pusdiknakes
1995).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi
meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut
(Brunner & Suddarth).
2. Etiologi
Adapun penyebab retensi urine antara lain :
A. Kelemahan detrusor
Cedera/gangguan pada medula spinalis atau kerusakan saraf
perifer (misalnya diabetes melitus), detrusor yang mengalami
peregangan/dilatasi yang berlebihan untuk waktu yang lama.
B. Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi) :

4
Cedera/gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda
equina.
C. Hambatan/obstruksi uretra
Kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca), striktura uretra, batu uretra,
kerusakan uretra (trauma), fimosis, parafimosis, gumpalan darah
di dalam buli-buli (clot retention) dll.
3. Klasifikasi
Retensi urin dapat dikelompokan menjadi 2 :
a. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-
tiba dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh.
Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena urin sedikit
demi sedikit tertimbun. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat
berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba,
disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam
urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang
kateter.
b. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang
disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap.
Hal ini dapat disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran
sedikit2 lama2 ga bisa kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan
karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan
lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait
adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit memulai
berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih
dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak
mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan
medis yang serius di kemudian hari. Perhatikan bahwa pada
retensi urin akut, laki-laki lebih banyak dari pada wanita dengan
perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat
dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki, kejadian
retensi urin juga akan semakin meningkat.
4. Manifestasi klinik

5
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih
yang penuh dan distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi
kronik ditandai dengan gejala iritasi kandung kemih
( frekuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa nyeri retensi yang nyata.
Adapun tanda dan gejala dari penyakit retensi urin ini adalah :
1. Di awali dengan urin mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan kadang ingin BAK
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
1. Ketidak nyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih
4. Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan
asupannya.
5. Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh
disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin
miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi
menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa
dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla
spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian
atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor
yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot
spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama
teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan
leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra
sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian
distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK,
menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan,
kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat

6
meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak
dapat relaksasi dengan baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat
kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak
efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen
sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi
urethra
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut:
1. Kateterisasi urethra
2. Dilatasi urethra dengan boudy
3. Drainage suprapubik.
7. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
retensio urine adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan spesimen urine
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb,
KEton, Nitrit.
4. Sistoskopi, IVP

2.3 Anuria
1. Definisi
Anuria adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi urine dari
seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana
produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini
menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini
dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak.
Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal
kronik dan biasanya menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang
timbul mendadak sebagian besar disebabkan gagal ginjal akut, yang
secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut
oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100
400 ml.
2. Etiologi

7
Berdasarkan penyebab terjadinya, anuria dapat dikelompokkan
dalam 3 golongan yaitu : pre-renal, renal dan post-renal.
a. Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti
akibat dehidrasi, combustio, perdarahan, trauma yang massive atau
sepsis. Anuria pre-renal ini dapat juga disebabkan oleh obstruksi
arteri renalis misalnya oleh akibat emboli (fibrilasi atrium),
thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri renalis bilateralis.
Bendungan kedua vena renalis dapat juga menyebabkan penurunan
produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau
penyebaran tumor.
b. Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut,
glumerulonefritis akut, dan pada beberapa keadaan glumerulopati.
c. Anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena
striktura, pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter misalnya
karena trauma atau laparatomi, proses keganasan dalam rongga
pelvis dan batu pada saluran kemih.
3. Manifestasi Klinik
Anuria sendiri adalah gejala, bukan penyakit. Hal ini sering
dikaitkan dengan gejala lain dari kegagalan ginjal, seperti kurangnya
nafsu makan, mual, lemah, dan muntah. Ini adalah sebagian besar
hasil dari penumpukan racun dalam darah yang biasanya akan
dikeluarkan oleh ginjal yang sehat.
4. Patofisiologi
Sebagai akibat terjadinya anuria maka akan timbul gangguan
keseimbangan didalam tubuh yaitu berupa penumpukan cairan,
elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh, yang seharusnya keluar
bersama-sama urine. Keadaan inilah yang akan memberikan gambaran
klinis daripada anuria pada gagal ginjal seperti edema, asidosis,
uremia dsb.
Pada umumnya keadaan ini dengan mudah dapat dikenali, sehingga
diagnosanya juga tidak sulit. Tetapi untuk mencari etiologi dari anuria
kadang-kadang sulit, maka didalam gagal ginjal ini penanggulangan
ditujukan kepada gagal ginjal akutnya tanpa memandang etiologinya
demi untuk menyelamatkan kegawatan si penderita yang kadang-

8
kadang life-saving. Dari sudut patofisiologi ini dapat jelas dilihat
bahwa tindakan pencegahan adalah sangat penting; misalnya pada
keadaan yang kemungkinan terjadinya anuria tinggi, pemberian cairan
supaya renal blood flow terjamin harus selalu diusahakan, sebelum
anuria terjadi.
5. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari gejala ini.
Yang paling mudah diobati penyebabnya adalah obstruksi aliran urin,
yang sering diselesaikan dengan penyisipan kateter urin ke dalam
kandung kemih.
Manitol adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah
air yang dikeluarkan dari darah dan dengan demikian meningkatkan
aliran darah ke ginjal. Namun, manitol merupakan kontraindikasi pada
anuria sekunder untuk penyakit ginjal, dehidrasi berat, perdarahan
intrakranial (kecuali selama kraniotomi), kongesti paru yang parah,
atau edema paru. Dekstrosa dan Dobutamine yang keduanya
digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke ginjal dan bertindak
dalam 30 sampai 60 menit.

2.4 Kolik
1. Definisi
Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di
ginjal, pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat
peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem
pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi.
Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul
(intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik
intestinal namun pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri
dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian
dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke
daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga
digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur

9
hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan
demam, bila disertai infeksi .

Kolik renal dikarakterisasikan sebagai nyeri hebat yang intermiten


(hilang-timbul) biasanya di daerah antara iga dan panggul, yang
menjalar sepanjang abdomen dan dapat berakhir pada area genital dan
paha bagian dalam. Kolik renal biasanya berawal di punggung bagian
mid-lateral atas dan menjalar anteroinferior menuju daerah lipatan paha
dan kelamin. Nyeri yang timbul akibat kolik renal terutama disebabkan
oleh dilatasi, peregangan, dan spasme traktus urinarius yang disebabkan
oleh obstruksi ureter akut. Ketika ada obstruksi yang kronik, seperti
kanker, biasanya tidak dirasakan nyeri. ( suyono,2001 )

Pola nyeri bergantung pada ambang rangsang nyeri seseorang,


persepsi, serta kecepatan maupun derajat perubahan tekanan hidrostatik
di dalam ureter dan pelvis renal proksimal. Peristaltik ureter dan
perpindahan batu ginjal dapat memicu eksaserbasi akut rasa nyeri.
Pasien seringkali dapat menunjuk pada lokasi nyeri, yang kemungkinan
besar adalah situs obstruksi ureteral. Kolik renal dapat pula dirasakan
pada daerah tubuh yang tidak patologis (referred pain).

2. Etiologi

Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah


parahnya nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi;
bukan pada keras, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal.

A. Metabolisme

Kelainan kadar urin yang disebabkan oleh peningkatan kalsium, asam


oksalat, asam urat, asam sitrat.

10
B. Iklim

Iklim panas menyebabkan kehilangan cairan, volume urine rendah,


meningkatkan skonsentrasi zat terlarut dalam urine.
C. Diit

Asupan protein yang berlebihan bisa meningkatkan ekresi asam urat,


konsumsi teh berlebihan atau mengkonsumsi jus buah yang bisa
meningkatkan oksalat. Rendah asupan cairan yang meningkatkan
konsentrasi urine.
D. Factor genetic

Riwayat keluarga yang mempunyai pembentukan batu. Cystinuria,


asam urat/asidosis ginjal.
E. Gaya hidup

Pekerjaan yang menetap, kurang gerak.

3. Manifestasi Klinik

Bisa tanpa keluhan sama sekali. Nyeri kolik, yang terasa di satu sisi
pinggang atau perut, dapat menjalar ke alat kelamin (buah pelir, penis,
vulva), muncul mendadak, hilang timbul, dan intensitasnya kuat. Nyeri
ginjal (renal colic), yang terasa di pinggang, tidak menjalar, terjadi
akibat regangan kapsul ginjal, sering berhubungan dengan mual dan
muntah. Nyeri kandung kemih (buli-buli), terasa di bawah pusat.
Urgensi yaitu rasa ingin kencing sehingga terasa sakit. Disuria yaitu
rasa nyeri saat kencing atau sulit kencing. Polakisuria, yaitu frekuensi
kencing yang lebih sering dari biasanya. Hematuria yaitu terdapat darah
atau sel darah merah (eritrosit) di air seni. Anuria yaitu jika produksi air
seni < 200 cc/hari. Oliguria yaitu jika jika produksi air seni < 600
cc/hari.

4. Patofisiologi

11
Kolik ginjal biasanya disebabkan karena adanya batu. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih
(batu kandung kemih). Pembentukan batu ini biasanya disebabkan
karena kurang minum, diet banyak mengandung kalsium atau oksalat,
kadar asam urat darah yang tinggi, sumbatan pada saluran kemih,
riwayat keluarga menderita saluran kemih, pekerjaan banyak
duduk/kurang aktifitas, faktor lingkungan. Proses pembentukan batu
ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Pembentukan batu
ini menyebabkan obstruksi pada ginjal sehingga terjadi hambatan aliran
darah pada organ tersebut. Akibat hambatan ini, terjadilah spasme pada
otot polos yang terdapat pada ginjal dan juga hipoksia pada jaringan
dinding ginjal yang akhirnya menyebabkan nyeri kolik. Karena
kontraksi ini berjeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Biasanya
disertai perasaan mual bahkan muntah serta demam. Saat serangan,
penderita sangat gelisah, kadang berguling-guling ditempat tidur atau
jalan. Trias kolik, tanda khas yang terdiri dari serangan nyeri perut yang
kumatan disertai mual atau muntah yang disertai gerak paksa.

Batu yang terbentuk pada ginjal terjadi ketika konsentrasi substansi


tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat, batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu seperti sitrat yang secara normal mencegah
kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup : pH urine dan status cairan pasien (batu
cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). Faktor tertentu yang
mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi, statis urine,
periode imobilitas (drainase renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium), faktor usia, pekerjaan, ras dan lingkungan yang
menjadi tempat tinggal pun dapat menyebabkan atau berpengaruh
dalam pembentukan batu.

Proses terjadinya batu ginjal kristal yang terbntuk pada tubulus


karena agresi kistal yang cukup besar,sehingga sebagian tertinggal dan

12
ditimbul pada duktus kolektikus dan diperkirakan timbul pada bagian
sel epitel yang mengalami lesi, selanjutnya secara perlahan timbunan
akan membesar dan menjadi batu.

Manifestasi klinik adanya batu dalam traktus urinarius bergantung


pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat
aliran urine, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi
(pielonepritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus bergerak. Batu yang
terdapat di piala ginjal dapat menimbulkan gejala seperti nyeri, yang
berasal dari area renal menyebar mendekati kandung kemih bahkan
sampai testis testis. Dikatakan klien mengalami episode kolik renal,
apabila nyeri mendadak menjadi akut, nyeri tekan seluruh area kusta
vetebral dan muncul mual dan muntah, batu yang terjebak di ureter
menimbulkan nyeri/kolik yang menyebar ke paha dan genetalia,
dorongan untuk berkemih namun keluar secara sedikit-sedikit terkadang
disertai darah, sedangkan batu yang terjebak di kandung kemih,
biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri. Komplikasi yang dapat timbul batu
ginjal ini diantaranya adalah sumbatan, akibat pecahan batu, infeksi
akibat diseminari partikel batu ginjal atau bakterial atau bakteri akibat
obstruksi kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama.

5. Penatalaksanaan

Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor


yaitu : ketepatan diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat
beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal, serta tata laksana yang tepat.
Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang, kekambuhan batu
dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat
dipertahankan.

Terapi Konservatif

13
Tanpa Operasi

1. Medikamentosa
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
3. Endourologi

Tindakan Operasi

1. Bedah Laparoskopi

2. Bedah Terbuka

2.5 Hematuria
1. Definisi
Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine.
Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa,
dengan prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0% .

Dokter spesialis urologi Rumah Sakit Balikpapan Husada (RSBH)


Eddy Sunarno Sp.U menuturkan, hematuria adalah didapatkannya sel-
sel darah merah dalam urin yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu
hematuria makroskopik dan mikroskopik. Hematuria makroskopik
dapat dilihat secara kasat mata, seperti kencing yang berwarna merah.
Sedangkan mikroskopik adalah ditemukannya sel-sel darah merah pada
kencing melalui pemeriksaan mikroskop.

Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat


mengancam jiwa, karena dapat menimbulkan penyulit berupa
terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran kencing,
pendarahan yang dapat menimbulkan syok dan infeksi.
a. Etiologi
Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis,
sistitis, dan uretritis

14
2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal (tumor
Wilms), tumor grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor
buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak.
3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal
4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
5. Batu saluran kemih. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia
antara lain adalah:
1. Kelainan pembekuan darah (Diathesis Hemorhagic),
2. SLE
3. Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi
atrium jantung maupun endokarditis. (Wim de Jong, dkk,
2004)
b. Manifestasi Klinis
Terjadi retensio urin akibat sumbatan di vesika urinaria olrh bekuan
darah.
c. Patofisiologi
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma,
dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan
bidang neflogi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut
hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang
ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada
kelainan hereditas atau perubahan struktur glomerulus dan integritas
kapiler yang abnormal.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada
perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya
menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-
laki apakah disirkumsisi atau tidak.
Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder
eritrosit, merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit
ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding
hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis
tubulointerstisial atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit,
leukosituria menandakan nefritis tubulointerstisial. Bila disertai
hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada

15
kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik harus di lakukan
evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.
Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya
adalah uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan
uji penapisan yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah
dilakukan sendiri oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria
selama pengobatan.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin,
ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam
yang mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali
yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar
kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila
terdapat kemungkinan urolithiasis.
2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,
bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun
non glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan
proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-
uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan
terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi
Coombs positif, adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan
penyakit multisistem. Trombositopenia dapat diakibatkan oleh
berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan
konsumsi trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik,
sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal). Walaupun
morfologi SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran kemih
bawah dan dismorfik pada perdarahan glomerular, morfologi sel
tidak secara pasti berhubungan dengan lokasi hematuria.
3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya
infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan
pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam
urat.
4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya

16
keganasan sel-sel urotelial.
5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus
hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi
ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari
ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan.
Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta
beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan
prostat (padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum,
penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih
dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk
mengetahui adanya metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari
saluran kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat,
nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian
awal ini tetap normal, disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin
dan elektrolit serum.
7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna
untuk pemeriksaan prostat dan buli-buli
8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk
menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat
dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya
setelah obstruksi dihilangkan
10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan
gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan
antara isi dan tekanan di buli-buli
12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika
pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan
penyebab hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Tn.A datang di rumah sakit pada tanggal 20 April 2016 pada pukul 17.00 dengan
keluhan kencing sedikit-sedikit sampai, terasa nyeri saat berkemih dan tidak
nyaman di daerah pubis. Berdasarkan anamnesa Tn.A baru pertama kali
mengalami penyakit seperti ini, dan menurut Tn.A keluarga Tn.A tidak ada yang
menderita penyakit yang sama.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.A
No.Reg : 297844
Umur : 45 Tahun
Tanggal MRS : 20 April 2016
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa Medis : Retensi Urin

18
Suku/Bangsa : Jawa
Tanggal Pengkajian : 20 April 2016
Agama : Islam
Pekerjaan : sopir
Alamat : Ds.Bedahlawak, Kec.Tembelang, Kab.Jombang

B. RIWAYAT KEPERAWATAN :
1. Keluhan Utama : Nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang : pada tanggal 19 April 2016 Tn.A
merasakan nyeri saat berkemih, dan hanya bisa berkemih sedikit sedikit
hal tersebut sudah di rasakan sejak 2 minggu yang lalu akan tetapi pada
tanggal 19 April nyeri semakin terasa dan membuat Tn.A datang ke
pelayanan kesehatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien mengatakan tidak pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga Tn.A tidak ada yang menderita
penyakit yang sama sebelumnya.
5. Riwayat Lingkungan :
Lingkungan tempat tinggal Tn. A bersih.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : wajah normal tidak pucat

TTV :

TD : 140/80

RR : 20x/menit

SUHU : 38 0C

NADI : 87x/menit

Sistem Pernafasan

Inspeksi : dada simetris, hidung bersih, tidak ada otot bantu


pernafasan, pasien tidak sesak

Perkusi suara dada sonor

19
Palpasi : Tidak ada nyeri saat di palpasi

Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan

Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : dada simetris

Perkusi : suara dada pekak

Palpasi : tidak ada nyeri tekan saat di palpasi

Auskultasi : tidak ada suara tambahan

Sistem Pencernaan

Inspeksi : mulut bersih, mukosa bibir lembab, tidak sianosis, tidak


ada caries, tidak ada stomatitis, tidak ada peradangan, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid.

Perkusi : suara abdomen normal timpani

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada asites

Auskultasi : suara bisisng usus normal (<15x permenit)

Sistem Reproduksi

Inspeksi :-

Perkusi :-

Palpasi: -

Auskultasi :-

Sistem Muskuloskeletal

Anamnesa :

20
Inspeksi : pergerakan terbatas, kaki kanan terpasang traksi,

, kekuatan otot 4 4
1 4

Palpasi : tidak ada oedem, tidak ada krepitasi

Sistem Integumen

Inspeksi : kulit terlihat bersih, tidak ada luka, tidak ada memar, kulit
lembab .

Palpasi : kulit teraba dingin.

Sistem Perkemihan

Anamnesa : pasien mengatakan nyeri saat berkemih, dan sedikit-sedikit.

Inspeksi : pasien tidak terpasang kateter, terlihat adanya distensi


kandung kemih.

Perkusi :-

Palpasi : terdapat bendungan atau tahanan kandung kemih

Sistem Persyarafan
Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi dan minyak kayu putih.
Nervus II opticus (penglihatan)
Bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas menggunakan kaca
mata.
Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata
Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Saat klien diminta membuka mulut dan bersuara aaaa dan diketukkan
palu reflek di garis tengah dagu klien menutupkan mulut dengan tiba
tiba

21
Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis dengan mata
tertutup, bentuk wajah simetris
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien terganggu. Karena sesak nafas.
Nervus X vagus
Uvula klien tidak simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan tidak
bias berkataah karena sesak nafas.

Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan
tahanan.

Nervus XII hypoglosal/hipoglosum


Bentuk lidah simetris, klien tidak mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah.

Sistem Endokrin

Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

Palpasi : tidak ada benjolan

22
D. Diagnosa Keperawatan

NS.
DIAGNOSIS : Nyeri Akut

(NANDA-I)

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
DEFINITION: kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau
lambat intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau dapat diprediksi dan berlangsung < 6
bulan

DEFINING
CHARACTER Perubahan selera makan
ISTICS Perubahan tekanan darah
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan frekuensi pernapasan
Laporan isyarat
Diaforesis
Perilaku distraksi(mis.berjalan mondar
mandir,mencari orang lain dan atau aktivitas lain)
Mengekspresikan perilaku(mis.gelisah, merengek,
menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
Masker wajah(mis.mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu
fokus, meringis)
Perilaku berjaga-jaga/melindungi area nyeri
Fokus menyempit(mis.gangguan persepsi nyeri,

23
hambatan proses berpikir, penurunan intereaksi
dengan orang dan lingkungan)
Indikasi nyeri yang dapat diamati
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Sikap tubuh melindungi
Dilatasi pupil
Fokus pada diri sendiri
Gangguan tidur
Melaporkan nyeri secara verbal

Agens cedera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologi)


RELATED
FACTORS:
ASSESSMENT

Subjective data entry Objective data entry


- Pasien
S : 380C
mengeluh nyeri
saat BAK N : 87x/menit
- Pasien
mengatakan TD : 140/80
berkemih
RR : 20x/menit
sedikit-sedikit.

TB :160cm

BB : 75Kg
DIAGNOSIS

Ns. Diagnosis (Specify):

Client Nyeri Akut

Related to:
Diagnostic

Cedera fisik
Statement:

24

Anda mungkin juga menyukai